Giska Ananta adalah seorang gadis berparas cantik dan sangat jenius serta memiliki semua kemewahan yang menjadi impian semua gadis diusianya.
Memiliki orangtua yang sangat kaya raya dengan sejibun bisnis yang tidak akan membuatnya kekurangan. Setiap minggu, ia harus berganti mobil ke sekolah dengan sopir kece karena Giska tidak ingin sopir pribadi yang setengah tua.
Siswa yang berusia 17 tahun ini saat ini sedang mengikuti perpisahan sekolahnya, ia tidak ingin membiarkan waktu berlalu begitu saja di momen perpisahan itu. Ketika waktunya acara pelepasan para siswa kelas 12 oleh kepala sekolah, Giska meminta MC acara tersebut untuk memberikan kesempatan padanya untuk bernyanyi.
Setelah berunding dengan ketua panitia acara perpisahan tersebut, yang tidak lain adalah kekasihnya sendiri, Giska di persilahkan naik ke atas panggung untuk menyumbangkan sebuah lagu yang sangat sedih malam itu.
Semua orang hanyut dengan alunan indah suara gadis yang sangat cantik ini. Hingga lagu itu selesai, Giska mendapatkan uplose dari para tamu yang hadir termasuk kedua orangtuanya. Rupanya lagu yang dinyanyikan oleh Giska adalah lagu untuk ibunya.
Merasa ada kebaikan dalam diri Giska, ayahnya merasa yakin bahwa tabiat anaknya yang sangat buruk mampu dirubah menjadi seorang gadis yang berakhlak mulia.
Seminggu kemudian, Giska yang sudah diterima di sebuah universitas negeri yang terkenal di Jakarta tersebut, diajak bicara oleh ayahnya ketika mereka sedang makan malam di luar.
Rupanya makan malam itu sudah diatur sedemikian rupa oleh kedua orangtuanya untuk melakukan pertemuan keluarga dengan calon suami Giska.
"Giska, makan malam ini, bukan malam biasa namun ayah sedang mengundang keluarga lain untuk membicarakan hal yang paling penting di acara pertemuan keluarga ini." Ucap ayahnya ketika mereka sudah menempati meja yang sudah ayahnya booking sebelumnya.
"Apa maksud ayah? Giska tidak mengerti ayah." Tanya Giska yang baru menghenyakkan tubuhnya di kursi yang ada dibarisan meja panjang tersebut.
"Ayah ingin menjodohkanmu dengan seorang lelaki yang merupakan putra teman akrab ayah semasa ayah masih di pesantren dulu." Tuan Ruslin memberitahukan tujuannya pada putrinya tentang pertemuan makan malam ini.
"Ayahhh!" Ini jebakan untukku, alih-alih merayakan kelulusanku dan keberhasilanku masuk ke universitas ternama di Jakarta, mengapa malah ayah buru-buru menjodohkan aku dengan pria yang tidak aku kenal sama sekali, lagi pula aku sudah punya pacar ayah dan aku sangat mencintai Reza." Ucap Giska berapi-api.
"Kamu mau menerima perjodohan ini atau ayah akan mencoret namamu di surat wasiat ayah yang menyatakan kamu adalah pewaris tunggal perusahaan group Qirin." Tuan Ruslin mengancam putrinya dengan cara pertama.
"Aku tidak butuh harta ayah, lagi pula kalau ayah mati, otomatis harta itu akan menjadi milikku." Timpal Giska cuek.
"Semua harta yang ada di bank dan juga semua aset ayah yang tidak bergerak akan ayah sumbangkan ke panti sosial karena dengan cara itu, yang akan menjamin surga untuk ayah daripada memiliki anak tidak berguna sepertimu yang hanya berfoya-foya dan tidak jelas masa depannya." Ucap Tuan Ruslin sangat sinis pada Giska.
Baru saja Giska hendak menyalak didepan ayahnya, tiba-tiba keluarga Kyai Chairul Azzam sudah menghampiri meja mereka.
"Assalamualaikum Tuan Ruslin" Ucap kyai Azzam dengan salam yang sangat lengkap. Seketika Tuan Ruslin dan istrinya berdiri menyambut teman lamanya itu dengan menjawab salam serta kata-kata dalam bahasa Arab yaitu selamat datang kyai Azzam.
Kedua keluarga itu saling bersalaman, namun tidak dengan Giska yang hanya memalingkan wajahnya ke arah ponsel dan berselfi ria karena sengaja ingin membuat keluarga itu tidak menyukainya.
