(Berawal dari dendam kepada Adik tirinya, ia melakukan sebuah kesalahan yang akhirnya menghancurkan cinta pertamanya sekaligus menistakan dirinya sendiri.)
...________...
Ia bukanlah lelaki baik apalagi baik-baik. Tidak, kata itu tidak cocok disematkan padanya. Segala macam hal yang ia ketahui sebagai dosa, pernah ia cobai.
Ia tidak tahu apa balasan yang setimpal untuk setiap dosa yang pernah ia lakukan. Neraka? Bahkan ia merasa tidak layak berada disana. Jika ada yang lebih buruk dari itu, mungkin ia adalah orang pertama yang merasainya.
Jangan tanyakan tentang agama, karena sudah belasan tahun bibirnya tak pernah menyebut nama Tuhan. Norma-norma itu sudah terkikis seiring berjalannya waktu, tergantikan dengan definisi tentang memuja kebebasan.
Ia terjerumus dalam kemaksiatan sesaat yang akhirnya ia hentikan sendiri. Bukan karena menyesal, tapi karena ia gampang bosan jika hanya melakukan hal yang itu-itu saja secara berulang.
Kendra Winarya, adalah nama yang disematkan padanya, ia terlahir dalam biduk rumah tangga orangtuanya yang telah karam. Sang Papa tidak bisa menjaga hati hanya untuk seorang wanita, sedang Mamanya yang tak sanggup bertahan lagi, akhirnya memilih jalannya sendiri dengan pergi dari rumah.
Kedua orangtuanya bukan kaya karena warisan. Semua yang mereka miliki berawal dari kerja keras, hingga mereka cukup berhasil dengan usaha masing-masing dan saling memiliki ego yang besar.
Hal itu pula yang membuat kedua orangtuanya tidak ada yang mau mengalah, merasa bisa sendiri dan tidak memerlukan satu sama lain.
Kebetulan ia adalah anak tunggal dari pasangan yang tak lagi bersama itu.
Sampai pada suatu ketika, ia harus dihadapkan dengan kenyataan baru, memiliki saudara yang lain secara mendadak. Dialah Frans, anak bawaan dari Tante Irene, wanita yang kini telah resmi menjadi Ibu tirinya.
Saat sang Papa menikah dengan Tante Irene, ia masih berusia empat belas tahun dan Frans setahun dibawahnya.
Diawal perkenalannya dengan Tante Irene dan Frans, jiwa remajanya yang polos mengira mereka akan mengisi kekosongan didalam keluarganya yang telah bobrok. Ia bahkan berharap, Tante Irene akan lebih baik daripada Mama yang tega meninggalkannya begitu saja dirumah besar Papa. Ia juga berpikir, jika Frans akan menjadi saudara lelaki yang baik dan mereka akan mengarungi masa-masa remaja yang seru bersama-sama.
Nyatanya, perkiraan, harapan dan segala pikirannya tentang hal itu adalah kesalahan terbesar. Ia terlalu naif dan menyia-nyiakan waktu untuk memberi dua orang baru itu kesempatan.
Ekspektasinya terlalu tinggi dan tidak sesuai realita, karena buktinya Tante Irene tetap menganggapnya orang lain dan membedakan antara dirinya dengan Frans.
Sama halnya dengan Frans, bocah itu selalu berlagak terang-terangan menyaingi hal apapun yang tengah ia impikan.
Apalagi setelah mereka mendengar penuturan Papanya tempo hari.
"Ken, sekolah yang baik dan rajin ... karena kelak, kamu yang akan melanjutkan semua usaha Papa, Nak." Papa memang menyanyanginya, iapun mengakui hal itu.
Mungkin ucapan Papanya itu membuat hati Ibu dan Anak yang baru saja memasuki kehidupan keluarganya menjadi ketar-ketir. Entahlah, yang jelas mereka semakin menunjukkan wujud asli didepannya.
Terutama Frans, bocah itu selalu berusaha menarik perhatian sang Papa dan itu cukup mengganggunya saat Papa mulai terlihat membandingkan dirinya dengan anak tiri itu.
Frans dipindahkan ke sekolah yang sama dengannya. Dan disanalah semua bermula. Frans selalu menginginkan apa yang ingin ia raih.
Masa-masa Sekolah Menengah Pertama yang ia lalui, berakhir lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya. Itu semua karena kehadiran Frans yang cukup menggoyahkannya, serta sengaja mengganggu kefokusannya dalam dunia pembelajaran sekolah.
