NovelToon NovelToon

Wasiat Cinta di Tokyo

Keluarga Lee # 01

Rumah besar ,mewah, serta memanjang itu terletak di pusat kota Tokyo-Jepang. Paduan model kuno dan modern yang menghasilkan sebuah bangunan megah, begitu sedap dipandang mata.Cat tembok dari warna putih dan abu-abu semakin menambah kesan wah pada rumah itu.

Bermacam pepohonan tumbuh menjulang menghiasi segala sisi bangunan. Terutama pohon sakura, dengan bunganya yang sedang gugur bertebaran seperti hamparan permadani berwarna pink yang indah.

Rumah itu didiami oleh Mr. Lee sebagai kepala keluarga, beserta istrinya, nyonya Yuri yang sering disapa dengan Mrs. Lee. Bersama mereka, ada juga putra bungsunya, Leehans, pria lajang yang handal dalam urusan bisnis.

Sebagai konglomerat ternama dengan harta yang melimpah, uang mereka terus mengalir dari beberapa bisnis suksesnya, baik yang ada di Jepang ataupun yang ada di Indonesia. Meski begitu, keluarganya dikenal sangat dermawan dan jauh dari kesombongan, reputasi keluarga Lee sangatlah baik.

Seharusnya minggu ini adalah jadwal Mr Lee untuk datang ke Indonesia, dia ingin mengubah sistem manajemen keuangannya. Namun,rencana itu gagal disebabkan kesehatanya yang terganggu secara tiba-tiba. Sehari sebelum keberangkatannya, dia terdeteksi sakit asam lambung akut. Dokter pribadi keluarganya, dr Shiraki, mengharuskannya untuk istirahat total sementara.

Tentu nyonya Yuri merasa khawatir dengan sakit suaminya, namun diam-diam sangat menyukai anjuran dokter pribadi keluarganya itu. Nyonya Yuri sangat rindu berdiam di rumah bersama suaminya. Selama ini dirinya sering merasa sepi, pekerjaan yang tiada habisnya, sering merampas suaminya hingga berminggu-minggu lamanya di luar negeri.

Mrs. Lee sudah hampir dua tahun tidak lagi menemani sang suami dalam perjalanan jauh. Dia lebih memilih tinggal menetap di rumahya, di Tokyo. Hal ini dengan alasan kesehatan juga, dia tidak mau karena kecapekan, daya tahan tubuhnya menurun.

Makhlum, Mrs. Lee mempunyai gangguan pada jantung, yang membuat badannya tidak bisa terlalu lelah. Meskipun Mrs. Lee rajin berolahraga setiap hari dan aerobik tiap minggunya, namun dokter mewajibkan dirinya untuk rutin kontrol di spesialis dr. Jantung.

Maka itulah, jika Mr Lee ada urusan bisnis dan dirasa akan menghabiskan banyak waktu di luar, sesekali akan diajaknya putra bungsunya, Leehans. Leehans begitu sayang serta patuh pada orang tuanya.Sehingga dia rela mengesampingkan urusan kerjanya, demi membantu urusan ayahnya.

Leehans Khairy Akio, pria berusia 30 tahun dan masih sendiri itu sangat handal berbisnis. Kepiawaiannya dalam mengendalikan segala urusan perusahaan, membuatnya mampu mengendalikan dan menguasai bisnis ayahnya, meski dia sendiripun juga memiliki beberapa usaha yang dirintis sendiri oleh tangannya.

Jika ayahnya masih terlibat dalam urusan bisnis, itu semata untuk menunjang kegiatan, dan aktivitas fisik ayahnya, agar terus aktif dan bagus sebagai terapi kesehatannya. Ayahnya tidak sudi untuk duduk diam, kecuali dihinggapi sakit serius seperti saat ini.

Tapi kali ini Mr. Lee tidak ingin batal datang ke Indonesia, namun hanya menundanya,menunggu asam lambungnya membaik. Sehingga ada izin dari dr Shiraki untuk melakukan sebuah penerbangan. Selain urusan kerja, dia juga rindu pada tanah kelahiranya, dan sekaligus ingin ziarah ke makam orang tuanya di Surabaya. Di kota itu juga, dimilikinya satu dari beberapa Yayasan amal yang sudah lama tidak ditinjaunya.

