"Ma, Anara pergi dulu ya." dengan bergegas mengikat tali sepatu dengan terburu-buru karena Anara pagi ini ada janji untuk mengambil data penelitian di sekolah SMAnya dulu.
"Nara, kamu ga sarapan dulu? Mama sudah menyiapkan sereal kamu nih." Mama yang masih didapur menyiapkan sarapan untuk papa yang selalu ga pernah absen menikmati makanan buatan mama sebelum berangkat ke kantor.
"Kamu nanti langsung ke kampus atau gimana?" Papa duduk sambil membaca koran dan menikmati secangkir kopi favoritnya sambil menunggu mama menyiapkan sarapan
"Kayaknya dari tempat penelitian, aku langsung ke kampus deh Pa, Soalnya hari ini ada jadwal bimbingan tesis dengan Prof. Budi, terus mau sekalian ke Kampus C juga mau cari referensi teori soalnya masih ada teori ditesisku yang kurang." jelas Anara kepada Papanya sambil terus menyiapkan barang-barang bawaannya masuk ke mobil.
"Kamu jangan lupa makan loh Nar, sesibuk apapun kamu jangan sampe ga makan, inget kamu punya maag Sayang!" Mama Nita mengingatkan putri tunggalnya dengan seksama.
"Beres ma, aku berangkat dulu ya Pa, Ma, doain aku lancar ya dan kali ini bisa di ACC Prof. Budi. Assalamualaikum." pamit Anara sekaligus mencium tangan Papa Mamanya dan pamit bergegas berangkat.
" Waalaikumsalam." Jawab Mama Nita dan Papa Gilang melepas putri kesayangannya berangkat.
Anara Putri Paramartha. Gadis berusia 25 Tahun. Mahasiswi Pasca Sarjana di sebuah Universitas Negeri. Anak tunggal dari Papa Gilang dan Mama Nita yang sedari kecil selalu ceria.
Anara tergolong cerdas. Sedari kecil ia selalu juara dikelasnya. Meski anak tunggal Anara begitu mandiri dan tidak manja. Meskipun bisa saja ia berleha-leha karena Papanya pemilik perusahaan besar dan masuk jajaran konglomerat indonesia. Mamanya juga merupakan dokter kecantikan terkemuka dan banyak artis yang menjadi langganannya.
Meski begitu Anara bertumbuh menjadi Gadis mandiri dengan segala kelebihan dan pastinya Anara berwajah cantik dengan tinggi bak model.
"Wa, lo dimana sie, sampe kering nie mata gw nungguin Lo." Vina nyerocos begitu Anara mengangkat telponnya.
"Sabar Vin, gw lagi kena macet nie, palingan 15 menit lagi sampe, Sabar ya sayangkuh." Anara mengendarai mobilnya dengan kemacetan merayap yang menjadi pemandangan sehari-hari bagi Anara.
"iya, tapi lo cepet ya, gw gabut nie sendirian, mana ga ada yg gw kenal." Vina melihat sekeliling sekolah tempat mereka penelitian dan sepertinya orang yang mereka akan temui belum terlihat.
"Oke, siappp." Anara menutup telponnya dan kembali fokus ke jalan. Yapp,,, memang hidup dikota besar tentu tidak akan terlepas dari yang namanya macet. begitulah batin Anara.
Dilain tempat sebuah laki-laki menatap layar telponnya yang bertuliskan nama panggilan Anara sedang menatap panjang ke depan. Sambil menghembuskan nafas dan sorot mata yang tidak dapat diartikan.
Raditya Wira Satria. Mahasiswa Pasca Sarjana merupakan teman sekalas Anara di Kampus. Pria dengan tinggi 185 cm berkulit putih, berhidung mancung dan rambut ikal ini sebenarnya menaruh hati kepada Anara.
Sikap Anara yang selalu biasa saja dengan Raditya membuatnya sering kali gusar dan tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya itu kepada Anara.
Radit takut jika ia mengutarakan perasaannya Anara akan menjauh dan mereka akan sulit berkomunikasi. tentu saja hal itu sangat tidak diinginkan Radit yang selalu bahagia dan cerah bersinar setiap Anara didekatnya.
.
.
.