"Assalamualaikum Giska!" Sapa ummi Alia lembut pada calon menantunya ini.
Giska sama sekali tidak ingin membalas salam dari ummi Alia, ia hanya menatap wajah teduh itu sesaat lalu tersenyum sinis membuat ayahnya sangat murka dengan sikap putrinya itu.
"Oh iya mana putra kalian, apakah tidak ikut bersama dengan kalian Kyai Azzam?" Tanya nyonya Nunung ketika tidak melihat penampakan wajah calon menantu mereka.
"Putra kami masih parkir mobilnya, sebentar lagi akan menyusul," ucap Kyai Azzam.
Tidak lama kemudian datang seorang pria yang sangat tampan membuat pengunjung restoran tersebut sesaat menengok ke arah wajah tampan Daffin. Giska yang masih sibuk dengan ponselnya tidak memperhatikan sekitarnya karena ia sedang berniat membuat ayahnya makin murka.
"Assalamualaikum Tuan dan Nyonya Ruslin!" Sapa Daffin ramah membuat Giska berusaha mengangkat wajahnya hendak mengambil minumannya untuk ia minum.
Baru saja dia ingin meneguk minumannya seketika tersedak melihat penampilan dan wajah tampan milik Daffin yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.
"Ya Tuhan, apakah aku tidak sedang berada di dalam surga saat ini?" Tanyanya di dalam hati karena terpesona dengan wajah tampan Daffin.
Melihat wajah cantik calon istrinya, Daffin pun juga sama gugupnya dengan Giska, ia pun segera mengalihkan pandangannya kepada Tuan Ruslin untuk berbasa-basi tentang perusahaan yang dimiliki oleh orangtuanya Giska.
"Daffin, ini putriku Giska dan Giska ini adalah putra sahabat ayah saat kami masih di pesantren dulu." Tuan Ruslin memperkenalkan putrinya pada Daffin.
Dengan percaya diri Giska mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Daffin namun Daffin hanya mengatupkan kedua tangannya menyalami Giska dari jauh.
Giska yang tidak terlalu mengerti tata cara dalam Islam membuat dirinya sangat malu dan juga kesal. Awalnya yang begitu suka dengan wajah tampan Daffin kini berbalik membenci laki-laki itu. Iapun menarik tangannya dengan wajah kecewa dan itu membuat Daffin merasa bersalah.
"Daffin itu adalah Giska putri sahabat Abah, ia baru menyelesaikan sekolah SMA, apakah kamu siap menikahi gadis ini?" Tanya Kyai Azzam tegas pada putranya.
"Insya Allah Abati, saya siap menikahi putri tuan Ruslin yaitu nona Giska Ananta." Ucap Daffin dengan tersenyum manis pada Giska yang sedang cemberut karena tersinggung dengan perlakuannya barusan.
"Bagaimana denganmu nak Giska, apakah kamu menyukai putraku Daffin?" Tanya Ummi Aliya kepada Giska yang tiba-tiba menjadi murung.
Giska hanya mengangguk lemah lalu kembali menatap ponselnya.
"Alhamdulillah, akhirnya malam ini kita berhasil mengikat keluarga kita dalam pertunangan ini. Insya Allah bulan depan kita akan mengadakan pernikahan secepatnya dalam tujuan mulia ini" Ucap Kyai Azzam disambut yang lainnya dengan mengucapkan selamat pada kedua calon mempelai tersebut.
Setelah bercakap-cakap sebentar, mereka pun menikmati hidangan makan malam dengan tenang karena menghargai rejeki Allah yang saat ini mereka nikmati. Tidak boleh bersuara dalam acara makan, itulah ajaran yang telah diterapkan oleh Kyai Azzam selama memimpin pesantrennya dan juga mendidik putra putrinya.
Mohammad Daffin Anggara adalah putra pertama dari tiga bersaudara, lelaki tampan ini sudah berusia 25 tahun. Saat ini dua saudara perempuannya sedang di Kairo menempuh pendidikan S1.
Kedua saudaranya itu adalah Asia dan Mariam yang berusia 20 tahun dan 21 tahun, karena perbedaan usia mereka yang hanya selisih setahun. Keduanya tidak bisa ikut dalam pertemuan acara perjodohan itu karena masa liburan mereka yang masih jauh.
"Apakah dua putrimu tidak ikut ke mari, Kyai Azzam?" Tanya tuan Ruslin ketika tidak melihat kedua adik perempuan Daffin.
