NovelToon NovelToon

Apa Salahku Tuan?

2 M

Bagi sebagian pelajar hari ini adalah hari yang bersejarah karena lulusan SMK sangatlah membahagiakan. Membuat tanda tangan di seragam putihnya, berfoto dengan teman satu kelas dengan riang. Apalagi bagi Ningtiyas Paramitha yang tinggal berdua dengan ayahnya, hari ini adalah hari yang sangatlah spesial, bisa berjuang sampai lulus SMK Tata Busana.

"Terima kasih Ayah, aku sangat bahagia walaupun penuh perjuangan, aku akhirnya lulus juga," kata Neng sambil mencium punggung tangan Ayah Acep.

"Sama-sama Neng, apakah kamu bisa melakukan sesuatu untuk Ayah sebagai tanda terima kasih?"

"Tentu Ayah, aku rela melakukan apapun demi Ayah, karena aku sangat menyayangi Ayah."

Ayah Acep tersenyum dengan penuh arti, ada niatan darinya yang belum di beritahukan kepada putrinya setelah sampai rumah nanti. "Kamu harus berjanji ya Neng, harus nurut Ayah dan tidak boleh membantah!"

"Iya Yah, aku akan selalu nurut kata Ayah."

"Baikkah, ayo kita pulang, semua sudah aku persiapkan di rumah, mereka sudah menunggu kita!"

Ayah Acep langsung mengajak putrinya pulang dengan menggunakan motor metik dengan kecepatan sedang. Melewati daerah yang sangat sejuk dan indah pemandangannya. Disana terkenal dengan daerah wisata alam yang eksotik dan menawan.

Setelah mereka sampai di rumah Ningtiyas Paramitha yang baru berumur delapan belas tahun. Sambil membawa piagam prestasi juara tiga nilai ijasahnya dia harus langsung duduk di depan penghulu. Harus rela di nikahkan siri dengan paksa oleh ayahnya.

"Apa ini Ayah?"

"Duduklah, kamu sudah berjanji akan menuruti Ayah, bukan?"

"Tetapi tidak seperti ini, Ayah, mengapa ...?" Neng tidak sempat melanjutkan ucapannya tetapi tatapan mata Ayah Acep sudah menghunus tajam kearah Neng yang berkaca kaca ingin menangis.

"Kamu harus ikut dan nurut kata Ayah, duduk dan jangan banyak membantah dan banyak bertanya, mengerti?"

Bahkan Neng masih memakai pakaian kelulusan yaitu baju toga lengkap dengan topinya. Dia harus duduk di samping laki-laki yang lebih tua dua belas tahun darinya. "Apakah sudah bisa kita mulai, Pak Acep?" tanya Pak Penghulu.

"Tentu Pak, silahkan di mulai!" jawab Ayah Acep cepat.

Pak Penghulu mengulurkan tangannya bersalaman dan memulai menikahkan Neng dengan seorang laki-laki yang tidak di kenalnya. Sedangkan laki-laki itu hanya menatap tajam kepada Neng dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Alfarizi Zulkarnain, aku nikah dan kawinkan engkau dengan Ningtiyas Paramitha binti Asep Darsono dengan mas kawin sepuluh gram emas dibayar tunai."

"Aku terima nikah dan kawinnya Ningtiyas Paramitha binti Acep Darsono dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, saaah?" tanya Pak Penghulu.

"Saaah," jawab para saksi teman Ayah Asep.

"Alhamdulillah."

Neng langsung menangis tersedu-sedu. Dia harus kalah dengan tradisi sebagian kecil dari adat dan kebiasaan masyarakat yang berada di daerah salah satu sudut kota yang berada di Jawa Barat. Seorang ayah rela anakknya dijadikan dagangan demi menyambung hidup keluarga.

Neng adalah anak satu satunya dari Ayah Asep, sedangkan ibunya sudah meninggal dunia mengalami kecelakaan lalu lintas saat Neng duduk di kelas 8 SMP. Hanya karena Ayah Asep yang ingin menikah lagi dengan seorang janda dari kota Bandung. Ayah asep rela menikahkan siri putrinya dengan seorang laki-laki yang sudah memiliki istri.