Disuatu Ruangan tampak Pria dengan lesung Pipi yang membuatnya terlihat manis.
Ditatapnya Dokumen yang berada diatas meja kerja miliknya.
Entah mengapa wajah Anara selalu terbayang. Sejak pertemuan pertama, Pria itu tidak bisa memungkiri bahwa ia jatuh hati pada gadis berambut panjang itu, siapa lagi kalau bukan Anara.
Dering ponsel menyadarkan lamunannya.
"Iya Pa."
"Kamu masuh bekerja disana Nak?"
"iya Pa, masih."
"Apa kamu tidak menerima penawaran Papa untuk mengurus perusahaan Papa?"
"Aku pikir-pikir lagi ya."
"Sampai kapan kamu mau terus berpikir? Papa sudah waktunya istirahat Nak."
"Sudah ada Mas Ady Pa,"
"Tapi keinginan Papa kalian berdua bekerja sama meneruskan bisnis Papa."
"Mas Ady orang yang kompeten Pa, pasti mampu menghandle sendiri."
"Tapi Nak, Entah mengapa Papa ingin kamu juga terlibat dalam mengelola perusahaan Papa."
"Aku memiliki rencana sendiri untuk masa depanku Pa. Aku nyaman dengan pekerjaan sekarang."
"Papa memahami karena tentu setiap orang memiliki passion masing-masing. Tapi Papa harap tiada salahnya kamu mencoba."
"Aku akan pikirkan dulu masak-masak Pa,"
"Baiklah. Papa ingin kamu bisa memberikan jawaban dan Papa berharap kamu menerima jawaban Papa."
"Iya Pa."
"Satu lagi yang mau Papa tanya perihal dirimu dengan Clara, Apa kamu menyukai Clara?"
"Aku hanya menganggap ya sebagai seorang adik Pa. Tidak lebih."
"Namun seperti yang kamu tahu, Clara begitu mencintaimu, Ny. Margaret pun ingin sekali menjadikan kamu menantunya."
"Maaf Pa, Baskara memiliki pilihan sendiri."
"Apakah kamu memiliki Pacar Nak?"
Baskara bingung harus menjawab apa kepada Papanya. Iya telah jatuh hati dengan Anara. Namun Baskara sendiri belum menyatakan perasaanya kepada Anara.
Baskara tidak tahu apakah Anara memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Karena gadis itu tidak pernah menunjukkan perasaan suka terhadap dirinya."
"Bas, apakah kamu masih mendengarkan Papa?
"Iya Pa."
"Baiklah, Papa tidak akan memaksakan kamu perihal jodoh. Namun Papa berpesan, Jangan sampai melukai perasaan wanita."
"Baskara mengerti Pa."
Baskara mengusap wajahnya dengan helaan nafas panjang. Entah perusahaan maupun wanita semua terus berputar dikepalanya tanpa kepastian.
"Kenapa belum datang ya?"
Baskara melirik jam tangannya.
Ia terlihat tidak sabar berjumpa Anara.
"Aku harus mencari waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanku pada Anara.
Tak berapa lama dari Reseptionis ada panggilan untuk Baskara.
"Suruh tunggu di Lobby saja. Saya akan kesana."
Sambil menutup Telpon, Baskara tersenyum senang.
"Anara, Aku datang."
.
.
.
.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Vin!" Anara memanggil Vina sambil memastikan mobilnya sudah terkunci dan berjalan menghampiri sahabatnya yang sudah memasang wajah cemberut.
"Ya ampun Nara, akhirnya lo sampe juga, gw udah sampe dilalerin disini." Omelan Vina yang panjang dan nyerocos layaknya emak-emak kepada anaknya.
"Tadi macet Vin, lo taukan gimana jalan kalo pagi. Ya udah yuk cepet kita udah ditunggu Pak Waluyo."Anara menggandeng lengan sahabatnya sambil terus memasuki sebuah gerbang sekolah.
Vina pun mengikuti sahabatnya dan langsung tersenyum kembali segeranya mereka sudah sampai depan gerbang sekolah mengambil data penelitiannya.