"Oh itu, kedua putriku sedang menghadapi ujian kenaikan tingkat saat ini, jadi mereka tidak bisa pulang karena masih berada di Kairo Mesir." Jawab Kyai Azzam.
"Tuan Ruslin, apakah boleh saya berbicara sebentar dengan putrinya?" Tanya Daffin ketika mereka sudah menyelesaikan makan malamnya.
"Oh, silahkan nak Daffin!" Ucap Tuan Ruslin mengijinkan putrinya untuk mengenal lebih dekat calon suaminya.
"Giska!" Daffin meminta ijin juga pada calon istrinya itu.
Keduanya pindah ke meja lain untuk bertukar informasi tentang pribadi mereka masing-masing.
"Apakah kamu saat ini ingin melanjutkannya pendidikan?" Tanya Daffin.
"Apakah kamu tidak mengijinkan aku untuk mengenyam pendidikan lebih lanjut?" Tanya Giska.
"Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap umat muslim yang ada di dunia. Dengan ilmu, orang bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat untuk orang lain dan juga untuk dirinya sendiri. Setiap ilmu yang didapatkan tidak serta merta harus berakhir mencapai karir tapi cukup membekali dirinya untuk menjaga keluarganya dengan ilmu itu dan itu berlaku untuk wanita karena dalam rumah tangga, istri tidak dituntut mencari nafkah, jika dia melakukan pun itu adalah bagian dari hiburan untuk dirinya itu juga harus atas ijin suaminya." Ucap Daffin.
"Apakah kamu tidak ijikan aku bekerja setelah kita menikah?"
"Boleh Giska, tapi kamu harus berjanji utamakan dulu kepentingan keluarga sebelum untuk orang lain di luar sana." Ucap Daffin tegas.
"Cih, belum apa-apa sudah diatur begini, bagaimana kalau sudah menikah, bisa-bisa nanti aku dikurung." Giska agak kesal dengan pandangan sempit Daffin yang terlalu membatasi ruang gerak seorang istri.
Keduanya sama-sama saling membisu dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
Daffin tidak ingin bertanya lagi apa lagi meminta Giska untuk melakukan sesuatu yang belum tentu gadis ini setuju dengan pendapatnya karena dia tahu bahwa Giska ingin memiliki kepribadian yang merdeka yang akan menolak untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri yang tidak sesuai dengan pandangan hidupnya.
"Ayo!" Kita kembali bergabung dengan keluarga kita." Titah Daffin setelah tidak ada lagi yang mereka bahas.
"Tunggu mas Daffin!" Giska mencegah langkah Daffin yang ingin meninggalkan meja mereka.
"Ada apa Giska?" Daffin membalikkan lagi tubuhnya melihat gadis yang sebentar lagi akan ia nikahi.
"Apakah mas Daffin mencintaiku?" Tanya Giska.
Daffin tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia bingung harus menjawab apa, karena saat ini di hatinya hanya ada rasa ketertarikan fisik bukan cinta.
"Mengapa mas Daffin diam?" Bukankah rumah tangga dibangun atas nama cinta?" Tanya Giska membuat Daffin diam sejenak.
"Jika cinta yang aku punya saat ini padamu adalah cintaku karena Allah aku memilihmu untuk ku nikahi atas ridho Illahi, bukan karena syahwatku sebagai lelaki karena rupamu yang cantik." Ucap Daffin.
"Apa bedanya cintamu dan cinta Allah?"
"Jika aku hanya mengandalkan perasaan cintaku padamu karena banyak alasan maka waktu yang akan menghentikan perasaanku padamu. Tapi aku menyerahkan segala rasaku padamu karena Allah, insya Allah karena Dia yang akan menjaga hatiku untuk selalu condong mencintaimu sepenuh hatiku. Bukankah Allah yang memiliki hati kita?" Jadi mudah baginya untuk membolak-balikkan hati kita untuk tetap istiqamah dalam menjaga keutuhan rumah tangga kita nantinya. Jadi lakukan segala niatmu atas cinta Allah maka Allah akan mempermudahkan langkahmu dalam membimbing jalan hidup kita." Daffin menjelaskan keterkaitan cinta Allah dengan cinta yang dimiliki hambaNya.
Giska menyimak setiap ucapan Daffin yang sangat berkesan untuknya malam ini.
"Terimakasih mas Daffin!" Semoga cinta Allah akan terpatri di hati kita untuk menjaga cinta yang akan kita bangun bersama nanti setelah berumah tangga.
