NovelToon NovelToon

Gadis Bertopeng

Angel, Si Gadis Bertopeng

Open VCS

60 menit \= 100rb

30 menit \= 50rb

Bisa transfer ke no. Rek xxxxxx

Atau via ovo dan gopay

Seorang gadis yang hanya menyebut namanya Angel sedang menatap layar ponselnya. Wajah sudah terpasang topeng pesta yang menutupi area matanya. Dia hanya menggoda client yang ingin dipuaskan secara virtual dengan pakaian sexy yang dia pakai tanpa menyebut identitas aslinya.

Hai, Angel...

Dia tersenyum begitu panggilan video terhubung dengan seorang client yang telah menjadi langganannya.

“Mas Hans...” Panggilnya dengan senyum merekah.

...*********...

Padatnya kendaraan tak menghalangi langkahnya untuk menyeberang jalan. Melangkah jenjang menuju ke sekolahnya yang hampir saja pintu gerbangnya ditutup. Suara klakson yang meneriakinya tak juga membuat langkahnya gentar.

“Fiuhh... Untung gak telat.” Dia menghela napas panjang saat berhasil memasuki gerbang sekolah yang hampir saja tertutup dengan sempurna.

Dia benarkan kacamata bulatnya sesaat lalu kembali melangkah cepat melintasi lorong kelas yang masih dipenuhi para murid SMA Kusuma Bangsa.

Langkahnya sangat cepat, hingga sebuah begalan sukses membuatnya jatuh tersungkur. Ya, berharap ada seorang siswa tampan yang menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dan berakhir dengan tatapan cinta seperti di adegan film tapi big no untuk hidup Andini. Semua yang melihat kejadian itu justru menertawakannya dengan keras dan mengoloknya.

“Dasar cupu! Jalan gak lihat-lihat! Nyungsep kan jadinya.”

“Udah pakai kacamata tapi masih nyungsep aja!”

“Untung kaca mata kudanya gak jatuh.”

Gelak tawa terdengar cukup keras. Dia kini berdiri sendiri dan menoleh sesaat kaki yang membegalnya. Clarissa!! Dia kembali melangkahkan kakinya lebar menuju kelas. Dia tidak ada daya, tidak ada kemampuan bahkan tidak ada kuasa untuk melawan Clarissa.

Clarissa seorang anak konglomerat bahkan donatur tetap di sekolah. Sangat cantik dengan body bagus seperti model. Sedangkan dirinya, hanya seorang siswi yang mengandalkan beasiswa untuk bersekolah di sekolahan elit. Wajah kusam tanpa make up, rambut kuncir kuda tanpa poni dan kaca mata bulat itu selalu menjadi bahan olok teman-temannya yang dari kalangan para borju itu.

Begitu juga dengan barang yang dia pakai, sangat berbanding terbalik dengan Clarissa ataupun teman-temannya. Seragam yang sudah tidak putih dan cenderung kebesaran. Tas murahan dan sepatu butut. Ingin membeli semua barang branded tapi apalah daya, dia sudah ditinggal kedua orang tuanya satu tahun yang lalu hingga membuatnya harus bisa bertahan hidup sendiri.

Andini memasuki ruang kelas XII-IPA3. Ya, dia kini kelas XII semester 1. Dia duduk di deretan kedua paling ujung dekat tembok.

“Dini, kesiangan lagi?” tanya Rara teman sekelas Andini. Hanya Rara yang mau menjadi teman Andini. Mungkin karena nasib mereka sama. Sama-sama sering kena bully karena tubuh Rara yang gemuk. Tapi bedanya Rara masih mempunyai kedua orang tua yang kaya raya.

“Iya. Kan kalau malam gue kerja.” Jawab Andini sambil melepas tasnya lalu mengambil buku untuk mata pelajaran pertama.

“Emang lo kerja dimana?”

“Gue kerja di cafe.” Jawab Andini bohong. Karena dia tidak ingin seorang pun tahu tentang pekerjaannya.

“Hebat ya lo. Bisa mandiri di usia muda.”

Andini tersenyum hambar. Sebenarnya hidupnya sangatlah miris, bukannya hebat.

