NovelToon NovelToon

Unexpected Friends

Chapter 1. Tell Your Story, Alice!

"Apakah kau temanku?"

Aku tersentak oleh pertanyaan yang tiba-tiba itu. Tidak biasanya dia mempertanyakan hal yang sudah jelas tersebut. Seperti kita tidak pernah berteman sebelumnya.

Hari ini dia terlihat aneh, ada apa dengan rambut dan gaunnya? Disamping itu, tidak biasanya dia mengajakku bermain dipinggir jembatan. Padahal dia sendiri yang melarangku.

"Jika kau temanku,"

Aku tidak tahu. Saat itu aku masih 9 tahun dan belum menyadari keanehan ini. Padahal, keanehan inilah awal dari petaka yang menghancurkan hidupku.

"MATILAH!!"

Kata - katanya menusuk jantungku. Seperti berada diantara delusi dan realita aku mematung ditempat. Tubuhku menegang seketika lalu dengan kasar didorong kebelakang lalu jatuh ke sungai Thames.

Diriku yang masih terkejut tidak bisa melawan. Waktu terasa singkat hingga terpaan keras angin mulai terasa di punggungku. Rambut pirang yang tadi aku ikat terurai liar karena pitanya lepas. Terjatuh semakin kebawah, hingga benturan keras air menenggelamkanku.

Semakin dalam kepada kegelapan tiada akhir. Aku tidak ingin melihat kebawah. Karena yang aku tahu akan semakin banyak hitam yang aku lihat. Menelanku perlahan.

"Tolong... Alice..." Aku berusaha memanggil bantuan hanya dari kata-kata kecil itu, walaupun tahu tidak akan ada yang mendengarkan ocehan keputusasaanku.

Dingin, sangat dingin.

Air mengkaburkan pemandangan dan menyesakan dadaku. Oksigen yang tersedia di paru-paru semakin menipis seiring munculnya gelembung udara yang keluar dari mulut dan hidungku.

'Aku akan mati.'

Pikiran itu terus terlintas. Sebelum pandanganku buram, aku melihat sesosok siluet hitam. Ayah. Disaat menyedihkan itu, aku menyisipkan harapan padanya, "Ayah, tolong aku. Kumohon."

Lalu mataku tertutup. Semua indraku padam kecuali pendengaranku, mungkin. Karena aku dapat mendengar sebuah suara, "ALICE!!"

DEG DEG

"Huwah!.. Hah!...Hah.. " Nafasku keluar masuk tak beraturan setelah diteror mimpi buruk. Setelah semenit berlalu, akhirnya nafasku terkendali lagi. Rasa sesak didadaku sama perihnya seperti kejadian beberapa tahun yang lalu itu. Bagai jeruk yang diperas. Terkuras habis.

"Permisi nona, kita sudah sampai ke Bandar Udara Chitose Baru. Mohon bersiap - siaplah." Seorang pramugari tiba-tiba muncul disebelahku. Aku yang baru tersadarkan cukup terkejut dengan kedatangannya. "Apakah nona baik-baik saja? Kelihatannya nona sedang sesak nafas." Pramugari itu menjadi khawatir setelah melihat wajah pucatku.

Aku tidak ingin merepotkannya. Ini bukan masalah besar. Maka aku dengan tenang berkata, "Tidak apa-apa, aku hanya kaget setelah pendaratan." Pramugari itu mengangguk tanda mengerti. "Oh, baiklah," Balasnya sebelum pergi.

"Ah, sialan!" Aku menggerutuki mimpiku. Atau lebih mirip ingatan.

Aku memandang dunia dari jendela pesawat untuk mengalihkan kegusaran ini. Dari atas aku melihat awan dan banyak sekali awan, sampai aku menemukan sebuah pulau besar didepanku. "Sepertinya itu Jepang." Ucapku dalam hati.

Tiba-tiba rasa mual menyerang saat melihat lautan biru yang mengelilinginya. Tapi aku memaksa diri tetap memperhatikan keluar jendela sampai melihat pulau paling ujung, Hokkaido.

Aku menutup mata, membayangkan rencana untuk pergi ke sekolahku. Setelah keluar dari Bandara, aku akan menaiki bus menuju Sapporo. Lalu berhenti untuk berjalan kaki ke sekolah karena tidak ada angkutan yang bisa sampai ke sana.

Aku tersenyum membayangkan sekolah yang akan aku lalui selama 3 tahun ini. Sekolah dimana lembaran baruku akan dimulai.

🕊️🍀🕊️

Pagi nan cerah disambut dengan terpaan angin lembut yang mengelus wajah. Rambut pirangku seolah melayang bersama angin sepoy-sepoy yang datang entah darimana. Ya, gambaran tentang hari ini. Hari dimana aku akan masuk SMA untuk pertama kalinya!

Senangnya hatiku. Bagaimana tidak? Semua kerja keras pagi dan malam belajar tiada henti terbayar lunas.

SMA HOKKAIDO 45. Sekolah ini sangat terkenal dan elit. Banyak rumor baik tentang sekolah ini seperti lingkungan yang bersih dan aman, fasilitas lengkap, program KBM yang memadai. Plus, jika sudah tamat sekolah bisa masuk universitas ternama se-negara, keluar negeri, atau langsung dapat pekerjaan diperusahaan besar dengan mudah.

Dan sekolah impian ini bisa aku dapatkan setelah melalui penderitaan Ujian Sekolah yang membuat stres. Dan jujur saja, rasa senang keterima disekolah ini membuatku ingin menggila.

Aku namaku Alice Yamada Henkis, berhasil mendapatkan beasiswa ke sekolah ini rasanya seperti 'Dream Come True'!

Oh ya, jika diliat sepintas, namaku seperti campuran. Aku memang blasteran, lebih tepatnya Jepang dan Inggris. Saat kecil aku tumbuh dengan keadaan yang bercampur. Jadi aku bisa berbahasa jepang, kalo inggris jago banget. Kata Okaa-san, bahasa Inggris adalah bahasa Internasional. Jadi, kebanyakan percakapan menggunakan bahasa Inggris walaupun disela-sela ada bahasa jepang. Back to the topic.

Sekarang aku sudah sampai di pintu gerbang sekolah. Aku menganga saking terkejutnya. Ternyata salah satu rumor soal SMA ini benar, sungguh Sugoi(Hebat). Walau hanya kelihatan dari jauh, sekolahnya bak SMA kerajaan!

Lapangan yang luas dengan jalanan tertata rapih tanpa retakan, penyanggah dari Marmer kokoh terlihat dibeberapa sudut gedung dan ubin keramik diatas tangganya. Bangunan besar melebihi gedung kantor lantai 10, berhiaskan tanaman indoor dan sepetak tanah untuk berkebun. Dan ini baru tampak luar. Oh My God, sekolah seperti ini benar-benar nyata 'kah? Ini terlalu mewah untuk sebuah SMA.

Walaupun begitu, ternyata setelah melihat salah satu siswa SMA ini aku baru mengerti. Mereka memiliki level yang berbeda dari orang biasa. Anak dari orang tua ternama!