Padahal saat Ibu masih hidup beliau sering berpesan kepada Ayah Asep. Neng harus mengejar cita-citanya menjadi seorang desainer. Jangan ikuti jalan yang salah, jangan biarkan Neng dijadikan pemuas nafsu hidung belang yang sering berwisata di daerah itu.

Pernikahan siri sangat lazim disana, bahkan isyunya bisa tawar menawar seperti membeli krupuk. Walaupun sudah diawasi oleh pemerintah dan pihak yang berwajib. Masih saja ada celah bagi mereka yang mencari kesempatan.

Pesan hanya tinggal pesan sekarang Ayah Asep langsung tergiur saat ada seorang laki-laki yang rela membayar keperawanan Neng dengan uang 2 M, bahkan Ayah Asep tidak melihat penderitaan putrinya. Neng gadis yang lugu dan sederhana, tertutup dan tidak banyak teman. Selalu belajar dengan tekun karena niatnya ingin mewujudkan harapan almarhum ibunya, tetapi mulai saat ini pupus sudah harapannya.

Alfarizi Zulkarnain adalah laki-laki keturunan Betawi-Arab yang rela mengeluarkan uang 2 M untuk membeli keperawanan Neng dan menikah siri selama lima bulan kedepan. Disinilah Neng saat ini, kamar sebuah villa mewah milik Tuan Al, kamar yang berwarna putih tulang dan terlihat mewah dan elegan. Neng sedang menangis dan duduk di lantai samping tempat tidur berukuran big size dengan mengenakan baju lingerie yang harus di pakainya.

"Permisi Nona, ini baju yang harus anda pakai malam ini, Tuan Al yang menerintahkannya!" kata Bibi Minah yang menjaga villa.

"Terima kasih Bibi," jawab Neng kembali masuk kamar dan langsung menutup pintu.

Pukul sepuluh malam pintu terbuka dengan suara keras. Neng tersentak kaget ada laki-laki setengah mabuk dengan berjalan gontai mencari keberadaan dirinya yang sedang duduk menenggelamkan kepalanya diantara dua lututnya.

"Berdiri kamu, jangan berpura-pura menangis!" Rancunya dengan menarik tangannya.

Setelah Neng berdiri dengan baju lingerie yang transparan dan seksi mata laki-laki itu langsung menatap tajam sampai di balik bajunya, "Maaf sa...saya!" kata Neng terbata-bata.

"Panggil aku Tuan Al, ingat itu Tuan Al!" kata Alfarizi dengan menggoyangkan telunjuk jarinya dan jalan yang masih sempoyongan.

Neng hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju, tanpa mengatakan sepatah katapun, dia masih bingung apa yang harus di lakukannya. Al menarik tangan Neng dan mendorongnya sampai mepet tempat tidur. Walaupun Neng menangis dan bergetar karena ketakutan tetapi suami sirinya tidak menyadarinya, pengaruh alkohol sangat terlihat di setiap tindakan Al.

"Mulai saat ini sampai selamanya kamu adalah mikikku, tak seorangpun laki-laki boleh menyentuh dirimu, ingat itu!" Kembali Al merancu tidak jelas sambil mendorong Neng ke tempat tidur.

Neng hanya melamun, tidak menyangka akan menikah secepat ini. Tidak mengenal sama sekali suami sirinya, dari sifat, kepribadian, pekerjaan, keluarga. Bahkan alamat dan tinggal dimana dia juga tidak mengetahuinya.

"Apakah kamu tidak ingin berbakti dengan suamimu ha, mengapa kamu tidak membalas ku?" Kembali Al merancu karena pengaruh alkohol, sedangkan Neng hanya diam tidak tahu harus berbuat apa.

Bagi Neng baru kali ini di sentuh dan berdekatan dengan seorang laki-laki, karena selama sekolah Neng belum pernah pacaran. Disamping karena di larang oleh Ayah Asep Neng tidak ingin berpacaran sebelum menggapai cita citanya. Malam ini antara sadar dan tidak sadar Al berdua di ranjang tempat tidur bersama Neng dia mendekap dan memeluk Neng dengan posesif, seolah akan takut kehilangan orag yang sangat di cintainya.

"Ampun Tuan, apa salahku, ampun Tuan jangan Tuan!" Neng meronta ingin turun dari tempat tidur karena tidak pernah tidur berdua dengan seorang laki-laki.

