NovelToon NovelToon

Dua Mata Hati

1. Adzraffa Khayru Al-jaris.

..."Seperti Hal-nya kata 'Aamiin' yang selalu menyempurnakan Al-fatihah. Maka begitupun kamu. kamu adalah penyempurna lantunan Kalam cinta dalam ibadah-ku."...

..._Adzraffa Khayru Al-jaris_...

...--o00o--...

Assalamualaikum warahmatullah ... Selamat membaca sekuel Istrinya Ustadz? kisah Afkha. Maaf update sebelum tanggal 1, Author sedang mencari mood booster untuk kembali nulis, terima kasih.

Malam ini hujan sedang mengguyur kota 'S' dari sejak tadi sore. Sebuah mobil sport meluncur dengan bebas dan leluasa. Bukan karena sedang melakukan balapan atau ugal-ugalan. Si pengemudi nampak sedang terburu-buru menuju suatu tempat. Itu terlihat dari raut wajahnya yang berbingkai datar dan berkonsentrasi penuh pada jalan di depannya.

"Bagaimana keadaannya?" terdengar si pengemudi berbicara datar dengan seseorang dalam sambungan telepon, melalui earphone nirkabel.

"...." jawab suara si penelepon, tidak terdengar jelas.

"Syukron, Dek! A'a Kha usahakan sampai dengan cepat." jawab si pengemudi. Ternyata namanya Afkha yang biasa di panggil Aa Kha.

Setelah berucap salam penutup, sambungan telepon pun berakhir. Pria tampan yang mengenakan Koko putih tulang dengan strip hijau botol di kedua sisi lengannya yang memiliki panjang lengan hanya seperempat lengan itu dan begitu kontras dengan kulit putihnya, kembali menambah kecepatan pada kendaraannya. Wajah cemas kini menggantikan wajah datarnya.

"Ya Rabb, tolong selamatkan Istri dan calon anak kami." Doa Afkha di dalam hati. Dirinya tidak lepas dari Shalawat di dalam hatinya. Afkha baru saja pulang dari luar kota Setelah membawakan tausyiah di acara pengajian pembukaan showroom mobil teman kuliahnya.

Di ujung jembatan sana, nampak pula mobil City car putih sama-sama sedang melaju mengarah ke persimpangan yang sama dengan mobil sport berwarna hitam tersebut.

Tiba-tiba saja ...

Duar!

Terdengar ledakan yang cukup keras.

"AllahuAkbar...."

"Aaaaa ...."

Sreg ... ngiiikkk ... brugh ... jgearr!

Berbarengan dengan lafadz Allah dari bibir Afkha dan juga teriakan dari pengemudi mobil putih, suara rem yang di injak dalam dan juga hantaman dari benda keras begitu nyaring, terjadi di persimpangan tersebut.

Sebuah kecelakaan begitu cepat telah terjadi, mobil sport nampak melayang dan menghantam mobil putih yang juga melintas di tempat yang sama. Kini kedua mobil tersebut saling tergelincir dan terbalik.

Beberapa orang yang berada di tempat kejadian segera berkerumun. Seseorang mencoba menghubungi pihak kepolisian dan juga ambulans.

"Astagfirullah ... ngeri! apa mungkin ada yang selamat? lihat mobil putih itu ringsek." Bergidik ngeri seorang saksi mata, yaitu seorang pemilik warung kopi yang belum tutup.

"Inalillahi ... Entahlah, kami tidak berani mendekat." timpal pria lainnya.

"Pengemudi mobil putih, sepertinya perempuan. Dia terlempar dari kaca depan. Padahal airbag mengembang."

Beberapa spekulasi terus bermunculan. Para warga makin banyak dan berkerumun. Hingga akhirnya petugas kepolisian datang di lokasi di susul dengan dua buah mobil ambulans.