Kebanyakan dari mereka berangkat dengan limosin, saat keluar banyak cahaya silau menerangi karena pernak perniknya. Bahkan aura orang kayanya terasa. Berbeda denganku yang naik bus dan berjalan kaki kesini. Sebuah kesenjangan sosial.

Setelah selesai dari lamunan tentang status sekolah ini, aku dengan langkah gagah berani melewati gerbang sekolah. Kebahagian ini sungguh ingin membuatku fly into the sky.

Tapi sepertinya, kebahagiaan itu harus di renggut paksa.

Buak.

Bersamaan dengan suara tabrakan tersebut, sesuatu mendorongku jatuh dengan amat memalukan setelah 2, 3 langkah melewati gerbang.

Sial, setiap mata merendahkan tertunjuk padaku. Mereka menertawakanku. Tubuhku gemetar dan aku tidak berani mengangkat kepalaku saat suara tawa renyah itu menggema. "Haha! Gadis yang bodoh."

Tapi roma dalam nadiku tergejolak. Aku tidak terima perlakuan ini. Sialan! Siapa yang menabrakku? Orang dungu mana yang tidak bisa melihat orang dengan matanya?

Terpaksa, aku mendongakan pandanganku dan menoleh kanan-kiri untuk mencari pelakunya. Akhirnya aku menemukannya. Seorang lelaki kurus, pendek dengan santainya berjalan membelakangiku.

"Koroshimasu(Aku akan membunuhmu)."

Mungkin berlebihan jika aku ingin sebuah permintaan maaf, tetapi dia harus sadar diri dan mau ngaku kesalahannya. Namun realita tidak seindah ekspektasi, pengecut ini melarikan diri. Jadi ini yang namanya seorang pria sejati?

Perasaan kesal masih menghinggapiku. Namun, aku mencoba melupakannya sambil mengabaikan tawa rendahan dan telunjuk yang diacuhkan kepadaku dijalan.

Memasuki gedung sekolah, aku mencari papan pengumuman kelasku dan tempat asrama. Dan iya, aku akan tinggal disini sampai lulus karena rumahku yang jauh disebrang benua.

***

*Aku kejut dengan apa yang terjadi sebelumnya.

Bagaimana bisa dia menabrakku?! Ini sungguh aneh bahkan tergolong mustahil, kecuali dengan teman-teman sejenisku. Seharusnya dia tidak bisa merasakan keberadaanku.

Atau mungkin dia terpeleset ya? Iya mungkin. Aku terus memperdebatkan hal sepele ini sampai aku memutuskan untuk menganggapnya terpeleset*.

***

Aku sekarang sedang melihat papan pengumuman pembagian kelas. Dan telah diketahui bahwa aku ada di kelas 10 - MIPA 1. Selesai melihat bagian kelas, aku lanjut mencari asrama. Dan betapa terkejutnya aku setelah mengetahui asramanya ada di gedung yang berbeda. For Goodness Sake, Yang bener aja.

Kebahagiaan tentang sekolah impian pagi tadi, seketika sirna menjadi kesialan bertubi-tubi. Dengan perasaan kesal aku berjalan kembali keluar menuju gedung sebelah.

🐏🌱🐏

Akhirnya aku sampai digedung asrama. Sungguh melelahkan, maka tanpa basa- basi aku langsung masuk.

Ternyata desain gedung asrama bertolak belaka dengan sekolah, karena bentuknya yang sangat Kuno ini lebih mirip ruangan Castel abad pertengahan. Bahkan piano disudut ruangan makin mempertegas desain-nya. Siapa orang yang membawa desain kerajaan kuno ke Jepang? Ini sangat tidak masuk akal!

Bertambah lagi kekesalan dihari pertama. Dengan tanpa minat, aku mencoba mencari papan pengumuman tempat kamar aku tinggal. Lalu mataku terpanah pada papan tulis hitam. Aku langsung menuju kesana dan mulai mencari namaku. "Hmm... Alice, Alicia Yamada. Oh! Kamar XIII..13, lantai... 3?! What The Hell?!"

Aku tidak dapat membendung perasaan kesalku lagi. Dengan terang-terangan aku mengumpat pelan. Kapan hari ini berakhir? Aku hanya bisa mengeluh dan menatap kebencian. Kemudian melanjutkan perjalanan berliku ini.

🐤🐤🐤

Akhirnya aku sampai ke kamar dengan kaki yang capek dan pinggang yang hampir patah dibeberapa anak tangga. Dalam hati aku berharap kamarku sudah dekat.

"Alice?"

Ada suara entah darimana memanggil namaku. Aku mencoba mencari sumbernya, dan menemukan seorang gadis Inggris. Warna rambut pirangnya sama dengan aku. Mata biru Safir-nya terlihat dibalik poni tipisnya saat rambut ia dicepol. Dari kejauhan aku melihatnya seperti menunggu respon.

"Eliz?! Kamu sudah sampai?" Sontak aku memanggil namanya. Gadis ini bernama Elizabeth Van Hose atau biasanya dipanggil Eliz. Dia adalah temanku dari Inggris. "Oh, Alice, Sweet!" Ucapnya kemudian kami saling berpelukan melepas rindu. Walau kita membeli tiket bersama, nyatanya pesawat yang kita naiki berbeda.

Kita berbincang ringan tentang kabar masing-masing sambil berjalan-jalan dikoridor untuk mencari kamar. "Aku dikamar nomor 13, kamu dimana?" Tanyaku tiba-tiba dengan asumsi mungkin saja Eliz akan menanyakan kamarku. "Wah, kita sekamar"

Wah, kebetulan sekali. Mungkin hari ini tidak terlalu buruk juga. Akhirnya kita menemukan nomor kamar kita yang tidak jauh dari tangga. "Kalo begitu, ayo masuk!" Ajakku.

Ternyata kamarnya lumayan untuk ukuran asrama. Letaknya yang luas dengan 2 jendela besar bergordeng. Di sisi kanan dari pintu terdapat 3 ranjang kasur plus dengan 1 lemari mungil di setiap kasur, jadi totalnya 3 lemati mungil. Di depan 3 kasur tersebut ada lemari panjang yang pendek dengan TV besar diatasnya. Wow, mungkin aku akan menarik kata-kataku tentang hari tersial.

"Hey Eliz, aku di tengah ya?" Minta aku. Eliz tersenyum manis khasnya dan mengangguk. "Oke, dan aku di dekat jendela" balasnya. Setelah itu, aku mengeluarkan barang-barang dari koper dan mulai merapihkannya.

Sampai tiba-tiba ada suara teriakan. "OI, APA-APAAN INI?!" Suara itu menggema keras sampai aku ikut menoleh. Terlihat Eliz berteriak ketakutan. "I-I'm so sorry!!" Ia sungguh panik.

Aku yang kaget dan kebingungan langsung menghampiri Eliz. "Ada apa?!" Tanyaku khawatir. "Dia menduduki perutku. Auch!" jawab seseorang dari balik selimut kasur.

"Ya ampun Eliz." Ucapku malu seperti seorang ibu yang kecewa dengan penampilan anaknya yang kacau di pentas seni sekolahan. Bagaimana tidak? Aku yang teman masa kecilnya harus menghadapi masalah dengan orang baru.