"Bukankah aku sudah bilang, kamu hanya milikku, tak seorangpun bisa memilikimu, kamu mengerti itu, Sinta!"

"Sinta, siapa Sinta, Tuan?"

Karena Ancaman

"Bukankah aku sudah bilang, kamu hanya milikku, tak seorangpun bisa memilikimu, kamu mengerti itu, Sinta!"

"Sinta, siapa Sinta, Tuan?"

"Apakah kamu lupa dengan namamu sendiri?"

Neng hanya mengerutkan keningnya sambil berlinang air mata. Nasib yang di alaminya memang sangatlah tragis, selain harus menikah muda, dia juga hanya dianggap sebagai wanita lain karena dia memangil nama orang lain. Semakin lama Alfarizi semakin terlena karena memeluk tubuh Neng, akhirnya malam itu Neng mengalami malam pertama walaupun dengan terpaksa, hilang sudah satu-satunya hal yang berharga dalam hidupnya yang selama ini dia jaga.

Alfarizi tersenyum saat tumbang di samping Neng dan melingkarkan tangannya di perut Neng, sedangkan Neng hanya merasakan perih dan sakit yang dia rasakan di area intimnya, tanpa berani bergerak dan bergeser sedikitpun setelah peristiwa itu terjadi. Setelah satu jam berlalu Neng melirik Al mulai bernafas dengan teratur tertidur pulas. Perlahan ingin melepaskan dan memindahkan tangannya yang melingkar di pinggang, di gesernya tangan itu sambil berangsur ke pinggir tempat tidur.

Hampir terlepas tautan tangan Al dengan mata terpejam dia mengigau sambil mengeratkan pelukannya kembali. "Sinta aku mohon jangan tinggalkan aku!"

Hati Neng terasa perih, mengingat suami sirinya salah memanggil namanya. Hatinya sangat hancur berkeping keping, Neng hanya bisa bergumam didalam hati apakah seperti ini yang namanya pernikahan yang harus di alaminya. Mengapa tidak seperti yang dia lihat di televisi atau di desanya, pasangan pengantin yang tersenyum bahagia saat mereka menikah.

Tanpa di sadani Neng meneteskan air mata, saat Al mulai memeluknya lagi dengan erat Neng semakin tidak bisa bergerak. Al seperti sengaja memposisikan wajah Neng di dadanya yang bidang. Neng sama sekali tidak bisa menggerakkan badannya, akhirnya Neng hanya pasrah dan terdiam.

Sudah hampir jam tiga pagi Neng sama sekali tidak bisa tidur memikirkan apa yang dialaminya saat ini, karena merasa dada Al terasa basah terkena air mata Neng. Al terbangun dan meraba dadanya sambil melihat wajah Neng. Neng hanya pura-pura tertidur pulas bahkan tidak bergerak sedikitpun.

"Neng, berarti aku bukan bercinta dengan Sinta, pantas beda rasanya dia masih virgin, ya Tuhanku kepalaku pusing sekali," gumam Al dengan lirih dan Neng jelas mendengarnya.

Walaupun Neng masih terjaga dan mendengar. Dia hanya memilih diam membisu sambil mengingat saat tadi siang sesaat setelah ijab qabul. Mau keluar rumah ayahnya dengan sebuah ancaman dari ayah Asep dan suami sirinya Alfarizi Zulkarnain.

Flashback on

Saat Neng menangis di kamarnya dan bersikukuh tidak mau ikut dengan suami sirinya yang di nikahkan dengan paksa. Walaupun dibujuk dan dipaksa untuk mengikuti dia. Neng tetap tidak mau keluar dari kamarnya sampai Alfarizi Zulkarnain sendiri yang masuk ke kamar Ningtiyas Paramitha.

"Kamu betul tidak mau ikut aku?" tanya Al dengan suara tegas.

Neng hanya diam dan menangis duduk di pojok kamarnya menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya. Neng belum sempat berganti baju. Dia masih tetap memakai baju kelulusan yaitu baju toga.

"Cepatlah ganti bajumu, aku akan menunggu di depan, jika kamu tidak ikut aku sekarang juga, aku akan melaporkan ayahmu ke polisi!" ancam Alfarizi sambil duduk di pinggir tempat tidur Neng.