Dia teringat kenangan satu tahun yang lalu, di saat dia baru saja ditinggal pergi kedua orang tuanya. Dia menitipkan adiknya yang masih SMP pada tantenya. Sedangkan dia harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya. Dia bingung harus melanjutkan kehidupannya seperti apa. Sedangkan kebutuhan untuk sehari-hari terus berjalan. Akhirnya dia menemukan sebuah situs yang menghubungkannya dengan grup VCS. Meski dengan nama samaran dan identitas yang disembunyikan justru membuat para pelanggan penasaran dan selalu mengejarnya. Dia hanya membuka sampai dua jam saja. Selebihnya dia tidak akan merespon lagi.

Itulah dia setiap malam selalu berubah menjadi Angel, si gadis bertopeng.

Beberapa saat kemudian bel berbunyi. Semua murid sudah duduk rapi di bangku masing-masing.

Setelah berdo'a bersama, Bu Isti memulai pelajaran Bahasa Indonesia di pagi hari itu.

Andini memperhatikan penjelasan Bu Isti tentang drama. Hanya sesaat, sebelum akhirnya pandangan matanya kini tertuju pada seseorang yang duduk berseberangan dengannya. Seseorang yang sangat tampan dan yah, sempurna di mata siswi sekolah itu. Seorang ketua OSIS yang diam-diam disukai oleh Andini walau bagi Andini hal itu bagaikan pungguk merindukan bulan. Jauh, tak akan mungkin perasaan itu terbalaskan oleh Irvan.

“Sebulan lagi kita akan mengadakan pertunjukan drama. Kita tampil bersama kelas lain di ruang teater. Ibu sudah pilih judul secara acak. Di kelas ini kebagian cerita cinderella.”

“Wii, siapa nih yang jadi cinderella dan pengerannya?” beberapa murid di kelas Andini mulai ramai berkomentar.

Tak terkecuali Clarissa. “Pokoknya aku sama Irvan harus jadi pasangan Cinderella dan pangeran.”

“Tenang dulu, tenang. Kita tentukan lewat undian.”

“Ya, bu kok lewat undian. Lewat voting ajalah. Nanti kalau yang jelek kepilih jadi Cinderella gimana?” perkataan Agam mengundang gelak tawa seisi kelas kecuali Andini dan Rara yang merasa tersindir.

“Diam-diam! Cara pemilihannya sama dengan kelas lain. Kertas undiannya sudah Ibu persiapkan. Sini maju satu-satu.”

“Huuu...” mereka merasa kecewa dengan keputusan Bu Isti. Tapi sedetik kemudian akhirnya mereka mengambil satu persatu kertas itu.

Kertas kecil yang menggulung itu sudah dipegang oleh Andini. Dia ragu untuk membukanya.

“Ya, gue kok jadi ibu tiri sih?!”

Telinga Andini menangkap dengan jelas suara itu. Tentu saja Clarissa.

“Irvan lo jadi pangeran?” tanya Clarissa memastikan lagi saat Irvan mengatakan bahwa dalam kertasnya bertuliskan pangeran.

“Yaelah, gue mah jadi rakyat jelata. Haha.” Kata Roni yang berada di samping Irvan. “Cinderella mana ya? Penasaran siapa yang bakal jadi pasangannya Irvan.”

Andini begitu berdebar membuka gulungan kecil itu. Matanya kini menangkap dengan saksama tulisan itu. Dia kini menelan salivanya beberapa kali.

Cinderella...

Jadi Cinderella? Mimpi!

Cinderella...

Antara perasaan senang dan takut. Dia tidak mau membayangkan sesuatu yang indah jika pada akhirnya hanya akan ada luka yang singgah.

Tanpa disadari Rara juga melihat tulisan yang sedari tadi hanya ditatap sendu oleh Andini. “Lo jadi Cinderella.” Kalimat itu sontak membuat beberapa pasang telinga yang mendengar menoleh ke arah Andini.

Andini semakin menundukkan kepalanya. Pastilah sebentar lagi dia akan dipermalukan lagi.

“Lo emang upik abu, tapi untuk kali ini lo gak pantes jadi Cinderella.”

Clarissa langsung berdiri dan menghampirinya. Dia menarik paksa kertas yang dipegang Andini. “Mau jadi Cinderella? Mimpi?!”