Raungan sirine ambulans begitu nyaring dan juga berjalan cepat, kini membawa kedua korban kecelakaan tersebut ke rumah sakit. Polisi bertindak cepat dengan membawa kedua korban ke rumah sakit terlebih dahulu untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Satu orang laki-laki yaitu Afkha dan satu orang perempuan yang mengemudikan mobil putih. Sebagian polisi segera mengamankan TKP dan juga beberapa dari mereka segera melakukan olah tempat kejadian perkara. Dari kesimpulan sementara, mobil sport hitam mengalami pecah ban dan dalam keadaan kecepatan tinggi, mobil itu melayang serta menghantam mobil putih yang baru saja masuk jalur persimpangan.

Di rumah sakit,

Dokter segera menangani kedua pasien kecelakaan tersebut. Afkha tidak sadarkan diri. Sedangkan si pengemudi mobil putih yang di ketahui bernama Zeetasha Umaiza Alghiz pun tidak sadarkan diri dengan kondisi wajah berlumuran darah.

"Ini Ustadz Afkha, Putra pemilik pesantren Hubbul Wathon, Komandan!" lapor salah satu polisi setelah memeriksa tanda pengenal Afkha.

"Yakin?" tanya sang komandan.

"Insya Allah, saya pernah menimba Ilmu di pesantren tersebut. Jadi saya mengenalnya."

"Astagfirullah ... segera hubungi pihak keluarganya!" perintah sang komandan.

"Siap! laksanakan." ujar polisi tersebut.

Afnan, yaitu ayah Afkha yang juga sedang di rumah sakit. Ia mendapatkan telepon dari nomor yang tidak di kenal. Akan tetapi Afnan segera menerimanya walaupun dengan wajah bimbang.

"Ya Assalamualaikum ...." sapa Afnan. Sang Istri yaitu Hasna duduk di sebelahnya. Perempuan yang tertutup niqab itu mengerutkan dahi. Ia melihat suaminya diam saja setelah mengucapkan salam.

"Innalilahi wa innailaihi rodjiun." Bisik Afnan. Namun, Hasna yang duduk begitu dekat. Ia amat jelas mendengar sang Suami mengucapkan kalimat duka tersebut.

"Biyya ... ada apa?" tanya Hasna dengan merangkul tangan Afnan dengan wajah cemas.

Afnan menghela napas pelan. "A'a Kha mengalami kecelakaan." jawab Afnan pelan.

"Astagfirullahalazim. Di mana By? lalu bagaimana keadaannya?" Mata Hasna mulai berkaca-kaca, ia menggoyangkan lengan Afnan.

"Di dekat jembatan perbatasan kota. Tepat di persimpangan empat." Jawab Afnan meraih Hasna ke dalam pelukannya.

"Ya Rabb, kuatkan kami menghadapi cobaan ini. Tolong selamatkan Putra kami. Selamatkan pula istrinya yang kini sedang di tangani dokter di dalam." Hasna terisak di dalam pelukan Afnan. Ia tak henti memanjatkan doa untuk keselamatan anak dan juga menantunya.

Saat ini, istri Afkha yaitu Rhaishanum Almahyra Qurby sedang di tangani dokter, pasca jatuh di area pesantren seusai mengajar, ia yang sedang hamil empat bulan itu, mengalami pendarahan dan ia pun saat ini sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri.

***

Sepuluh bulan yang lalu ...

Suasana di pondok Pesantren Hubbul Wathon. Masihlah amat dini, lantunan kalam Illahi dan juga Shalawat baru saja di lantunkan melalui pengeras Masjid dan terdengar begitu merdu.

Walupun enggan, dua pasang pengantin baru yang telah melewati malam syahdu, merajut asmara mencari pahala itu pun terbangun.

Dia adalah Afkha, Sulung Ustadz Afnan dan Hasna dari duo A. Afkha baru saja menikah seminggu yang lalu. Malam ini adalah malam pertama pengantin baru tersebut. Setelah satu minggu menunda, karena Shanum sang istri takut untuk melakukan malam pertama.

"Bie, bangun! mandi. Sudah telat Salat fajar loh," Shanum mencoba membangunkan suaminya.

