NovelToon NovelToon

Putri Yang Terbuang

BAB 1. DIKEROYOK

"Bu, maaf mau tanya, kalau ke alamat ini masih jauh ga ya?" tanya seorang gadis pada salah satu pemilik toko dekat stasiun sambil menunjukkan kertas yang berisi alamat.

Gadis itu bernama Zaskia Maharani, seorang gadis desa yang nekat mencari tunangannya ke kota untuk memberi kejutan dan untuk memastikan sesuatu.

Laki-laki itu bernama Andreas, 3 bulan lalu dia bersikeras melamar Zaskia agar setelah kelulusan bisa langsung menikahinya.

Meskipun Zaskia sendiri merasa minder dan tidak mau menjalin hubungan hanya karna balas budi karna dia telah menyelamatkan nyawa orang tua Andreas. Tapi orang tua Andre sendiri yang memaksa, dan Andre sendiri juga yang sudah meyakinkan bahwa dia akan membahagiakan Zaskia. Setelah kembali ke kota Zaskia dan Andre pun makin dekat meskipun hanya berkomunikasi lewat hp.

Tapi entah mengapa sudah satu bulan ini mereka jarang berkomunikasi, Andre yang mengatakan sedang sibuk karna sering lembur tak menjadi masalah bagi Zaskia karna dia pun disibukkan dengan ujian yg telah dilaksanakan 3 hari yang lalu.

"Lumayan jauh dek... kalau mau pake taksi, di depan sana banyak taksi yang mangkal. Atau kalau mau naik angkot juga ada yg arah sana. Nanti kasih aja alamat ini ke kondekturnya atau sopirnya biar diarahkan" jawab pemilik toko itu memberi arahan.

"Oh, iya bu. Makasih ya bu. Kalo gitu saya permisi."

Masih menimbang-nimbang, melihat isi dompetnya yang tinggal 157 ribu, kalau naik taksi akan langsung sampe depan rumah tapi uangnya takut tidak cukup. Akhirnya dia memutuskan untuk naik angkot.

"Aku kok jadi kaya cewek yang ngejar-ngejar cowok ya... Ah, bodo amat lah siapa suruh ga bisa dihubungi." ucap Kia dalam hati.

"Ngenes banget sih jadi orang miskin, biarin deh dikira gembel." tambahnya lagi membatin saat sadar dirinya tengah menjadi pusat perhatian karna penampilannya.

Menggunakan celana soft jean hitam yang sudah berubah warna, kaos oblong lengan panjang yg dengan rambut yang dkuncir kuda dengan wajah yang dekil. Sungguh miris.

Sebenarnya dia gadis yang cantik jika saja dia punya waktu dan uang untuk merawat diri, alis yang tebal tanpa disulam, bulu mata yang lentik dan mata yang bulat. Baginya bisa makan dan sekolah serta punya uang untuk berobat sang ibu itu sudah bersyukur. Meski begitu dia punya keinginan untuk kuliah, kemarin dia mendapat tawaran beasiswa dari dua universitas, di Jogja dan di kota ini, dia masih harus menimbang lagi terima atau tolak. Masalah ini juga yang nanti ingin dia bahas dengan tunangannya itu.

*****

Kia diturunkan di depan mini market Alfa Mei dan sesuai arahan dari pak kondektur, alamat yang dia tuju tidak jauh dari tempatnya saat ini.

"Ya Allaah... Kenapa rasanya ga enak ya perasaanku. Lancarkanlah urusanku Ya Allah..." doanya dalam hati.

Sejenak Kia beristirahat sambil minum air mineral dan makan roti yang barusan dia beli.

Melihat tukang parkir, ia segera menghampiri dan bertanya, " pak, mau tanya kalau alamat ini masih jauh ga?"

"Oh... Kalau lewat gang sempit sebelah sana itu tinggal jalan kaki lurus aja neng soalnya ga boleh dilewati kendaraan... Nanti keluar gang sudah kelihatan gerbang perumahannya, nanti bisa dtanyakan sama satpam yang jaga dsana untuk letak rumahnya. Tapi kalau mau naik ojeg atau taksi jalannya muter agak jauh." jawab tukang parkir itu.

" Alhamdulillaah ternyata sudah dekat, kalau gitu saya jalan aja deh Pak. Makasih banyak ya Pak. " ucapnya penuh syukur.

"Sama-sama neng... Hati hati..."

Kia hanya menundukkan kepala sambil tersenyum kemudian melangkah pergi menyusuri gang sempit dan sepi. Rasa lelah sudah tidak dirasa, hanya ingin secepatnya sampai.

Mendadak langkahnya terhenti ketika melihat segerombolan preman...