“Ada apa itu ribut-ribut.” Bu Isti yang mendengar keributan langsung mendongak dan menatap tajam ke arah Clarissa.

“Tidak pantas? Lalu menurut kamu siapa yang pantas?” tanya Bu Isti balik dengan suara khas yang tegas dan tidak mau dilawan.

Clarissa tahu, Bu Isti tidak seperti guru-guru lainnya yang selalu membelanya. Dia sangat tegas dan adil. Jadi Clarissa memilih untuk diam. Lalu kembali ke bangkunya sambil menatap tajam Andini.

Andini sedari tadi hanya menggigit bibir bawahnya. Dia takut jika setelah ini dia akan dapat masalah dari Clarissa lagi.

Sampai pelajaran selesai dan saatnya istirahat, Andini masih berdiam diri.

“Dini, ke kantin yuk. Gue laper.” Ajak Rara yang memang kebiasaannya lapar saat jam istirahat.

“Lo ke kantin sendiri aja. Gue lagi gak lapar.” Jawab Andini. Sebenarnya dia lagi malas berurusan dengan para pembully yang selalu siap membullynya kapan saja.

“Ayolah... Gue traktir deh! Gue gak ada teman selain lo. Ayo. Ya? Ya?” kata Rara sedikit memaksa.

Dengan menghela napas panjang akhirnya Andini memenuhi permintaan Rara. Mereka keluar dari kelas lalu menuju kantin. Dia hanya mengambil air mineral dan duduk menunggu Rara yang sedang memesan bakso.

“Heh!!” Satu gebrakan di atas meja yang cukup keras hampir membuat dirinya melonjak. “Lo bilang sama Bu Isti kalau lo gak mau jadi Cinderella. Lo itu gak pantas berpasangan sama Irvan.” tiba-tiba Clarissa yang ditemani dua orang sahabatnya melabrak Andini seolah Andini telah berbuat kesalahan besar.

Perkataan Clarissa yang cukup keras mengundang perhatian seluruh penghuni kantin.

Andini hanya terdiam. Dia memang sudah biasa dipermalukan dan ditindas.

“Lo dengar gak!!!” Clarissa mendorong bahu Andini dengan kasar. “Kalau lo tetep gak mau ngundurin diri, lo siap-siap aja berurusan sama gue.” Clarissa mengambil minuman yang ada di dekat Andini lalu mengucurnya di atas kepala Andini hingga membuat kepala dan seragam atasnya basah.

Tindakan Clarissa memancing semua perhatian. Hal itu sudah biasa bagi mereka tentang bullyan Clarissa pada Andini atau bahkan pada teman lemah lainnya juga. Tanpa ada pembelaan untuk Andini. Bahkan suara riuh tawa semakin terdengar jelas dan nyata.

Setelah puas, Clarissa melempar botol yang telah kosong ke lantai lalu dia pergi dari kantin.

Andini hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil menangis. Mengapa nasib buruk selalu menimpanya. Dia sudah lelah merasakan ini semua.

“Andini, lo gak papa?” tanya Rara yang kini telah datang dengan membawa semangkok bakso. Dia merasa iba dengan sahabatnya, karena dia tahu persis bagaimana rasanya kena bully. “Lo bawa baju ganti gak? Baju lo basah.”

Andini hanya menggelengkan kepalanya sambil menghapus air matanya dengan punggung tangannya. “Gue ke toilet dulu.” Andini berdiri dan melangkahkan kakinya jenjang menuju toilet. Tak peduli lagi dengan olokan yang kembali muncul. Dia hanya mendekap dirinya sendiri untuk menutupi bagian depan yang mungkin akan terbayang.

“Emang ujan? Kok basah? Haha...”

“Lagi ulang tahun neng?”

Andini semakin melebarkan langkahnya. Dia kini masuk ke dalam toilet lalu membasuh wajahnya agar tangisnya segera berhenti.

Dia tatap dirinya sendiri di depan cermin. Bagaimana dengan seragam atasnya yang basah. Apa dia harus berjemur dulu agar cepat kering sendiri. Tapi beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Dia tunggu saja sampai bel berbunyi agar murid-murid yang berada di lorong kelas sudah tidak ada.