Anara dan Vina memang baru kenal ketika mereka sama-sama mulai kuliah Pasca Sarjana. Pertemuan Awal mereka terjadi saat Tes penerimaan masuk kampus tersebut. Vina yang saat itu sedang berdebat dengan panitia penerimaan tes dan langsung dihampiri Anara.
#Flashback On#
"Pak, Saya itu beneren kok masuk salah satu peserta seleksi, masa saya bohong" Suara Vina yang mampu membuat orang melihat kearahnya.
"Coba kamu tunjukkan bukti lembar Kartu Peserta Seleksinya? Kalo ga bisa, ya dengan terpaksa kamu tidak kami perbolehkan untuk masuk mengikuti seleksi" Seorang panitia dengan agak kesal karena merasa Vina hanya mencari-cari alasan.
Dengan kekesalannya Vina terus menggerutu dan mencari-cari Kartu Peserta tersebut.
"Mbak bisa tunjukkan kartu peserta seleksinya?" Pinta panitia ketika Anara hendak masuk keruangan Seleksi.
"Oh, ini Pak," Anara langsung menunjukkan Kartu Seleksi yang ada ditangannya.
"Sebentar saya cek," Panitia tersebut segera memastikan kartu peserta Anara dan Melihat ke arah Anara.
"Ok. Silahkan Masuk." Panitia Selesai Memverifikasi dan mempersilahkan Anara Masuk.
" Pak! terus Saya gimana, masa Saya ga boleh masuk?" Vina kembali memohon dan sedikit memaksa.
Anara yang hendak berjalan masuk seketika berhenti dan bertanya ada masalah apa.
"Maaf Pak kenapa Ya?" wajah berusaha mencari tahu keadaan apa yang membuatnya penasaran.
"Ini mbak, mbak ini memaksa untuk ikut Seleksi tapi tidak bisa menunjukkan bukti kalau ia salah satu peserta seleksi." Panitia menjelaskan ke Anara dengan wajah masih kesal karena Vina terus ngotot.
"Kenapa Ga coba Bapak Lihat pengumuman Website Jurusan, disana tertera Nama peserta seleksi." Anara menjawab dengan santai, jujur entah kenapa Anara sendiri mau repot masuk kepermasalahan yang ada, biasanya ia jarang melakukan hal seperti itu.
"Betul Pak saran Mbak ini, Sebentar Saya juga kemarin sempat download Kartu Seleksinya." Sambil menunjukkan HP nya kepada panitia dan Panitia menerima HP Vina.
Panitia segera menelpon dan Ia pun kemudian menatap Vina.
"Ok, Ini bisa sebagai bukti bahwa mbak bisa ikut seleksi. Tapi jangan lupa Mbak, nomor peserta ujiannya juga nanti dicantumkan ya." Panitia Akhirnya memberikan izin Vina masuk ruang Seleksi dan mengikuti tes.
" Nah, gitu donk Pak. Terima kasih Pak. Vina segera mengambil HPnya dari tangan Petugas dan masuk ke dalam, segera setelahnya ia mengejar Anara dan memanggilnya.
"Hai, kamu tes juga ya," Vina Sambil meraih bahu Anara dan membuka percakapannya.
"Oh iya, Aku Vina Aprilia, Makasi ya tadi udah bantuin aku, kalo ga ada kamu aku bakal batal ikut seleksi" Vina mengulurkan tangannya dengan senyuman ceria.
"Anara Putri Paramartha." Anara membalas jabat tangan Vina.
Sejak itulah Anara dan Vina menjadi dekat, mungkin pribadi Anara yang sedikit kalem, sedangkan Vina yang selalu ceria membuat keduanya cocok berteman.
#Flashback Off#
Sesampai di Pos Security Anara langsung mengatakan maksudnya dan menjelaskan bahwa ia sudah buat janji bertemu dengan Pak Waluyo.
"Sebentar ya Mbak, Saya hubungi dulu." Security itu menelpon seseorang dan mempersilahkan Keduanya masuk, Tapi sebelumnya Security itu mengatakan bahwa Pak Waluyo sedang ada Rapat dan meminta mereka menunggu di Lobby sekolah.
Anara dan Vina pun masuk. Seketika mata Anara menerawang melihat bangunan yang kini sudah jauh berbeda ketika ia masih bersekolah dulu.