"astaghfirullahaladzim... Ya Allah lindungilah hambamu ini, apa yang harus aku lakukan." terlihat ketakutan tapi harus tetap mencari cara bagaimana menolong orang yg sedang dkroyok preman. 

Ujung gang sudah terlihat, di sebrang sana adalah jalan besar, dia melihat ada polisi sedang berpatroli dan berhendi di depan gang. Tanpa pikir panjang Kia berteriak sekencang mungkin berharap mereka akan mendengar dan menolongnya, "Tolong... Tolong... Rampok... Pak  polisi tolong...!!!" 

Mendengar ada orang didekat mereka, preman-preman itu lari tunggang langgang ke arah Zaskia karena menyadari ada polisi yg diujung gang yg mulai bergerak masuk. 

Karna tempatnya memang sempit, Zaskia sengaja didorong sampai membentur tembok. 

Dia langsung berdiri, tidak peduli dengan jidatnya yang bonyok karna terantuk tembok. 

"Bang... Abang masih kuat kan, bertahanlah bang." ucapnya cemas melihat pemuda itu dalam keadaan babak belur dan kesadaranya mulai menurun.

"Pak... Tolong, abangnya ini pingsan Pak ...!" teriaknya pada polisi yang sudah berlari ke arahnya. 

"Tenang dek, kami akan membawa langsung ke rumah sakit, adek ikut dengan kami ya untuk dimintai keterangan" ucap pak polisi.

Sejenak menimbang, karna menyangkut nyawa seseorang dia akhirnya segera mengikuti polisi itu.

*****

Sampai di UGD pria tersebut segera ditangani dokter.

"Adek mendaftar dulu ya...!" kata petugas kesehatan.

"Maaf mas, saya hanya menolong, saya tidak tahu namanya, tidak ditemukan juga identitas di pakaian yang dia pake. Dan saya juga tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatannya" jawab kia merasa bingung.

"Pasien korban pengeroyokan kami yang akan mengurusnya mas, adek ini hanya akan kami mintai keterangan." kata pak polisi menyela.

Setelah cukup keterangan yang diperlukan, polisi menitipkan pria tadi kepada Kia untuk menjaga sampai pasien sadar. Karna sudah malam akhirnya Kia mengiyakan, tidak mungkin juga malam ini balik lagi ketempat tadi, badannya juga lelah butuh istirahat, tidak buruk istirahat di rumah sakit, lebih aman, pikirnya.

 "Terima kasih untuk kerjasamanya dek... Kami akan kembali besok pagi." ucap polisi itu sambil melihat Kia. "Dok, sekalian obati adeknya ini, sepertinya dia juga terluka." lanjutnya

"Ah, tidak usah pak, nanti juga sembuh sendiri, cuma benjol aja kok."

"Ga papa dek, diobatin dulu biar tidak tambah sakit."

Kia hanya bisa pasrah. 

Tak lama pasien dipindahkan ke ruang perawatan, kata dokter tidak ada luka dalam, mungkin pria itu akan segera sadar.

Setelah sampai di ruangan, kia meletakkan ranselnya di sofa, mengambil pakaian ganti kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Kini Kia sudah merasa lebih segar, dia duduk dekat pria itu, memperhatikan luka-luka lebam di wajahnya.

"Cepet sadar ya Bang... Keluarga Abang pasti lagi nyariin." ucapnya sambil tersenyum memperhatikan wajah pria yang ternyata sangat tampan...

"Abang kok bisa ganteng gini sih, bonyok gini ada masih tetep terlihat keren..." celetuknya pelan masih yakin pria ini belum sadar.

"Ibunya abang dulu nyidam apa sih, kok bisa buat yang kaya gini. Ah... Pasti ibunya abang cantik banget ya. Besok kalau ketemu aku boleh nanya ga ya sama ibunya abang, biar besok2 kalo aku mau punya anak bisa aku rencanain nyidamnya." ucapnya sambil terkekeh lirih, menyadari kekonyolannya...

"Abang namanya siapa? Kalo aku Zaskia, abang panggil aku Kia aja ya."

Masih bermonolog, belum tentu jika lawannya bicara dalam keadaan sadar Kia masih bisa berbicara selancar ini.

"Doakan ya bang, agar urusanku lancar. Aku baru dari desa tadi siang, aku mencari seseorang, semoga besok bisa bertemu. Sejujurnya aku takut bang, di kota ini aku ga punya keluarga dan ini pertama kali aku kesini. Ah iya, kalo abang ada lowongan pekerjaan aku daftar ya bang... Tapi aku baru lulus SMA, eh belum ada pengumuman kelulusan ding, doakan lulus ya bang, biar aku bisa kerja terus lanjutin kuliah."

Kia terdiam lalu mengamati wajah tampan pria di depannya itu.

