Kampus selalu menjadi tempat menyenangkan bagiku, selalu ada tingkah teman yang tak membuat bosan, kadang konyol, kadang bertingkah kekanak kanakkan, polosnya raut wajah yang gelisah ketika menghadapi ujian akhir, tuntutan dosen setiap harinya. Tapi mereka luar biasa. Kami sudah melewati semua fase sulit dan senang bersama sama sejak awal kami masuk kuliah dulu. Dan sekarang kami berusaha mendapatkan gelar S2 kami. Wow luar biasa bukan. Aku selalu mengucap syukur alhamdullilah. Kami termasuk beruntung, kebanyakan dari Mahasiswa kampus ini ialah dari orang berada. Kami didukung secara finansial, sekarang bagaimana niat kita tergantung dari diri kita sekarang ingin berkembang atau tidak. Sedangkan diluar sana masih banyak yang punya niat besar tuk kuliah tapi terhalang biaya.
Aku merupakan anak satu satunya dari keluarga Suherman, orang terpandang di kota ini, meskipun begitu aku tak mau di kenal sebagai anak orang berada, aku ingin dikenal karena inilah diriku, bukan dihormati karena keturunan dan pangkat.
Semua orang memujiku cantik, pintar, dan beruntung, mereka menganggapku Wanita Sempurna. Dalam hati alhamdulillah semua karna kemurahan Allah.
Semua yang kutemui menghormatiku, laki laki pun tidak ada yang berlaku tak sopan padaku.
Bisnis yang kupunya sudah dimana mana, hidup tak mengandalkan orang tua, itu prinsipku.
Aku sudah banyak membangun relasi, rencanaku setelah gelar S2 kudapat aku akan buat yayasan sekolahku sendiri, Amin semoga Allah membukakanku jalan.
Laki laki misterius
Pagi ini Dosen tak hadir, aku duduk di kursiku membaca buku referensi yang aku pinjam dari perpustakaan kemaren. Bentar lagi pembuatan skripsiku di mulai, segera ingin kuselesaikan S2 gelar Spd ku. Sungguh terbayang aku mengajar di kelasku sendiri, memiliki muridku sendiri, subhallah amin Ya Allah. Lancarkanlah.
"Hai Mia", panggilan temanku membuyarkan fokus membacaku.
"Hai", timpalku, sambil ku bereskan semua buku yang terbuka di atas mejaku.
"Udah dapet bahan judul skripsinya??", ucapnya lagi di depanku sambil menarikku berdiri dari kursi.
Angin berhembus mengkibaskan sedikit kerudung kami, pandanganku langsung tertuju ke pintu kelas kami, "siapa dia..??", batinku penasaran ada seorang lelaki paruh baya melempar senyum kepadaku. Senyum yang seolah ada rasa senang bangga ia menatapku.
"Miaaa!!", selly melambaikan tangannya di wajahku.
"Halllo..!!, melihat apa sii...?", ketusnya..
"Mmm gak kok sell, kamu tadi tanya apa sell??", membuyarkan fokusku ke laki laki itu.
"Itu lhooo skripsimu gimana...??"
"Entah aku belum nemuin judul yang pas nih", mengambil semua bukuku dari meja dan bergegas ingin pergi.
"Nanti kalau cari ide kemana gitu aku ikut ya", ujar selly.
"Oke oke, aku pergi dulu ya nanti aku kabari kebetulan aku mau cari referensi di pasar lama deket kampus", sambil berjalan keluar ruangan.
"Janji ya..??", timpalnya dengan nada agak lantang.
Di luar Kampus laki laki itu duduk di kursi taman di depan pintu masuk kampus. Aku beranikan diri mendekat dan menyapanya.
"Assalammualaikum", sapa ku.
"Walaikumsalam anakku", jawab ia dengan santun seperti sedang berhadapan dengan anaknya sendiri.
"Kalau boleh tau, bapak cari siapa ya..?, setau saya hari tidak ada undangan bagi wali mahasiswa", aku berusaha akrab dengannya siapa tau dia butuh bantuanku.
"Tidak nak, bapak hanya berkunjung sebentar, ada perlu dengan seseorang, bapak kerabatnya bang mamat tukang kebun kampus sini".