Sudah 5 tahun Lalu ia tidak lagi menginjakkan kakinya karena setelahnya lulus SMA Anara langsung keluar negeri untuk meneruskan S1 nya dan baru kini ia kembali kesini itu pun karena Saat ini ia sedang ada keperluan dari kampusnya.
"Anara, Nara!" Vina yang sedari tadi melihat mata Anara menerawang dan berusaha membuyarkan Anara dari Lamunannya.
Anara tersadar dan seketika matanya tertuju ke depan, Saat seorang berbaju batik menghampiri mereka berdua.
Entah kenapa jantung Anara berdetak lebih cepat dan tanpa sadar Pria itu mengulurkan tangan untuk bersalaman dan tentu segera disamber oleh Vina dengan sangat antusias.
.
.
.
.
Vina ga boleh melihat cowok ganteng. Langsung main serebot aja Nih.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Baskara Bima Megantara. Nama itu kini terngiang-ngiang dikepala Anara. Entah mengapa ia begitu terpesona dengan Pria yang memiliki fostur tubuh tinggi, bahu yang bidang, mata cekung, hidung mancung, dan satu lagi yang membuat terlihat manis, senyum yang terhias lesung pipi begitu membuat hati Anara yang selama ini hampir tak bergeming kini seakan menuntut untuk terus bisa bertemu dengan sang pemilik.
Ah,,, mengapa terus terbayang Baskara, padahal seumur hidupnya banyak pria tampan silih berganti tak terkecuali Raditya, namun hatinya tidak pernah bergetar maupun bergeming, berbeda dengan Baskara yang mampu merontokan konsentrasinya saat ini ditengah dirinya sedang serius didepan laptop mengetik kata per kata dalam tesisnya.
Tesis yang kini masih tahap revisi dan revisi. Siang ini Anara akan bimbingan tesis ke Prof. Dian, pembimbing keduanya setelah beberapa waktu yang lalu sudah ke Prof. Budi selaku pembimbing tesis pertamanya.
"Anara Putri Paramartha!" suara Vina mengejutkan Anara yang tanpa sadar melamun dengan mata menerawang.
"Hai Vin, darimana?" Gelapan Anara menjawab panggilan Vina.
"Ya ampun Nara, Nara. Lo itu ngelamunin apa sie, gw panggil-panggil dari tadi ga jawab-jawab. Hayoooo,,, ngelamun Jorok ya!" Goda Vina sambil mendudukan bokongnya dikursi depan Anara duduk.
"Sembarangan Lo Vin!" Anara berusaha mengalihkan Vina yang mulai jahil dan mulutnya pastilah Losdol kalo bicara.
"Heheheheheee, lagian ngelamun aja, Hati-hati loh Nar, Ayam tetangga gw kebanyakan ngelamun mati!" Vina yang masih senang meledek sahabatnya itu.
"Huuuhsss, sembarangan. Emang gw Ayam." Anara mendengus kesal dengan ledekan sahabatnya.
"Btw, Lo udah sampe kampus aja jam segini, Ada jadwal bimbingan? Bukannya Prof. Budi lagi keluar negeri ya?" Vina sambil membuka laptonya dan mengeluarkan beberapa note untuk bahan tesisnya.
"Gw mau bimbingan ke Prof.Dian, menyerahkan revisi. Lo sendiri tumben, biasanya paling susah kalo gw ajak ke kampus?" Anara melanjutkan mengotak atik tesisnya yang sempat tertunda karena teringat Baskara.
Vina mengalihkan pandangannya keluar jendela perpus dan menghela nafas panjang.
"Biar cepet kelar Nar, biar cepet sidang terus wisuda, terus,,," Vina tidak melanjutkan kata-katanya dan terus menatap keluar jendela.
"Terus apa Vin?"Anara yang mulai merasakan ada perbedaan dengan sahabatnya yang biasanya ceria namun beberapa waktu ini menjadi lebih pendiam dan sering melamun.
Vina yang sadar dengan tatapan menelisik Anara segera mengalihkannya dengan candaan dan keriuhan ala Vina.
" Terus Kelar beban hidup gw." Jawab Vina sekenanya dan berusaha kembali ceria.