Frans mulai merebut semua teman-temannya. Entah bagaimana, bocah itu mengalihkan perhatian semua orang dan membuat satu persatu teman dalam hidupnya menjauh.
Frans membuat masa putih-birunya menjadi kelabu. Frans sering mempermalukannya di depan orang banyak. Secara diam-diam, Frans sering menukar buku tugas miliknya dengan buku yang salah, menyebabkannya tampak bodoh dimata orang lain.
Awalnya, semua masih bisa ia terima karena ia masih menghargai hubungannya dan Frans yang mendadak bersaudara.
Namun lama kelamaan, ia tidak bisa tinggal diam saat Frans mulai mempengaruhi teman, membully dan bahkan mengerjainya dengan hal-hal yang memalukan.
Puncaknya adalah saat Frans menyelundupkan rokok kedalam tas miliknya dan menyebabkannya mendapat hukuman yang berat.
Ia membalas semua perbuatan Frans, mereka berkelahi dan saling memukul. Tapi, yang paling membuatnya semakin jengkel adalah Frans melakukan playing victim setelah kejadian itu. Frans mengatakan jika dialah yang lebih dulu memulai dan selalu memukul, padahal mereka saling baku hantam saat itu dan saling membalas satu sama lain.
Alih-alih menang melawan Frans, justru ia sendiri yang menerima skors seminggu lamanya.
Begitu pula saat dirumah, ia tetap disalahkan karena pandainya Frans memanipulasi keadaan didepan sang Papa dan Tante Irene.
Sejak saat itu, ia tidak bisa untuk tak membenci Frans. Frans bukan cuma membuat namanya jelek dimata teman-teman, tetapi didepan Papanya sendiri, ia sudah tak punya muka lagi.
Ia tak bersemangat sekolah karena kehadiran Frans disekolah yang sama. Ia mulai bolos dan bergabung dengan anak-anak jalanan. Ia tidak fokus lagi tentang pelajaran dan ia selalu menjadi biang kerok disetiap keonaran.
Namun ternyata, lambat laun ia menyadari jika itulah tujuan utama Frans dan Tante Irene, yakni menjerumuskannya secara tidak langsung.
Beberapa bulan setelah itu, ia harus menerima kenyataan bahwa ia tidak lulus dalam jenjang putih biru. Lengkaplah sudah masa kelabunya saat itu.
Ia dipindahkan kesekolah lain dan mengulang setahun dijenjang kelas sembilan.
Disekolah baru, ia cukup tenang karena tidak adanya Frans dan image-nya masih baik-baik saja dimata semua orang, walau ia adalah murid yang tertinggal jenjang kelas.
Ia mulai berusaha fokus kembali ke pelajaran dan seiring berjalannya waktu, akhirnya ia lulus mengarungi masa sekolah menengah pertama karena sebenarnya otaknya cukup encer untuk mencerna semua pelajaran.
...Bersambung......
...Berikan Love, Vote, Like, Hadiah dan Komentar yuk di Novel terbaru othor♥️...
Dalam dunia berandal, siapa yang tak mengenalnya? Ia seorang ketua geng yang sedang ramai diperbincangkan saat ini. Sangat ditakuti, namun juga sangat disegani. hampir sebagian masyarakat tahu, jika keonaran yang dibuat oleh geng-nya adalah bentuk kepedulian terhadap orang-orang menengah kebawah. Ia akan berdiri paling depan tatkala banyak mafia tanah yang ingin merebut paksa dan mengsengketakan tanah atau bangunan milik penduduk.
Ia juga memberi makan anak-anak jalanan yang terlantar, lalu membebaskan mereka untuk tinggal di yayasannya. Yayasan itu ia bangun dengan uang pribadinya, dengan tujuan menampung Jompo, Yatim Piatu, serta orang-orang yang tak punya tujuan pulang. Kegiatan amalnya itu tak banyak diketahui orang, ia melakukannya dengan ikhlas dan atas keinginannya sendiri.
Tidak hanya kebaikan hati yang terbalut di tampang berandalan, tapi dari segi fisik, Tuhan juga menganugerahkannya sesuatu yang nyaris sempurna. Raut elok dengan wajah asli indonesia yang eksotik, hidung bangir dengan rahang yang tegas, bibir tipis yang terukir, tubuh tinggi yang atletis, serta senyuman mautnya yang menawan.