Mr. Lee yang kini berusia 60 tahun itu, lahir di Indonesia dengan darah campuran. Ayahnya asli Surabaya Indonesia,sedang ibunya berdarah campuran antara Arab dan Jepang. Sedang istrinya yang bernama asli Yuri Larasati, berdarah Jepang dan Indonesia. Maka bisa dibayangkan bagaimana fisik Leehans, putra pasangan Lee itu memang nyaris sempurna.

Selain Leehans, ada juga anak pertama perempuan Mr. Lee, Leezha namanya. Sangat rupawan dengan mata sedikit sipit, sudah menikah,dan diboyong suaminya ke kota Jakarta,Indonesia. Sesekali mereka akan datang ke Tokyo, mengunjungi orang tuanya dan saling melepas rindu.

Namun terkadang, Mr. Lee bersama Leehanslah yang datang berkunjung ke Jakarta. Tentu Mrs.Lee tetap kukuh tidak mau ikut di semua perjalanan ke luar negara, meskipun rindu pada putrinya begitu menggebu. Baginya menunggu kepulangan putri, menantu, dan cucu adalah hal yang sangat menyenangkan.

Nyonya Yuri lelah berharap untuk anak lelakinya, Leehans, agar segera bertemu perempuan yang bisa dijadikan menantunya. Leehans tidak tertarik lagi untuk dekat dengan wanita manapun, semenjak kekasihnya berkhianat, dan meninggalkannya untuk menikah.

**

Bennard Joyko Irawan sedang mempersiapkan pemilihan 2 calon pegawai terbaik sesuai yang diinginkan Mr. Lee. Direktur tertinggi dari seluruh yayasan dan perusahaan yang dikelolanya di Indonesia.

Benn, begitu biasa dipanggil, selain bersahabat juga merupakan saudara dengan Leehans, nenek mereka berdua adalah kakak beradik dari orang tua yang sama. Meskipun saudara jauh, namun hubungan mereka sangat dekat.

Benn adalah pria lajang berusia 28 tahun yang tampan, berkulit putih dengan badan tegap atletisnya. Benn memiliki beberapa kekasih dari berbagai kalangan, mereka telah tersimpan di beberapa titik kota dengan setia. Para kekasih Benn pun selalu siap menemaninya dalam urusan ranjang kapanpun, meski tidak pernah dijanjikan komitmen apapun oleh Benn.

Kata menikah, belum pernah ada di agenda masa depannya. Benn lebih mengandalkan uangnya yang melimpah sebagai kompensasi dirinya untuk para wanita simpanannya.

Walaupun sedikit brengsek, Benn adalah lelaki berkompeten dan tanggung jawab. Semua urusan bisnis yang dibawanya pasti akan mencapai kegemilangan. Bagi Benn, mendedikasikan dirinya di perusahaan bisnis yang dirintis orang tuanya bersama orang tua Leehans, adalah prioritas hidupnya.

*****

🏪🏪🏪🌃🌃🌃🌃

🏙🏙🏙🏙🏙🏙🏙

Sedikit ulasan buat reader..agar terus maju pantang mundur...😄😃😆

"" Ini adalah karya pertama author.. mohon dukungannya, kasih support dan semangat buat author. Tinggal jejak yaaa.. like.. komen.. follow.. trims buat yang mampir. ""

Tawaran Mengejutkan # 02

Desta Galerie Aisha,gadis cerdas berprestasi yang baru merampungkan pendidikan akademisnya. Dengan gelar S2 jebolan universitas milik negara, di kota Surabaya.

Dia menyukai trend fashion bergamis, sepaket dengan kerudung melekat di kepala. Selain nyaman dan aman untuk dipakai, baginya menutup kepala adalah kewajiban sebagai muslimah yang baik.

Meski ilmunya tidak dalam seperti anak pesantren, namun gadis itu gemar membaca buku tentang ilmu dan hukum agamanya. Selain dari buku, Desta juga rajin mengikuti kajian islam tiap minggu. Kajian islam rutin di Masjid, dekat yayasan tempatnya tinggal.

Kini usianya baru memasuki usia ke 22 diakhir tahun ini. Desta, begitu nama panggilan yang melekat padanya, gadis sederhana namun rupawan, mampu meraih predikat sebagai lulusan terbaik tahun ini.