Neng langsung mendongak dan melihat laki-laki yang duduk di tempat tidurnya. Al menatap tajam kearah Neng seperti tatapan mata Ayah Asep yabg sedang marah.

"Ayahmu sudah menerima uang dariku sebanyak 2 M, jika kamu tidak ikut sekarang juga, ayahmu akan di penjara seumur hidup karena melakukan penipuan, kamu mengerti?"

Neng semakin menangis tersedu-sedu, gadis desa yang tidak memiliki mengalaman menghadapi orang lain. Hanya hidup di desa tanpa berpengalaman menghadapi kepolisian. Dia langsung ketakutan, seolah olah dia sendiri yang akan di masukkan ke dalam penjara.

"Cepat kamu ganti baju, aku tunggu sepuluh menit untuk bersiap-siap, kamu tidak perlu membawa baju, kamu hanya cukup membawa diri saja!"

Neng berdiri setelah Alfarizi keluar dari kamar, mengambil celana jeans satu satunya miliknya hadiah ulang tahun Ayah Asep saat ulang tahun ke 17 tahun. Dia mengambil kaos peninggalan ibunya yang tersimpan di lemarinya.

Setelah memakai baju mengambil tas slempang dan dan dompet yang berisi identitas diri dan uang lima puluh ribu rupiah miliknya. Dia berjalan keluar dengan gontai sambil terisak. Dengan terpaksa dia mengikuti Alfarizi karena takut ancaman ayahnya masuk penjara.

Walaupun Ayah Asep sudah memaksanya tetapi Neng tetap tidak tega jika Ayah Asep di penjara. Neng sudah berjanji setelah kelulusan tadi sebelum sampai di rumah akan menuruti semua perkataan Ayah Asep. Neng hanya bisa pasrah ikut Alfarizi kemanapun dia membawanya.

Flashback off.

Neng menjadi kaget dan tersentak dari lamunannya saat Al mulai memeluknya lagi padahal waktu hampir pagi. Akhirhya Al terbuai dan kembali mengajak Neng bercinta karena Neng memang belum memakai sehelai benang yang menempel di tubuhnya.

"Aku menginginkan kamu lagi, bangunlah!" kata Al dengan suara serak karena baru bangun tidur.

Seperti ada magnet yang kuat di tubuh Neng bagi Al setelah merasakan sensasi berbeda melewati malam pertama walaupun Neng hanya diam saja dan tidak bisa mengimbangi permainannya. Rasa perih semakin di rasakan Neng, bayangan indahnya malam pertama ternyata hanya cerita saja hanya ada di film korea yang sering dia tonton, kini hilang sudah harapan untuk mengejar cita-cita. Hilang sudah harapan dan masa depannya, kini dia jatuh dalam pelukan laki-laki yang tidak pernah di kenalnya sebelumnya.

Al langsung bangkit dan turun dari tempat tidur, menyelimuti Neng yang terbaring miring meringkuk sambil keluar air mata tanpa henti. Al meninggalkan Neng begitu saja tanpa sepatah katapun berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Karena hampir semalaman Neng tidak bisa tidur, matanya terasa berat, rasa lelah baik lahir maupun batin, akhirnya dia terlelap tidur berselimut tebal dan masih belum mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya.

Satu jam Al di kamar mandi, keluar dengan badan yang segar dan terasa sangat fres. Dia hanya mengintip Neng yang tertidur pulas, memakai jas, mengambil jam tangan dan memakainya, memakai sepatu dan tas kerjanya. Al keluar kamar dan turun di lantai bawah untuk sarapan yang sudah di siapkan oleh Bibi Minah.

Selesai sarapan Al mengambil kunci mobil yang berada di tas kerjanya dan berpamitan kepada Bibi Minah yang berada di dapur. "Bibi, sampai jam sepuluh istriku tidak bangun, kamu bangunkan dia, dan tunjukkan baju yang ada di lemari miliknya, serta bawakan sarapan dan vitamin untuknya!"

"Baik Tuan," jawab Bibi Minah singkat.

Sampai di luar rumah sebelum memasuki mobilnya Al memanggil dua petugas sekuriti yang berjaga didepan villa. "Pak, sampai aku kembali jangan ijinkan istriku keluar villa, atau jangan ada seorangpun boleh masuk villa tanpa seizinku, kalian mengerti?"

"Siap Tuan, laksanakan!" jawab salah satu sekuriti.