Andini melangkah keluar dari toilet. Melihat lorong yang akan dilaluinya sudah sepi. Dia berjalan perlahan sambil tetap mendekap dirinya sendiri.

Dia terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang memakaikan jaket di tubuhnya.

“Lo pakai.” Katanya singkat.

Jantung Andini seolah berhenti beberapa saat melihat seseorang yang sangat tak terduga bahkan yang hampir sama sekali tidak pernah bicara dengannya, tiba-tiba memberikan perhatiannya.

Andini tidak mau terlalu terbang tinggi dulu jika akhirnya akan dihempaskan. Jangan sampai ini akan membuat dirinya berada dalam masalah lagi. “Hmm, makasih. Tapi gak perlu.”

Andini akan melepas jaket itu tapi ditahan sesaat oleh Irvan.

“Itu jaket OSIS. Bukan punya gue.” Kemudian Irvan berlalu meninggalkan Andini yang membatu beberapa saat.

Andini meraba dadanya sesaat yang masih berdetak tak karuan. Ini nyatakah Irvan memberikan perhatian untuknya. Apa karena Irvan merasa kasihan atau ada hal-hal lainnya. Yang jelas, Andini sekarang sedang tersenyum kecil sambil melangkahkan kakinya menuju kelas.

Saat dia masuk ke dalam kelas, lagi-lagi dia mendapati tatapan tajam dari Clarissa. Dia tahu, Clarissa sedang mengamati lekat-lekat jaket yang sedang dia pakai.

Walau hanya dari sorot mata, tapi seolah-olah Clarissa sedang mengatakan.

I'll kill you.

...***...

“Dini, gue duluan ya.” Kata Rara yang sudah berjalan cepat meninggalkannya. Andini memang sengaja berlama-lama di kelas agar teman lainnya pulang terlebih dahulu. Selalu, seperti itu setiap hari.

Saat dia akan berdiri, tiba-tiba Clarissa beserta kedua temannya Nova dan Sasa mendekatinya dan langsung memaksanya untuk mengikuti langkah mereka.

"Apaan sih?" Andini berusaha melepas tangan mereka tapi gagal. Cekalan mereka di lengannya sangat kuat hingga terasa sangat sakit.

Mereka membawa Andini ke toilet.

"Jaket ini siapa yang kasih?!" tanya Clarissa setengah berteriak di depan wajah Andini.

Andini hanya menggigit bibir bawahnya tak menjawab.

"Lepas!!"

Kedua teman Clarissa melepas paksa jaket yang dipakai Andini. Lalu dia segera meneliti label yang berada di dalam jaket itu.

Irvan!

Semua anggota OSIS memang memiliki jaket itu tapi di dalam jaket itu ada label nama pemilik jaket masing-masing.

"Jaket dari Irvan! Cih, mimpi lo bisa dekat sama Irvan!! Guys.." Clarissa memberi kode pada kedua temannya agar segera mengguyur tubuh Andini.

Mereka mengguyur Andini sampai dia basah kuyup.

Mereka bertiga tertawa puas melihat Andini yang kini basah kuyup sambil menangis.

"Kalau lo masih berani deketin Irvan lagi!! Habis lo sama gue!!"

Mereka bertiga meninggalkan Andini yang kini meringkuk di sudut toilet. Dia dekap kakinya sendiri karena rasa dingin mulai menyerang dirinya.

Kenapa ini semua selalu terjadi sama aku... Ibu, Ayah, aku udah berjanji melanjutkan sekolah aku sampai lulus tapi rasanya sangat berat..

Andini menangis tergugu, tanpa seorang yang menjadi penenang dalam hidupnya. Tanpa seorang yang melindungi dirinya. Dia hanya seorang diri. Hanya bisa memendam kepedihannya sendiri. Apakah sampai nanti akan seperti ini....

To Andini

Andini menatap dirinya di depan cermin toilet. Dia tidak mungkin pulang dengan seragam yang basah seperti ini. Rasa dingin juga semakin menyerang tubuhnya.

Hari sudah mulai senja, akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Saat dia keluar dari toilet, ada sebuah paper bag yang ada di depan pintu. Dia mengambilnya.

To Andini?

