revisi -
#
"Kalian hebat, jarang ada pasien yang bisa melalui masa kritis saat jantungnya melemah seperti tadi," ucap Dokter Gabby.
"Terima kasih atas pujiannya Dok, semua ini juga berkat bantuan Dokter Gabby," ucap Rea.
"Yaudah, kalau gitu saya kembali ke ruangan dulu, kalian bisa pulang biar saya yang menjaga pasien," ucap Dokter Gabby dan diangguki para dokter dan perawat yang membantunya.
Rea saat ini bersama dengan Qilla dan Nina. Mereka sudah bersahabat sejak SMP, mereka selalu bersama sampai SMA karena saya kuliah Nina memutuskan untuk menempuh pendidikan di Malaysia dan Qilla juga memutuskan untuk kuliah di luar kota dan hanya Rea yang menetap di kota.
Namun, setelah kurang lebih 4 tahun, tanpa di rencanakan mereka justru bertemu di rumah sakit yang sama dimana saat itu mereka sedang melakukan pelatihan dan mereka pun bisa bersahabat sampai sekarang.
Selama 4 tahun mereka menempuh pendidikan di bangku perkuliahan, mereka tidak pernah saling kontak karena yang memiliki ponsel saat itu hanya Nina. Sedangkan Qilla dan Rea tidak. Selain itu juga, tidak ada yang tahu dimana universitas tempat satu sama lain, dimana Nina terlebih dahulu pergi ke luar negeri dan setelah itu Qilla. Rea menjadi orang terakhir yang diterima di universitas terkenal di kota dan teman-temannya tidak ada yang tahu dan beberapa bulan setelah itu ia juga pindah ke pusat karena Ayahnya di terima di daerah tersebut.
"Re, lo mau ikut kita ke cafe gak sekalian buat refreshing gitu kan daritadi kita udah di ruang operasi hampir 5 jam loh?" Tanya Qilla, sahabat sekaligus rekan kerja Rea.
"Gak deh, gue udah di suruh pulang sama bunda, lain kali lah gue ikut kalian," ucap Rea.
"Oke, kalau gitu kita duluan ya, dah," pamit Nina dan diangguki Rea.
Rea yang selesai membersihkan diri setelah operasi tadi pun langsung mengambil tas yang ada di ruangannya dan segera pergi dari rumah sakit.
"Dokter Rea udah mau pulang ya?" Tanya Fafi, perawat di rumah sakit tempat Rea bekerja.
"Iya, Fi. Kamu belum pulang, bukannya hari ini kamu cuma sampe siang ya?" Tanya Rea.
"Ini Dokter Bima minta tukeran jadwal soalnya anaknya di rumah sendirian katanya," ucap Fafi dan diangguki Rea.
"Yaudah, kalau gitu saya pulang duluan ya soalnya saya juga ada urusan," ucap Rea.
iya, Dokter Rea, hati-hati ya," ucap Fafi dan rea hanya tersenyum.
Rea segera keluar dari rumah sakit dan menuju parkiran lalu masuk ke dalan mobilnya dan setelah itu mengendarai mobilnya menuju rumahnya.
Beberapa saat kemudian, Rea pun sampai di rumahnya dan segera masuk ke dalam. Namun, saat masuk ke dalam rumahnya Rea tidak melihat apapun dan hanya gelap yang ditangkap oleh mata Rea.
"Ini gue gak salah rumahkan ya," gumam Rea.
Hingga beberapa saat kemudian, lampu ruang tamu menyala dan memperlihatkan dekorasi meriah layaknya perayaan ulang tahun. Rea sangat terharu dengan apa yang ia lihat saat ini, ia hampir lupa jika saat ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 24 tahun.
Namun, Rea tidak melihat satu orangpun di ruang tamu tersebut hingga suara nyanyian dari belakangnya pun membuat Rea membalikkan tubuhnya dan melihat keluarga dan juga para sahabat dan kerabatnya di sana.
Bahkan Qilla dan Nina yang tadi mengatakan akan ke cafe pun ada di sana, Rea yakin tadi mereka mengatakan hal tersebut agar Rea tidak curiga padahal Rea saja lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Mereka semua menyanyikan lagu ulang tahun untuk Rea dan tak lupa mereka juga membawa kue ulang tahun dan lilin dengan angka 24. Setelah lilin ditiup tepuk tangan meraih pun menggema di seluruh ruang tamu bahkan di rumah tersebut.