"Masyallah maaf saya tidak tau pak, soalnya bang mamat tidak pernah cerita punya lerabat di Jakarta.
"Kamu akrab dengan bang mamat..??", tanya laki laki itu padaku.
"Kebetulan saya bertemu bang mamat tiap hari setelah jam kampus selesai pak, saya sering duduk di taman ini sambil menyelesaikan tugas kuliah, sedangkan bang mamat waktunya menyapu kebun, jadi kasarannya setiap saya belajar bang mamat yang jadi teman ngobrol pak", jelasku panjang lebar.
"Bapak boleh titip sesuatu nak..?, siapa namanya..?"
"Mia pak, bolehh silahkan", timpalku lagi.
"Bapak sedang buru buru, tolong berikan cincin ini pada bang mamat", menyodorkan sebuah cincin kepadaku.
"Baik pak akan saya sampaikan amanat bapak", menerima cincin itu.
"Bapak pesan sesuatu nak, jalani hidup sesuai takdir, karena takdir Allah itu lebih baik dari perencanaan yang matang dari diri kita sendiri" sambil berdiri dan tersenyum padaku.
"Insyaallah akan saya ingat selalu nasehatnya pak", sambil berfikir apa maksud perkataannya.
"Assalammualaikum", sambil berlalu pergi.
"Walaikumsalam", jawabku.
Kecelakaan yang tak dapat ku hindari
Tittt..tittt
"Iya neng bentar", teriak bang ogah dari halaman belakang rumahku.
"Bang bukain pagar", panggilku dari dalam mobil.
Pagar di buka tak lama kemudian.
Mobil ku parkir di garasi, aku bergegas masuk ke kamar dan berbaring. Sungguh skripsi kali ini membuatku pusing.
Ku ambil hp dari tas ku, aku ingat janjiku ke selly hari ini.
"Hai sell jadi ya nanti jam 2 sore ke rumah, ikut aku ke pasar lama, nanti pakek mobilku aja, mobilmu taruh rumahku, arah pasar lama kan berlawan arah sama rumahmu", jelasku ke selly.
"Siap bos", jawab selly.
Percakapan ku akhiri, hp ku tinggalkan dan tidur.
Jam 2 aku sudah rapi menunggu selly dirumah.
Terlihat mobil warna merah masuk ke halamanku.
"Sampai juga dia", melambai ke selly.
"Dah lama nunggu..?"
"Gak kok, yuk berangkat kunci mobil kasih ke bang ogah", sambil ku tarik tangan selly bergegas masuk mobilku.
"Bang ogah masukin mobilku ke bagasi ya, kunci ku taruh meja teras", teriak selly.
"Siap neng", pak ogah g kalah lantangnya bersuara.
20 menit perjalanan kita hampir sampai ke tempat tujuan. Tinggal satu belokan lagi samapi ke pasar lama.
Tiba tiba....
"Awas Mia!!!!!", teriak selly mengagetkanku.
"Astagfirullah, pegangan sell..!!"
Entah dari mana asal anak kecil itu lewat, tiba tiba ada di depan mobilku.
kubanting stirr ke arah kiri, mobil melaju menuju ke arah sungai.
Brukkkkkkkk...
Mobil kami masuk sungai..
Mata ku perlahan berkedip, kepalaku sakit, badanku lemas, entah aku belum sadar sepenuhnya.
Terlihat di sekelilingku tempat yang belum pernah aku lihat sebelumnya, kamar siapa ini..??, batinku bertanya tanya.
Aku berusaha duduk, kuperhatikan sekeliling. Dekorasi dan barang barang kamar ini bergaya klasik tahun 1980 an, kualihkan pandanganku pada sebuah lukisan keluarga. Siapa mereka
.??. Kamar siapa ini..??.Dimana aku..?.Sambil memegang kepalaku yang terasa berat, kupaksa mengingat apa yang terjadi padaku.
Lalu aku tercengang, berdiri dan langsung gelisah.