" Ya ampun... Aku dah kaya orang gila ngomong sendiri. Aku ga kena sawan kan ya... Hiii... " Zaskia bergidik ngeri membanyangkan kena sawan. Karna rasa lelah, perlahan dia terlelap sambil duduk dengan kepala berada di ranjang pasien.

Dirasa ruangan sudah tenang, tak ada lagi suara gadis yang berisik dari tadi, gadis yang dia yakini adalah orang yang menolong dari serangan preman tadi, pria itu membuka matanya. Mengamati gadis kecil di sampingnya sambil tersenyum.

 "Gadis yang manis... Makasih ya sudah menolong Abang." gumamnya.

"eh, kok aku jadi ikut-ikutan panggil Abang sih. Gapapa deh, Abang panggilnya dek Kia ya..." gumamnya lagi sambil terkekeh.

"Namaku Revan, besok kamu kerjanya ngrawat aku aja gimana. Mau ya?" senyumnya melebar menyadari pikirannya, "astaga sejak kapan aku jadi ikutan gila? " dia pun tertawa lirih.

"Kenapa deket gadis kecil ini berbeda, aku sama sekali tidak merasa mual dengan jarak sedekat ini, malah yg tadinya pusing sekarang udah ga seberat tadi?"

Hei ada apa dengan bang Revan?

BAB 2. Aku Jadi Normal?

Sejenak Revan teringat kejadian sebelum peristiwa naas itu terjadi.

"Ma... Revan keluar sebentar ya." pamit nya pada Mama Risna

"Udah malam sayang, mau kemana sih? Mau kencan? Sama siapa, kenalin ke Mama dong?" sang mama  antusias sekali.

Mengingat sang anak memang berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Putranya cenderung menjauh dari makhluk atau bahkan mungkin alergi yang bernama wanita, dia merasa tidak nyaman berdekatan bahkan bersentuhan dengan wanita, bahkan bisa berujung mual dan pusing. Ck, udah kaya orang nyidam. Hal itu baru diketahui oleh sang mama, karena sang mama terus mendesak Revan untuk segera mencari pasangan mengingat usianya yang sudah cukup untuk menikah.

Akhirnya Revan menceritakan keadaanya. Ham itu terjadi setelah melihat adegan mesum kekasihnya dengan teman Revan sendiri, juga laki-laki pernah dikenalkannya sebagai sepupu sang gadis. Mungkin akibat trauma pikir mama Revan, tapi sejauh ini Revan belum mau diajak untuk konsultasi ke dokter.

"Sudah deh ma, jangan mulai. Mama doakan saja yang terbaik untuk Revan. Revan sudah ikhlas ma, yang penting Revan bisa bahagiain mama. Itu sudah cukup untuk Revan." ucapnya.

"Iya sayang, mama selalu doakan yang terbaik, agar anak mama juga bahagia." telihat nada sendu dari setiap ucapan Mama Renata.

"Aamiin. Revan berangkat ya ma. Kalo kemaleman mungkin ga pulang, nginep apartemen. Mama jangan tidur terlalu malam, sebentar lagi papa pasti juga pulang. Assalamu alaikum..."

"Wa 'alaikum salam. Hati-hati sayang."

Revan berlalu setelah mencium tangan mama tercintanya.

Masuk ke mobil sambil meletakkan dompet di kursi samping, lalu menelepon seseorang, "otewe ini bawel ah..." 

Ya, Revan ada janji nongkrong dengan temannya di cafe tempat biasa mereka berkumpul untuk sekedar melepas penat. 

Belum sampai tujuan ban mobilnya kempes, dia keluar dari mobil dan langsung menutup pintu tapi lupa mencabut kunci mobilnya.

"Astagfirullaah... Ngenes banget nasib aku Ya Allaah... Gimana ga bisa kebuka kan pintunya."

Untungnya handphone sempet dia bawa keluar, ia pun menghubungi temanya untuk minta dijemput. Baru saja dia akan membuka hp dia sudah mendapat todongan senjata tajam. 

" Serahkan dompet dan kunci mobil! "

" Astaghfirullaah, ga ada bang. "

" jangan bohong gua tau lo keluar dari mobil ini, bawa mobil mahal ga mungkin kan ga punya duit, cepet serahkan!"

Pisau sudah diarahkan ke leher Revan. 

"beneran bang, tuh liat ban mobil kempes kunci ketinggalan di dalam."

"Banyak bacot lu, cepat kita seret ke dalam gang, kita hajar saja. Ambil handphone sama jam-tangan nya kayaknya mahal juga."

"Ambil saja bang, tapi biarkan aku pergi."