Pencapaian ini membanggakan buat dirinya, cita- cita sedari kecil menjadi seorang banker yang handal sudah di depan mata,berbekal ijazah bukti otak cemerlangnya, dia akan mencoba melamar di salah satu bank nasional kota Surabaya.Setidaknya sebagai teller adalah awal yang bagus baginya.

Sebenarnya beberapa dosen di fakultasnya, telah merekomendasikan beberapa perusahaan, yang sedang membutuhkan pegawai di bidang keuangan. Namun Desta tidak tertarik, obsesinya jadi bagian dari banker begitu kuat.

Angan-angannya cukup sederhana, jika sudah bekerja sesuai minatnya, Desta bertekad untuk tekun bekeja, yang lambat laun bisa menabung, dan mengumpulkan uang sebanyak yang dirinya mampu.

Meski yayasan ini tidak besar, namun kenyamananya terjamin. Semua serba diperhatikan,meskipun tidak berlebihan. Semua memang tercukupi namun ada batasanya. Desta ingin setelah bekerja nanti, sebagian sallarynya akan dia bagikan langsung kepada anak-anak yayasan. Khusus untuk bagian anak terlantar, meskipun awalnya mungkin hanya cukup jadi uang jajan mereka.

Yayasan yang bernama Bina Amanah ini, telah menampungnya hampir 18 tahun, begitu banyak suka duka yang dijalaninya selama menetap disini.

Dari penjelasan singkat yang pernah dimintanya mengenai asal-usulnya. Pembina sekaligus kepala Yayasan, Bu Hartini, mengatakan bahwa dirinya kehilangan orang tua beserta kakak perempuanya,pada sebuah kecelakaan di perjalanan Surabaya- Jakarta, saat pulang berlibur.

Keluarga yang datang hanya neneknya yang sudah lanjut usia. Dan dengan berat hati terpaksa menitipkan dirinya kepada Yayasan ini. Saat itu usianya masih balita, tentu tak ada kenangan berarti yang bisa singgah lama di memorynya.

Meski tetap ada tanya besar tentang dirinya, Desta harus merasa puas dengan informasi apapun, yang telah diberitahukan oleh ibu Hartini padanya.

Malam dingin sekali, belum terlalu malam dan masih pukul 18.20 WIB. Desta duduk diruang makan yayasan yang luas, dan berjajar meja makan yang tersusun rapi, beserta kursinya yang terbuat dari kayu jati dan ada ukiran unik di setiap sandaranya.

Di sampingnya duduk Ajeng, sahabatnya dari kecil yang duluan ada ketika dia baru memasuki yayasan. Mereka seusia dan selalu masuk di sekolah yang sama, namun terpaksa beda aktivitas saat dirinya mulai masuk bangku kuliah. Ajeng hanya mampu duduk sebatas bangku SMA, karena tidak mampu meraih beasiswa berprestasi seperti dirinya.

"Hei Des, tumben porsi makanmu kali ini cuma segayung,biasanya seember, ada masalah dengan lidahmu?"

Ajeng usil bertanya melihat piring Desta yg hampir tak ada isinya, dan dibalas dengan tatapan mata cantik Desta yang berkilat semangat.

"Rasa tak sabar menunggu esok Jeng. Tadi sudah ku kirimkan lamaran online, di situs resmi bank J*T*M. Bank itu lagi buka lowongan, doakan aku diterima ya Jeng.. " terang Desta penuh harapan.

"Iya ku doakan pasti, tapi misal kena tolak jangan pake lemes-lemesan segala, pasti banyak kok bank bonafit lain yang lagi buka lowongan" Ajeng menyemangatinya.

"Iya Jeng , sebenarnya dari kampus, aku juga ditawari bekerja di salah satu bank milik negara, tapi sementara aku abaikan dulu, selain karena kantor cabangnya jauh, aku juga ingin tau rasanya patah hati kena tolak, hhehe" Desta cengengesan.

"Ih maknanya doa restuku tadi, kamu anggap main-main doang dong Des, mentang-mentang punya otak encer, berharap kena tolak melulu." Ajeng pura-pura mengomel sebal.

"Ya enggak berharap kena tolak lah Ajeng, cuma kalo kena tendang nggak bakalan sakit kan."

Desta menimpali dengan senyuman yang diikuti dengan cibiran Ajeng.