"Gw kira kenapa lo Vin," Anara tersenyum dengan jawaban Vina, namun dihati kecilnya nampak Vina seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Namun Anara tidak akan memaksa Vina untuk bercerita, toh Vina pasti memiliki pertimbangannya sendiri.
"Btw, Lo masih kesekolah SMA lo?" kini Vina yang berusaha membuka obrolan dengan topik lain.
"Udah enggak, kan udah selesai Penelitiannya." mata Anara masih terus menatap laptopnya sambil mengetik tanpa memandang wajah Vina.
"Kirain masih kesekolah, Masih Ketemuan gitu sama Pak Baskara si Guru Ganteng." Vina sengaja mendekatkan wajahnya demi memastikan ekspresi Anara saat ia menyebut nama Baskara.
"Ya enggaklah, Ngapain gw kesana, urusan kita kan udah selesai." Anara berusaha menjawab wajar karena ia paham betul maksud pertanyaan Vina.
Tak puas dengan jawaban yang Anara berikan Vina semakin penasaran dan kembali kepo. Namun ditengah obrolannya yang asik meledek Anara datang teman sekelas mereka yang membuat Vina salah tingkah.
"Anara!" senyum itu selalu manis dan selalu membuat Vina terpesona namun nama yang dipanggil malah belum merespon malah masih asik bekutat didepan laptop dan tak sadar dengan seseorang yang kini sedang duduk disampingnya.
Melihat Raditya yang langsung duduk disamping Anara membuat Senyum Vina yang semula merekah seketika padam dan bukan Vina namanya kalau tidak kembali ceria walaupun ada sedih direlung hatinya karena selama ini Radit tidak menyadari perasaannya.
Sadar bahwa ada seseorang yang duduk disampingnya, Anara menyapa dan tetap bersikap seperti biasanya. Anara tahu betul perasaan sahabatnya Vina yang menaruh hati kepada Radit, Namun pria itu malah mendekatinya.
Anara sebisa mungkin tidak mau membuat sahabatnya Vina bersedih. Selain itu ia pun memang tak pernah menanggapi perasaan Radit karena di hati Vina tidak sedikitpun ada perasaan untuk Radit, Anara hanya menganggap Radit sebagai teman sekelasnya.
"Hai, Dit." Jawab Anara menoleh ke Radit yang berada disampingnya dan kembali mengalihkan mata ke laptop melanjutnya merevisi tesisnya.
"Mau bimbingan ya Nar? Kalo gitu bareng yuk, Aku juga mau ke Prof.Martin untuk minta ACC pengajuan sidang." Tawaran Radit kepada Nara dan sekaligus membuat Vina sedikit murung.
" Maaf Dit, Aku ga ada jadwal bimbingan ke Prof.Budi, Aku mau bimbingan ke Prof.Dian." Anara menyimoan datanya dan mengoffkan laptopnya bersiap untuk pergi karena ia mau segera bertemu Prof.Dian.
"Mau kemana Nar?" Vina melihat gelagat Anara hendak pergi.
"Gw mau ke Prof.Dian dulu ya, asistennya ngabarin kalau saat ini Prof.Dian bisa ditemui, jadwal dimajukan karena siang nanti Prof.Dian akan menjadi penguji di sempro. Gw tinggal dulu ya Dit, vin, Bye." Anara segera meninggalkan sahabatnya dan Radit di kursi perpus.
Sepeninggalnya Anara Raditpun hendak pergi. Melihat itu Vina langsung berusaha membuat Radit kembali. Reflek tangan Vina menahan lengan Radit. Kedua berpandangan dan sekian detik terdiam. Mata itu selalu mampu membuat detak jantung Vina berlari-lari tidak beraturan.
Radit yang kaget dengan apa yang kini dilakukan Vina, mencoba bersikap biasa saja. Bukan ia tidak menyadari bahwa selama ini Vina menyukai dirinya namun hatinya terlanjur menaruh hati kepada Anara. Ya,,, sejak pertama di parkiran waktu seleksi tes masuk. Dimana saat itu Anara sedang berbicara dengan Panitia seleksi untuk memberikan solusi kepada peserta lain yang tertinggal kartu pesertanya dan membuat antrian menjadi panjang. Saat itu Radit terkesima dengan Anara tepatnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!