'Jangan pernah kamu sia-siakan orang selama ini mencintaimu dengan tulus! Sebab, jika dia sudah menyerah, maka kamu tidak akan pernah mendapatkan cinta yang sama dengan cintanya."
Selamat membaca karya ke dua Syfa, jangan lupa favorit, like, komen, jika berkenan gift juga boleh, terimakasih 😘
🕊
Bruakkk...
Suara bantingan pintu mobil begitu menggema, terdengar hingga para pengunjung swalayan lain menoleh kearahnya.
" Buruan, Rey! Uda kesiangan ini, lelet amat jadi laki." Ria membentak Reyhan di keramaian tanpa ada rasa iba sedikitpun kepada suaminya itu.
"Maaf, tadi masih antri didalam." Reyhan sambil berlari menuju ke mobilnya sembari membawah barang belanjaan tanpa kantong itu.
Sementara orang-orang yang ada di sekitaran swalayan hanya bisa bengong melihat kelakuan wanita yang sedang marah-marah itu.
"Ada ya, wanita nggak punya akhlak kayak gitu," ucap pengunjung swalayan kepada temannya.
"Istri durhaka, nanti kena azab kayak di sinetron ikan terbang, baru tau rasa tu orang," sahut yang lain.
Tidak sampai disitu saja, Ria terus saja mengolok Reyhan tanpa henti.
"Rey, kamu itu ya, laki nggak ada guna. Apa-apa selalu saja salah. Cuma di suruh beli snack aja salah, di suruh beli minuman dingin malah beli yang ini. " Ria melempar botol minuman itu ke arah Reyhan.
"Sudah, Ma. Sudah! Jangan salahkan papa terus, coba mama beli sendiri biar nggak salah," sahut Aqila anak perempuan pertama mereka yang sedang duduk di jok belakang bersama sang adik.
"Eh, anak kecil! Nggak usah ikut campur kamu, ya! Tau apa kamu sama urusan orang tau," Ria memarahi Aqila.
Reyhan hanya diam mendengar ocehan sang istri, dia enggan untuk menjawab karena sudah terlalu malas beradu mulut dengan istrinya.
***
Sementara ditempat lain, Ayra Nousafarina Hanna, yang akrab di panggil Nana, dengan terburu-buru dia berlari karena akan melakukan interview di sebuah perusahaan ternama di Ibukota.
"Maaf, maaf, permisi numpang lewat." Nana mencari tempat duduk di dalam bus yang pagi itu sangat ramai.
"Ya, Tuhan! Semoga kali ini aku lolos," Do'anya dalam hati. Di sepanjang perjalanan Nana tak henti berdo'a, karena Dia memang sangat membutuhkan pekerjaan ini.
Begitu sampai di kantor itu, dia disuguhkan dengan pemandangan yang membuat hatinya teriris. Betapa tidak, seorang istri berani mencaci sang suami, tak ada sedikitpun cela untuk sang suami membela diri. Bahkan dia hanya diam terpaku mendengarkan ocehan istrinya.
"Dasar b*doh, buka pintu aja lama amat," Caci nya pada Reyhan.
"Buruan! Anterin mereka, jangan sampai telat mereka datang ke sekolah. Eh, satu lagi! beliin gue snack yang baru, gue nggak mau yang tadi, sekalian minumnya, ingat! Yang dingin." Ria sembari masuk ke kantornya.
"Sttt... sttt... sttt.
" Mak Lampir datang," ucap para karyawannya memberi tahu yang lain.
"Gimana, uda datang yang mau interview, buruan suruh masuk," ucapnya pada sang sekertaris.
"Siap, Bu!" jawab sekretarisnya.
Nana mendapat antrian nomor tiga, Dia begitu resah, hanya do'a yang dia lafalkan dalam hatinya sejak tadi.
Peserta pertama keluar dengan wajah tak enak dipandang, begitupun dengan peserta kedua. Kini giliran Nana, begitu dia dipanggil Nana segera berjalan dengan cepat menuju keruangan angker itu.
"Tok, tok, tok,
"Assalamu'alaikum, Nana mengucapkan salam pun tak di jawab oleh sang pemilik ruangan.