Plek ! plek! plek ! Terdengar langkah kaki mendekat, mereka berdua kompak menoleh ke arah bunyi sandal, ternyata mas Gilang sang asisten asrama dari Bu Hartini.

"Desta, sudah habis belum dinner kamu? Bu Hartini menunggumu untuk berbincang dikantor"

Mas Gilang menyampaikan pesan itu, dengan matanya tak pernah lepas menatap wajah Desta.

"Ada apa mas, baiklah sebentar lagi meluncur, tak ambil minum dulu"

Mas Gilang mengangguk mengerti, sambil memutar badan pergi dari dapur.

Desta bergegas menghabiskan bersih isi piringnya. Diambilnya sebotol kecil air mineral dan diteguknya hingga setangah. Sambil berdiri dia pamit undur diri pada Ajeng, yang dibalas tautan jari jempol dan telunjuk membentuk lingkaran, tanda ok dari Ajeng.

Dengan langkah cepatnya, Desta sampai di kantor yayasan yang buka 24 jam itu, bahkan bu Hartini pun memang sering menginap di sana. Diketuknya pintu dengan perlahan, beberapa saat, karena tak ada sahutan diulangnya lagi, lalu terdengarlah suara halus bu Hartini menyuruhnya masuk.

Diputarnya gagang pintu, kemudian didorongnya dengan penuh tanda tanya, seketika lampu ruangan menyambut wajah ayunya. Di sudut ruangan, terlihat bu Hartini tersenyum menatapnya dan melambai tangan. Desta pun mendekat, dan duduk perlahan di kursi yang berseberangan meja di hadapan bu Hartini.

" Ibu memanggil saya?" tanya Desta sopan.

" Iya Desta, terimakasih kamu sudah datang cepat." Ditatapnya wajah Desta seksama.

"Begini, ibu dapat email dari yayasan pusat di Jakarta, isinya memberi kesempatan yayasan ini, untuk mengirimkan satu orang wakilnya, guna mengikuti seleksi anak asuh berprestasi terbaik lulusan tahun ini, dan ibu tidak ragu lagi memilihmu untuk berangkat ke Jakarta lusa, bagaimana Des? "

Tentu Desta terkejut, dan tidak mampu menjawab pertanyaan bu Hartini seketika,tapi kebingungan yang dirasa, mampu dia sembunyikan di balik wajah tenangnya.

"Bu, pemilihan itu apa gunanya, maksudku tujuan acara itu.. " Desta menginginkan kepastian.

"Ibupun kurang mengerti nak, tapi selama 35 tahun ibu disini, tidak sekalipun yayasan kita ini mendapat undangan begini. Baru kali ini, jadi meskipun tidak memaksa, namun ibu harap kamu bersedia nak. "

"Apakah di sana nanti banyak yang akan ikut seleksi bu? "

"Yang ibu dengar, akan ada sekitar selusin anak terbaik sepertimu yang akan ikut tes kelayakan itu, mungkin itu dikumpulkan dari seluruh yayasan mr. Lee yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan yayasan kita ini. " Bu Hartini menjelaskan dengan sabar.

"Apakah mr. Lee pemilik semua yayasan itu bu?"

Desta memandang lembut wajah bu Hartini yang mulai digelayuti keriput, dengan mata yang senantiasa meneduhkan anak-anak asuhnya, bu Hartini pun mengiyakan pertanyaan Desta dengan mengangguk sekilas.

Karena dirasa perbincangan sudah cukup, Bu Hartini pun mempersilahkan Desta kembali ke kamarnya. Gadis itupun pamit dengan mengucapkan salam dan terimakasih.

📚📚📚📚📚📚📚📓

📚📚📓📚📓📚📚

Harap lanjut baca ya... Emang aku nggak pernah nulis apa pun sebelumnya..paling2 buat PR..itupun nyontek..😂😂😃

Ini benar2 real tulisan cerita pertamaku.

Ada rekomend cantik...terus yaa..terus..terus..yaa..terus..sanaaa..sana...haha..haha...

Trims singgahmu yaa..😘😘😘

Bersemangat #03

Karena perbincangan dirasa cukup, bu Hartini mempersilahkan Desta kembali ke kamarnya. Gadis itupun segera pamit, dan bergegas pergi menuju gedung lantai dua asrama tempat kamarnya berada.