Percuma melawan mereka yang jumlahnya 5 orang. Daripada mati konyol lebih baik menyerahkan ho dan jam saja. Tapi ternyata preman2 itu tetap saja menghajarnya, sungguh lawan yang tidak seimbang meskipun sudah berusaha melawan akhirnya tetap kalah. Saat kesadarannya mulai menghilang, datanglah seorang gadis yang menolongnya.

Revan menarik napas dalam, masih memandangi gadis yg dia bilang manis itu.

"Astaghfirullaah... Gimana cara ngubungi orang rumah. Mama pasti panik kalo aku kabari, ck..."

Mau bagaimana lagi, yang dia ingat hanya nomer rumah dan ini masih terlalu malam untuk bikin heboh seisi rumah, akhirnya dia memutuskan untuk menelpon rumah besok pagi.

Menjelang waktu subuh Kia menggeliat, merasakan keningnya yang berdenyut nyeri, padahal semalam tidak sesakit ini, ditambah posisi tidurnya yang sambil duduk membuat tubuhnya tambah pegel-pegel.

Segera bergegas ke kamar mandi, mengambil air wudlu lalu sholat subuh. Ia baru sadar seharian kemarin sudah lalai menjalankan kewajibannya, "Astaghfirullah... Ampuni hambamu ini ya Allaah."

Ketika selesai sholat dia terkejut melihat pasien sudah sadar dan sekarang sudah duduk manis di ranjang pasien...

"Abang sudah sadar?" tanya Kia girang langsung mendekati Revan.

Entahlah, meski hanya bersama semalam bahkan tanpa komunikasi Kia sudah merasa dekat dengan pria ini.

"Makasih ya dek, udah nolongin Abang kemarin,... kamu juga terluka?" mendadak Revan panik, pasalnya semalam luka dikeningnya tidak terlihat karna tertutup rambut. Padahal baru saja dia menertawakan dirinya sendiri dalam hati yang udah sangat lebay menyebut abang adek.

" ga papa kok bang, cuma kena gores aja, tar jg cepet sembuh." sangkalnya padahal rasanya masih cenut- cenut.

"Aku Kia, kalo abang?" tanya Kia sambil mengulurkan tangannya.

Sempat ragu, namun perlahan Revan menyambut tangan gadis kecil itu.

"Revan..." jawabnya singkat, masih mencoba menyelami perasaannya. Tangan gadis itu agak kasar namun pas di genggamannya, dan hangat yang dia rasakan. Tidak ada rasa mual atau pusing seperti sebelum-sebelumnya. 

"Apakah karna digebuki preman kemarin aku jadi normal?" batinnya penuh harap.

Tak lama terdengar derap langkah rombongan beberapa orang menuju ke arahnya. Ternyata ada visit dokter. 

"Selamat pagi mas... Dek... Diperiksa dulu ya..." ucap dokter muda yang mungkin seumuran Revan.

"Apa yang dirasakan sekarang, ada mual atau pusing?" 

Belum sempat menjawab pertanyaan dokter muka Revan sudah memucat...

Perutnya mulai bereaksi ketika ad perawat wanita yang mendekat.

"Stop... Jangan mendekat, tetap disitu!" Teriak Revan yang mendapat tatapan aneh dari penghuni ruangan itu. "Boleh masnya saja yang melakukan?" lanjutnya menunjuk seorang perawat laki-laki.

"Kenapa mas, ga disuntik kok cuma dtensi, ga sakit." ucap perawat perempuan tadi yang belum mengerti maksud Revan, masih berusaha mendekat. Revan semakin gelisah.

"Dek... Tolongin abang dek." teriak nya sambil memandang Kia penuh harap, masih belu mengerti dengan dirinya sendiri, bukankah tadi dengan Kia dia tidak merasakan apa-apa.

-

Setelah sempat bengong, akhirnya dengan cepat Kia mendekat.

"Abang kenapa? Ada yang sakit, mana yang sakit bang?"

"Abang ga kuat dek, mual mau muntah" Entah setan apa yang baru saja lewat, mendadak Revan langsung memeluk Kia. Gejolak diperutnya mulai berkurang. 

"Hah... Dok, apa abang gagar otak kok sampai mau muntah, semalam katanya tidak ada luka dalam."

Dokter yang perlahan mengerti keinginan pasien pun, langsung meminta perawat wanita tadi untuk menjauh digantikan dengan mas perawat.

Dokter mengatakan keadaan Revan akan berangsur membaik hanya masih diperlukan observasi, jika sampai besok sudah tidak ada keluhan maka besok sudah boleh pulang.

"Abang ga papa?" ucap Kia mengurai kecanggungan setelah adegan peluk-pelukan tadi.

Mungkin nanti sebaiknya nanti sekalian konsultasi dengan dokter yang merawatnya tentang apa yang dia alami. batinnya. 

"Sori ya dekk yang tadi, ga sengaja. Reflek tadi."