"Sebentar lagi Cinta ku." Afkha makin mengeratkan pelukannya dan menarik selimut lebih tinggi. "Nambah ya, sarapan pagi Cinta." bisik Afkha.

"Tidak mau, masih sakit sisa semalam."

"Maka dari itu, harus di update biar ga sakit." goda Afkha, Ustadz yang terkenal dingin dan tegas itu, kini seperti anak kucing yang lucu di dalam pelukan Sang istri.

"Astagfirullah ... Albie, di pikir aplikasi di update." Shanun tertawa kecil. Afkha malah terpancing untuk mengupdate yang semalam ia install.

***

Azan Subuh sudah berkumandang saat dua insan keluar dari kamar mandi setelah bersuci janabah.

"Albie mau Salat di mana?" tanya Shanum yang sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

"Di Masjid, Cinta. Selepas Subuh, aku harus menggantikan Biyya untuk kulsub."

"Loh, memang Biyya ke mana?"

"Biasa, upgrade bulan madu. Mungkin agar madunya tidak basi." Afkha mengekeh.

"Albie, masa Begitu. Jadi anak dzalim loh mengatai orang tuanya." Shanum cemberut lucu.

"Hihi, itu kan kata si O'om, bukan aku yang mengatakan itu, Cinta."

"Astagfirullahhh ... Om Ubay ada-ada saja. Lalu O'om dan Aunty Lilin?" tanya Shanum, ia telah selesai berpakaian menggunakan daster pendek rumahan model lengan pendek dan panjangnya selutut. Mantan perawan yang kesehariannya menggunakan niqab tersebut, nampak cantik dan menarik di hadapan suaminya.

"Lalu ... seperti tidak tahu mereka saja, keempat orang itu kan, kalau ada pengantin baru. Mereka akan pergi bulan madu terlebih dahulu." Kekeh Afkha teringat kelucuan dan kehebohan orang tua serta Om dan Tantenya.

"Lucu mereka. Baiklah! Albie segera berangkat ke Masjid sana, nanti keburu Iqomah. Bukankah pagi ini jadwal Albie mengimami?" tanya Shanum dengan memiringkan wajah imutnya.

Afkha begitu gemas melihat perempuan yang belum lama ia cintai tersebut. Perjuangan Shanum untuk mendapatkan hati Afkha dengan caranya begitu unik dan gigih. Mengejar Afkha ke manapun dengan tetap berpegang pada syariah islam ia lakukan. Hingga hasilnya kini ia nikmati, Suaminya betul-betul luluh dan jatuh kedalam pelukannya.

Cast :

-Adzraffa Khyaru Al-jaris / Afkha. Usia, dua puluh enam tahun. Ustadz muda yang sukses di dalam bidang bisnis. Nampak dingin, kaku dan tegas bila belum mengenalnya. Humoris di tengah keluarga.

-Rhaisanum Almahyra Qurby/ Shanum. Usianya dua puluh lima tahun. Pemberani, cuek, walupun berniqab. Akan tetapi Shanum, wanita yang lemah lembut jika bicara. Mengejar Afkha dari Usia delapan tahun. Baru memenangkan hati Afkha tiga bulan sebelum pernikahan.

Bersambung ...

2. Rhaisanum Almahyra Qurby.

..."Cinta tak pernah meminta untuk memberikan jawaban mengapa ia terbentuk. Akan tetapi Cinta hanya mengambil kesempatan pada apa yang ia anggap nyaman."...

..._Rhaishanum Almahyra_...

...-oo00oo-...

Shanum adalah putri tunggal dari sahabat Afnan sekaligus kolega bisnis Afnan yang juga seorang pegawai instalasi pemerintahan di kawasan Bandung. Rhaisanum Almahyra Qurby namanya, ia bertemu Afkha untuk pertama kalinya di area pesantren Hubbul Wathon ketika ia terjatuh dan Afkha menolongnya. Waktu itu usianya sekitar tujuh tahun dan Afkha delapan tahun.