Namun sayang, karena semua kelebihannya itu pula, ia tampak sulit untuk ditaklukkan. Tidak, bahkan untuk menyapanya saja akan terasa susah, karena hanya dengan melihatnya saja, orang lain akan langsung segan untuk bertutur dibawah sorot matanya yang tajam.
Dialah Kendra Winarya, pria yang termahsyur dengan sikap dinginnya di seantero jagad jalanan.
Hampir lima puluh lima persen orang yang baru melihatnya, langsung menganggapnya adalah Pria es batu yang dingin. Serta empat puluh lima persen sisanya, menganggapnya pria yang kaku layaknya kanebo kering.
Tapi, untuk orang yang benar-benar mengenalinya, akan tahu bahwa ia adalah pria yang hangat dan punya jiwa humor yang lumayan.
Penilaian tentangnya bukan hanya sampai disana saja, selalu ada desas-desus atau berita terhangat tentang sang ketua geng tampan itu.
"Ken itu anak pengusaha terkenal."
Itu adalah gosip yang sering terdengar dikala ia berada di basecamp-nya bersama kawan satu geng-nya.
Lain cerita jika ia berada dalam lingkup keluarga atau relasi bisnis sang Ayah. Ulasan tentangnya, akan menjadi salah satu topik pembicaraan yang hangat, maybe.
"Ken membuat banyak wanita patah hati."
"Sulit dipercaya, Ken tidak tertarik dengan gadis-gadis cantik yang sering mendatanginya."
"Tidak mungkin, Ken pasti mendatangi mereka juga. Dia kan seorang playboy."
"Atau justru kanebo kering itu seorang penyuka-sesama-jenis?"
"ITU...TIDAK MUNGKIN..."
"Ken memang tampan sekali. Tidak ada yang tidak tertarik padanya. Bahkan yang sesama pria pun mungkin akan tergoda."
"Seorang Ken memang layak dinobatkan sebagai badboy termahsyur tahun ini."
Percakapan semacam itu, adalah makanan sehari-hari untuknya. Namun, ia tetap santai menanggapinya. Ralat, bukan menanggapi, lebih tepatnya mengabaikan semua itu.
Saat ini, ia tengah mengunjungi kantor utama Ayahnya. Dan ia tahu kedatangannya kesini akan selalu memancing banyak orang untuk bergunjing, tertutama kalangan para gadis dan wanita, baik yang muda sampai yang tua.
Mungkin, penampilannya akan berandalan diluar sana. Tapi jika ke kantor sang Ayah, ia masih bisa menyesuaikan diri dengan berpakaian rapi. Maka dari itu, desas-desus tentangnya akan santer terdengar di sepanjang langkah kakinya yang menapaki kantor sang Ayah.
Ia cuek, berjalan lurus kemudian berbelok diujung koridor. Ia mengetuk pintu lalu memasuki ruang kebesaran sang Ayah setelah dipersilahkan masuk oleh sang empunya ruangan.
"Ken, berhentilah dengan kegiatan anehmu itu, Nak. Lanjutkan usaha Papa saja, Papa akan pensiun," Kata Bagas, Sang Papa yang menyambut kedatangannya di kantor pria itu.
Ia menggelengkan kepala. "Tidak, Pa. Aku tidak mau bergantung dengan usaha Papa. Lagipula semua ini akan menjadi boomerang untuk hidupku," jawabnya.
"Selalu begitu alasanmu, Ken." Sang Papa berdecak lidah.
Ia sadar, jika ia menerima usaha Papanya begitu saja, maka itu hanya akan membuat api yang dulu sempat menyala antara ia dan Frans kembali berkobar, karena yang ia inginkan adalah lebih dari sekedar kobaran api saja, ia menginginkan yang lebih. Sebuah kebakaran, maybe.
"Lalu, Papa akan mewariskan usaha ini untuk siapa, Ken?" Tanya sang Papa serius.
Ia bersedekap dan memayunkan bibir, kemudian hanya mengangkat bahu cuek.
"Kalau kamu gak mau, biar Frans yang menggantikan Papa," ucap Papanya kemudian.
Ia terkekeh. "Itu memang harapan terbesar Frans dan Tante Irene, Pa," jawabnya santai.
"Jadi gimana? Kamu yang gak mau menerima ini. Papa harus apa?"
"Aku lebih suka usaha Papa diberikan pada Asisten Papa itu daripada Frans." Jawabnya enteng.