Meski belum terlalu malam, keadaan sudah sepi, dengan lampu yang menyala disetiap pojok asrama. Jendela-jendela kamar di lantai satu dan dua itu, sebagian nampak dibiarkan terbuka agar angin menyusup masuk, hingga mengurangi rasa panas di ruangan kamar.

Meskipun kadang turun hujan, hawa panas tidak pergi begitu saja, Surabaya adalah kota dengan sifat alaminya yang gerah.

Setelah menapaki tangga penghubung, gadis itu membelok arah kiri dan mengeluarkan kunci dari sakunya, sambil berjalan lambat ke kamarnya yang paling ujung.

Setelah masuk ke dalam, dengan cekatan diraihnya sandal santai sembari melepas kerudungnya. Menuju kamar mandi guna membersihkan diri, kemudian berwudhlu untuk shalat isya.

Rutinitas sebelum tidur telah selesai. Desta membawa tubuhnya naik keatas tempat tidur. Gadis itu merebahkan diri di kasur single bednya sambil mengucap doa sebelum tidur. Lampu kamar yang tadi sudah dia matikan, diganti dengan lampu tidur yang ada di meja, tepat di samping tempat tidur bagian sisi kepalanya.

Suasana kamar yang temaram, kontras dengan warna kulit Desta yang kuning keputihan. Rambut panjang sepinggang bertebaran memenuhi bantal, nampak bersinar memantulkan cahaya lampu di mejanya, matanya yang jernih bersinar nampak berkedip-kedip indah.

Desta sama sekali belum dihampiri rasa mengantuk,pikiranya kembali lagi pada isi percakapanya dengan bu Hartini barusan. Hatinya begitu bimbang, antara mengikuti panggilan seleksi yang jauh diluar kota, ataukah mengejar impianya di kota ini, dan tetap berdekatan dengan yayasan serta bu Hartini.

Wanita 60 tahun, yang bagai ibu kandungnya sendiri. Membesarkan dan membimbingnya, menjadi pribadi mulia dan mandiri bersama anak-anak lainya.

Bisa dia bayangkan bagaimana 18 tahun yang lalu, sehabis tragedi kecelakaan yang merenggut ibu, ayah, serta kakak tercinta darinya. Hingga dia diantarkan oleh pihak kepolisian ke yayasan ini untuk sementara, sambil menunggu saudaranya datang menjemput.

Ibu Hartinilah, satu-satunya orang yang siap memeluk, dan menghibur saat dia menangis ataupun merengek-rengek sedih. Sungguh berat membayangkan jika tiba saatnya, harus pergi dari lingkungan yayasan ini.

Tapi bagaimanapun, saat ini Desta sudah dewasa, mandiri, dan menghabiskan pendidikanya dengan gemilang. Tinggal selangkah lagi, mungkin dia akan menjadi perempuan yang benar-benar mandiri lahir batin, luar dalam.

Jadi masalah angkat kaki dari sini,hanyalah menunggu waktu saja, Destapun tersenyum pasrah dengan kenyataan ini.

"Baiklah bu, aku akan berangkat lusa, mudah-mudahan keputusan ini tepat dan membawa kebaikan bersama, terlebih untuk diriku dan masa depanku. Amin."

Destapun memejamkan mata, dengan hati penuh harapan. Matanya terasa mulai berat, seiring hilangnya beban di hati dan otaknya.

Pagi ini, Desta telah bersiap menemui bu Hartini, guna menyampaikan kesanggupanya untuk berangkat besok. Dia juga ingin mengetahui detail, tentang syarat-syarat dan apa saja yang harus dibawa bersamanya.

Tapi sebelum itu, Desta mengambil sarapan dulu ke dapur umum. Konon dengan perut terisi, segalanya akan menjadi lancar dan mudah.Desta mengambil sedikit sarapan, dan menghabiskanya dengan segera. Kebetulan suasana dapur masih sepi, hanya beberapa anak yang terlihat mengambil jatah makan dengan dilayani seorang petugas dapur.

Biasanya Desta juga kerap memberi bantuan diluar jam piketnya. Untuk anak yang sudah besar, akan menerima jadwal piket. Baik untuk tugas bersih-bersih, ataupun memasak bersama petugas dapur.