"Insya Allah." Ujar Daffin lalu mengajak calon istrinya itu kembali bergabung dengan kedua orangtua mereka.
Sebuah babak baru pasangan berawal dari sini, ada yang bisa menikmati pernikahannya dengan penuh cinta, ada yang menjalaninya dengan penuh kehampaan bahkan ada yang melaluinya dengan kesulitan dan kesengsaraan.
Kisah yang dimulai dari awal bahagia namun berakhir dengan perpisahan entah itu dengan perceraian maupun dengan kematian. Begitu pula yang akan terjadi dengan perjalanan kisah cinta antara Daffin dan Giska Ananta yang akan mengucap janji suci pernikahan mereka yang sebentar lagi akan di gelar di kediaman Tuan Ruslin, ayah kandung dari Giska.
Tanggal dan bulan telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Daffin dan Giska tidak keberatan jika mereka dijodohkan walaupun belum mengenal satu sama lain.
Hanya butuh waktu satu bulan persiapan pernikahan akan di gelar di kediaman mansion pak Rusli. Dari pihak laki-laki, kedua orang tua Daffin meminta agar calon menantu mereka Giska mau mengenakan hijab di hari pernikahan.
Lagi-lagi Giska menyanggupinya.
Keluarga besar Daffin makin yakin jika gadis seliar Giska bisa dirubah akhlaknya oleh putra mereka kelak.
Waktu berlari begitu cepat, Hari sakral itu berlangsung dengan khidmat. Pengucapan ijab Kabul dalam bahasa Arab di ucapkan secara fasih oleh Daffin.
Rasa lega kedua keluarga mempelai terlihat sangat puas kala saksi menyatakan sah. Doa dipanjatkan oleh pak penghulu demi keberkahan rumah tangga mempelai.
Daffin yang tidak tahu jika pengantin wanitanya kini sudah berhijab menunggu dengan hati berdebar kencang.
"Aduh... mengapa aku segugup ini," gumamnya membatin.
Giska keluar dengan menggunakan gaun pengantin syar'i lengkap dengan mahkotanya yang dipesan khusus oleh orangtuanya Giska. Mahkota yang bertahta berlian itu nampak berkilau menyinari wajah cantik Giska yang menggunakan makeup tipis atas permintaannya sendiri.
Giska melakukan semua ini semata-mata karena ingin menyenangkan hati suaminya bahwa ia bisa mengubah sisi liarnya menjadi wanita muslimah seutuhnya.
Daffin yang sejak tadi menunggu Giska turun dari tangga itu mulai tidak sabar. Kegelisahannya terlihat mana kala wajahnya sudah timbul bulir-bulir halus peluh yang menghiasi area pelipisnya.
Tidak lama muncullah bidadarinya yang turun menapaki satu persatu anak tangga sambil melihat mempelai prianya.
Daffin mengulum senyumnya dan memuji kecantikan istrinya yang begitu memukau dirinya.
"MasyaAllah!" Ucapnya tercekat di tenggorokannya.
Giska pun menyembunyikan senyumnya dan berusaha tampil tenang dihadapan suaminya.
"Assalamualaikum!" Ucap Giska membuat Daffin tertegun.
Para tamu undangan menggoda keduanya untuk lebih dekat karena sudah sah.
"Waalaikumuslam warahmatullahi wa barakatuh!" Balas Daffin yang terlihat salah tingkah.
Daffin meraih kotak cincin kawin dan menyemaikan ke jari manis Giska dan sebaliknya Giska pada Daffin.
Giska mengecup punggung tangan suaminya dengan takzim.Momen itu direkam dan di foto oleh beberapa fotografer handal dari salah satu IO yang terkenal di kalangan artis.
"Kamu tampan sekali suamiku," ucap Giska membatin.
Rasa risih keduanya yang tidak bisa menyatakan perasaan mereka masing-masing karena belum merasa dekat.
"Ahh, biarkan saja begini, nanti juga mengalir sendiri." Pikir Daffin menghibur kegugupannya.
"Apakah dia senang menikahiku, mengapa dia kelihatan biasa saja." Giska mulai ragu.
Hingga acara ramah tamah itu berakhir dengan lancar. Kedua mempelai langsung menuju hotel yang telah dipesan oleh Daffin.
Setelah menjalani prosesi adat pernikahan dan dilanjutkan resepsi pernikahan membuat Giska dan Daffin sangat kelelahan.