Sang Papa pun hanya geleng-geleng kepala mendengar usulnya yang dinilai asal sebut saja.
"Kamu jangan main-main terus, Ken! Kenakalan remajamu sudah harus dihilangkan. Kamu sadar kan umurmu sekarang berapa?"
"Hmmm ..."
"Asisten Papa itu sudah lain jurusan, Ken. Papa mendirikan usaha ini dengan susah payah. Lagipula, Papa bukan cuma ingin mempertahankan usaha saja, tapi Papa juga memikirkan nasib para pekerja yang bergantung di perusahaan Papa. Kalau kamu seenaknya saja menunjuk orang yang tidak berkompeten untuk meneruskan usaha Papa, itu sama saja meletakkan perusahaan ini diujung tanduk, kemudian banyak orang yang akan kehilangan mata pencaharian jika perusahaan ini bangkrut!"
"Mereka masih butuh pekerjaan dan bisa kamu bayangkan jika tiba-tiba mereka tidak bekerja lagi? Ingat Ken, Papa bukan cuma mengemban tugas untuk mencari keuntungan, tapi disini banyak orang yang bergantung untuk mencari nafkah untuk keluarganya," imbuh sang Papa panjang lebar.
"Tapi aku juga tidak berkompeten dalam bisnis Papa ini ..." jawabnya singkat.
"Setidaknya kamu masih punya latar belakang bisnis. Kamu pernah kuliah management bisnis jika kamu lupa," kata Papanya dengan intonasi sedikit menanjak.
Ia hanya diam tak menjawab. Keadaan pun menjadi hening sejenak dan ia lebih memilih berkutat pada ponselnya.
Dari sudut matanya, ia tahu bahwa Papa terus menatapi anak semata wayangnya ini, yang selalu cuek tentang semua usaha dan bisnis sang Ayah. Mau bagaimana lagi, ia kekeuh dengan pendiriannya dan nekat membuka usaha bengkel mobil sendiri, tanpa meminta bantuan dari pria yang bergelar Ayahnya itu.
"Lagian, mau sampai kapan kamu begini, Ken? Bengkel mobilmu itu juga gak akan menjamin hidupmu menjadi lebih baik. Melanjutkan dan mengembangkan usaha Papa, jauh lebih baik ketimbang usahamu itu."
Ia mengalihkan atensinya dari ponsel untuk menatap sang Ayah yang sudah bernada naik.
"Jangan remehkan usahaku, Pa!" jawabnya tegas.
"Tapi itu benar, lebih bagus kamu kembangkan usaha Papa didunia New Aplikasi. Semua ini semakin booming sekarang, kamu bisa merancang ide baru untuk dimuat di Aplikasi kita," kata Papa terdengar agak pongah.
Ia geleng-geleng kepala. "Nggak!" Jawabnya singkat lalu kembali fokus menekuri ponselnya.
Terdengar Papa menghela nafas panjang. "Lusa, Frans akan pulang dari Singapore," celetuk pria tua itu.
"Hmm, momen yang pas," sindirnya, mengingat jadwal kepulangan Frans bertepatan dengan sang Papa yang hendak pensiun dari masa jabatannya.
"Frans mengatakan akan sekalian mengenalkan calon istrinya nanti."
Ia mengernyit dan tersenyum miring pada sang Ayah. "Dia akan menikah?" Tanyanya berubah antusias, tiba-tiba ide gila terlintas dikepalanya. Mungkin membuat adik tirinya patah hati akan sangat menyenangkan.
Mungkin sang Papa menyadari senyumannya yang penuh maksud. "Ken, kalian bukan anak-anak lagi, akhirilah perang dingin kalian selama ini," kata Papa memperingati.
"Perang dingin?" Tanyanya diakhiri dengan tawa yang nyaring.
"Bagaimana bisa Papa mengatakan jika selama ini kami sedang perang dingin? Dia bahkan membuatku tidak lulus SMP, dia membuat masa remajaku hancur, dia membullyku, menyebabkan aku tak punya kawan baik," katanya lagi dengan cepat.
"Kamu gak lulus karena kamu yang gak fokus sekolah, Ken..."
"Aku gak fokus karena perbuatan anak tiri Papa itu!" Dengkusnya.
Sang Papa terdiam dan menghela nafas pelan. "Sudahlah, itu masa lalu. Apa kamu gak bisa memaafkan dia?" Tanyanya.