Perut Desta sudah terisi cukup amunisi, kakinya melangkah mantap menuju kantor yayasan. Sampai di sana, dilihatnya orang yang dicarinya ada di depan sedang menyirami tanaman.

Melihat kedatanganya, bu Hartini segera mengajaknya masuk kedalam ruan kantornya.

"Bagaimana keputusanmu nak? " Tak sabar bu Hartini ingin mengetahui keputusan Desta.

"Iya bu.. saya bersedia berangkat besok. " jawab Desta sambil tersenyum manis.

Bu Hartini nampak gembira, dan dijelaskannya apa-apa yang mesti Desta bawa. Jika ada kekurangan akan disusulkan melalui jasa exspedisi nantinya. Desta nampak bersungguh-sungguh menyimaknya, lalu mengangguk paham setelah dijelaskan. Gadis itu nampak menulis sesuatu di note HPnya.

Itu biasa dia lakukan agar tidak melewatkan hal-hal kecil yang penting.Setelah dirasa cukup, dirinya undur diri, dan langsung pergi menuju keluar gerbang. Saat melewati pos penjagaan, dianggukkan kepalanya kepada petugas satpam yang menyapanya, sebagai izin untuk keluar.

Desta telah berada disebuah toserba terdekat, segera dipilihnya barang-barang penting keperluan pribadinya. Setelah membayarnya, Desta bergegas pulang, karena sadar waktunya hanya sedikit.

Sampai di kamar asrama, dengan cepat dikemasi dan disusun segala keperluannya ke dalam koper navy mungilnya. Tidak banyak, hanya beberapa potong baju dan kerudung terbaik yang jadi favoritnya.

Segalanya telah beres. Desta berniat menemui Ajeng untuk berpamitan padanya, khaawatir besok tidak lagi sempat bertemu. Tapi kamar itu tersegel dari luar, maknanya Ajeng sedang tidak ada. Iapun kembali ke kamarnya dan berniat mandi, karena sebentar lagi akan adzan dzuhur.

***

Sehabis maghrib, Desta kembali mendatangi kamar Ajeng, namun kamar itu masih terkunci dan gelap. Ah mungkin dia tak akan pulang malam ini, dia menginap di tempatnya bekerja. Ajeng memang telah bekerja di sebuah rumah makan, di daerah Sidoarjo.

Ada gurat sedih di wajahnya, harapan bertemu dengan sahabatnya itu kini telah sirna. Dengan tidak bersemangat, ditujunya dapur yayasan untuk mengambil makan malam. Biasanya Desta akan pergi makan bersama sahabatnya itu.

Menyesal kemarin tidak meminta nomer ponsel barunya, akibatnya sekarang tidak bisa menghubunginya.

Selesai makan, Desta menemui ibu Ranti, petugas dibagian dapur yang senantiasa standby dengan menu-menu masakannya. Menyiapkan hidangan makan seluruh anak-anak yayasan. Desta berpamitan pada bu Ranti, sekaligus minta doa restu agar dimudahkan semua urusanya di Jakarta.

Bu Ranti nampak terkejut, matanya berkaca-kaca sambil mengucapkan doa terbaik untuk Desta. Mereka berpelukan, dan diakhiri cium tangan oleh gadis itu.

Desta tidak ingin berpamitan dengan yang lain, baginya ini hanya kepergian sebentar. Bisa jadi dirinya gagal seleksi dan tidak terpilih, kemana lagi dirinya kalau tidak kembali ke sini bukan?

Orang kaya seperti Mr. Lee, pasti ogah mengurusi orang gagal sepertinya. Sesaat ada harapan gembira saat mengingat dirinya akan kembali. Tapi kemudian sadar, jika dirinya tidak terpilih, mungkin Yayasan ini tahun depan tidak akan mendapat undangan sebagus ini lagi. Tidak, dia harus berusaha maksimal. Jangan sampai bu Hartini kecewa padanya. Nama yayasan ini berada di pundaknya sekarang.

Didekatinya cermin yang menempel di meja belajar, lalu dilepaskan kerudungnya. Desta menatap cermin dengan pantulan wajahnya yang cantik. Disuruhnya bayangan itu agar selalu bersemangat. Tidak ada orang lain saat ini, hanya dengan kedua kakinya sendirilah yang bisa mengubah nasibnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!