"Abang kenal mbaknya tadi? Mantan ya, kok kaya ketakutan gitu. Emang abang pernah diapain, sampai ketakutan gitu?"

"Mantan apaan, kenal juga engga. Sudahlah ga usah dibahas, tadi ga tau kenapa, aku jadi mual pas dekat dia." Revan mencoba menjelaskan.

"tapi ga tau kenapa waktu tadi ada kamu mualnya ilang." Lanjutnya

"Beneran bang? Bukan modus kan? Berarti aku tuh obatnya abang. Sayangnya Kia ga bisa temenin abang lebih lama, suruh nunggu pak polisi yang kemarin nolongin kita, abis itu Kia mau melanjutkan perjalanan. Jadi nanti kalo butuh obat minta sama dokter aja ya. " kata Kia dengan percaya diri.

"Mau kemana emang, kamu ga boleh kemana-mana sebelum keluargaku ada yang datang." Ucap Revan seketika membuat Kia mengerutkan alisnya.

" Emang abang udah hubungin keluarga abang? Ibunya Abang tau? "Revan melihat binar bahagia di mata Kia saat menanyakan itu. 

" Ah iya, hampir lupa. Kamu ada handphone ga? Pinjem ya? " ucap Revan to the point

" Ada, pulsa data sama celluler baru kemarin diisi. "

Tanpa menjawab Revan langsung menyambar hape Kia, memasukkan nomor dan melakukan panggilan.  

On call

"...... " 

"Wa 'alaikum salam bi... Ini Revan, tolong panggilkan bang Rey ya bi... Penting." 

"....." 

"Iya bi, cepetan ya ini aku pinjem hape orang"

Beberapa saat menunggu dengan gelisah, semoga abang ga curiga, ga bilang sama mama juga nanti. 

"....." 

"bang, aku mau kasih tau sesuatu tp abang jangan bilang-bilang mama ya. Aku butuh bantuan abang, aku ada di rumah sakit. Ini aku pinjem hape orang tolong ambilin hape aku dkamar ya bang, langsung hidupin aja, kemarin aku matiin soalnya. Nanti aku panggilan wa saja ke nomer aku, soalnya ga ada no yg apal aku bang. "

"..... "

" Ok, aku tutup ya Bang, assalamu alaikum. "

"...... "

Panggilan berakhir lalu masuk ke aplikasi hijau memasukan no wa Revan lalu test contack ke no nya yang di rumah.

" Aku dah simpen no aku, kapan pun kamu butuh bantuan jangan sungkan. Ok? "

Kia hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Yang ke sini bukan ibunya abang ya? Padahal aku pengen kenalan lho, pasti cantik."

"Kenapa, kamu ga mau nglamar aku kan? Emang abang seganteng itu ya?" ucapnya narsis

Plakk...

Tabokan yang lumayan keras mendarat di lengan Revan

"auw... Sakit dek, kuat banget habis makan apa sih?"

Ucap Revan sambil mengusap lengannya. 

"Maaf bang... Sakit banget ya? Abang sih sembarangan bercandanya." sesal kia sambil mengelus-elus bekas tabokanya.

"Abang dah laper belum, mau makan apa? Nanti aku cari keluar."

"Ga usah, nanti ada yang bawa makanan."

Tok tok tok...

Terdengar pintu diketuk, tak lama masuklah 2 orang polisi masuk

"Selamat pagi Mas, Dek... Bagaimana hari ini? Sudah lebih baik?"

"Pagi pak, alhamdulillah saya merasa lebih baik."

"Baiklah, apakah kami sudah bisa meminta keterangan terhadap kasus yang menimpa mas..."

"Revan pak, Revandaru."

"Ok, Mas Revan bisa menceritaman kronologinya?"

Revan pun menceritakan kejadian yang dialaminya secara detail.

"Jadi mobil innova grey dengan no pol xxxx adalah milik anda? Kami sudah mengamankan semalam, sekarang ada di kantor polisi."

"Syukurlah kalau begitu Pak, terrima kasih. Nanti ada orang yang akan mengurusnya."

"Kalau begitu kami permisi dulu, semoga cepat pulih." ucap polisi itu berpamitan, "Adek gimana, mau di antar sekalian ke tujuan?" lanjutnya lagi sambil menatap Kia.

Yang diajak bicara melirik Revan.

"Biar nanti sopir saya yang mengantar Pak."

"Baiklah kalau begitu."

Setelah polisi itu pergi, suasana menjadi hening.

"Kamu kok bisa ada dsana waktu kejadian kemarin?" tanya Revan memecah keheningan. Sejenak mereka saling tatap.

"Aku sedang mencari alamat di sekitar sana Bang... Aku barusaja dari desa, baru kali ini datang ke kota ini." Jawab Kia lalu menunduk.