"Sell..??, sellyyy..?", dengan nada agak berteriak dan tergopoh gopoh keluar kamar mencari sahabatku itu, teringat terakhir kali aku mengalami kecelakaan bersamanya, oh Tuhan bagaimana keadaannya.
Ku kelilingi rumah ini, ku cari sahabatku itu, entah dimana ia sekarang. Semoga dia selamat.
Berlari aku sampai di halaman rumah ini, langkahku terhenti, tubuhku hampir menabrak seorang lelaki sebayaku. Aku perlahan mundur, ada sedikit rasa takut menghampiriku. Siapa dia..??. Kenapa aku disini, dimana sahabatku ??.
Ia hanya diam melihat tingkahku, tanpa bersuara dan menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Tak lama seorang wanita paruh baya muncul dari dalam rumah, keluar dengan sedikit berlari dan terkejut melihatku. Menatap sebentar ke arah laki laki didepanku, lalu beralih memandangku.
"Tenang nak kami orang baik, tenang ya, sini ikut ibu, duduk disofa tenangkan dirimu", berusaha mendekatiku, memapahku ke kursi teras disamping kami.
"Duduklah nak", tenang ya, kami orang baik". mengelus jilbabku.
"Maaf buk, sa..sa..saya dimanaa..?", terbatah batah aku bertanya, aku masih tak tahu mereka siapa dan dimana aku, pakaian mereka aneh.
"Saya bu Ratna, ini Jaka anak laki laki ibuk, dia yang menolongmu saat hanyut disungai", menjawab ketakutanku.
"Lalu dimana temanku bu..??, dia selamat kan?", aku masih gelisah akan kondisi Selly.
Perempuan itu menatap laki laki itu lagi, seolah dia tak tau harus menjawab apa.
"Mmmmm begini nak, saat Jaka menyelamatkanmu dari sungai tidak ada tanda tanda temanmu yang kamu cari itu.
Aku terus mendengarkan.
"La..la..lalu apakah dia mungkin hanyuttt lebih jauh..?", kegusarannku muncul lagi.
"Aliran sungai desa ini sangat jauh dari kota, kemungkinan kau hanyut sampai terdampar disini, mengenai temanmu mungkin dia sudah ditemukan di sisi sungai lainnya, aku hanya menemukanmu saat itu", dia menjelaskan tanpa menatapku.
"Bagaimana caraku kembali..??", tanyaku.
"Begini nak, akses desa ini sudah lama terputus dengan desa tetangga, dan jarak dengan kota pun tak bisa diakses, sudah bertahun tahun kami terisolasi disini, dan bagaimana aliran air sungai membawamu kesini kami tidak tahu, kami tidak pernah menyusuri gua di ujung sungai ini". Ucap bu Ratna.
Aku hanya terdiam tak percaya ini terjadi.
"Sebelum kamu bisa pulang kerumahmu, kamu boleh tinggal disini bersama kami, kami hanya berdua dan ibuk tak memiliki anak perempuan, bahagianya ibu jika kamu mau menemani ibu disini".
Aku menggangguk tanda setuju, tak ada pilihan lain lagi bagiku, aku seorang wanita, dan tidak aman bagiku berkeliaran diluar sana.
Aku sudah terbiasa disini.
Sudah cukup lama aku disini, kuhitung hampir satu bulan lamanya. Bu Ratna sangat baik padaku, dia mengajariku segala hal, berkebun, bersih bersih dan memasak, aku mulai terbiasa disini, seakan ini adalah rumahku sendiri.
Aku tidak bisa menghubungi orang yang ku kenal, hpku entah hilang kemana, mungkin saat kecelakaan hp ku ikut jatuh kesungai.
Rumah ini unik dan sedikit aneh, bagaimana tidak, televisi disini hanya menayangkan beberapa tayangan ulang dari film tahun 1980 an, tidak ada saluran tv di tahun 2000 apalagi saluran chanel tahun 2022 yang tersambung. Dan untuk telfon rumah, masih bergaya kuno, seperti tombol putar yang harus diputar saat akan menghubungi seseorang. Kucoba memakainya tapi tak tersambung, seperti rumah ini hanya pajangan saja bagi seorang kolektor barang barang kuno.