"Selamat ulang tahun anak Bunda yang cantik ini," ucap Bunda Nara.
"Makasih, Bunda," ucap Rea dan memeluk Bunda Nara.
"Selamat ulang tahun ya anak Ayah," ucap Ayah Argi.
Rea pun memeluk Ayah Argi, "Makasih Ayah."
Satu persatu keluarga serta sahabat Rea mengucapkan selamat ulang tahun dan juga memeluk Rea, "Udah tua nih, kapan nyusul Kak Ray? cepet cari pasangan sana mau jadi perawan tua apa lo," ucap Qilla.
"Apa sih lo, gue ini masih 24 tahun udah kayak tua banget, gue masih mau bebas kali, gue mau nikmatin masa muda gue, nanti kalau umur gue 42 tahun lo boleh tanya hal itu," ucap Rea.
"Keburu Bunda gak ada kalau kamu umur 42 masih ditanyain kayak gitu, umur 42 tahun itu yang ditanyain bukan kapan cari jodoh, tapi ditanyain anaknya udah gede ya sekolah dimana, atau gak anaknya kalau di rumah gimana," ucap Bunda Nara.
"Apa sih Bunda kok ngomong kayak gitu," ucap Rea.
"Hehehe, bunda cuma bercanda kok," ucap Bunda Nara.
"Udah ini mending kita makan aja kuenya Gia udah laper loh," ucap Gia, adik Rea.
Edrea Aleta Bratadikara atau biasa dipanggil Rea, anak kedua pasangan Argi Bratadikara & Nara Pramesti. Rea memiliki Kakak laki-laki yang bernama Galen Ray Bratadikara atau biasa dipanggil Ray, Rea juga memiliki adik perempuan yang bernama Clarinta Gianina Bratadikara atau biasa dipanggil Gia. Rea merupakan seorang Dokter bedah di salah satu rumah sakit ternama di negaranya yaitu Daiva General Hospital.
Setelah perayaan ulang tahun Rea, semua keluarga Rea pun berkumpul di ruang tamu. Sedangkan, sahabat Rea sudah pulang ke rumah masing-masing.
"Ada yang mau Ayah sampaikan ke kamu," ucap Ayah Argi.
"Apa, Yah?" tanya Rea.
"Ayah sudah menjodohkan kamu dengan anak sahabat Ayah," ucap Ayah Argi.
Rea yang mendengar perkataan Ayah Argi benar-benar terkejut, ia merasa ini adalah hadiah terburuk dalam hidupnya yaitu perjodohan.
"Ayah kok seenaknya gini sih, Rea bisa cari pasangan sendiri dan juga Rea itu gak mau nikah untuk saat ini," ucap Rea.
"Tapi, kamu itu terlalu lama menyendiri, Re. Kamu gak pernah membuka hati kamu buat pria manapun," ucap Ayah Argi.
"Ayah tahukan Rea itu belum siap untuk menerima siapapun dalam hidup Rea, Rea ingin bebas," ucap Rea.
"Ayah tahu, tapi kamu juga harus mikirin Ayah sama Bunda, sampai kapan kamu mau sendiri terus. Sampe Ayah sama Bunda udah gak ada," ucap Ayah Argi, yang mulai meninggikan suaranya.
"Ayah kenapa selalu sangkut pautin sama kematian sih, Rea gak suka kalau Ayah sama Bunda ngomong kayak gitu, seolah-olah Rea itu anak durhaka yang gak bisa memenuhi keinginan Ayah sama Bunda, apa dengan Rea menolak perjodohan ini maka Rea itu disebut anak durhaka, hiks hiks hiks!" bentak Rea, yang tidak bisa menahan tangisnya dan memilih pergi menuju kamarnya.
Kak Inez istri dari Kak Ray yang melihat Rea menangis pun menghampiri Rea yang ada di kamarnya, Kak Inez membuka pintu kamar Rea dan memeluknya, "Udah dong jangan nangis lagi ya, nanti cantiknya luntur loh," ucap Kak Inez, yang mencoba menenangkan Rea.
.
.
.
Tbc.
* Cerita ini hanya karangan author kalau gak masuk akal ya namanya juga Novel. Masih banyak kesalahan dalam penulisan, nanti akan author coba review kembali dan memperbaikinya, tapi gak janji ya. Kalau ada kritik dan saran di persilahkan, tapi gunakan bahasa yang sopan ya. Terima kasih.
revisi -
#
"Tapi, Ayah sama Bunda gak pernah ngertiin Rea Kak," ucap Rea, yang masih sesenggukan.