Andini mengernyitkan dahinya lalu dia membuka tas itu. Ada sebuah kaos lengan panjang dan juga celana panjang di dalamnya.

Dipakai. Biar gak masuk angin.

Isi sebuah pesan dalam tas itu.

Andini semakin bertanya-tanya, siapa yang memberikan barang itu untuknya. Dia memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari seseorang tapi zonk. Lorong kelas sangat sepi, tidak ada seorang pun.

Dia akhirnya memutuskan untuk memakai baju itu. Setelah berganti baju, Andini memasukkan seragam basahnya ke paper bag lalu kembali memakai tasnya dan kini dia keluar dari toilet. Berjalan cepat menyusuri lorong kelas yang sangat sepi. Setelah sampai di gerbang sekolah yang sudah tertutup, Andini meminta Izin pada Pak Satpam agar membuka pintu untuknya.

Andini sampai lupa untuk memesan ojek online karena angkutan umum tidak akan lewat saat sudah sore hari. Dia ambil ponsel yang berada di dalam tasnya. Untunglah, ponsel itu tidak terkena air karena tasnya memang anti air. Dia segera memesan ojek online sambil duduk di dekat gerbang.

Beberapa saat kemudian seorang lelaki berjaket hijau dengan menaiki motor beat berhenti di dekatnya. "Mbak Andini?"

"Iya, Mas." Andini segera naik ke boncengannya dan motor itu segera melaju meninggalkan sekolah.

Seulas senyum merekah di bibir seseorang yang sedari tadi berada di dalam mobil dan mengamati Andini dari kejauhan.

"Mulai sekarang, aku akan selalu jaga kamu..."

...***...

Setelah sampai di rumah, Andini segera membersihkan diri. Lalu makan dengan makanan yang telah dia beli di warung Bu Rini sebelah rumah.

Dengan sendok di sebelah kanan dan ponsel sebelah kiri, dia membalas pesan dari Arjuna yang sempat terabai beberapa menit.

Beberapa saat kemudian panggilan masuk dari Arjuna terhubung.

"Kakak lagi makan? Ada apa?"

"Kak Dini gak kesepian di sana? Aku pindah ke sana saja ya menemani Kak Dini. Aku juga bisa bantu Kak Dini kerja part time."

Andini tersenyum simpul sambil menghabiskan makanannya yang tinggal sesuap. "Kamu masih SMP. Nanti saja kalau kamu mau masuk SMA ikut kakak di sini."

"Kak Dini gak ada masalah kan di sana?"

Arjuna seringkali menanyakan keadaannya di sana. Tentang masalah apa yang dihadapinya. Seperti terbalik. Seolah-olah Arjuna lah Kakak Andini. "Gak ada. Cuma masalah kecil aja."

"Kak Dini masih sering di bully? Lawan Kak. Kak Dini pasti bisa."

Dia memang pernah menceritakan masalahnya pada Arjuna. "Kakak gak papa." katanya sambil tersenyum pahit.

"Ya udah, aku mau ngerjain tugas dulu ya Kak."

"Iya..." panggilan terputus.

Andini kini duduk di depan meja riasnya. Menatap dirinya yang cukup mengenaskan. Mata sembabnya masih saja kentara. Wajah kusam tak glowing sama sekali bahkan ada beberapa jerawat yang menghiasi di sana sini.

Dia melihat peralatan make upnya yang memang hanya seadanya saja. Tanpa ada skin care dan perawatan kulit lainnya yang harganya cukup lumayan.

Satu helaan panjang keluar dari hidungnya.

Lawan Kak. Kak Dini pasti bisa.

Perkataan Arjuna terngiang di telinganya. Dia kini meraih ponselnya lagi. Melihat saldo M-banking nya dengan deretan 7 angka.

"Mungkin cukup buat gue ngelakuin perawatan. Besok sepulang sekolah gue coba cari salon yang harganya terjangkau." Dia kembali meletakkan ponselnya lalu menatap dirinya di cermin. Dia hela napas panjang. "Mulai sekarang gue harus bisa lawan Clarissa. Harus!!" Dia memantapkan dirinya sendiri. Walau dia ragu akan hal itu. Setidaknya dia akan mencoba menjadi Andini yang baru.