Keduanya kembali ke Hotel tempat yang sama mereka menjalani acara resepsi pernikahan.
Hotel bintang lima yang sangat mewah terletak dikawasan Kuningan Jakarta.
mereka memilih hotel ini karena lokasinya strategis memudahkan para tamu undangan dan kerabat lebih mudah menjangkaunya.
Tampaknya sepasang pengantin baru ini ingin buru-buru sampai ke hotel melepaskan lelah,
mengingat keduanya selalu sibuk dengan aktivitas mereka sampai menjelang hari pernikahan.
Rupanya Daffin hanya menyewa hotel bintang bintang lima namun ia memilih kamar twins membuat istrinya sangat kecewa saat keduanya sudah berada di kamar hotel tersebut tanpa ada hiasan apa pun.
Saking kesalnya Giska hingga ia membuka semua pernak pernik yang menempel ditubuhnya dan membuangnya ke segala arah.
Hal ini membuat Daffin sangat kesal dengan sifat liar Giska yang menurutnya sebagai istri pembangkang.
"Ada apa denganmu? mengapa tiba-tiba kamu seperti ini?" Daffin yang memang perfeksionis tidak ingin semuanya jadi berantakan.
"Kenapa loe nggak suka, yah udah pindah sana, siapa juga yang mau tidur sama kamu dan apa lagi ini kamar sekecil ini dan dua tempat tidur, kemampuanmu cuma segini, kere banget sih loe!" Kata-kata Giska sangat menyakitkan bagi Daffin.
"Siapa yang mau tidur dengan wanita liar sepertimu, makanya aku sengaja memesan dua tempat tidur agar tidur kita terpisah." Daffin membalas sakit hatinya pada Giska membuat gadis ini sangat syok.
"Iya, aku memang sudah tidak perawan, aku melakukan **** bebas sejak usiaku 16 tahun, menikmati segala bentuk milik laki-laki lain yang belum tentu sehebat milikmu!" Giska merendahkan martabat suaminya.
"Heh gadis angkuh, kamu kira aku sudi menikahimu karena kamu anak orang berada? Banyak wanita sholeha di luar sana yang mengantri untuk menikah denganku, jadi jangan so dihadapanku karena kamu jauh dari tipe istri yang aku idamkan." Ujar Daffin tidak mau kalah.
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Daffin dari Giska yang sedang menahan air matanya untuk tidak sampai tumpah. Ia tidak menyangka jika lelaki sepintar Daffin mampu mengeluarkan kata-kata kotor yang merendahkan dirinya.
"Aku memang kotor dan liar jadi jangan pernah menyentuhku." Ucap Giska lalu menghubungi resepsionis hotel untuk memindahkan barangnya ke kamar suite room.
Ia memungut semua barang-barangnya dan memasukkannya ke kopernya dengan tenang.
Daffin sangat menyesal dengan ucapannya karena telah merendahkan harga diri istrinya.
Tidak lama kemudian, bunyi bel kamar terdengar. Giska meminta pelayan hotel memindahkan kopernya ke kamar yang sudah disiapkan oleh mereka.
Pelayan itu membawa koper milik Giska menuju suite room. Sedangkan Daffin tidak berusaha mencegah istrinya atau pun ikut ke kamar istrinya.
Keduanya sama-sama mempertahankan ego masing-masing tanpa ingin mengalah satu sama lain. Giska yang memiliki watak yang sangat keras dengan tidak ingin mendapatkan fasilitas murahan apa lagi mengenai barang-barang yang bermerk mewah.
Sedangkan Daffin adalah lelaki yang memperhitungkan segala sesuatunya karena semua tidak boleh dilakukan secara mubasir karena semua hal sesuai dengan kebutuhan bukan dengan gaya hidup mewah, seperti yang saat ini dirasakan oleh Giska anak pemilik perusahaan ternama di kota Jakarta.
Setibanya di kamar yang lebih luas dan sangat indah, Giska menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nafasnya dengan gusar.
Ia merasa suaminya orang yang terlalu pelit dalam memanjakan dirinya.
"Mana mungkin aku menghabiskan hidupku dengan lelaki pelit seperti itu?" Keluh Giska lalu menghempaskan tubuhnya diatas kasur empuknya.
Dikamar berbeda Daffin juga tidak kalah kesalnya dengan istrinya.