"Memaafkan? Dia bahkan gak pernah minta maaf padaku!"
Papa menggeleng pelan melihat tingkahnya yang keras kepala.
"Papa rasa itu wajar, kalian masih remaja saat itu dan memiliki kenakalan masing-masing."
Ia diam, menjelaskan pada sang Ayah hanya akan membuang waktu saja. Sudah bela-belain mengunjungi ke kantornya malah berujung pembahasan yang sama tentang Frans, menyebalkan!
"What ever..." Katanya malas.
"Jangan ada hal aneh yang kamu lakukan menjelang kepulangan Frans. Jangan gagalkan acara perkenalan dengan calon istrinya nanti!" kata Papa memperingati kembali.
"Ya, aku gak akan melakukan hal aneh menjelang kepulangannya. Aku juga gak akan menggagalkan acara perkenalan itu. Tapi, aku akan menghancurkan si brengsek itu, menjelang pernikahannya." Batinnya penuh dendam.
"Kamu dengar Papa kan, Ken?"
Ia menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan untuk sang Ayah.
"Bagaimana jika kamu menikah juga, Ken?" usul Papa tiba-tiba yang terdengar akward ditelinganya.
Ia pun tertawa kencang. "Papa menyuruhku menikah? Hahaha..." Jawabnya disertai tawa yang tiada henti.
"Kenapa? Apa yang lucu dari hal itu?"
"Aku ini pria breng sek, Pa. Gak jauh beda lah sama Papa," jawabnya sekenanya.
"Jaga bicaramu, Ken!" Kata Papa tegas.
"Kenapa Papa marah? Jika aku berkiblat pada kebiasaan Papa yang memiliki banyak kekasih, apa itu salah?" Tanyanya enteng.
Papa berdiri dari duduknya, kemudian menyorotinya dengan tatapan tajam.
"Jangan atur aku soal pernikahan, Pa. Jangan..." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, bahkan menaikkan telunjuk dan menggerakkannya didepan sang Ayah.
"Aku akan menikah jika sudah saatnya. Atau jika aku memutuskan untuk tidak menikah, itu bukan urusan Papa." Katanya tersenyum smirk.
Papa terdiam. Sedikit banyak, ucapannya adalah benar adanya. Mungkin juga, harga diri Papa cukup tertampar sebab perkataannya tadi.
Tapi ia tak peduli, kenyataannya memang begitulah Papanya. Setelah menikah dengan Tante Irene pun, Papa tetap memiliki kekasih yang lain. Sudah hobi dan belum berhenti, bahkan saat usia yang sekarang sudah melewati setengah abad.
Jika dulu Mama kandungnya memilih tidak bertahan, berbeda dengan Tante Irene yang masih berada disisi Papa walau sudah tahu tabiat buruk Papanya itu.
"Papa hanya mau hidupmu terarah, Ken. Setidaknya jika kamu menikah, kamu akan menjadi lebih baik lagi dan memikirkan usaha yang Papa wariskan," kata sang Papa melirih.
Ia tertawa sumbang. Sedetik kemudian ia berdiri juga dari kursinya. "Apa setelah Papa menikah hidup Papa jadi terarah?" Sindirnya sengaja.
"Setidaknya, walau itu tak berlaku bagi Papa tapi mungkin itu berpengaruh untuk hidupmu, Ken. Papa hanya ingin kamu jadi lebih baik."
Ia tersenyum kecil. Sepersekian detik berikutnya ia kembali berkata singkat. "Ken permisi, Pa." ujarnya.
Ia pun berlalu tanpa mau mendengar jawaban dari mulut pria yang berstatus Ayahnya itu.
...Bersambung......
...Berikan Love, Vote, Like, Hadiah dan Komentar yuk di Novel terbaru othor♥️...
Dalam dunia perbisnisan, siapa yang tak mengenalnya? Ia lah seorang pengusaha muda yang sedang naik daun dan dielu-elukan saat ini. Muncul diberbagai majalah dan pertelevisian. Cerdas, berwawasan luas, intelektual, pandai pula dalam mengambil segala keputusan.
Frans Septian, itulah nama lahirnya. Namun sejak ibunya menikahi seorang pengusaha kaya, nama belakangnya pun berubah. Frans Winarya, begitu orang-orang mengenalnya sekarang.
Ia cukup beruntung, selain dianugerahkan otak yang cerdas, ia juga diberkahi dengan visual yang bisa dibanggakan. Dengan mata oriental, serta tubuh atletis yang mumpuni.