"Aduh, aku tadi sudah minta maaf sebelumnya. Kau juga membuatku kaget." Ucap Eliz sebal dengan sosok yang sedang menahan rasa sakit di perutnya. Menurut Eliz, ini salahnya karena memakai selimut sampai menutupi wajahnya. Jadi bagaimana kita bisa tahu ada orang disana dan bukan guling.

"Lain kali liat-liat dulu." Dari jawabannya yang ketus, bisa disimpulkan bahwa dia masih marah.

Merasa atmosfer diruangan terasa berat, aku mencoba membuka pembicaraan kita yang sekarang menjadi teman sekamar. Sangat tidak baik bila teman sekamar saling bermusuhan. "Halo namaku Alice Yamada. Dan yang ini Elizabeth Van Hose panggil aja Eliz. Maafkan tindakan teman saya yang sebrono ini," Tak berapa lama, aku mendapatkan balasan. "Fumika Hattori." Jawabnya singkat. Dan makin membuat suasana canggung.

"Btw, kalian sepertinya bukan orang Asia?" Tanya Fumika yang mulai terbuka dangan kami. "Oh, kalo itu memang kita dari...Jeng jeng jeng... Eropa! Lebih tepatnya Inggris." Jawab Eliz dengan nada drama. Eliz memang suka drama. Itu adalah gendre favoritnya disamping romence. Mungkin karena itu jiwa dramanya ikut keluar dan ini membuatku malu.

"Wow, keren! Pernah lihat Big Ben, London Eye, Istana Bukingham, dan yang lainnya belum?" Fumika kini antusias.

"Sudah kok, tempatnya luar biasa." Jawab aku.

Kemudian Fumika lanjut bertanya,

"Bagaimana cara kalian berdua ke sini? Ini sekolah elit di Jepang. Kalian belajar bahasa dimana?" Pertanyaan tentang asal usul kita dilontarkan.

Aku kembali menjawab, "Kalo itu, aku bisa menulis Kanji dan Hiragara, tapi bahasa Jepang-nya masih sedikit cacat. Sedangkan Eliz buta Kanji. Itu sebabnya kami kursus. Dan kita bisa ke sini karena.."

"BEASISWA-lah." Seketika penjelasanku dipotong oleh Eliz. "Ya, dengan itu." Lanjutku tawar.

"Hmm, hebat juga, kalo aku bayar langsung karena orang tuaku terlalu berkecukupan." Comment fumika. Tunggu, tadi aku gak salah dengar? Terlalu berke-cukup-an? What in the name of Nani(Apa)?! Yap, kita sekamar emang unik, ya?

Disaat kita keasikan ngobrol, tiba-tiba terdengar bunyi speaker yang bergema.

"[Perhatian kepada semua murid yang sudah mendapatkan kamar dan telah selesai membereskannya untuk segera ke lapangan untuk upacara penyambutan.

Sekali lagi,

Kepada semua murid yang sudah mendapatkan kamar dan telah selesai membereskannya untuk segera ke lapangan untuk upacara penyambutan]."

Mendengar pengumuman itu kami berhenti mengobrol dan langsung keluar dari kamar untuk pergi ke upacara penyambutan di lapangan seperti kata speaker tadi. Perasaan antusias dan penasaran seketika menghampiriku, lagi.

[To Be Continue!]🍵

Chapter 2. Hey Yang Ada Di Sana

Suara speaker laksana perintah. Aku, Eliz, dan Fumika kemudian kebawah lalu mencari posisi kelas kita yang kebetulan lagi sama, yaitu kelas 10 - MIA 1.

Suasana yang ricu oleh obrolan dan teriakan para siswa-siswi yang heboh berubah tenang ketika bapak-ibu guru memberi kode untuk menyuruh kami diam selama kelangsungan upacara penyambutan ini.

 

🍿📢🍿

 

"Saya, selaku kepala sekolah mengucapkan selamat kepada para peserta didik baru dan semoga kalian betah bersekolah disini sampai tamat. Demikian, maaf apabila ada kata-kata yang kurang atau salah dalam penyebutan. Akhir kata, selamat bersekolah disini."

Akhirnya selesai juga pidato Pak Kepala Sekolah yang sangat panjang itu. Tanpa basa - basi, kami bertiga langsung pergi mencari kelas. Penasaran aku bertanya kepada Fumika letak kelas kita. Lalu dia menjawab, "Kelas kita dilantai 4."

Awalnya aku hanya bilang 'Ooh' saja sampai 2, 3 detik berlalu aku spontan terteriak, "AAAH?! What the hack?!"

Kenapa aku harus menghadapi tangga lagi? Dan dimulailah perjuangan baru, ke kelas. Seketika, 'Semangat Masa Muda'-ku hilang bagai ditenggelamkan samudra suram tiada akhir.

 

🍁🍁🍁

 

Aku tidak bisa berhenti memikirkan perasaan yang mengganggu ini. Bagaimana caranya perempuan tadi menabrakku. Apa dia baik baik saja?

***

Gara - gara kesialan ini, aku jadi teringat laki-laki bodoh yang menabrakku pagi tadi. Kuharap dia bisa tidur nyenyak setelah aku tahu kelasnya! Bisa-bisanya dia mempermalukanku dihari pertama sekolah.

*

*

*

Dia ada dimana ya?

Dia ada dimana ya?

Aku harap dia baik-baik saja.

Semoga dia menjadi sial.

Aku harus minta maaf.

Aku akan menghajarnya!

Tap..., tap..., tap..

Langkahku terhenti saat aku mendongakan pandanganku. Dari kesialan-kesialan yang terjadi belakangan ini, aku menemukan si pembuat sial pertama. Si laki-laki kurus pendek!

Ugh, menyebalkan! Apa dia masih ingat kelakuan buruknya? Aku sampai naik pitan mengingatnya.

Dia lagi? Aku tidak percaya. Ternyata Dunia ini sempit. Dari semua orang yang berlalu lalang diatas sini, bagaimana cara kita bisa bertemu? Ini bahkan hampir mustahil. Apa sebaiknya aku meminta maaf padanya? Tapi ada temannya. Bagaimana ini?

Kenapa dia diam saja? Takut pada aku? Hah, Bad day ever.

Aku akan bilang padanya tentang kejadian tadi pagi untuk mengingatkan, jika dia masih ingat. "Hey!" Tapi sebelum aku membuka suara, dia menarik tanganku dengan kuat untuk ukuran lelaki kurus. Aku dibawa lari menjauh dari Fumika dan Eliz. Mereka tidak nolongku, malah berkata, "Alice! Kamu kenapa lari-larian? Kelas disebelah sini!"

Aku dalam hati menggerutu, "Aku dibawa lari, astaga."

 

🚌⛓️🚌

 

"Hah... Hah... Hah...," Nafasku tersenggal-senggal karena lamanya berlarian dengan lelaki satu ini. Apa ia tidak nyesak seperti aku?

Sekarang, kita berada jauh dari Fumika dan Eliz. Aku menghentikan langkahku disebuah sudut ruangan dekat tikungan yang sepi.

Aku menepis tangannya yang memegang tangan kiriku sambil membentak, "Apa-apaan kau! Kenapa kau membawaku kesini? Kuperingatkan, Kalau kau macam-macam aku akan membawamu ke dokter jiwa!"