Kupandangi foto keluarga bu ratna, sangat klasik. Apakah mereka dari masa lalu..?, apa yang kupikirkan, aku tersenyum sendiri.
Langkahku terhenti di sebuah kamar yang pintunya sedikit terbuka, kulihat Jaka sedang membaca sebuah buku. Penasaranku muncul.
Aku memberanikan diri mengetuk pintu dan mengucap salam.
"Assalammualaikum Jaka, apakah aku mengganggu..?".
"Walaikumsalam, enggak masuklah". wajahnya tetap datar padaku tapi lebih ramah dari pertama aku berpapasan dengannya waktu itu.
"Kamu lagi apa ..?", gumamku sambil mendekat di meja belajarnya.
"Membaca apapun yang bisa aku baca"
"Mmm kamu juga kuliahh..?",
"Dulu, tapi sekarang gak lagi"
"Memang kenapa ..??".
"Mmm ..sudahlah gak usah dibahas".
Sepertinya ia lebih tertutup dari dugaanku.
Mataku berkeliling melihat sekeliling kamarnya.
Tak banyak barang di kamar ini, hanya ada rak berisi banyak buku, dan sebuah almari baju, dan lagi lagi lukisan keluarga itu. Seakan aku sedang melihat lukisan kuno di dalam musium saat melihat lukisan itu.
Pandanganku terus berputar di kamar itu, dan terhenti di sebuah tumpukan buku di rak sudut diruangan itu.
"Itu apa..??", aku penasaran dengan buku yang berwarna warni dan seperti buku anak anak.
Jaka memalingkan wajah ke buku yang aku tanyakan.
"Oh itu, itu buku yang aku buat untuk anak anak tetangga".
"Untuk apa..??", aku semakin penasaran.
"Kalau gak sibuk aku pergi ke taman menemui anak anak dan membawakan buku untuk mereka".
"Apa mereka tidak bersekolah Jaka..?".
Berdiri dan memandangku.
"Sedikit yang kamu ketahui itu jauh lebih baik untukmu", memandang tajam kearahku.
Aku pun menurut, sebaiknya aku tak cari masalah dengan Jaka, syukur dia sudah sedikit ramah kepadaku, lagian aku sudah terbiasa dengan sikapnya itu.
Keliling Desa
Pagi itu aku memasak sejak pagi, memberesakan rumah dan mandi, Jaka sudah berjanji mengajakku mengantar buku anak anak desa.
Setelah kejadian waktu aku bertanya tentang buku itu, sore harinya dia menemuiku di teras, dia bertanya apakah aku mau ikut berkeliling desa dan memberikan buku buku itu kepada anak anak di taman, aku mengangguk saja tanda setuju, Jaka tersenyum padaku, sungguh itu senyum pertamanya padaku sejak aku ada disini.
Setelah bersiap aku sempatkan sarapan dulu, meja makan selalu kosong, hanya aku yang duduk disana, setiap waktu makan bu Ratna dan Jaka tak pernah ikut makan, mereka selalu beralasan tak lapar dan nanti pasti makan. Aku tidak banyak tanya lagi setelah itu, aku anggap itu hal wajar saja dan berfikir positif.
Saat sarapan Jaka keluar kamar dengan membawa tas besar berisikan buku.
"Jakaaaa..sini", panggilku.
Jaka langsung mendekat dan berdiri di samping meja makan.
"Dah makannya, yukkk berangkat", timpal Jaka.
"Kamu gak sarapan dulu, aku ambilin ya..?", mengambil piring untuknya.
"gak gak usah nanti aja, taruh aja situ nanti pasti ku makan", sambil berdiri dan berjalan menuju pintu depan.
Ia si masakan yang aku sajikan di meja makan selalu habis tak tersisa, tapi aku tak pernah melihat bu Ratna dan Jaka saat makan. Ya sudahlah.
"Ehh tunggu Jaka, aku berdiri lalu mengikuti Jaka yang sudah ada di teras rumah.
Kami berjalan kaki menyusuri desa, ini pertama kalinya aku berkeliling desa ini, desa ini sepertinya padat penduduk, rumah rumah besar berjejer di kanan kiri jalan, semua rumah bergaya klasik kuno seperti rumah Jaka, ada wadah pos surat disetiap rumah, terbuat dari kayu dan satu kayu penyangganya.