Dari sejak itu, Shanum kecil sering meminta datang ke pesantren Hubbul Wathon. Ia akan asik bermain dan belajar dengan Afsha. Akan tetapi tanpa mereka ketahui, Shanum memiliki misi, yaitu menjadikan Afkha suaminya kelak.

"Aku ingin menjaga Aa Kha, calon suami ku!" akunya Shanum dengan polos. Saat Afsha dan Arsya bertanya, mengapa setiap weekend ia akan rela pulang pergi Bandung dan kota 'S'.

"Menjaga dari apa? aku sudah memiliki penjaga yaitu Allah Azza waa jalla, para malaikat dan orang tua ku." tegas Afkha saat ia mendengar namanya di sebut oleh Shanum.

"Ya tentu saja dari perempuan lain. Aku kan jodoh kamu di masa depan, aku yang akan menjadi istri mu kelak. A'a Kha." jawab Shanum dengan lembut dan mengedip-ngedipkan mata indahnya.

"Hei jaga pandangan matamu, padaku!" protes Afkha.

"Loh memang kenapa? aku kan sedang menatap calon suami ku!" balas Shanum dengan tersenyum.

"Itu berdosa!" tegas Afkha, dengan kembali membalikkan lembar demi lembar buku bacaan di tangannya.

Afsha dan Arsya hanya saling pandang. Mereka saling mengedikan bahu. Karena dua orang di depan mereka akan selalu seperti itu. Ini sudah tahun ke dua. Perang dingin dari Afkha dan perang rayuan dari Shanum, sudah tidak aneh.

"Sha, lebih baik Kamu ikut aku yuk!" ajak Afsha, ia mencoba menengahi setelah mendapatkan kode dari Arsya agar membawa Shanum pergi dari tempat itu.

"Mau kemana?" tanya Shanum.

"Ikut Biyya ke sirkuit. Hari ini ada balapan mobil antar provinsi." Jawab Afsha.

Shanum nampak berpikir. Pashmina yang ia lilit asal, akhirnya ia tarik dan ia lepas karena merasa kegerahan. Lalu ia mengacak rambut panjangnya yang terlihat indah dan nampak hitam berkilau.

"Heuh lihat saja. Bahkan kamu tidak Istiqomah dengan pakaian mu. Bagaimana nantinya saat menikah dengan ku? bisa saja kamu bosan dengan mudah." cibir Afkha. Shanum mungkin adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Afkha bicara banyak dengan tanpa sadar.

"Tidak ada hubungannya apa yang aku rasakan dengan apa yang aku kenakan. Aku ingin menikah dengan mu karena Allah, A'a." jawab Shanum tetap dengan tersenyum dan mengedipkan mata.

"Astagfirullah ... kami masih amat kecil untuk membicarakan soal pernikahan. Sebetulnya perempuan macam apa dia ya Rabb?" batin Afkha.

"Izinkan aku mendapatkan hati mu Aa kha, walupun kamu tidak memiliki perasaan kepadaku. Maka aku siap mengejar mu hingga dewasa nanti." pinta Shanum sebelum ia beranjak dari tempat itu.

"Itu hak mu, akan tetapi saat nanti kamu tidak mendapatkan ku, maka kamu jangan kecewa, apalagi menyalahkan Allah. Aku tidak mau menjadi jembatan penyebab dari kekufuran seorang hamba terhadap Tuhan-Nya." jawab Afkha dengan nada dingin.

"Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal itu, karena dengan doa dan usaha semua akan tergapai pada waktunya. Termasuk mendapatkan hati mu. Itu hanya tinggal menunggu, biarlah waktu yang akan bekerja mendukung ku dengan sebuah keberhasilan." Lagi-lagi Shanum tersenyum dengan optimis.

"Silakan saja, perlu kamu tahu. Aku ingin istri yang shalihah, menutup aurat dari ujung kaki hingga ke kepala, pandai dalam segala hal, pemberani dan tidak cengeng."

"Kriteria itu ada padaku!" tegas Shanum.

"Yang mana? bahkan kamu sendiri dengan sengaja memperlihatkan aurat di depan Adik laki-laki ku." ucap Afkha terdengar pedas.