" Masuk!
Nana pun segera masuk, berdiri di hadapan Ria.
Sementara Ria mengamati Nana dari ujung kaki hingga kepala. Tak ada satupun yang terlewatkan.
"Penampilan kayak gini, kampungan!" ucapnya pada Nana.
"Apa salah saya pakai hijab, Bu! Nana membela diri merasa terhina.
"NORAK... " sudah pergi saja kinerja kamu juga pasti tidak akan baik.
"Terimakasih, Assalamu'alaikum." Nana melangkah pergi.
Setelah keluar dari perusahaan itu, Nana berjalan di sepanjang trotoar, memikirkan apa yang selanjutnya akan dia lakukan. Cuaca yang panas membuat tenggorokannya sangat kering.
Melihat ada swalayan didepannya, dia segera masuk kesana dengan tujuan membeli minuman dingin, berharap tenggorokan dan otaknya sudah mengebul sejak tadi bisa sedikit mereda.
Diambilnya minuman dingin itu, dan segera berjalan menuju ke kasir." Ini mb... "ucapnya terjeda ketika seorang laki-laki menabraknya dari samping.
" Maaf, saya buru-buru," ucap laki-laki itu.
"Eh, Mas! Budayakan antri dong, saya juga buru-buru, nih." Nana sedikit emosi, karena nyeri di lengannya akibat tabrakan tadi masih berasa.
💞💞💞
Tabrakan membawah berkah, apa tabrakan membawah bencana ini? Jangan lupa di Fav ya teman-teman, tap jempol juga ya, terimakasih 😘
Setelah membayar di kasir, Rey berbalik menghampiri Nana.
"Mbak, maaf ya! Saya sedang buru-buru." Rey mengulurkan kartu nama ke tangan Nana.
"Apa, ini? " Tanya Nana
"Chat nomor itu, kalau ada yang perlu saya ganti rugi!" jelas Rey.
"Maksudnya...
Rey langsung saja pergi begitu saja, tanpa ada penjelasan apa pun lagi. Sementara Nana di buat bingung oleh kepergian Reyhan.
Keduanya keluar dari swalayan, Rey menuju mobilnya, sementara Nana masih setia dengan jalan kaki di trotoar.
'Mau pulang! Uda tanggung nih, kemana ya enaknya!" Nana bermonolog.
Di rogoh ponsel yang berada di dalam tas punggungnya. Tak ada satupun panggilan atau pun chat yang masuk disana. Lalu, dia memutuskan untuk menghubungi sahabatnya Aisyah.
"Assalamualaikum, Sya! Lagi sibuk nggak? Tanya Nana dalam panggilan itu.
"Nongkrong, yuk! Aku tunggu di kafe biasanya ya. Oh, Ok!" jawab Nana.
" Waalaikumsalam, Nana mengakhiri panggilannya.
***
Sementara di tempat lain,
" Pergi aja deh, Lho! Nggak ada guna ada disini. Dasar nggak tau di untung, kalau bukan karena papa ku, uda jadi gembel kamu dan orang tua mu," Ria ngoceh tak karuan.
"Yah sudah, Kalau kamu mau aku pergi. Aku akan pergi!" Reyhan berdiri hendak pergi.
"Tunggu! ATM, kunci mobil, jangan di bawah. Enak aja itu punya ku," Ria sambil membentak.
"Ok! Jawab Reyhan santai.
Reyhan mengeluarkan beberapa ATM dari dalam dompetnya. Serta menaruh kunci mobil di atas meja.
"Ini aja kan, punya mu! Reyhan mengangkat kartu itu.
Tanpa berkata-kata dan berpamitan, Reyhan pergi begitu saja dari ruangan itu.
Tak lama kemudian sampailah Reyhan di sebuah kafe tempat dia nongkrong bersama teman-temannya. Namun, kali ini berbeda, dia sendirian. Karena semua temannya sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
Kopi, Reyhan hanya memesan secangkir kopi yang mungkin bisa membantu menenangkan pikirannya. Pernikahannya dengan Ria yang hampir tiga belas tahun, membuat dia berpikir dua kali untuk mengakhirinya.