Anehnya tak ada satupun kendaraan atau orang berlalu lalang disini, sesekali ada orang di teras rumah tapi mereka hanya sebatas membalas senyumku saja saat aku menyapanya.
10 menit kami berjalan, pandanganku tertuju pada gedung perkuliahan yang tutup.
"Kenapa kampus ini ditutup Jaka", aku mulai bertanya pada Jaka.
"Kampus itu sudah lama ditutup", hanya itu jawaban Jaka.
Aku masih belum puas.
"Memangnya kenapa..??"
"Sudah ku bilang kemarin, semakin sedikit yang kamu ketahui semakin baik untukmu". Ketus dia.
Ya sudahlah aku akan bertanya ke bu Ratna saja nanti. Sambil terus mengamati pemandangan yang ada. Disini memang aneh, tapi suasananya sangat asri, sejuk, tak seperti di perkotaan. Mungkin karena jauh dari kota ya..
Tapi gak salah kalau suasana desa ini seperti tahun 1980 an silam, orang yang kesini pasti tak kan percaya bahwa ini sudah tahun 2022, jaman ayah dan mamaku lahir. Hebat sekali orang desa ini mempertahankan kebiasaan dan nuansa kuno yang sudah bertahun tahun lamanya, secara sekarang sudah tahun 2022 jaman serba modern.
"Sungaiiii..!!", langkahku terhenti. Jaka juga menghentikan langkahnya.
Sepertinya Jaka tahu apa yang ku pikirkan saat aku teriak sungai.
"Jaka kamu bilang aku ditemukan di sungai, apa ini sungainya..??", tanyaku.
Kulihat Jaka tercengang.
"Jaka....?", membuyarkan pandangan tajamnya ke sungai.
"Iyaa", jawabnya sambil kembali jalan lurus kedepan.
"Mungkin kita bisa cari jalanku kembali saat kita mendekatinya", ucapku penuh harap sambil mengikuti langkah Jaka.
"Dulu ibuku kan sudah bilang padamu, di ujung sungai hanya ada gua, dan tidak ada yang pernah kesana", mengingatkanku.
Aku terdiam, lalu bagaimana aku pulang..batinku. Masa depanku, kuliahku, orang tuaku. Cita citaku membangun sekolah, ya Tuhannn....keluhku.
Lalu Aku melihat tak jauh dari sungai ada dua batu panjang dengan sesajen, ada ukiran disekelilingnya, apa itu ???..
Ingin aku bertanya ke Jaka, ah sudahlah tak mungkin ia menjawab pertanyaanku.
Mungkin itu rahasia yang harus ku pecahkan sendiri.
Setelah banyak pertanyaan yang tak dijawab oleh Jaka sepanjang jalan tadi, aku diam tak bertanya apapun, kunikmati pemandangan desa itu saja, hal hal yang tak pernah kulihat di kota kota besar.
Sampai kulihat kedepan, itu mungkin taman yang di maksud Jaka.
...Cublak-cublak suweng...
...Suwenge ting gelenter...
...Mambu ketundung gudhel...
...Pak Empong lerak-lerek...
...Sopo ngguyu ndelekakhe...
...Sir-sir pong dele kopong...
...Sir-sir pong dele kopong...
Terdengar nyanyian anak anak yang ramai di taman, mereka terlihat amat gembira.
Nyanyian mereka terhenti saat melihat Jaka memasuki taman.
"Kakak..!!", sambil berlari memeluk Jaka.
Sungguh aku takjub, pemuda tertutup seperti Jaka disukai anak anak.
Lalu mereka memalingkan wajah kepadaku.
"Haloo...", melambaikan tangan ke arah mereka.
Mereka tersenyum lebar padaku, mendekatiku dan mengajakku bermain.
Ada yang bermain lompat tali, dakon, lempar tangkap, dan aku duduk diayunan bersama beberapa anak perempuan yang bermain rias riasan wajah, sungguh gembira melihat mereka, bagaimana cara orang tua mereka mendidiknya, menjadikan mereka cinta permainan tradisional dan tak tertarik dengan gadget.