Lelaki itu tidak mengacuhkan aku. Lalu dia melihat-lihat sekitar. Kemudian berkata, "Tunggu, tenang dulu. Aku cuma mau bilang minta maaf karena menabrakmu tadi pagi."

Dia ingin minta maaf ke aku. Tapi kenapa aku merasa tidak bisa terimanya? Bagaimana cara menjelaskan-nya?

Jadi pertama dia nabrakku didepan umum sampai ditertawakan dan tidak meminta maaf atau menolongku. Kedua dibawa lari untuk sebuah permintaan maaf tanpa memakai alasan yang jelas. Coba pikirkan lagi, apakah aku bisa menerima itu?

"Kalau cuma itu bisa dikatakan langsung! Kenapa juga harus dibawa kesini? Kalau kau macam-macam aku akan bertindak 'tegas' padamu!" Masih dengan perasaan kesal, aku membentaknya lagi. Dia kelihatan seperti baru sadar dengan ucapanku, lalu menjaga jarak dengan mundur beberapa meter. Setelah itu, dia kembali meminta maaf sambil membungkuk-bungkuk.

Aku pasrah kepadanya. Dia telah meluluhkan api kekesalan dalam hatiku dengan ketulusannya. Atau aku yang malu dengan sikapnya jika ketahuan oleh orang lain. Maka aku berkata, "Ya sudah, jangan begitu lagi. Aku mau ke kelas, jadi aku pamit dulu."

Aku memutar arah keluar dari tikungan sepi itu dan meninggalkannya. Tapi sebelum pergi, aku bertanya, "Kamu memangnya tidak ke kelas?"

"Tidak. Aku tidak mungkin ke kelas."

"Apa?"

"Oh, aku bilang kelasku arahnya berlawanan arah denganmu"

Aku berhenti berjalan untuk berbicara lagi dengannya. Sepertinya kita bisa jadi teman. "Oh, ya sudah. By the way, siapa namamu?"

Lelaki itu perlahan mendekatiku, kemudian berbicara lembut, "Naoki Furugawa. Panggil saja Naoki." Mata bulatnya terlihat bersinar saat cahaya matahari melewati sela-sela ruangan. Dan bibir semerah persik-nya tersungging manis diantara sudut-sudutnya.

"Kalau kamu?" Kepalaku memanas. Wajah Naoki sangat Kawaii sampai aku merona. Aku berusaha mengendalikan diri dan menutup wajah yang sepertinya akan meledak, "Alice, Alice Yamada aku ada dikelas 10 - IPA 1. Kamu?"

"Secret," Wajah jahil Naoki keluar. Dia nunjuk bibirnya dengan jari telunjuknya seperti sebuah kode. Aku sebal dibuatnya, "Oh, come on?!" Ini hanya rasa penasaran kecil, namun dibesar-besarkan seperti ini adalah rahasia negara.

Naoki kelihatan panik. Sambil tersenyum canggung dia berkata, "Oke, oke please don't be mad. Aku dikelas 10 - 2 IPS,"

"Pfft!!" Aku tertawa melihat wajah paniknya. Padahal hanya menjawab, kalau tidak juga tak apa-apa. "Terima kasih. Semoga sampai ke kelas dengan selamat. Dan jangan narik tangan orang untuk ajak kenalan, Oke?"

Sebelum pergi, aku menggodanya. "EH?!!" Wajah bingungnya benar-benar kikuk. Menjadi menggemaskan!

"Bye"

Dan kita pun berpisah. Tiba-tiba ditengah jalan aku terpikir sesuatu yang janggal. Sepertinya, Naiko 'mengatakan tidak mungkin ke kelas'? Apa mungkin... Dia di bully? Kasihan juga. Dihari pertama sudah kena bully.

Aku mendongakan pandangan dan melihat wajah Eliz dan Fumika berlarian menujuku. "ALICE!! Kamu kenapa lari - larian? Ayo cepat! Kita akan telat." Peringkat Fumika dari jauh.

Setelah mendengar peringatannya, aku menaikan kecepatan berlariku menyusul mereka sampai akhirnya kita masuk kelas dengan berkeringat.

Aku mengambil tempat duduk paling pojok dekat jendela dibelakang 1 kursi, bersebelahan dengan Eliz. Sedangkan Fumika bertetanggaan dengan Eliz.

Setelah semua murid selesai mengambil posisi duduk, kelas pun dimulai!

Awalnya berisik tidak terbendung, lalu seketika hening saat seorang wanita 30 tahunan yabg ternyata seorang guru datang.

Beliau meletakan buku dan beberapa berkas dimejanya. Kemudian menyambut kami. "Halo murid-murid kebanggaan SMA HOKKAIDO 45! Saya adalah Ibu Youki Takumi, guru bahasa Jepang sekaligus Wali Kelas kalian. Mohon kerja samanya." Begitulah kata-kata penyambutan pertama antara guru dan murid. Menurutku, sepertinya bu Yoki baik.

Setelah semua berkenalan, kita melanjutkan kelas. Bu Yoki menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk hari besok sambil menulis dipapan tulis. Walau aku malas melihatnya maupun mencatatnya, Eliz selalu menyuruhku untuk mencatat.

"Oke, jadi besok kalian harus bawa alat-alat ini... Lalu kalian pasangkan nama kalian agar dapat berkenalan. Caranya gini..." Kata - kata Bu Youki yang masih aku ingat. Setelah itu aku dibangunkan Eliz dan mencatat semuanya.

"Baiklah, semua selesai?" Tanya bu Yoki yang lalu dibalas, "Iya bu!" oleh seluruh murid kelas. Setelah mendapat jawabannya, bu Yoki menghapus tulisannya dipapan tulis putih itu. Kemudian menulis lagi. Tulisan kali ini adalah jadwal kelas. "Kalian tulislah. Karena hari Senin sampai Rabu ada pelajaran bahasa Jepang, sekalian menulis PR ini." Ucap bu Youki lembut.

Kita terkejut. Dihari pertama kenapa diberikan tugas? Ini gila. Kita ingin memprotes, tapi tidak ada yang tahu bagaimana cara berbicaranya. Sampai seorang anak berjaket coklat angkat bicara. "Bu! Ini hari pertama sekolah! Kenapa diberikan tugas?" Akhirnya, momen yang kita tunggu tiba. Adanya seorang provokator pemberani diantara kita agar bisa protes dengan leluasa.

Tapi, saat protes ini berjalan, hawa kelas menjadi mencekam. Seperti ada ular yang akan melilit kelinci. Dan tepat saja, bu Youki langsung melempar spidol yang dia gunakan untuk menulis ke arah anak berjaket coklat itu.

Kepala anak itu langsung memerah saking kerasnya. "Kalian masih muda sudah kurang ajar. Minta dipukul?" Kata kata bu Youki menciutkan niat kita. Semua yang berisik langsung tenang saking syoknya, semua anak kelas ketakutan dengan serangan tadi. "Kalian dilempar begitu saja langkung ciut, gimana jadi ibu? SEMUANYA BERSIHIN TOILET!!!"