"Saudara? Kenapa ga minta jemput? Bahaya lho kamu jalan sendirian gitu."

"Udah semingguan ini ga bisa dihubungi, sebernernya dia tunangan aku bang...."

Deg...

BAB 3. Merebut Tunangan Orang

Deg...

Kok nyesek ya denger dia udah punya calon. Batin Revan, masih belum mengerti hatinya.

Lalu dia tersenyum, dan berkata, "Nanti biar dianter nyari alamatnya." kata Revan sambil beringsut turun dari ranjang.

"Abang mau apa? Biar aku bantu?" 

Revan tersenyum, "Ke kamar mandi, abang bisa kok." mengusap kepala Kia sebentar lalu ke kamar mandi dengan perlahan sambil menyeret tiang impus. 

Kia masih mamatung sambil melihat punggung revan, kemudian memegangi dadanya, "Jantungku harus diamankan, ga usah ge er deh Kia, dia baik karna sudah kamu tolong. Jaga hati, ingat kamu sudah ada yang akan memiliki." batinnya lalu tangannya menepuk-nepuk pipinya untuk mengembalikan kewarasannya. 

Derrtt... Derrtt... 

Hapenya bergetar ada panggilan nomor masuk dari

BANG REVAN GANTENG

" Bang Revan narsis juga, hihihi... " gumamnya lirih lalu menekan tombol hijau. 

" Assalamu 'alaikum." 

Sejenak hening, ini kenapa malah ga dijawab sih, pikirnya. "halo assalamu alaikum..." ulangnya. 

"Eh, maaf mba, tadi adek saya mengirim pesan lewat nomer ini. Revannya ada?" Jawab seseorang dari sebrang sana.

"Bang Revannya baru ke kamar mandi, nanti biar dihubungi balik aja ya kak?" 

"Oh, oke... Oke.... Makasih ya dek?" tadi mbak sekarang dek, mungkin karna Kia memanggil kakak padanya. 

" Sama-sama kak." 

Tak berapa lama, Revan keluar dari kamar mandi. 

"Bang, tadi ada telpon dari nomor abang. Aku bilang nanti abang mau telpon balik." Ucap Kia setelah Revan kembali duduk, lalu menyerahkan hapenya. 

Tanpa menjawab, Revan langsung menghubungi nomernya. 

"Gimana bang?" 

"....." 

"Aku di ruang Anyelir...." ucapnya terjeda sambil melirik ke arah Kia. 

Yang ditatap hanya menunjukkan jumlah jari yang merupakan nomer kamar ranap Revan. 

"No 6 bang..." 

"....." 

Telpon terputus. 

"Abang belum tau bagaimana caranya berterima kasih sama adek, pokoknya kalau adek butuh apapun kapanpun, hubungi abang ya..." kata Revan sambil menatap sayu pada Kia. 

Gadis ini kalo dikasih imbalan uang pasti tidak mau, kalau mau langsung menawarkan pekerjaan juga masih canggung, ah yang penting kan sudah save kontaknya. Pikir Revan.

"Yang nolongin abang itu Allah, kebetulan saja waktu itu Kia yang jadi perantaranya." jawab kia sambil tersenyum.

"Emmm.... Kayaknya nanti aku bakalan minta bantuan abang deh, kalo abang tau ada lowongan kerja untuk lulusan SMA, kasih info ya Bang. Aku pengen kuliah sambil kerja. Kemarin dapet tawaran bea siswa disini, mau aku ambil tapi kan tetep butuh biaya untuk sehari-hari, jadi aku mau sambil kerja." kata Kia sambil membayangkan kerja sambil kuliah. 

"Emang diizinin sama tunangannya. Kenapa harus sambil kerja? Tinggal minta aja kan sama dia." ucap Revan asal. 

Kia menghembuskan napas kasar. 

"Makanya ini aku lagi nyari dia pengen ketemu untuk bahas ini juga. Aku hanya ga mau jadi beban."blirih Kia menunduk dengan nada sendu. 

Revan mengusap kepala gadis itu dengan lembut. 

" Hei, jangan sedih. Nanti abang hubungi, abang pasti usahakan. Kamu juga jangan putus komunikasi sama abang."

Kia mendongak lalu melebarkan senyumnya. 

"Makasih ya bang... Semoga abang segera sehat, panjang umur diberikan istri cantik dan sholeha. Eh, ato malah udah punya istri? Iya... Aku lupa orang seperti abang ga mungkin kan masih jomblo, kalo belum punya istri pasti sudah ada pacar. Ah, pasti cantik banget dia. Bener kan bang?" Cerocosnya panjang tanpa rem.