"Apakah dia pikir uang seperti air, dihamburkan begitu saja demi kenyamanan dirinya. Jangan harap aku akan takluk dihadapanmu hanya karena kamu telah dimanjakan dengan kemewahan seumur hidupmu.
Mending aku beramal pada orang yang membutuhkan daripada memanjakanmu sesuai apa maumu." Daffin menarik selimutnya menghabiskan malam pengantinnya dengan tidur mendengkur sambil menunggu datangnya waktu subuh.
Saat sarapan pagi tiba, Daffin yang merasa sangat lapar bergegas menuju restoran hotel yang sudah menyediakan berbagai menu sarapan pagi. Sedangkan Giska masih berkutat dengan bantalnya karena tidak ingin bangun pagi lebih awal karena ia selalu melakukan sholat subuh diawal waktu namun kembali tidur setelahnya.
Daffin yang tidak tahu jika kebiasaan istrinya yang bangun siang menuduh gadis itu tidak pernah menunaikan kewajibannya sebagai muslimah yang taat.
"Apa yang bisa aku harapkan dari wanita itu, bagaimana bisa dia membesarkan anak-anak kami jika dirinya sendiri saja sulit diatur." Gumamnya membatin.
Daffin menikmati sarapan paginya tanpa memperdulikan istrinya yang saat ini masih berada dalam alam mimpinya.
Ia melihat pasangan yang saat ini juga sedikit berbulan madu sama seperti dirinya, kelihatan sangat bahagia menikmati momen berharga mereka.
Keadaan ini membuat Daffin merasa awal pernikahannya yang sudah terasa hambar dan menyedihkan.
Alih-alih ingin mendidik istrinya menjadi seorang wanita yang bersahaja dengan kehidupan yang nyaman tanpa fasilitas mewah, justru ia mendapatkan penolakan mentah-mentah dari sang istri yang baru dinikahinya dua hari yang lalu.
"Apakah kehidupannya harus dihargai dengan kemewahan?" Apakah dia tidak tahu bagaimana rasanya kehidupan rakyat jelata di luar sana yang harus berjuang dengan tenaga dan membuang rasa malu bahkan merendahkan kehormatan mereka demi sesuap nasi?" Daffin tidak habis pikir dengan kepribadian istrinya yang terlalu dimanjakan oleh mertuanya hingga ia harus berusaha lebih keras untuk mendidik istrinya yang angkuh itu untuk lebih sederhana dalam segala hal.
Tidak lama dering telepon berbunyi. Daffin meraih ponselnya dan melihat nama dilayar ponselnya itu. Ternyata dari kedua saudaranya, Asia dan Mariam.
"Assalamualaikum mas Daffin!" Sapa keduanya secara bersamaan.
"Wasalaikumuslam!" Balas Daffin.
"Mas Daffin bulan madunya di Jakarta?" Kenapa nggak di Bali atau negara Eropa mas?" Tanya Mariam yang so kepo.
"Mas Daffin lagi banyak pekerjaan yang belum tuntas dikerjakan karena pernikahannya terlalu mendadak jadi sulit untuk mengatur waktu. Mungkin lain kali baru bisa honeymoon ke luar negeri." Ucap Daffin memberi alasan kepada adiknya.
"Kirain mas Daffin pelit sama mbak Giska, mas Daffin kan orangnya sangat perhitungan, apa-apa selalu memperhitungkan untung dan ruginya. bahkan pelit untuk diri sendiri, apa lagi untuk istri." Asia mencibir sifat pelit Daffin yang menempel pada abangnya itu.
"Bukan pelit tapi hemat. Jika aku pelit kalian tidak akan sekolah di luar negeri." Ucap Daffin yang masih sabar dengan bullyan kedua adiknya.
"Oh ya, mana mbak Giska?" Ko mas Daffin sarapannya ko sendirian nggak bareng sama mbak Giska?" Tanya Mariam ketika melihat Daffin duduk sendirian dari video call yang saat ini mereka lakukan.
"Dia sudah kembali ke kamarnya, katanya lagi sakit perut." Ujar Daffin berbohong kepada kedua adiknya.
"Ya sudah, selamat berbulan madu mas Daffin semoga selalu bahagia." Mariam melambaikan tangannya ke arah Daffin yang hanya tersenyum kecut kepada kedua adiknya tersebut.
Daffin meninggalkan restoran hotel usai sarapan lalu kembali ke kamarnya karena ia ingin pulang siang ini.
Ia merasa sangat mubazir berada di hotel tanpa ada yang bermanfaat untuk bisa ia lakukan.