Bukan karena terlalu cinta, atau sayang ke Ria. Tapi, dia tidak tega jika harus meninggalkan kedua putra putrinya. Mereka juga masih membutuhkan kasih sayang orang tua.
Hal itu yang membuat Reyhan selalu mengalah, bukannya takut miskin jika berpisah dengan Ria. Namun dia lebih mementingkan kepentingan kedua anaknya.
Trttt... trttt... trttt...
Getar ponsel Nana bergetar, segera dia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Assalamu'alaikum," ucap Nana pada sang pe nelpon.
"Oh, nggak jadi datang ya. Iya nggak papa, hati-hati di jalan. Nana mengakhiri panggilannya.
Sementara di meja sebrang sana ada sepasang mata sedang mengawasi gadis cantik berhijab ini. Tak sedetik pun dia melewatkan gera-gerik Nana.
" Bukannya itu gadis yang aku tabrak, ya? Tanyanya dalam hati.
Rey terus saja mengamati Nana. Tanpa disadari Nana juga melihat kearahnya. Rey melempar senyuman, Nana pun membalas senyuman itu dengan ramah.
Rey meneguk kopinya sekali lagi, sebelum beranjak dari tempat duduknya. Sebenarnya dia mau bergabung dengan Nana. Namun, Nana sudah tidak di tempat duduknya lagi.
"Nah, kemana tu perempuan." Reyhan celingukan mencari keberadaan Nana.
Tepat jam satu siang, waktunya jam pulang sekolah datang, para orang tua sudah menunggu putra putrinya di depan gerbang sekolah. Tidak dengan Aqila dan Hafiz, hingga temannya tidak ada lagi di sekolah, mereka masih saja duduk disebelah gerbang.
Mereka berdua sudah terbiasa dengan itu semua, karena setiap kali orang tuanya bertengkar mereka selalu saja mendapat perlakuan seperti ini.
Seorang perempuan cantik yang kebetulan turun dari ojek online tidak sengaja melihat kedua anak yang sedang duduk termenung itu.
Di lihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya itu, sudah menunjukkan pukul dua siang. Dengan segera dia mendatangi kedua anak itu.
"Hai, cantik, ganteng. Kok belum pulang? Tanya Nana.
" Belum di jemput, Tante! Jawabnya dengan nada sedih.
"Boleh kenalan, nggak! Nana dengan nada seramah mungkin.
" Aqila, tante. Dan ini Hafiz adiknya Qila," jawab Aqila.
"Kalau tante boleh tau, kalian rumahnya dimana, biar tante anterin. Atau kalian punya nomor telpon mama atau papa kalian?" Tanya Nana lagi.
Gadis kecil itu mengambil sebuah buku kecil yang tersimpan di bagian depan tas sekolahnya. Kemudian dia memberikan buku kecil itu kepada Nana.
"Ini nomor telpon orang tua kalian!" ucap Nana.
Aqila hanya mengangguk, sementara Hafiz hanya mengamati kedua orang yang sedang berbicara di depannya itu.
"Ya uda, tante bantu telpon ya!
" Tutt... tutt... tutt...
Suara panggil telpon yang tak segera diangkat oleh pemiliknya. Membuat Hanna sedikit geram." Ada yah! Orang tua yang tak ingat sama anaknya," ucapnya dalam hati.
Panggilan ke dua pun di lakukan oleh Nana, dan beberapa saat kemudian,
"Halo, sapa orang di seberang sana.
Nana segera memberikan ponsel itu ke Aqila.
"Papa ... Kita belum ada yang jemput, Pa! Papa ada dimana?" Tanya Aqila.
"Papa di rumah Oma, kalian masih ada uang kan? Tanya Reyhan.
" Masih, Pa! Jawab Qila.
"Ini telpon pakai ponsel siapa?" Tanya Reyhan lagi.
"Punya tante cantik, Pa!
🍂🍂🍂🍂🍂
Tante cantik dan baik hati ya, Qila🤭. Yuk kasih dukungan buat tante cantik dan Aqila, jangan lupa fav, like, komen ya gaesss, di tunggu jejaknya😘.
Terimakasih 😘
"Papa ... Kita belum ada yang jemput, pa! Papa ada dimana?" Tanya Aqila.