Sejak sang Mama menikah dengan Papa tirinya, hidupnya semakin sejahtera saja. Ia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan berkuliah sampai ke Luar Negara. Semua nyaris ia taklukan.
Rintangan hidupnya hanya satu, Kakak tirinya, Kendra Winarya. Ken adalah anak kandung Bagas Winarya, berbeda dengannya yang hanyalah anak sambung dari pria berusia lewat setengah baya itu.
Awalnya ia bersyukur karena penghalangnya hanyalah seorang Ken saja. Ia bahkan bisa mendepak Ken dengan sangat mudahnya di sekolah.
Ya, tapi itu dulu, saat mereka masih remaja. Bukan sekarang, karena ternyata Ken tidaklah sebodoh yang ia perkirakan selama ini.
Ken adalah ancaman terbesarnya untuk mencapai puncak tahta singgasana. Karena jika masih ada Ken, maka ia sulit mendapat kepercayaan seorang Bagas Winarya, Ayah sambungnya.
Secara harfiah, Ken akan tetap menjadi nomor satu dimata Ayah tirinya itu dan ia menjadi nomor kesekian.
No! Itu bukan tujuannya, karena tujuannya adalah menjadi yang pertama. Ralat, menjadi satu-satunya.
Sebenarnya, berdasarkan apa yang sudah ia miliki dari segi kecerdasan, title dan pengalaman, ia bisa dengan mudah mencari pekerjaan yang layak ataupun membuka usaha sendiri dengan sokongan Ayah tirinya. Tapi, kembali ke pokok awal, bukan itu tujuannya. Tujuannya adalah menjadi satu-satunya tanpa Ken.
Maka sekarang ia lebih memilih berbisnis dibawah naungan perusahaan milik sang Papa tiri. Dengan harapan suatu waktu Papanya itu bisa mempercayainya untuk mengemban tugas yang lebih berat. Menjadi pewaris, mungkin.
Ia pun mulai menunjukkan bakat dan ikut andil dalam mengurus perancangan ide serta seluk-beluk tentang perusahaan milik Papa.
Ia tidak mau dianggap anak tiri, ia mau menjadi satu-satunya anak dari Bagas Winarya, tanpa ada embel-embel nama Ken di keluarga mereka.
Licik? Egois? Ya, ia menyadari itu. Ia tahu, ia lah yang pendatang di kehidupan keluarga Ken. Tapi bukan salahnya jika ia ingin lebih baik daripada Ken dan justru berakibat ingin menyingkirkan Ken. Semuanya akan mudah jika ia telah mencapai tujuannya yakni kepercayaan sang Papa, yang ia rasa belum juga ia dapatkan sampai hari ini.
Meski ia sudah berusaha giat, tetap saja selalu Ken, Ken dan Ken yang dibangga-banggakan sang Ayah tiri. Itulah mengapa ia terobsesi menyingkirkan Ken dari hidupnya.
Ia berusaha lebih gigih hingga mencapai keberhasilan saat masa-masa sekolah dan kuliah. Tapi, tetap si berandal Ken yang menjadi pemenang di hati sang Papa, padahal Ken bolak-balik membuat keonaran dimanapun dan kapanpun.
Apa karena ia hanya anak tiri? Maka ia dibedakan dan tak diberi kepercayaan?
Dan Ken? Walau Ken membuat keributan, tinggal kelas, membuat malu, tetap saja diutamakan hanya karena adanya hubungan darah?
Lalu, apa artinya usahanya selama ini? Usahanya mulai dari masa remaja untuk terus giat belajar agar mendapat tempat dihati sang Papa? Apa semua itu akan tetap sia-sia dan tiada berarti?
Ken harus segera enyah dari kehidupannya dan tak boleh mengusiknya sama sekali.
Ia berencana pulang ke Indonesia besok lusa, melihat keadaan keluarga serta bisnis yang berjalan tanpa kendalinya. Sudah cukup selama enam bulan ia mengurus cabang bisnis di Singapore, sekarang sudah saatnya ia kembali ke perusahaan pusat di Ibukota.
Ia berniat mengajak Zahra, gadis yang hampir 6 bulan ini cukup menyita perhatiannya. Ia berniat melamar gadis itu, karena menyadari perasaannya pada Zahra melebihi batas yang semestinya.