Matahari pagi makin merambah menuju terik. Giska mengerjapkan matanya ketika matahari sudah mulai meninggi meninggalkan embun pagi dengan hawanya yang sejuk.
Uaaah!"
Giska menguap berkali-kali, merentangkan tubuhnya lalu berjalan menuju kamar mandi. Ia melirik jam di ponselnya ternyata sudah jam 11 siang.
"Astaga sebentar lagi aku harus cek out dan pulang ke mansion." Giska buru-buru membersihkan tubuhnya.
"Ting tong!"
"Ah siapa lagi yang datang?" Giska mengeringkan rambutnya dengan handuk dan mengintip tamu yang datang ke kamarnya.
"Ck, dia?" si suami br*ngsek itu. Mau apa dia kemari." Giska membuka pintu kamarnya melihat Daffin sudah berdiri di hadapannya.
"Ayo kita pulang!" Daffin menyerobot masuk tanpa ijin dari Giska.
"Pulang aja kamu sendiri! aku bisa naik taksi atau minta sopir pribadiku yang menjemputku di hotel." Giska melemparkan handuknya di sofa dan mulai berdandan.
"Astaghfirullah, dasar bocah!" Mengapa tingkahnya seperti dia masih singel aja." Gumam Daffin membatin.
"Kenapa kamu masih di sini, sana pulang ke rumahmu dan aku pulang ke rumah ayahku." Giska menyeret kopernya keluar.
"Giska!" Dengar kita sudah menikah, tempatmu adalah bersamaku. Sekarang ikut aku!" Daffin merebut koper istrinya dan menarik pergelangan tangan Giska.
Sebenarnya Giska suka diperlakukan seperti itu sama Daffin, hanya saja gadis ini masih menunjukkan keangkuhannya pada suaminya.
"Aku nggak mau naik mobil kamu yang murahan." Giska menghentikan langkahnya di lobby hotel.
Tidak lama kemudian mobil milik Daffin berhenti di depan lobby. Salah satu petugas hotel tersebut menyerahkan kunci mobil ke Daffin.
"Terimakasih pak, ini untuk anda!" Daffin memberikan uang 50 ribu sebagai tip untuk petugas hotel yang telah mengambil mobilnya dari basemen.
Giska langsung melotot, mobil mewah warna merah milik Daffin adalah mobil keluaran baru yang penjualannya masih terbatas.
"Sebenarnya ini orang kaya atau kere sih, jangan-jangan ini mobil dapat pinjam." Giska menaruh curiga pada suaminya.
"Ayo sayang, masuklah!" Daffin membuka pintu mobil untuk istrinya. Giska masuk dengan perasaan bangga.
"Kita langsung pulang ya!" Pinta Daffin yang sudah mulai lunak depan istrinya.
Mobil mewah itu melaju dengan kecepatan rata-rata, membelah jalanan ibukota menuju mansion milik Daffin. Giska masih menyangka jika suaminya ini berasal dari kalangan bawah yang ingin menikahinya karena kekayaan orangtuanya.
Mobil mewah SUV merah keluaran terbaru, lalu sampai depan sebuah rumah besar nan mewah di kompleks perumahan elit yang terletak di kawasan kota Satelit.
Sekali lihat pun semua orang yang tahu kalau para penghuni kawasan perumahan di sini bukanlah orang-orang biasa.
Dengan harga setiap unitnya 20 miliar paling murah, para penghuni kawasan elit ini pastinya adalah orang-orang super kaya yang memiliki kedudukan tinggi di dalam masyarakat. Entah pejabat tinggi, konglomerat, ataupun para penemu yang memiliki aset royalti dengan kekayaan dipijit tanpa batas di dalam rekening mereka.
Tak lama gerbang besar dari logam yang dihiasi dengan berbagai ornamen Neo klasik pun terbuka secara otomatis.
Mobil itu lalu meluncur masuk dengan mulus ke dalam halaman parkir di depan rumah mewah tersebut.
Setelah Daffin memarkirkan mobilnya dengan rapi di antara mobil-mobil mewah lainnya, ia pun turun dan tidak lupa membukakan pintu untuk istrinya.
"Astaga! ternyata orang ini kaya juga, tapi kenapa dia malah memilih hotel dan kamar murahan untuk bulan madu kami semalam? apa maksudnya ia melakukan itu padaku?" Giska melirik wajah suaminya dengan sangat jengkel.
"Assalamualaikum!" Sapa kepala pelayan bibi Ima.