Tekat

Pukul sepuluh pagi Neng belum juga terjaga dari tidurnya. Rasa lelah lahir dan batin membuatnya seperti tidak ingin lagi terbangun. Dia langsung tersentak kaget dan terbangun setelah ada suara ketukan pintu.

"Tok ... tok ... tok!"

"Nona, bangunlah ini sudah jam sepuluh!" kata Bibi Minah dengan duduk bersimpuh di samping tempat tidur, seolah dia memahami betul apa yang dialami oleh Neng.

"Ini jam berapa Bibi?" tanya Neng dengan suara serak.

"Jam sepuluh Nona, ya Allah mengapa mata Nona sampai bengkak begini?"

"Dimana laki-laki itu Bibi?"

"Tuan Al sudah berangkat kerja pukul tujuh pagi tadi, Nona jangan takut dan khawatir."

"Bibi, bolehkah aku memelukmu?"

"Tentu Nona, kemarilah!"

Neng memeluk Bibi Minah dengan erat, walau hanya selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Neng tidak merasa ragu untuk memeluknya, dia sangat merindukan pelukan ibu yang telah lama pergi untuk selamanya. Setelah merasakan pelukan tulus dari Bibi Minah tangisan Neng pecah dan tidak bisa di tahan lagi.

"Bersabarlah Nona, saya bisa merasakan penderitaan yang Nona rasakan."

"Aku mau mati saja Bibi, aku mau menyusul ibuku."

"Jangan begitu Nona bersabarlah, Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan kaum Nya."

"Panggil aku Neng saja Bibi," kata Neng dengan suara serak dan masih terisak.

"Baiklah, jika tidak ada Tuan Al, aku akan memanggilmu Neng, aku akan menganggap kamu seperti putriku sendiri, sekarang ayo mandi dulu, setelah itu kita bisa bercerita lagi, mengerti!"

"Iya Bibi, terima kasih."

Dengan melilitkan selimut tebal di tubuhnya, Neng berjalan ke kamar mandi dipapah oleh Bibi Minah. Dituntun untuk masuk di buthup yang sudah diisi dengan air hangat dan sabun aroma terapi.

"Berendamlah setengah jam kemudian baru di bilas di shower itu ya Neng, aku akan siapkan baju ganti!"

Neng hanya menganggukkan kepalanya, memejamkan matanya berbaring di buthup. Dia baru pertama kali mandi seperti ini, merasakan seperti orang kaya. Dalam kegundahannya dia bisa menyunggingkan senyuman kecut.

Neng terasa badannya segar setelah berendam dan membilas tubuhnya dengan air hangat. Dia memperhatikan tubuh polosnya yang terdapat tanda kiss mark hampir di seluruh dada dan lehernya. Kembali terisak saat mengingat kejadian malam pertama.

Dunia seakan runtuh, masa depan yang suram sudah terbayang di pelupuk mata. Paling tidak selama lima bulan ke depan akan Neng rasakan seperti di dunia lain. Terjebak di sebuah villa mewah dengan laki-laki yang sudah mengambil kesuciannya secara paksa.

Keluar dari kamar mandi mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya dengan gontai. Sudah di tunggu oleh Bibi Minah dan menunggu mempersiapkan baju ganti untuknya.

"Ini pakailah bajunya, jika tidak suka dengan modelnya, Neng bisa tukar di lemari itu!"

"Terima kasih Bibi, ini saja sudah terlalu bagus, siapa yang menyiapkan baju ini, Bibi?"

"Aku tidak tahu Neng, ini sudah ada saat aku mulai bekerja disini."

Neng mengerutkan keningnya, sambil memakai bajunya dia ingin mengetahui latar belakang dan kehidupan laki-laki yang sudah menikah siri dengannya. "Coba Bibi ceritakan tentang dia dan kapan Bibi mulai bekerja disini!"

"Baiklah, duduk dan sarapan sambil aku ceritakan semua!"

Sambil sarapan pagi, Neng mendengar cerita Bibi Minah yaitu dia dan suaminya bekerja di villa sudah sepuluh tahun yang lalu. Suaminya bekerja sebagai tukang kebun, tetapi tiga bulan yang lalu villa berpindah kepemilikan dari pemilik yang lama menjadi milik Tuan Alfarizi Zulkarnain. Dia datang selalu sendiri sejak tiga bulan yang lalu, membawa barang barang keperluannya sendiri, mencari pegawai sekuriti, datang satu Minggu dua kali ke villa.