 

🗯️😵🗯️

 

Dan begitulah bagaimana aku, Eliz, dan Fumika terjebak ditoilet kotor bak siksa neraka. Eliz yang paling menderita karena harus membersihkan lubang WC yang selalu ada 'kejutan' didalamnya. "Kenapa tidak ada yang mau gantian? Ada yang ngambang disini!" Protes Eliz, namun tidak kami hiraukan. Bahkan Fumika hanya berkata "Yaudah." Sedangkan aku, "Derita Kamu Eliz~" Aku teman yang jahat ya? Bodoh amat. "Sialan!" Gerutu Eliz.

Kamipun terus melanjutkan 'pekerjaan' yang diberikan oleh guru kita tercinta dengan sesekali menyumpahinya untuk mengungkapkan rasa.

Kemudian, saat kita sedang asik mengobrol, bu Youki datang sambil berjalan lurus didepan toilet dengan sekali-kali melihat kita dengan tatapan killer yang menusuk. Ketakutan, kita langsung membersihkan toilet dengan tergesah-gesah sampai akhirnya bu Youki pergi.

"Huhh,... Akhirnya dia pergi." Ucap aku lega. "Alice, lebih baik tutup pintunya." Minta Fumika. "Agar tidak ada yang dengar. Bahaya jika ketauan." Permintaan lagi aku dapat dari Eliz.

Karena Fumika sedang membersihkan jendela, dan Eliz menyedot WC, terpaksa aku yang hanya mengepel lantai yang menutup pintu. Sambil berjalan dengan malasnya, aku menuju pintu yang akan aku tutup sambil bergumam "Galak sekali gurunya."

"Tidak, tidak juga."

"Hah?" Tidakku sangka akan ada yang membalas perkataanku. Aku tidak berharap ada yang membalasnya. Dari Fumika maupun Eliz, tapi ada orang lain membalasnya. Saat aku mencari sumber suaranya, aku menemukan seorang lelaki kurus pendek yang berdiri didepan pintu toilet, sambil memegang tas dilengan kirinya. Lelaki ini terasa familiar, apakah...

"Naoki?"

"Iya, kau sedang apa Alice?" Ternyata benar tebakanku.

Kemudian aku menjawab pertanyaan yang sebelumnya dia berikan, "Tidak apa-apa, cuma mendapat hukuman 1 kelas." Naoki seperti mengerti situasinya. Diapun menjawab, "Oh... Sama Bu Youki benar bukan? Yang tegar ya. Sebenarnya Bu Youki tidak seperti kelihatannya kalau bukan karena penyakitnya."

Dia menyemangatiku? Oh My.. ! Aduh, duh Alice! Don't loss your mind! Aku tersipu dengan ucapan Naoki. Padahal itu bukan apa-apa. Setelah aku sadar, aku menatapnya dengan tatapan dingin sambil bertanya "Sakit apa?"

"Bipolar." Jawab Naoki, "Makanya mood dia cepat berubah 'kan?" Aku hanya berkata "Iya" lalu berpikir kembali. Sebelumnya memang ada yang aneh dengan Bu Yoki.

Tapi ada yang lebih janggal. "Tahu darimana kalau Bu Youki Bipolar?" Lalu dijawab, "Hmm, ..." Dengan wajah sedikit gelisah. "Ka.. Karena... Semua guru pernah bilang begitu" Naoki tersenyum seperti dipaksakan.

Lalu aku berkata "Iya" lagi, kemudian lanjut bertanya.

"Kenapa bisa begitu?"

"Entahlah, katanya stres karena muridnya ada yang ma.. Main malam malam, iya, gara-gara itu bu Youki harus bertanggung jawab lalu stres karena ulah muridnya." Naoki seperti menutupi sesuatu. Tapi, aku tidak peduli.

Aku larut dalam lamunan sampai, "Alice! Ada apaan?" Suara Fumika yang menggelegar membuat aku bersadar. Kemudian aku menjawab sambil menengok kearahnya. "Tidak apa-apa, cuma ada teman. Namanya Naoki Furugawa."

"Ah? Apa? Naoki??" Tanya Eliz saat keluar dari toilet tengah. Aku kemudian menjawab lagi dengan lemas sambil menunjukan tempat Naoki yang ada didepan pintu toilet. "Iya, ini di...a?"

Kemana dia? Pertanyaan dibenakku. "Daripada ngelamun, ayo kembali bersih-bersih, Alice. Aku udah selesai" Begitulah balasan Fumika. Aku tersinggung karena mereka seperti tidak percaya. Maka aku membela sambil menutup pintu toilet, "Beneran ada tau!"

 

🐾💀🐾

 

Klap, bunyi pintu Toilet yang tertutup. Sesosok siluet yang memerhatikan mereka dari kejauhan berlarian membeloki beberapa lorong dan menaiki beberapa anak tangga sampai menuju suatu ruangan, tepatnya kamar tertutup dan sepi dari jangkauan banyak orang yang pada saat itu masih ada dikelas.

Siluet itu masuk kedalam kamar itu, menutup pintu rapat-rapat, dan menyalakan senter untuk menerangi ruangan yang gelap gulita itu. Kemudian, dia mengambil suatu koper yang berada dibawah kasur. Membuka kunci bersandinya.

Isi koper ternyata beberapa foto yang tercoret berbentuk X dengan spidol merah hingga menutupi wajah difoto-foto tersebut dan sebuah pisau dengan sedikit noda merah yang mengering.

Siluet itu bergumam sendiri saat mengangkat sebuah foto yang kira - kira bergambar seorang laki-laki yang sudah dicoretnya. "Cukup merepotkan saat menghadapimu. Tapi, dengan kebodohanmu akhirnya semuanya dapat dibungkam."

Kemudian, Siluet itu menurunkan foto tersebut dan mengangkat foto baru. Foto yang belum dia coret dan terlihat bahwa wajah foto tersebut adalah seorang perempuan. "Bagaimana kalau yang ini? Kelihatannya cantik, harus diapakan ya?" Dia berpikir sebentar, kemudian berkata spontan "Oh, aku tahu!"

Setumpuk foto - foto baru yang tercoret spidol merah akan menutupi langit malam yang berdarah.

 

🌄🎑🌄

 

Akhirnya, hukuman membersihkan toilet telah selesai. Kita dapat keluar dari sana dengan selamat, kecuali Eliz. Sepertinya dia trauma dengan toilet. "Jangan mem..membantah, jangan membuat masalah,... Toilet..mengerikan..". Begitulah gumaman Eliz yang malang.

Mencoba mencari topik, aku bertanya kepada Fumika, "Fumika, habis ini pelajaran siapa?" Lalu dijawab, "Pelajaran Matematika dengan Bu Wakfu."

Tunggu, Math?! Sontak aku berteriak histeris dan karena tidak percaya, aku mencoba melihat jadwal yang Fumika pegang. Tapi, sedihnya, "Apaan sih?! Kamu juga punya 'kan? Minggir!!" Aku didorong sampai menabrak seseorang dibelakangku. "Alice!! Maaf, maaf. Sakit tidak?" Tersangka baru minta maaf setelah korban terluka. "Tau ah."

"Dek, kamu tidak apa-apa?" Suara asing terdengar ditelingaku. Suara ini berasal dari belakangku. Saat aku berbalik, ternyata adalah kakak kelas! Laki-laki juga!