Revan hanya tersenyum melihat kelakuan gadis di depannya ini.

" Emang menurutmu abang seperti apa?"

" Abang itu baik sih kelihatanya, meskipun sekarang mukanya bengkak tp masih keliatan ganteng kok. "

Eh... Kia langsung membekap mulutnya.

Tawa Revan pun pecah. Sejak kejadian yang membuat dunianya berubah, ini adalah pertama kalinya Revan tertawa lepas seperti ini apalagi di hadapan seorang gadis.

Tok tok tok...

Kia bangkit membukakan pintu, dilihatnya pria yang agak mirip Revan melihatnya dengan tatapan heran tapi kemudian masuk ke dalam ruangan, meletakkan bungkusan di nakas dan paper bag di sofa. 

" Kok bisa sampe kayak gi sih Van... Kamu berantem apa gimana sih." dialah Reyhan kakak Revan.

"Digebukin preman bang semalam, ga tau gimana kalau dia ga nolongin aku. " pandangannya mengarah ke Kia yang masih terpaku di depan pintu.

"Ah, kebetulan saja saya sedang lewat Kak ..." serga Kia sambil berjalan ke arah Reyhan dan mengulurkan tangannya.

"Saya Kia kak?" Tutur Kia sopan memperkenalkan diri.

Reyhan tersenyum, "Makasih ya dek, udah nolongin Revan... Aku pikir kamu pacarnya Revan tadi. Jomblo akut dia, aku pikir sudah insyaf. Hehehe..." ucap Reyhan terkekeh. Revan hanya mendengus, "Oh iya sarapan dulu, kalian sudah laper kan?" lanjutnya. Pasti gadis ini belum sempat sarapan, pikirnya.

Kia segera mendekat berinisiatif membantu menyiapkan sarapan. 

" Biar Kia bantu kak, kakak duduk aja." ucap kia

"Tumben lu ga mabok deket cewe, manis ya dia? Auranya kelihatan meski sedikit gosong." bisik Reyhan terkekeh sambil memperhatikan Kia yang cekatan menyiapkan makan.

"Udah ada yang punya." ucap Revan merengut saat mendapat ledekan dari kakaknya.

"Yah... Gagal deh punya adek ipar." Reyhan makin memanas-manasi.

"Paan sih ga jelas... Oh ya bang, aku butuh orangnya abang untuk ngurus mobilku di kantor polisi. Kuncinya ketinggalan di dalam mobil beserta dompetnya. Sama nganter Kia juga, dia baru dari desa sedang nyari alamat tunangannya. Bisa kan bang?"

"Gampang, biar Bimo yang urus."

Ucapnya lalu mengambil 2 hape dikantong jasnya, yang satu dibarikan pada Revan, kemudian menghubungi anak buahnya untuk mengurus permintaan Revan tadi.

"Sebentar lagi Bimo datang." kata Reyhan.

"Abang ga ngasih tau mama kan?" tanya Revan masih merasa was-was. 

"Kalo Abang kasih tau mama, pasti dia yang heboh duluan. Yaudah, Abang ke kantor dulu ya, ada meeting pagi soalnya. Luka gitu aja pasti cepet pulih, jangan cengeng. Malu sama bocah." Reyhan terkekeh sambil menekan pipi Revan yang membengkak.

"Dasar abang laknat, sakit tau bang. Udah sono pergi." ucap Revan meringis menahan sakit.

Kia tergaket mendengar teriakan Revan. Reyhan hanya nyengir melihat Kia.

"Nitip Revan ya dek, nanti ada yang kesini nganter kamu." Kia hanya mengangguk sambil tersenyum. "Jangan lupa, kamu hubungi kantor kamu, minta izin." lanjutnya.

"Iya Bang, makasih diingatkan." melirik jam di dinding sidah jam 8 lebih. Revan segera menghubungi kantor meminta izin.

"Makan dulu Bang. Aku suapin aja ya bang, kayaknya tangan kanan abang masih sakit."

Revan melihat tangannya mencoba menggerakkan. Kemudian mengangguk karna memang masih sakit digerakkan.

Zaskia menyuapi Revan dengan telaten

"Kamu juga makan, maaf ya jadi ngrepotin." Ucap Revan merasa tidak enak karna gadis ini melakukan semua dengan tulus, padahal baru saling mengenal.

"Iya Bang, habis ini Kia makan. Abang santai aja. Aku ga keberatan kok. Aku malah bersyukur baru datang ke kota ini langsung dapet temen, hehehe..." jawab Kia sambil tersenyum lebar.

Revan membayangkan seandainya saja Tuhan masih memberikan kesempatan untuknya mempunyai istri dan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya, pasti bahagia rasanya.

"Berasa punya istri beneran kalo kaya gini." goda Revan yang dihadiahi pelototan dari Kia.