"Waalaikumuslam bibi Ima, ini istriku Giska. Jangan melayani perintahnya kecuali aku yang memintanya, biarkan ia melakukan segala sesuatunya sendiri, kamu mengerti," ucap Daffin sambil menarik tangan istrinya menuju kamar mereka.
"Kau!" Kamu mau jadikan aku sama seperti para pelayanmu itu?" Tanya Giska yang sangat syok mendengar penuturan suaminya pada pelayan bibi Ima.
"Mereka sudah memiliki tugas mereka masing-masing dan tugas kamu melayani diriku dan dirimu sendiri!" Titah Daffin dengan wajah datarnya.
"Tidak bisa, aku tidak mau, aku tidak akan melayanimu dan jangan harap aku akan melakukan tugasku sebagai istrimu." Giska tetap pada pendiriannya.
"Aku tidak peduli, mengerti!" Daffin melucuti pakaiannya di depan Giska membuat gadis itu seketika memalingkan wajahnya dengan perasaan gemetar.
"Sial, apakah dia sedang menggodaku? tapi tubuhnya bagus juga, dia cowok aku banget. Aaakkh kenapa jadi ribet begini sih? harusnya kami sudah saling tabrakan sekarang di atas kasur." Gumamnya membatin.
"Kamu tidur di kasur dan aku tidur di sofa," ucap Daffin lalu menghempaskan tubuhnya di sofa karena semalaman dia nggak bisa tidur memikirkan istrinya yang tidak bisa ia sentuh.
Daffin yang ingin menghukum istrinya itu agar merubah tabiat buruknya. Ia ingin istrinya tidak lagi bersikap angkuh pada siapapun. Daffin melakukan semua itu atas permintaan ayah mertuanya tapi tidak untuk hubungan suami-istri karena itu bukan ranah mertuanya.
🌷🌷🌷🌷🌷
Daffin adalah seorang CEO muda yang memiliki perusahaan di bidang pertanian dan peternakan, yang sudah mengekspor hasilnya ke berbagai negara yaitu Asia dan Eropa. Bukan hanya itu ia juga memiliki pertambangan batubara dan timah di wilayah Kalimantan yang bekerjasama dengan tiga sahabatnya.
Usaha itu dirintisnya sejak masih SMA dulu, ketika kuliah di luar negeri ia mempercayakan semuanya pada paman-pamannya hingga ia kembali lagi ke Indonesia dan melanjutkan sendiri bisnisnya.
Giska yang merasa lapar belum makan sama sekali, turun kebawah dapur untuk memasak mie instan karena ia hanya bisa memasak itu.
"Non, apakah mau makan sama nasi?" Tanya kepala pelayan Ima yang melihat nona mudanya hanya makan mie instan pakai telur saja.
"Aku tidak tahu memasak nasi BI," ucap Giska sambil menahan tangisnya.
"Nasinya ada non, bibi ambilkan ya."
"Tidak usah bibi, nanti Tuanmu marah." Giska membawa mangkuk mienya ke taman belakang mansion.
"Kasihan nona muda, baru jadi pengantin baru harus makan mie instan, kenapa Tuan muda begitu kejam pada istrinya sendiri, apa sebenarnya yang terjadi antara mereka?" Ah itu bukan urusanku. Pelayan Ima kembali ke tempat kerjanya untuk melihat para pelayan yang sedang mengerjakan tugas mereka masing-masing.
"Bibi, kemana istriku?" Tanya Daffin yang tidak melihat keberadaan istrinya.
"Itu di taman, dia lagi makan mie tanpa nasi, bibi tawarin nasi katanya nanti Tuan Daffin bisa marah, jika dia di suruh masak, dia nggak tahu cara memasak nasi." Pelayan Ima memberi informasi seputar nona mudanya itu.
"Astaga, anak itu dari pagi belum makan apapun kenapa harus langsung makan mie, ya Allah aku sudah keterlaluan membuat istriku jadi menderita begitu." Daffin menyesali perkataannya yang tadi ia ucapkan di depan istrinya.
Iapun menghampiri Giska yang sudah membersihkan mie instannya. Giska juga membersihkan wadah bekas makanannya dan meletakkan kembali ke tempatnya.
Daffin yang melihat itu sangat tidak tega pada istrinya, ingin rasanya ia memeluk istrinya dan meminta maaf pada Giska namun ia tidak ingin gagal mendidik istrinya menjadi pribadi yang sholih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!