"Papa di rumah Oma, kalian masih ada uang kan? Tanya Reyhan.
" Masih, Pa! Jawab Qila.
"Ini telpon pakai ponsel siapa?" Tanya Reyhan lagi.
"Punya tante cantik, Pa!
" Kasihkan ponselnya, Nak! Papa mau bicara.
"Ya, Assalamu'alaikum," sapa Nana dengan sopan.
"Waalaikumsalam, maaf mbak, Sudah merepotkan," ucap Reyhan.
"Nggak papa, Pak. Kebetulan saya tadi sedang lewat," jawab Nana.
"Mbak, tolong pesan kan taksi online saja buat mereka, alamatnya ada di buku kecil tadi," Reyhan menjelaskan.
"Iya, Pak." Nana sebelum akhirnya menutup panggilan itu.
Tak lama kemudian taksi online yang mereka pesan pun datang, dengan segera Nana memberikan arahan kepada sang supir. Dan menyuruh kedua anak kecil itu untuk segera naik ke dalam taksi.
"Hati-hati ya, Pak! Titip mereka, pesan Nana pada supir taksi online itu.
"Iya, Mbak! Jawab sang supir.
" Dada tante cantik." Kedua anak itu sembari melambaikan tangannya.
"Da... Sampai ketemu lagi." Nana melambaikan tangan juga.
Dalam perjalanan pulang, keduanya tertidur pulas di dalam taksi itu, beberapa saat kemudian sampailah mereka di rumahnya.
"Dik... adik... Sudah sampai, bangun ya!" Supir itu membangunkan keduanya.
Sesampainya di rumah, pintu sudah terbuka dengan lebar. Keduanya berajak masuk, di lihat dan di dengarnya lagi pertengkaran antara mama dengan papanya.
"Eh, masih berani loe balik kerumah ini!" Ucap Ria saat melihat Rey masuk kedalam rumah.
" Aku nggak akan pernah pergi dari rumah ini, sebelum papa sendiri yang mengusir ku," jawab Reyhan enteng.
"Nggak usah nunggu papa yang ngusir loe, mending sekarang loe pergi aja deh. Sekalian loe bawah kedua bocah itu," ucapnya Ria lagi.
"Ok, aku pergi! Tapi, ingat satu hal, jangan pernah kamu mencari atau pun menyuruhku kembali lagi," jawab Reyhan.
Reyhan bergegas memanggil kedua anaknya.
"Qila... Hafiz, panggil Reyhan.
Keduanya berlari menghampiri sang papa," Iya, Pa! Ada apa papa memanggil kami?" Tanya Aqila.
"Kemasi buku sekolah kalian, kita akan pergi dari sini! Jelas Reyhan.
" Iya, Pa! Jawab keduanya serempak.
Tak lama kemudian, Aqila dan Hafiz keluar dengan membawah tas sekolah, yang berisi perlengkapan sekolah mereka.
"Uda? Tanya Rey,
" Sudah, Pa!
"Kalian pamitan dulu sama mama," ujar Rey lagi.
'Seburuk apapun Ria, dia tetap orang tua mereka. yang mengandung dan melahirkan mereka. jadi sudah sepantasnya jika aku mengajari mereka untuk menghormati dan menghargai nya," ujar Rey dalam hati.
Rey belum pernah sekalipun mengajari kedua anaknya untuk membenci ibunya, dia selalu memberikan pengertian bahwa mereka wajib dan harus menghormati orang yang lebih tua.
"Ma... Qila memanggil sang mama.
" Uda-uda, kalian pergi aja, nggak perlu pamitan," sentak Ria dengan nada ketus.
Keduanya pun pergi dengan sedikit kecewa. Sebegitu benci kah, mamanya kepada mereka. Apa tidak ada sedikitpun rasa sayang di hatinya untuk kedua buah hatinya itu.
"Sudah?" Tanya Reyhan.
"Sudah, Pa!" Jawab Aqila.
Mereka bertiga berjalan keluar dari rumah Ria, hal itulah yang selama ini di tunggu-tunggu oleh Reyhan. Tak lama kemudian, taksi online yang dipesan oleh Reyhan telah terlihat di depan pintu gerbang.