"Abang kan sudah cukup umur, kenapa belum menikah? Kata Kak Rey tadi abang jomblo. Bohong kalo belum punya bacar."

Revan hanya tersenyum tak menanggapi ucapan Kia. "Nikung tunangan orang dosa ga sih?" memgalihkan pertanyaan.

"Gaasss bang... Selama janur kuning belum melengkung, nikungnya di sepertiga malam ya bang!" Kia belum mengerti maksud Revan, malah memberi ide.

"Oke, abang bakal istiqoroh tiap malam." Revan seketika antusias mendengar jawaban Kia.

Emang bener gue udah jatuh cinta ama bocah ini? Kayaknya love at first sight itu memang ada. Pikirannya mulai ngelantur.

"Jadi beneran, Abang mau nikung calon istri orang? Abang ga lagi bercanda tadi?" Kia malah makin penasaran. Sementara Revan hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala.

"Udah makan dulu sana." ucap Revan masih terkekeh.

Tak lama datang laki-laki  seumuran Revan, mungkin ini mas Bimo pikir Kia.

"Pagi Mas Revan, bagaimana keadaannya? Tadi pak Reyhan meminta saya untuk mengurus keperluan Mas Revan." sapa Bimo ketika sudah di dekat Revan.

"Iya Bim, tolong urus mobilku yg ada di kantor polisi, panggil bengkel saja, soalnya ban mobil kempes terus kunci didalem ga bisa dbuka dari luar, tp sebelumnya antar dulu dia mencari rumah saudaranya, urus administrasi rumah sakit nanti saja."

"Baik Mas... Mbaknya mau pergi sekarang atau nanti?" tanya Bimo pada Kia

"Panggil Kia aja Bang." Ucap Kia sambil tersenyum

Kia melihat Revan sambil berkata, "Kia pergi sekarang aja ya bang. Abang ga papa kan ditinggal sendiri?"

"Beneran tega ninggalin abang?" Ada rasa berat untuk melepasnya pergi, tp Revan tak punya hak untuk melarang. Dia hanya berharap besok masih ditakdirkan untuk bertemu dengan gadis manis ini.

"Ck... Abang lebay banget sih. Abang cepet sembuh ya."

Ucap Kia sambil mengulurkan tangannya.

"Aku udah ga papa, besok juga sudah boleh pulang. Hati-hati, jaga diri. Ingat hubungi aku kalau terjadi sesuatu atau kamu butuh sesuatu." ucap Revan mengingatkan sambil mengelus kepala Kia.

Sejenak saling tatap...

Adek baper bang, manis banget sih. Jantung aku jedug-jedug tau ga bang diperlakukan kaya gini, mana senyumnya bikin candu lagi. Batin Kia yang ga munafik tentang perasaanya.

Namun karna dia sudah menerima lamaran Andre dia akan memegang prinsip untuk setia. Untuk masalah cinta, jika nanti sudah menikah pasti akan tumbuh perlahan, pikirnya.

"Iya bang, nanti Kia wa abang ya... Awas aja ga dibales, aku doain jomblo seumur hidup😁." jawab Kia sambil bercanda.

"Kan aku mau nikung tunangan orang, selama belum ada kata SAH, masih bisa aku minta sama yang menciptakan, bener ga? Bener dong."

"Iya... Iya Abang bener, Kia pamit ya. Assalamu alaikum.?" 

" Wa 'alaikum salam. "

Bimo hanya memperhatikan interaksi dua orang di depannya. Baru kali ini Revan dekat dan lembut dengan perempuan. Karna selama 5 tahun bekerja dengan keluarga dan perusahaan Reyhan belum pernah dia melihat Revan dekat dengan perempuan. Tanpa Revan dan Kia sadari, diam-diam Bimo mengambil video mereka pas adegan pamitan tadi. "Calon matumu otewe Bu?" batin Bimo.

Ibu Mas Revan pasti ga percaya kalo ga ada bukti. Pikir Bimo.

Sampai diparkiran Kia melihat dan mengingat ingat nama rumah sakitnya. Entah untuk apa.

"Alamatnya mana mb?" tanya Bimo mengembalikan fokus Kia.

"Mas... iih... Dibilangin panggil Kia aja juga, memang aku udah kaya mbak-mbak apa. Kia kelihatan tua dan jelek banget ya mas." tanya Kia merasa tidak pede.

"Eh, maaf bukan begitu maksudnya. Saya panggil mbak karna kamu temen akrab Mas Revan, adik bos saya." Bimo merasa tidak enak.

Bimo hanya tersenyum melihat Kia merengut. Kemudian menerima kertas bertuliskan alamat yang dicari. Bimo segera melajukan mobilnya menuju alamat tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!