Saat malam tiba, dia kini berganti baju dengan baju sexy nya, atau biasanya sering disebut dengan lingerie. Meskipun bukan lingerie yang dari kain sarangan atau berlubang-lubang sejenisnya, Andini nampak menawan dengan gaun pendek warna hitam yang sangat rendah di bagian dadanya.

Dia kembali duduk di depan cermin. Menyisir rambutnya yang panjang agar tergerai. Sedikit bersolek dengan make up ala kadarnya. Menghiasi bibirnya dengan lipstik warna pink andalannya. Lalu dia kini memakai topeng pesta yang berhiaskan cantik.

"Angel..." Andini berusaha menyunggingkan senyum terpaksanya. Kemudian dia mengambil ponsel yang khusus dia gunakan untuk bekerja. Mengaktifkannya dan beberapa pesan dari Hans langsung masuk.

Kosong? Aku VC ya? Udah aku tf barusan.

Andini tersenyum. Entahlah dari beberapa pelanggan hanya Hans yang sangat menarik perhatiannya. Dia pria yang sangat tampan dan menarik serta tidak pernah memaksa Andini jika Andini sudah menolak. Teman ngobrol yang sangat nyaman juga sampai membuatnya lupa waktu.

"Oke." balas Andini sambil merebahkan dirinya di atas ranjang.

Beberapa saat kemudian Hans melakukan video call yang segera di angkat oleh Andini. Satu senyuman manis kini terlihat di layar ponsel Andini.

"Malam Angel..."

"Iya, malam..." Andini balas tersenyum lalu mengubah posisinya menjadi tengkurap dengan kepala tegak dan sikut yang menumpunya, hingga memperlihatkan keindahan yang ada di dirinya.

"Kenapa? Kayaknya matanya sembab."

Andini hanya menggeleng sambil tersenyum. "Gak papa."

"Kalau ada masalah, gak papa kamu cerita sama aku. Mungkin aku bisa bantu."

Andini semakin tersenyum simpul. "Mas Hans bisa aja. Kita kan cuma kenal secara virtual."

"Ya udah, kita ketemuan yuk di dunia nyata."

"No, privacy."

"Oke, pasti aku akan menemukanmu."

"Hmmm, gimana caranya?"

Hans memang pelanggan setianya selama 6 bulan terakhir ini. Dalam satu minggu biasanya Hans akan menghubunginya sebanyak 3-4 kali. Entahlah, pria setampan Hans mengapa tidak bermain perempuan di dunia nyata saja dan justru tertarik pada Andini di dunia maya tanpa tahu identitas aslinya.

"Kalau aku bisa nemuin kamu, memang kamu mau kasih apa?"

Andini justru semakin tertawa. "Mas Hans gak mungkin bisa ngenali aku di dunia nyata. Aku masih sekolah dan..." Andini sengaja menggantung kalimatnya.

"Dan apa?"

"Aku jelek."

Sekarang justru Hans yang tertawa. "Kamu pegang omongan aku ya, aku pasti akan nemuin kamu dan aku akan dapatin kamu."

Andini justru terdiam. Dia hanya berpikir, jika Hans bertemu dengannya di dunia nyata pasti dia tidak akan lagi bersikap manis seperti ini. Mungkin juga dia tidak akan menghubunginya lagi.

"Kok diam? Aku salah ngomong?"

Andini menggelengkan kepalanya.

"Angel, apa kamu percaya cinta? Jika seseorang sudah jatuh cinta, dia tidak akan memandang fisiknya. Tapi aku yakin, kamu itu cantik. Kecantikan yang selalu kamu sembunyikan. Itu yang membuat aku suka. Aku semakin penasaran sama kamu. Apalagi melihat..." Terlihat Hans mengerlingkan matanya. Sepertinya dia memang sedang fokus melihat sesuatu yang indah terpampang di depan layar. Hingga suara napas yang berat bisa terdeteksi oleh ponsel Andini.

Sedetik kemudian terlihat Hans melepas kaos putihnya.

"Mas mau sekarang?" Andini tersenyum sambil sedikit mengigit bibir bawahnya, sangat menggoda.

"Kalau aku punya satu permintaan boleh?"

💞💞💞

🤭🤭

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!