Terlihat Jaka membagikan buku yang ia bawa, seorang anak yang telah mendapatkan sebuah majalah anak berlari ke arahku.
"Kak aku dapat..!!, aku dapat ", dengan bangga menunjukkan majalah itu padaku.
Aku masih melotot melihat majalah ini.
Majalah terbitan tahun 1990, kok bisa..??. Bagaimana bisa buku ini masih ada dan terlihat baru.
"Kakak bisa bacakan untukku..??, aku masih tidal lancar dalam membaca.
Lamunanku hilang, kutatap dia.
"Adek namanya siapa..??" tanyaku.
"Siska kak, nama kakak kak Mia kan, kak Jaka sudah cerita tentang kakak, oh ya usiaku 8 tahun hari ini, aku hari ini ulang tahun kak". Ucapnya.
"Wah selamat ya sayang, semoga kamu selalu sehat jadi kebanggaan orang tua". Sambil mengusap rambutnya.
Lalu aku membacakan majalah yang ia berikan padaku, benar sekali, ini majalah yang sama yang kupunya saat aku masih kecil dulu.
Setelah bacaan selesai, aku pangku dia di ayunan yang aku duduki.
"Oh ya siska kamu sekolah dimana..??". Aku berniat tahu lebih banyak tentang desa ini dari Siska.
"Aku dan teman teman sudah berhenti sekolah kak..", sambil menunduk lesu.
"Kenapa sayang..??", aku makin penasaran.
"Setelah bencana itu, kami telah kehilangan semuanya bahkan masa depan kami kak", tuturnya.
"Bencanaa..??, bencana apa ..??", terus bertanya.
"Sudahlah kak itu sudah terjadi", tersenyum padaku sambil turun dari pangkuanku berlari ke arah Jaka yang sedang bermain dengan anak anak lain.
Ada apa ini...??, batinku.
Cinta itu mulai tumbuh
6 bulan sudah aku disini, bertanya ke bu Ratna pun ia tak punya solusi terhadap masalahku.
Setiap hari di waktu senggang aku merawat taman dan kebun bu Ratna.
Hari ini Jaka yang tidak pernah terlihat di teras, pagi ini dia terlihat disana.
Dia menghampiriku, membantuku menanam bunga dan memetik sayuran.
Selama aku disini inilah yang aku masak, tidak pernah sekalipun aku diajak kepasar atau sekedar belanja di abang abang sayur di jalanan depan.
Ia membantu semua pekerjaanku, mengajariku banyak hal, saat dia sibuk membaca bukunya dia mengajakku belajar bersama di ruang keluarga, banyak pelajaran sejarah yang kudapatkan darinya. Ia mahir sekali dalam sejarah...batinku. Lama lama aku makin merasa suka dengan sosok Jaka.
Ia sering mengajakku keluar keliling desa menggunakan sepeda antik miliknya, sekedar melihat hamparan sawah disisi desa ini.
Rasanya aku benar benar ada rasa kepada Jaka, apakah dia juga begitu..??, entahlahh aku tak berani bertanya.
Aku pernah bertanya ke bu Ratna, apa pekerjaan Jaka, bu Ratna menjawab dia dulu kuliah bidang sejarah tapi belum terselesaikan, ia bekerja sampingan sebagai asisten dosen dikampusnya sambil mengurus bisnis kebun teh milik keluarga. Tapi sebelum bu Ratna selesai dengan ceritanya Jaka lewat dan bu Ratna menghentikan ceritanya.
Suatu hari aku berjalan sendiri di jalanan desa, tampak sepi seperti biasa. Rencanaku aku ingin ke taman menemui anak anak.
Di seberang jalan di sebuah rumah besar seorang wanita dan lelaki menyapaku, langkahku terhenti.
"Assalammulaikum, apakah kamu sesama islam seperti kami, terlihat dari jilbamu". Tutur wanita itu sambil tersenyum padaku.
"Walaikumsalam", iya ibuk saya islam, senang bertemu dengan kalian".