"Sesuai aplikasi ya, Pak!" Saat ketiganya sudah duduk di dalam mobil itu.
"Iya, Pak.
Sementara Ria sedang berdiri di balik jendela yang berselimut kan korden berwarna coklat muda. Di sibaknya korden itu, dia mengintip kepergian kedua anak dan suaminya.
Tak adakah rasa bersalah di benak seorang ibu, jika memang sudah tak menginginkan suaminya, paling tidak ada sedikit rasa iba melihat kedua darah dagingnya.(inget ponakan othor yang ditinggal emaknya😭)
'Maaf, jika aku seegois ini, Mas! Bukan aku tidak mencintaimu. Tapi, aku sudah terlanjur kecewa sama diri aku sendiri. sudah terlalu banyak luka yang ku berikan kepada mu, dan anak-anak. Aku yakin jika anak-anak bersama kamu mereka akan lebih bahagia." Ria terisak mengingat semua dosa-dosa yang pernah dia lakukan.
Taksi yang di tumpangi Reyhan telah sampai di rumahnya. Rumah itu di tempati kedua orang tua Reyhan, dan dua asistennya.
"Assalamu'alaikum... " ucapan salam dari kedua malaikat kecil Reyhan.
"Waalaikumsalam, wah! Cucu Oma datang," Rita sambil memeluk kedua cucunya itu.
"Ma, papa dimana? ada yang ingin Reyhan bicarakan sama papa.
" Bicara saja, Nak! Papamu ada di ruang kerjanya.
Reyhan pun mendatangi keberadaan sang papa di ruang kerjanya.
Tok, tok, tok...
"Assalamu'alaikum, Pa! Sambil membuka pintu ruang kerja itu.
" Waalaikumsalam, Nak! Sahut sang papa.
"Tumben, nyari papa! Pasti ada yang tidak beres ini," tebak sang papa.
"Iya, Pa! Maaf, Rey sudah mengecewakan papa.
" Apa maksudmu, Nak!
"Rey pergi dari rumah Ria. Dia mengusir Rey dan anak-anak, Pa!" jawab Rey.
Sang ayah mencari kebohongan dimata Rey, tapi nyatanya sorot mata itu tidak menandakan ada kebohongan disana.
"Ya sudah! Kita bicarakan besok setelah semua dingin, sekarang kamu istirahat lah," pinta sang papa.
"Iya, Pa! Rey berlalu dari ruang kerja papanya itu.
Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam, setelah belajar Aqila dan Hafidz sudah tertidur. Rey menitipkan kedua anaknya itu kepada sang mama.
" Ma, Rey titip anak-anak ya. Rey mau keluar sebentar." Pamit Rey kepada sang mama.
"Iya, Nak!" Hati-hati jangan malam-malam pulangnya.
"Iya, Ma." Rey berlalu dari hadapan sang mama.
Hampir setengah jam Rey mengendarai mobilnya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk berhenti di sebuah taman pinggiran kota.
Duduk di bawah sinar rembulan dengan diterangi lampu yang temaram membuat dia bisa memikirkan semua masalahnya dengan jernih. Tanpa di sadari ada sepasang mata sedang memandang kearahnya.
"Itu kan laki-laki yang tempo hari menabrak punggung ku di swalayan," ujar Nana dalam hati.
Nana berjalan lebih mendekat, untuk memastikan benarkah yang dia lihat. Namun, tak disangka kakinya tersandung batu dan hampir saja terperosok keselokan.
"Aduh... Kaki Ku." Nana memegang kakinya yang sakit.
Rey yang mendengarnya juga langsung menoleh ke arah sumber suara. Dia segera berdiri dan menghampiri Nana yang sedang kesakitan.
"Hati-hati, Mbak!" Ucap Rey
"Iya,terimakasih." Nana menatap pria itu.
Dan...
🍂🍂🍂🍂🍂
Besok lagi gaessss, mau lanjut geluduk sama petir bersahutan menyerang dunia api, takut gaesss, 😱😱
Terimakasih, jangan lupa fav, like komen juga ya gaesss, jaga kesehatan jangan lupa bahagia 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!