Terkadang datang dengan wajah yang menahan emosi dan amarah. Masuk kamar dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar, tetapi saat pagi hari wajahnya tenang kembali dan Bibi Minah dan suaminya PamanTono yang akan merapikan kamarnya seperti semula kembali.

Tuan Al tidak pernah membawa seorangpun selama dia menjadi pemilik villa. Orangnya sangat tertutup dan jarang bicara jika tidak perlu, tetapi saat dia marah semua akan menjadi sasaran amarahannya. Dia seperti sedang lari dari suatu masalah yang sangat besar.

Jika saat di villa dia sering duduk melamun sambil bersandar di sofa memandangi langit langit rumah berjam-jam lamanya, tanpa makan seharian. Hanya akan minum minuman keras, dan tertidur pulas di sofa sampai pagi. Seluruh karyawan yang ada di villa tidak ada yang berani membantah dengan ucapan dan perintah Tuan Al, tetapi saat waktunya gajian tanggal satu dia akan selalu tepat waktu memberikan hak mereka bahkan terlihat ramah dan sangat bersahaja. Cerita Bibi Minah berakhir bersamaan menu makanan yang di piring Neng tandas tanpa sisa.

"Apakah Bibi tahu dia tinggal dimana?"

"Tidak Neng, aku ini orang bodo, tidak bisa mencari informasi di handphone, kamu bisa cari sendiri menggunakan handphone kamu!"

"Handphone aku hanya bisa telpon dan SMS, model senter dan jadul seperti punya Bibi."

"Atau aku tanyakan kepada sekuriti, Neng?"

"Tidak usah Bibi, aku tidak tertarik untuk mengetahuinya."

"Iya sudah, istirahatlah, aku akan melanjutkan pekerjaanku."

Neng mengambil tas slempang miliknya yang tergeletak di lantai samping lemari pakaian, karena tadi membahas soal handphone dengan Bibi Minah jadi teringat bahwa Handphone miliknya di program silent. Ternyata banyak sekali yang menghubunginya dari kemarin, dari Ayah Asep, teman-teman sekolahnya terutama sahabat karibnya yang berbama Lilis Daryani, bahkan Lilis mengirimi puluhan SMS. Neng tidak berniat untuk menghubungi siapapun bahkan Ayah Asep sekalipun, tidak juga berniat membalas SMS, walaupun kemarin sudah membuat rencana bersama Lilis akan merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sambil kuliah, tetapi pupus sudah harapannya.

Neng mengeluarkan kartu dari handphone nya, bertekat mulai sekarang akan memutus kontak dengan siapapun, bahkan dengan ayah kandungnya sekalipun, memutus hubungan dengan dunia luar. Sekarang Neng mulai bertekad menjalani hidupnya lima bulan ke depan di villa tanpa mengeluh. Dia bertekad akan berbakti dan melakukan janji yang di ucapkan kepada ayahnya bahwa akan melaksanakan apapun yang di minta dan di perintahkan Ayah Asep, apalagi secara tidak langsung Ayah Asep telah menjual dirinya kepada Tuan Alfarizi Zulkarnain seharga 2 M tanpa bertanya terlebih dahulu.

Handphone di masukkan kembali di tas, memeriksa dompet di dalamnya hanya ada KTP dan uang satu lembar lima puluh ribu rupiah dan perhiasan emas yang di pakai untuk mas kawin. Neng juga tidak mernah melihat seperti apa uang sebanyak 2 M itu, karena sejak kecil Neng tidak pernah merasakan namaya hidup mewah. Tabungan di bank dia juga tidak memilikinya, apalagi ATM sama sekali asing bagi Neng.

Selama dua hari Neng hampir tidak pernah keluar kamar dan merasa tenang. bahkan makanpun jika tidak diantar oleh Bibi Mibah dia memilih tidak makan. Sampai malam itu dia mendengar keributan di lantai bawah.

"Istriku, dimana kamu haa, apakah kamu masih marah padaku, kemarilah aku sangat merindukan kamu?" rancu Tuan Al berjalan gontai dan naik tangga menuju kamar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!