Aku ketakutan. Refleks aku membungkukan badan untuk meminta maaf. "MA.. MAAFKAN AKU KAK!!" Rasa panik bercampur malu. Nama baikku seperti tercoreng di masyarakat.

Tapi untungnya, kakak kelas ini hanya mengucapkan, "Makanya kalian hati-hati. Jangan main dorong-dorongan."

Syukurlah, ternyata kakak ini sangat pengertian. Saat aku ingin berterima kasih, aku mendongakan kepalaku dan mengatakan, "Terima kasih kak... Eh.."

Aku tercengang. Ternyata, kakak yang aku tabrak ini bukanlah orang biasa.

[To Be Continue!]

Chapter 3. New Member!

Ternyata kakak yang aku tabrak ini Ketua OSIS, Edogawa Enji!!

Syok dan panik bercampur aduk dengan ketegangan bahwa fakta kakak ini adalah ketua OSIS memenuhi pikiranku. Bagaimana aku tau dia ketua OSIS? Aku sempat melihat dia berpidato sebelum kepala sekolah.

Aku sudah paranoid jika kakak ini akan mengamuk. Tapi, ternyata kakak ini tidak seperti yang aku kira. Wajahnya yang ramah dapat menenangkan hati, senyuman tulusnya seperti mewakili ucapan yang tersirat, 'Tidak apa apa'.

"Kamu bisa bangun? Sini, aku bantu." Kak Enji mengulurkan tangannya untuk membantuku. Wah, sepertinya dia tipe kakak idaman.

"Terima kasih kak... Akh!" Aku yang belum sepenuhnya berdiri, tiba-tiba dijatuhkan lagi oleh Eliz yang terpesona. "KYAAA, you are so handsome senpai¹!" Jeritnya pelan kepada kak Enji.

Sedangkan kak Enji yang tersipu hanya tersenyum. Semuanya mengabaikanku yang jatuh dengan menyedihkan untuk ke 3 kalinya. "Eliz! Aku jatuh lagi!" Eliz terhipnotis oleh ketampanan Kak Enji hingga tak menyadari sahabat yang dia jatuhkan. "Hah?! Maaf Alice." Tersangka pun membantu korban.

Kemudian tiba-tiba Kak Enji yang bertanya, "Kalian sedang apa? Kenapa tidak dikelas?"

Aku yang paling dekat dengannya jawab, "Kita mau ke kelas kak. Soalnya tadi dihukum."

"Oh, dihukum Bu Youki ya? Berarti kalian kelas 10 - A?"

"Benar kak,"

"Aku juga searah. Mau bareng?"

Kebahagiaan tiada tara terpampang pada wajah Kaukasoid² Eliz yang merah padam. Keinginannya untuk dekat akhirnya terwujudkan. "Terima kasih ya Tuhan." Ucap Eliz pelan, namun bisa aku dengar. Astaga Eliz.

Saat dijalan kami berkenalan satu sama lain, dimulai dengan kak Enji. Namun karena kita sudah kenal dari pidatonya dilapangan, perkenalannya singkat. Kemudian diteruskan oleh Eliz, Aku, dan akhirnya Fumika.

Sesaat, pikiran jahil entah darimana datang dan menyuruhku melakukan ini. Aku diam-diam mendekati kak Enji setelah Fumika selesai berkenalan, lalu aku berbisik, "Kak Enji, jangan terbuai dengan wajah kawaii Fumika. Karena sebenarnya dia ga... Lak! ADUH!!". Baru saja aku bicarakan, Fumika sudah memukul kepalaku dari atas kebawah.

Fumika yang emosi menghardik, "Makanya jangan omongin orang disebelahnya!" Aku menerima amarah Fumika dengan lapang dada, karena memang aku yang memulai perang.

 

👻🙌👻

 

Sementara itu, di tempat lain...

Memalukan sekali meninggalkan seorang gadis seperti itu. Aku benar-benar menyesal pengan keputusanku, tapi mau bagaimana lagi? Dia memanggil teman-temannya dan bagaimana caranya aku menjelaskan keberadaanku kepada mereka jika mereka sendiri tidak bisa melihatku. Ini adalah dilema menjadi hantu, mungkin aku akan bertemu dengan Alice lagi. Setelah aku mengantar tasnya.

Walaupun begitu, aku tetap memikirkannya, Alice. Aku masih aja gelisah dengan reaksi yang akan mungkin terjadi. Misalnya dia kecewa, sedih, apalagi menangis!

"Tidak, jangan sampai! Lagipula itu mustahil jugakan? Alice tidak mungkin se-emosional itu." Aku menepuk kedua pipiku untuk menyadarkan batin yang bergejolak.

Ditengah tengah lamunanku, aku tersadar oleh suatu pembicaraan.

"Hey, apa kau mendengarkan sesuatu?"

"Iya, tapi kenapa tidak ada orangnya?"

Sudah ada 1 orang yang melihatku hari ini, jangan sampai bertambah lagi. Karena jika ada manusia yang bisa melihat 'kami', bisa-bisa itu dapat nambah masalah hidup mereka. Aku tidak ingin menakuti mereka. Apalagi menjadi Monster.

"Apa jangan jangan... "

Aku menelan ludah, mataku gemetar, keringat dingin bercucuran. Aku berusaha menahan ketakutanku sampai tidak menyadari keanehan yang aku rasakan tadi. Memangnya hantu bisa melakukan itu?!

"HANTU GENTAYANGAN NAOKI FURUGAWA!"

Sialan. Saking terkejutnya, aku meloncat. Ternyata mereka hanya 2 hantu gentayangan yang lainnya, Ayumi Samaki dan Kaouri Mouri. "Hah!? Siapa yang kalian sebut hantu gentayangan, Yuurei(Hantu)!" Setidaknya mereka bukan manusia.

"Cih, diamlah. Kau berisik."

Ucapan ini, aku tau siapa Zya-ku yang suka mengatakannya. "Kau tidak usah ikut campur Kenji!"

Kenji Okinawa nama lengkapnya. Setiap kata yang dikeluarkan bagai pernyataan perang. Memang berlebihan tapi faktanya begitu.

"Yang seharusnya takut itu manusia bukannya kita, Oroka(Bodoh). Manusia yang meliat wajah Pas-pasan Cowok Pasaran omae(kamu) saja bisa berlarian." Kalimat pengantar pertamanya padaku. Aku tidak tahu dendam apa yang dia miliki, tapi ucapannya benar-benar kurang ajar!

Sekarang percaya kalau dia Zya-ku?

"Zya-ku! Kau tidak berhak berkata begitu! #$&#%" Bentakku kepadanya. Jika aku tidak dicegat oleh Ayumi dan Assasin, mungkin aku akan menghajar, merobek bibirnya dan mengirimnya kembali ke neraka. Di kejauhan aku melihat mulutnya yang menyeringai puas. Dasar anak iblis! Suka mempermaikan orang-orang.

Setelah 10 menit, akhirnya aku bisa mengendalikan diriku dari pengaruh anak laknat itu. Namun perasaan Sebal, Malas, dan dendam masih ada.

"Sudahlah Naoki,"

"Cheer up Naoki,"

"Orang model gini gak usah diladenin," Saat yang lain menghibur, bullshit Kenji kembali terucap. Lebih baik kalian tidak usah menghiburku sama sekali.