"Ayah sama Bunda ngelakuin ini semua juga karena kamu, mereka mau kamu dapat yang terbaik," ucap Kak Inez.
"Tapi, Rea bisa cari sendiri pasangan untuk Rea. Banyak di luaran sana perjodohan berujung tragis, pilihan Ayah sama Bunda memang terbaik untuk Ayah sama Bunda, tapi belum tentu terbaik buat Rea," ucap Rea.
"Lihat Kakak, kamu tahukan gimana Kak Ray sama Kak Inez, Kak Ray dulu keras kepala ingin menikah dengan calon pilihannya, tapi kamu lihat sendiri calon pasangannya Kak Ray justru mengkhianati Kak Ray. Terus Ayah sama Bunda jodohin Kak Ray sama Kak Inez, sekarang kamu lihat lebih baik mana Kak Ray atau sama Kak Inez yang jelas-jelas pilihan dari Ayah sama Bunda kamu," ucap Kak Inez.
"Kak," panggil lirih Rea.
"Rea, semua hubungan itu gak ada yang sempurna gak ada hubungan antara dua manusia yang mereka cocok 100%. Semua orang memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda, kalau dari awal kamu sudah berpikiran buruk mengenai hubungan kamu, maka selamanya hubungan kamu dan pasangan kamu gak akan berjalan dengan lancar, Kakak yakin kamu gak akan pernah bahagia kalau kamu sudah berpikiran jelek terhadap hubungan kamu ataupun pasangan kamu. Yang mau Kakak tekankan ke kamu adalah semua hubungan, baik itu suami, istri ataupun pertemanan, persahabatan gak akan bisa berjalan lancar dan bahagia kalau diantara kalian gak ada yang mau bertahan, berjuang, saling menerima dan juga berpikir positif sama pasangan masing-masing" ucap Kak Inez.
"Jadi, Rea salah ya Kak udah bentak Ayah sama Bunda?" Tanya Rea.
"Menurut kamu gimana salah atau gak?" Tanya Kak Inez dan diangguki Rea.
"Tapi, Kak. Rea gak tahu siapa yang bakal di jodohkan Ayah sama Bunda ke Rea, Rea takut nanti pasangan Rea malah nyakitin Rea," ucap Rea.
"Kakak udah ketemu kok sama calon pasangan kamu dan Kakak lihat dia orangnya baik dan yang terpenting dia juga ganteng loh," ucap Kak Inez.
"Apa sih Kak, kok malah bahas itu. Rea itu penasaran aja gimana karakter dia cocok gak sama Rea," ucap Rea.
"Kalau menurut Kakak sih cocok-cocok aja," ucap Kak Inez.
"Kakak mah dukung Ayah sama Bunda makanya bilang cocok-cocok aja," ucap Rea.
"Gak Rea, Kakak itu kemarin ketemu sama dia dan Kakak rasa dia itu baik bahkan nih ya Kakak yakin dia nanti bakal suka banget sama kamu dan satu hal yang harus kamu tahu dari dia," ucap Kak Inez.
"Apa Kak?" Tanya Rea.
"Dia itu lebih ganteng daripada Kak Ray," ucap Kak Inez.
"Hayoloh, Rea aduin ke Kak Ray nih kalau Kak Inez mau nikung Rea," ucap Rea.
"Cie, yang udah nerima calon yang dipilih Ayah sama Bunda, kamu gak perlu khawatir Rea, Kakak gak bakal nikung kamu kok," goda Kak Inez.
Rea baru sadar jika Kak Inez tadi baru saja memancing Rea untuk menerima calon yang dipilihkan Ayah Argi dan Bunda Nara.
"Kak Inez mah resek," ucap Rea.
"Udah kamu temuin Ayah sama Bunda dan minta maaf, mereka pasti sedih banget karena kamu bentak mereka," ucap Kak Inez dan diangguki Rea.
Rea pun turun ke bawah dan Rea dapat melihat Ayah Argi sedang memeluk Bunda Nara yang sedang menangis. Selain itu, di sana juga masih ada Kak Ray dan juga Gia.