Ia lelah bermain dengan para wanita yang berakhir dengan cinta satu malam saja. Ia menginginkan hubungan yang serius dengan wanita baik-baik.
Ia cukup mengenal Zahra selama 6 bulan di Singapore dan ia merasa jatuh cinta pada kesederhanaan gadis itu. Zahra adalah tipikal gadis yang paling cocok untuk mendampinginya yang sudah bosan dengan para wanita yang tidak memiliki akhlak yang baik.
Ia ingin ada seseorang yang mengingatkannya ketika salah dan ingin memulai sesuatu yang lebih baik dengan gadis itu.
Berulang kali ia menyatakan perasaannya pada Zahra, namun Zahra menolaknya dengan halus karena berbagai macam alasan. Salah satunya karena Zahra tidak tertarik dengan sebuah hubungan tidak jelas bernama pacaran.
Untuk itulah ia ingin mengajak Zahra langsung ke jenjang yang lebih serius yakni sebuah pernikahan.
Ia belum menyatakan niat ini pada Zahra, tapi entah kenapa ia justru sudah terlanjur mengatakan pada orangtuanya tentang momen perkenalan 'calon istrinya'.
"Frans, kamu sedang apa? Aku mengetuk pintu beberapa kali tapi tidak ada sahutan."
Suara itu membuatnya tersadar dan menghentikan lamunannya. Ia berbalik, lalu menemukan seorang gadis yang mengenakan pashmina berwarna tosca tengah berdiri diambang pintu. Ia tersenyum, lalu dibalas hal yang sama oleh sang gadis dengan senyuman yang tak kalah manisnya. Senyuman yang seolah telah meruntuhkan keegoisannya selama ini. Gadis itu adalah Zahra, gadis yang membuatnya merasakan getaran aneh yang selama ini tak didapatkannya di gadis manapun.
"Zahra, kebetulan kamu kesini. Aku baru saja menelepon Papaku. Aku memutuskan akan pulang ke Indonesia besok lusa. Ikutlah bersamaku, Ra!" ucapnya pada gadis berperawakan mungil itu.
Zahra menggeleng namun tetap tersenyum manis. "Aku tidak mungkin ikut denganmu, kita tidak terikat hubungan yang halal. Lagipula, aku belum bisa kembali ke Indonesia, Frans. Aku masih terikat pekerjaan disini," jawab Zahra dengan suaranya yang lembut. Ia memang meminta pada Zahra untuk meninggalkan embel-embel sebutan 'Pak' padanya, sejak ia tertarik pada gadis itu.
Ia terdiam, bagaimana ia menjelaskannya pada Zahra bahwa ia sudah terlanjur mengatakan pada orangtuanya, jika ia akan memperkenalkan seorang gadis yang ia niatkan untuk menjadi calon istrinya ini.
"Soal pekerjaanmu, biar aku yang mengurusnya, Zahra. Apa kamu tidak rindu dengan semua yang ada di Indonesia?" tanyanya berusaha meyakinkan.
Zahra menghela nafas panjang. "Tentu saja aku rindu dengan semua yang ada disana, terutama dengan keluargaku yang ada di Panti, Frans!" jawab Zahra.
"Ya sudah, kalau begitu ayo kita kembali ke Indonesia. Aku akan segera mengurus kepulangan kita," ucapnya tak ingin dibantah.
"Tapi pekerjaanku?"
"Aku akan meminta Sastri untuk mengurus perpindahan kerjamu ke Indonesia saja, jadi kita tidak usah kembali ke sini," titahnya.
Zahra terdiam, entah apa yang tengah dipikirkan gadis itu.
"Oh iya, ada apa kamu ke ruanganku, Ra?"
"A-aku ingin menyerahkan berkas ini, tolong diperiksa..." Zahra terdengar gugup.
Ia mengangguk dan menerima beberapa map yang diulurkan Zahra.
Setelah memeriksanya, ia menyerahkan file itu kembali pada Zahra.
Zahra undur diri dari hadapannya, tapi kemudian berbalik kembali ke arahnya.
"Frans, kenapa kamu mengajak aku ikut pulang ke Indonesia? Kenapa tidak kembali seorang diri saja?" tanya gadis itu.
"Aku--aku ... berniat menikahi kamu!" ucapnya pada akhirnya dan sukses membuat sang gadis terperangah dengan mata membola.
...Bersambung ......
...Kalau rame, aku bakal lanjutkan Novel ini....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!