"Jadi Naoki, kenapa kau tadi melamun? Padahal kita sudah dekat pasti kelihatan." Disaat tidak tepat seperti ini, Ayumi bertanya hal yang tak bisa aku jawab. Aku hanya diam saja, mengacuhkannya.

 

🌈🌤️🌈

 

Aku masih berjalan Eliz, Fumika, dan kak Enji. Tapi, saat aku melihat disebelah kiriku, aku melihat Naoki. Sepertinya dia sedang bersama dengan teman-temannya. Dan, seorang pem-bully?

Aku masih penasaran dengan yang tadi ditoilet. Kenapa dia pergi? Bagaimana dia bisa kabur dalam sekejap? Jadi, aku putuskan untuk menemuinya. Aku sudah ijin dengan yang lain jika aku akan menyusul setelah menemui teman.

"Naoki!"

Sepertinya bukan dia saja yang terpanggil. Tapi, teman - temannya juga terpanggil. Ya sudah, urusanku dengan Naoki harus cepat selesai. Jadi langsung saja aku bertanya, "Kenapa pergi?".

"Alice? Aaa.. Aku, maaf. Aku,".

"Sorry my friend! Aku gak tau kalo bocah ini lagi ngobrol saat kita panggil."

Temannya dengan rambut dikuncir kuda dengan santainya merangkul Naoki. Aku tidak tahu kalau mereka ternyata teman dekat. Tapi kenapa tindakannya membuatku tidak nyaman? Dia jadi terlihat sok akrab.

 

👥👤👥

 

Ka.., Kaouri?! Mengagetkan saja! Datang dari belakang dan merangkul leherku. Tapi, setidaknya aku punya Back Up.

"Oh, maaf. Soalnya agak aneh dia tiba-tiba hilang. Ternyata dipanggil ternyata," Alice menundukannya pandangannya. Dia tersenyum canggung. "Tentu saja. Jadi, sekarang gantian aku yang bertanya. Kenapa kamu manggil dia?"

Aku tarik kata - kata. "Kaouri berhenti bicara sekarang!"

Kaouri yang mendengarkan, membalas, "Sorry, aku hanya bertanya, jangan marah." Lalu tiba-tiba mempererat rangkulannya. Rasanya, sesak?

"Eh, tidak apa-apa." Alice yang merasa cemas buru-buru membalas. Setelah beberapa detik, akhirnya Alice bicara kembali, "Alasan aku memanggil Naoki hanya untuk itu saja. Tidak ada yang lain."

Dia memanggilku untuk bertanya saja?

"Kaouri lepaskan." Aku akhirnya lepas dari rangkulan Kaouri. "Iya ya, Mellow Prince."

"Issh!" Aku kesal. Setelah Kaouri melepaskanku, dia mengataiku dengan julukanku memalukanku dulu. Tidak ada yang tidak kenal dengan julukan ini, kecuali angkatan Alice tentunya.

"Mellow Prince? Pfft." Dan sialnya, bertambah satu lagi. "Alice, tolong rahasiakan." Aku memperingati Alice dengan wajah serius. Hal ini bukan main-main karena telah mencoreng nama baikku sebagai wakil Ketua OSIS selagi hidup dan membuatku tidak tenang diakhirat.

Alice dengan wajah polos tersenyum tipis. Matanya menatapku lekat-lekat seolah mengerti. Namun balasannya, "Baiklah, MP."

"HEY!!"

"Hahaha, bagus! Bagus! Hahaha." Suara penonton suram yang menertawakan Joke murahan. Cih! Ini tidak lucu sama sekali!

"Tapi menurutku, julukanmu itu unik. Menggambarkan dirimu yang baik dan lembut. Aku suka."

Eh? Baru kali ini ada yang memuji julukanku. Biasanya mereka akan mengolok-olok aku. Apalagi jika aku hal baik, mereka serempak akan berteriak 'Mellow Prince' dengan nada mengejek. Tapi Alice berbeda.

Aku, "Terima kasih," Tersipu. Tak sanggup menatapnya.

"By the way, kalian tidak masuk kelas?" Tiba-tiba Alice mempertanyakan hal yang sensitif. Bagaimana caranya kita menjelaskan masalah tidak bersekolah lagi karena sudah mati?

"Kau sendiri kenapa tidak ke kelas?"

Kenji? Disaat seperti ini dia bisa berguna juga.

"Oh itu." Alice yang berusaha menjawab berpikir. Tapi Kenji tidak memberi jeda. "Kau tidak usah mengurusi masalah orang lain. Sana pergi dasar aneh!" Tidak aku, tidak yang lain, Kendi tetap kasar walaupun dengan perempuan seperti Alice. Tapi, ini bisa jadi alasan untuk menyuruhnya pergi. Walaupun aku tidak setuju sekalipun.

Mata Alice membulat, seketika tubuhnya menegang karena perkataan yang Kenji berikan. Kemudian Alice berusaha menutupi wajah kesalnya, berpamitan kepada kita dan pergi menjauh. Wajahnya amat kesal seperti saat aku menghadapi Kenji. Ternyata kita sama.

 

🕯️☠️📜

 

What a Jerk! Kenapa orang seperti itu bisa ada?! Inginku jahit mulutnya agar diam. Walau aku kelihatan mencampuri urusan mereka, tapi bisakah bicaranya sedikit lembut?

Disaat aku kesal begitu, aku malah teringat kembali julukan Naiko, Mellow Prince. Lucu juga namanya. Yang memberikan nama itu benar-benar kreatif.

Oh iya, aku masih ada jam Math!

Walau masih awal dan pasti cuma pengenalan guru, tubuhku lemas tak berdaya karena karena kata 'Math'. Walau seberat apapun kenyataan, kakiku masih berjalan menuju kelas.

 

🚪🎠🚪

 

 

Saat tidak ada Alice disekitar, ada banyak hal yang terlewatkan olehnya. Seperti,

"Dan untuk besok jangan lupa buat kartu nama. Satu untuk dimeja dan satu lagi untuk kalian pakai." Ucap Enji menjelaskan tugas yang sepertinya mereka lupakan. "Baik kak!" Balas Eliz semangat karena bisa dekat dengan kakak OSIS yang tampan. "Oke kak." Kebalikan dari Fumika yang biasa saja.

Lalu Enji melanjutkan, "Dan karena kalian masih baru, jangan sungkam bertanya apa saja dengan Kakak Kelas yang lain atau aku. Akan ku usaha sebaik mungkin."

Mendengarkan pendapat Enji, Fumika kepikiran sesuatu. Ia menjadi tertarik dengan tawarannya, lalu menyampaikan pemikirannya.

"Kalo begitu, bolehkah aku tanya sesuatu?"

"Ya boleh, dan apa itu?" Enji mendengarkan dengan seksama.

"Saat pertama kali aku kesini, aku salah masuk ke asrama laki-laki lantai 3. Di salah satu lorong ada kamar paling terpencil dan sepi sekali. Bukan hanya itu, kamarnya juga ada garis polisi, memang ada apa sebelumnya?"