Rea berjalan menuju Ayah Argi dan Bunda Nara, "Ayah, Bunda maafin Rea. Rea tadi udah keterlaluan sampai bentak Ayah sama Bunda, Rea gak pernah ada niatan buat bentak tadi itu," ucap Rea, dengan menundukkan kepalanya.
Bunda Nara yang awalnya di pelukan Ayah Argi pun lantas menoleh ke arah Rea yang berada di belakangnya lalu Bunda Nara menghampiri Rea dan memeluk Rea.
"Seharusnya Bunda yang minta maaf karena gak ngertiin Rea sama sekali, Bunda gak akan paksa Rea lagi. Sekarang Rea bisa ngelakuin apapun sesuka Rea asalkan hal itu positif dan membuat Rea bahagia tentunya, bagi Bunda yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan anak-anak Bunda, hiks hiks," ucap Bunda Nara.
Rea sendiri yang mendengar ucapan Bunda Nara benar-benar merasa bersalah, ia merasa egois karena hanya memikirkan mengenai keinginannya saja, tapi ia lupa jika Ayah Argi dan Bunda Nara yang selama ini yang sering berjuang demi dirinya.
Rea merasa jika ia menjadi anak yang tidak berguna, Ayah Argi dan Bunda Nara bukan hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri, tapi mereka juga memikirkan kebahagiaannya Rea. Sedangkan, Rea tidak pernah mengerti dan memikirkan apa yang membuat orangtuanya bahagia.
Saat orangtuanya ingin bahagia Rea justru menolaknya bahkan membentaknya. Rea saat ini benar-benar merasa menyesal karena tidak mengerti keinginan orangtuanya.
"Maafin Rea, Rea gak bisa jadi anak yang baik dan buat Ayah sama Bunda bahagia," ucap Rea.
"Gak sayang, kamu gak perlu minta maaf. Ayah sama Bunda bahagia kok ngelihat kamu bahagia," ucap Ayah Argi, yang berjalan menuju Rea dan Bunda Nara lalu memeluk mereka.
"Rea mau kok dijodohin sama calon pilihan Ayah sama Bunda," ucap Rea.
"Sayang, kamu gak perlu ngelakuin hal itu. Ayah sama Bunda gak maksa kamu kok, kamu harus cari pasangan kamu sesuai dengan keinginan kamu, kamu jangan terima perjodohan ini kalau kamu hanya memikirkan Ayah sama Bunda," ucap Ayah Argi.
Rea sebagai anak yang di perlakukan seperti itu, benar-benar menyesal telah menolaknya tadi, Rea terngiang-ngiang bagaimana saat ia melihat raut kecewa Ayah Argi dan Bunda Nara tadi saat ia menolak perjodohan ini.
"Gak Yah, Rea mau karena memang kemauan Rea sendiri, bukan karena Ayah sama Bunda," ucap Rea.
"Kamu beneran sayang," tanya Bunda Nara, dengan semangat.
Rea senang saat melihat Bunda Nara tersenyum ceria meskipun ia harus mengorbankan hidupnya, Rea pun menganggukkan kepalanya dengan pertanyaan Bunda Nara tadi. Rea akan mencoba untuk menerima perjodohan ini dan Rea juga berharap nantinya ia akan bahagia seperti Kak Ray dan juga Kak Inez.
"Kalau gitu Ayah kabarin Aldi sama Dira," ucap Bunda Nara.
"Iya, nanti Ayah kabarin mereka," ucap Ayah Argi.
"Kenapa gak sekarang aja?" tanya Bunda Nara.
"Sekarang udah malam Bunda, nanti malah Ayah ganggu mereka tidur lagi," ucap Ayah Argi.
"Iya juga ya," ucap Bunda Nara.
"Kamu yakin, Dek?" tanya Kak Ray, dengan suara pelan.
"Iya, Kak. Lagian Kakak sama Kak Inez gak ada masalah kan selama pernikahan kalian," ucap Rea.
"Kalau emang itu keputusan kamu, Kakak sih dukung aja," ucap Kak Ray.
"Berarti nanti tinggal Gia doang dong yang masih jomblo di rumah ini," ucap Gia.
"Kamu itu masih kelas 2 SMP jangan pacaran, nanti aja kalau udah kerja dan bisa ngasih uang ke orangtua baru kamu bisa pacaran," ucap Bunda Nara.
"Kenapa harus nunggu kerja sih? sekarang aja loh Bun, lagian banyak kok temen Gia yang udah punya pacar padahal masih kelas 2 SMP," ucap Gia.