"Ngomong ngomong nama adek ini siapa..??".
"Saya Mia buk..", aku memperkenalkan diri, dan menceritakan bagaimana aku bisa tinggal dirumah Jaka.
Ibu itu terdiam.
"Jadi Mia ini masihhh....", belum selesai ia berbicara Jaka datang membawaku pulang kerumah.
"Maaf buk Mia dipanggil ibuku, kami pamit dulu", menarik tanganku hingga jauh dari rumah itu.
"Kenapa Jaka...??", tanyaku sesampainya dirumah.
"Ibu memanggilmu, dia menunggu di ruang keluarga..", jawabnya.
kami pun masuk ke dalam rumah, benar juga bu Ratna sudah menunggu kita.
"Sini Mia", memanggilku agar duduk disampingnya.
"Ada apa ya buk..??"
"Begini Mia, sudah lama kamu disini, kamu juga baik, ibu sudah menganggap kamu anak ibuk sendiri dan Jaka ingin ibuk melamarmu untuknya, bagaimana menurutmu", bu Ratna menatapku penuh harap.
Keputusan yang kuambil tanpa kehadiran orang tuaku.
Aku bingung dan terkejut mendengar ucapan bu Ratna, ada rasa bimbang bercampur senang, karna sebenarnya aku juga mulai menyukai Jaka, pemuda penolongku yang penuh misteri itu.
Aku tak mungkin menolak niat baik bu Ratna dan Jaka yang selama ini merawatku dengan sangat baik, tapiii bagaimana dengan kedua orang tuaku, seharusnya aku meminta izin dulu kepada mereka, bagaimana itu mungkin, untuk pulang pun aku tak tahu caranya.
"Bismillah buk saya siap jika Jaka memang siap menjadi imam saya", Tak ada pilihan lain untukku saat ini, mungkin ini jalanku untuk meneruskan hidupku.
Ibu dan Jaka saling berhadapan.
"Kamu dengar sendiri kan Jaka, Mia siap menerimamu", dengan tersenyum lebar kepada Jaka.
Jaka hanya tersenyum memandangku.
Hari pernikahan kami pun tiba, hari ijab kobul, ya hari ijab kobul, karna tidak ada resepsi dan tak ada kerabat kami yang diundang.
Aku tak bertanya mengapa, mungkin kerabat mereka ada jauh di luar akses desa ini.
Kami hanya menikah di kantor KUA.
Kami berangkat ke kantor KUA terdekat, suasana hening tapi masih banyak pegawai berlalu lalang disana, meskipun tak seramai di ibu kota, mata mereka sesekali memandang kearahku, lalu berlalu pergi.
Kami melaksanakan ijab kobul dibantu penghulu dan saksi disana, kami aah menjadi suami istri, alhamdullilah, ada rasa lega dihatiku, bisa menikah dengan pemuda yang pernah menyelamatkan hidupku dan aku juga sangat mencintainya, hanya saja aku juga sedih karna orang tuaku tak bisa hadir disini.
Malam itu aku pindah ke kamar Jaka, bu Ratna sendiri yang mengantarku.
Saat itu Jaka mengajakku shalat malam dan membaca ayat suci al quran.
Subhanallah, sisi lain yang tak pernah kulihat dari Jaka. Semoga dia menjadi imam terbaik untukku. Aminnn..
Aku mengikutinya membaca surah al quran.
Surah An Nisa ayat 1 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿النساء:١﴾
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa, dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas kamu.”
Subhanallah, semoga ia imamku yang sholeh. Amin....
Usai shalat, dia membimbingku ke atas ranjang, dia mengecup keningku dan membuka jilbabku, jantungku bedegup amat kencang sampai Jaka mungkin juga mendengarnya.
Saat ia memelukku dan menciumiku, entah kenapa aku terlelap dan tertidur seperti pingsan, aku tak ingat apa yang terjadi, apakah aku melakukannya dengan Jaka atau tidak.
Pagi itu aku terbangun, dan Jaka masih tidur disampingku. Aku tak terlalu memikirkan yang semalam. Aku langsung bangun memakai jilbabku dan pergi kedapur melakukan rutinitasku setiap pagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!