"Hah?" Enji mematung mendengar pertanyaan Fumika. Pikirannya melayang kesana-kemari sampai sebuah memori gelap berputar dikepalanya.

'Enji!! PERGILAH!!...Dia akan kesini!'

'CEPATLAH!!'

Pergulatan batin terjadi membuat hatinya berantakan karena terpelatuk oleh ingatan peristiwa berdarah 1 tahun yang lalu yang menewaskan temannya. Tragisnya, dia melihat sendiri dengan mata dan kepalanya.

'SEMUANYA SALAHMU ENJI!! SEHARUSNYA KAU TIDAK MENGAJAK MEREKA!'

Deg, Deg, jantung Enji berdetak tak terkendali. Spontan, dia berteriak, "KUMOHON! JANGAN MASUK KESANA!! KAMAR ITU...,"

Terkutuk...

.......

.....

...

"Apa?"

Eliz tampak kebingungan dengan situasi yang terjadi. Bukan hanya Eliz, Fumika terkejut dengan perubahan sifat Enji yang drastis. Dia berpikir pertanyaan tadi terlalu sensitif. Dan itu, mencurigakan.

"Kumohon...jangan... Akh! Maafkan...aku," Wajah Enji pucat seperti ingin menangis. Tapi Eliz dan Fumika tidak bisa melihatnya karena dipalingkan. "Apa yang sebenarnya terjadi kak Enji?" Tanya Fumika memberanikan diri, sekali lagi.

Enji akhirnya dapat mengendali dirinya lagi. Lalu memperingati, "Jangan, jangan pergi ke kamar itu! Kamar itu terkutuk! Kau beruntung tidak ditemukan oleh-nya." Walau Enji sadar, dia gagal menjaga emosinya. Seakan - akan berkata bahwa 'Aku barusan melalui hal yang sangat buruk!'

Bersama dengan angin, Enji lari meninggalkan mereka berdua. "Apa... Kak Enji menyembunyikan?" Ucap Fumika dengan menampakan mata tajamnya dan mengkerutkan alis tipisnya. "Sudahlah, sepertinya kak Enji melalui sesuatu yang menyedihkan." Eliz menjadi merasa bersalah setelah melihat kepergian Enji. Dia juga belum bertanya Enji dikelas mana!

Disaat mereka tenggelam dalam lamunan masing-masing. Sesosok siluet perlahan-lahan mendekati mereka dan berteriak,

"BAAA!!"

"KYAAAA.... Eh?"

Siluet yang ternyata Alice berhasil mengagetkan temannya sampai histeris.

"Apaan sih, memangnya aku apa? Ghost?" Alice meremehkan mereka yang masih syok. Dan saat mereka sadar, mereka memberikan pelajaran kepada si 'Ghost' ini.

"YA GAK GITU JUGA!!!" Punggung Alice dipukul bersama-sama. "AUUWH!!" Sungguh balasan yang setimpal.

 

😺😹😺

 

Aku berjalan dengan punggung yang masih terasa sakit. Pukulan dari 'Auntie' dan 'No kawaii-kawaii Girl' benar - benar combo yang berbahaya, aku sarankan untuk tidak mencobanya.

"Jadi, apa yang aku tinggalkan? Mana kak Enji" Tanyaku tiba-tiba saat melihat keberadaan kak Enji yang tidak ada. Kemudian dijawab Auntie alias Eliz, "Kak Enji langsung pergi, karena Fumika!" Sambil menunjuk Fumika kesal.

Fumika hanya menghela nafas berat lalu membela dirinya, "Ya, mau bagaimana lagi. Aku hanya bertanya soal kamar, tiba-tiba dia histeris seperti pernah mengalami kejadian buruk. Memang kelihatannya agak terkutuk, tapi apanya yang aneh? Ini membuat aku penasaran,"

Terkutuk? Cih, ada-ada saja.

Aku menjadi kesal sendiri dengan pernyataan diluar nalar itu, supralnatural. Karena selalu mengingatkan aku tentang 'dia', sosok yang menghancurkan hidupku. Dan kebenaran yang diputarbalikan padahal pasti ada penjelasan logis.

"Omong - omong Alice." Lanjut Fumika. "Tasmu kemana?" Aku tercengang. Aku pikir mereka yang dibawakan tasku. Karena saat keluar dari toilet, tas aku tidak ada. "Kita gak bawa tasnya. Tadi kau liat sendirikan?" Kata-kata Eliz membangkitkan ingatan. Mereka benar-benar tidak bawa tasku, karena tasku sudah hilang sebelumnya!

Gejolak batin pun terjadi, "Alice, You Are Dumb! WHY I FORGET IT?!" Secara harfiah diri sendiri-lah yang salah, karena lalai.

"Fumika bagaimana ini?!" Menyerah dengan memaki diri, aku berusaha mencari jawaban. Dan dia menjawab, "Nanti kita cari lagi, mungkin ketinggalan ditoilet." Fumika berusaha menghiburku tapi aku tetap kacau.

Sampailah kita di kelas, dan moodku masih rusak gara-gara hari pertama ke sekolah tas hilang. Wonderful~. Bagaimana cara menjelaskannya pada Okaa-san?

Disaat terpuruk itu, aku melihat Eliz dengan wajah kebingungan. Lalu dia melihatku dengan alis mengkerut sambil bertanya, "Alice, itu bukannya tasmu?" Aku bingung harus jawab apa. Tapi benar adanya! Tasku tercinta kembali kepada pemiliknya yang dumb. Aku sempat tidak percaya, tapi saat aku memeriksa isinya, ternyata benar punyaku.

OH MY GOD!!! I can't belive it. Selama kelas dimulai, dan sampai aku terlelap tidur,

AKU BAHAGIA~ IA~ IA

 

⏪⏸️⏩

 

Sebagian besar orang pasti tidak mengetahui penyebab tas Alice yang tiba tiba muncul dibangkunya, bahkan Alice sendiri.

Tapi, seorang lelaki dengan luka bakar diwajahnya-lah yang mengetahui.

Karena dia yang melakukannya untuk sebuah alasan yang aneh.

Alasannya adalah saat dia melewati lorong, dia menemukan Alice dan teman-temannya yang meletakan tas dengan tampang lesu menuju toilet. Saat itu dia merasakan perasaan yang biasanya dirasakan oleh makhluk hidup, yaitu 'Empati'. Dia ingat masalahnya dengan Alice didepan gerbang dan merasa bersalah. Kemudian dia memutuskan untuk membawakan tas Alice sebagai tanda maaf yang telat disampaikan.

Dan karena dia (hantu yang sopan) belum mendapat izin dari pemilik, Naoki berusaha ke lokasi pemilik dan menghindari kontak dari bu Youki yang lewat.

Awal yang hanya ingin meminta izin kepada pemilik, berubah karena situasi yang tidak menguntungkan. Alice memanggil kawannya sebelum dia sempat meminta izin. Lalu dia kabur karena terpaksa.

Alasan lelaki tersebut sudah aneh, tapi lebih aneh, kenapa Alice tidak merasa risih atau benci dengan lelaki tersebut mengingat Alice benci hal supralnatural?

Karena lelaki tersebut berwujud 'Normal'.

[To Be Continue!]

1) Kakak

2) Gen orang Eropa**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!