.
.
.
Tbc.
revisi -
#
"Itu kan temen kamu bukan kamu, kamu itu masih kecil gak usah pacar-pacaran, kamu harus tahu masa remaja kamu itu buat kamu belajar bukan buat pacaran, kalau kamu mau seneng-seneng Ayah sama Bunda gak pernah ngelarang kok, tapi Ayah sama Bunda cuma minta jangan pacaran karena saat kamu sudah pacaran maka tanpa kamu sadari hal itu merusak mental kamu secara tidak langsung," ucap Bunda Nara.
"Kok bisa?" tanya Gia.
"Pacaran bisa buat kamu lupa akan tujuan hidup kamu karena apa, karena kamu udah punya orang yang harus kamu pikirkan, karena hal itu semua tujuan kamu belajar akan sia-sia. Lalu orang yang harusnya kamu pikirkan justru akan kamu lupakan secara perlahan, apalagi kalau kamu menyukai pacar kamu secara berlebihan, itu sangat tidak baik, kamu bisa saja suatu saat nanti melakukan apapun agar terus bersamanya bahkan kamu bisa melakukan hal gila yang tidak pernah kamu lakukan sebelumnya. Memang tidak semuanya, tapi untuk mengantisipasinya tidak ada masalah bukan, karena Ayah, Bunda dan kamu sekalipun tidak tahu bagaimana selanjutnya," ucap Bunda Nara.
"Jadi, Bunda takut Gia bakal terjerumus ke hal-hal yang buruk?" tanya Gia dan diangguki Bunda Nara.
"Meskipun Bunda tahu kalau Gia gak akan kayak gitu, tapi Bunda ingin mengantisipasinya. Bunda ngelarang kamu ini itu bukan karena Bunda ingin ngekang kamu dan gak ngasih kamu kebebasan atau yang lainnya. Tapi, Bunda ingin menjaga kamu, kamu adalah anak Bunda. Kalau Bunda gak sayang sama kamu udah Bunda biarin kamu pergi malem-malem, tapi Bunda gak gitu. Sayangnya Bunda itu dengan menjaga anak-anak Bunda," ucap Bunda Nara.
"Kenapa nangis?" tanya Kak Ray, pada Rea yang berada di sampingnya.
"Loh! kok kamu nangis Rea," ucap Ayah Argi.
"Bunda sih kata-katanya sedih kan Rea jadi nangis kayak gini," ucap Rea.
"Udah gak usah nangis lagi, cengeng banget sih adiknya Kakak yang satu ini," ucap Kak Ray dan memeluk Rea.
"Harusnya itu Gia yang nangis loh Kak," ucap Gia.
"Ya, biarin sih namanya juga sedih," ucap Rea.
Saat sedang mengobrol tiba-tiba saja terdengar suara tangisan bayi yang membuat semua orang yang ada di sana terkejut.
"Inez ke kamar dulu ya Bun, pasti Kaif kebangun deh," pamit Kak Inez.
"Padahal masih jam setengah 10 kok tumben Kaif udah kebangun ya, biasanya dia bangun jam 2-an," ucap Kak Ray.
"Namanya juga bayi Ray," ucap Bunda Nara.
Kaif Zane Bratadikara atau biasa dipanggil Kaif adalah putra dari Kak Ray dan juga Kak Inez yang usianya baru menginjak 5 bulan.
"Kalau gitu Ray coba ke kamar ya Bun," ucap Kak Ray dan diangguki Bunda Nara.
Baru saja Kak Ray berdiri tiba-tiba Kak Inez datang ke ruang tamu dan membawa Kaif, "Bunda ini Kaif kok ada bintik-bintik kayak gini ya," ucap Kak Inez, dengan suara yang terlihat jelas tengah khawatir dengan keadaan putranya itu.
Bunda pun melihat cucunya dan terkejut melihat bintik-bintik di sekitar leher Kaif, "Ini kenapa cucu Nenek hem," ucap Bunda Nara dengan membuka baju Kaif.
Kak Ray sendiri sudah berada di sebelah putranya itu, "Bunda, kita bawa Kaif ke rumah sakit aja yuk, Ray takut Kaif kenapa-napa," ucap Ray.
"Kan di sini udah ada Bu Dokter, jadi kenapa harus ke rumah sakit," ucap Gia.
"Kakak itu dokter bedah Gia, mana tahu Kakak masalah bayi," ucap Rea.
"Hehehe, yaudah Kak ayo kita ke rumah sakit," ucap Gia.
"Kamu gak usah ikut, kamu di rumah aja," ucap Bunda Nara.
"Loh! kok Gia di rumah sih, Gia juga mau ikut ke rumah sakit," ucap Gia.
"Tapi, kamu besok harus sekolah, nanti kalau kamu ikut ke rumah sakit yang ada kamu malah bolos sekolah besok," ucap Bunda Nara.
"Tapi, Gia takut kalau di rumah sendirian," ucap Gia.
"Sama Kakak, Kakak gak ikut ke rumah sakit," ucap Rea.
Mau tidak mau Gia pun harus berada di rumah bersama dengan Rea. Sedangkan Ayah Argi dan Bunda Nara ikut mengantarkan Kaif ke rumah sakit.
"Bosen deh, Kak kita nonton film yuk," ajak Gia.
"Film apa?" tanya Rea.
"Hem film apa ya enaknya ... gimana kalau kita nonton film Annabelle?" tanya Gia.
Rea yang awalnya santai memakan cemilannya pun lantas menoleh dan menatap tajam ke arah Gia, "Gak mau ya, Kakak gak mau kalau nonton film Annabelle," ucap Rea.
"Kenapa Kak? padahal filmnya seru loh bahkan nih ya Gia udah beberapa kali nonton film itu," tanya Gia.
"Kamu kan tahu kalau Kakak itu orangnya pengecut, bisa-bisa Kakak gak berani ke kamar mandi kalau nonton film kayak gitu," ucap Rea.
"Kakak mah pengecut, terus nonton film apa dong?" tanya Gia.
"Terserah deh, tapi jangan yang serem-serem yang ada hantunya gitu," ucap Rea.
"Apa ya ... hemmmm gimana kalau The Meg?" tanya Gia.
"Film yang lain bisa gak sih, kayak film Disney gitu," ucap Rea.
"Kenapa emangnya kalau The Meg? Kak Rea takut ya?" tanya Gia.
"Udah tahu pake nanya lagi," ucap Rea.
"Tapi, itu filmnya gak ada hantunya loh Kak," ucap Gia.
"Ya, tetep aja di itu nakutin bagi Kakak," ucap Rea.
"Apanya yang harus ditakutin sih Kak?" tanya Gia.
"Lautnya itu loh Gia, kamu gak takut apa. Kakak aja takut loh, Kakak kayak gak bisa napas," ucap Rea.
"Kakak kok tahu filmnya padahal Kakak takut?" tanya Gia.
"Kan di sosial media banyak spoiler nya," ucap Rea dan diangguki Gia.
"Terus nonton film apa ini kalau mau nonton film ini takut, itu takut?" tanya Gia.
"Udah gak usah nonton film lebih baik kita tidur, lihat tuh jam udah malem. Besok kamu sekolah, awas aja kalau gak bisa bangun pagi gara-gara nonton," ucap Rea.
"Iya iya, gagal sudah nontonnya, yaudah kalau gitu Gia ke kamar ya Kak," ucap Gia.
"Iya, cepetan tidur jangan update status terus, beranda Kakak penuh sama postingan kamu yang gak jelas," ucap Rea.
"Kak Rea nih kayak gak tahu anak muda aja," ucap Gia.
"Anak muda sih anak muda, tapi ya jangan terlalu gitu loh kalau di sosial media itu. Cukup sewajarnya aja gak usah alay-alay banget," ucap Rea.
"Ish, Kak Rea cerewet banget, orang Bunda aja gak protes kok. Udah ah Gia mau ke kamar udah ngantuk soalnya," ucap Gia.
Setelah Gia masuk ke dalam kamarnya, Rea pun juga masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat karena besok ia masih ada jadwal praktek.
'Huh, capeknya. Gue bisa gak ya mempertahankan rumah tangga gue kalau emang nantinya gue nikah sama calon yang Ayah sama Bunda pilihin, gue pengen banget nolak. Tapi, tadi gue lihat Bunda seneng banget waktu gue terima perjodohannya, semoga keputusan gue udah bener. Bener kata Kak Inez, kalaupun nanti calon gue gak suka sama gue. Itu artinya gue yang harus mempertahankan hubungan gue,' ucap Rea dalam hati.
.
.
.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!