"Aku akan mulai membenahi diri." ucap Shanum. Ia segera mengajak Afsha pergi dari tempat tersebut. Karena kini matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak mau Afkha melihat ia menangis.

Ia perempuan kuat, ia perempuan hebat, ia harus menjadi perempuan berani, tegas dan tidak cengeng di hadapan Afkha, itu menurutnya.

Waktu berjalan, hari berlalu. Tahun pun berganti. Untuk membuktikan tantangan Afkha maka Shanum mengikuti langkah Afkha ke manapun. Termasuk ikut masuk ke perguruan tinggi yang sama. Walaupun tetap berjarak. Sejak hari itu Shanum betul-betul Istiqomah dalam berpakaian dan menutup aurat. Akan tetapi tetap saja Afkha tidak memiliki ketertarikan kepadanya.

Akan tetapi beda dengan Shanum. Ia betul-betul menjaga Afkha dari kemungkinan adanya perempuan lain yang hendak mendapatkan Afkha. Entah mengapa ia begitu menginginkan Afkha menjadi suaminya.

Suatu ketika, saat mereka sudah menjadi mahasiswa di sebuah kampus di Kairo, Mesir. Shanum mendapatkan kenyataan bahwa Afkha memiliki hubungan dengan salah satu perempuan bercadar. Entah itu rumor atau kenyataan, akan tetapi Shanum yakin Afkha tidak akan pernah berpacaran dengan perempuan manapun.

"A, aku mendengar kamu memiliki hubungan dengan perempuan bercadar. Apa betul?" tanya Shanum melalui selembar kertas yang ia lemparkan ke punggung Afkha, kala itu mereka sedang berada di taman. Duduk dengan jarak agak berjauhan.

Afkha tersenyum simpul membaca tulisan di dalam kertas tersebut. "Betul!" jawab Afkha.

Bagai Sambaran petir di siang hari, tubuh Shanum menegang. Akan tetapi ia belum yakin dengan jawaban Afkha. Dia sendiri yang mengatakan tidak akan pacaran, bagi Afkha itu haram hukumnya.

"Perkenalkan padaku!" lanjut Shanum lewat kertas yang sebelumnya.

"Nanti, kalau aku dan dia sudah menikah." jawab Afkha di dalam kertas yang sama.

"Ikh, Aa Kha jahat! hanya aku calon istri mu. Ingat itu, bahkan saat hari itu tiba, kamu akan memanggil ku dengan sebutan Cinta." tulis Shanum kembali dan ia melemparkan kertas tersebut kepada Afkha.

Afkha berdiri dari duduknya. Lalu ia berjalan ke arah Shanum di temani dua orang temannya. "Doa mu jangan putus. Tikung aku dari perempuan itu di sepertiga malam mu. Bahwa aku akan melakukan hal yang sama. Meminta jodoh yang Allah kehendaki. Jika suatu hari aku jatuh padamu. Maka aku akan memanggil mu dengan sebutan CINTA." ucap Afkha dengan serius, lalu ia pergi begitu saja setelah mengucapkan salam.

"Aku akan melakukan itu, agar namaku tertulis sebagai Jodoh mu. Akan ku tunggu panggilan Cinta itu." Shanum tersenyum optimis.

Akhirnya perkuliahan pun berakhir. Mereka lulus dengan nilai bagus. Kini waktunya Afkha melanjutkan S-2 nya ke Turki. Untuk beberapa bulan Afkha dapat lepas dari Shanum. Bahkan Sahanum tidak pernah terlihat lagi di manapun selama hampir dua tahun belakangan.

Akan tetapi di akhir kuliah, Afkha sering sekali berjumpa dengan perempuan ber-niqab dan mereka tidak pernah berkomunikasi. Afkha merasa tertarik dengan perempuan ini. Akan tetapi ia menyimpan rapat di dalam hatinya, hingga suatu saat, Afkha menerima CV ta'aruf dari si gadis, tanpa memeriksa isi dari CV ta'aruf tersebut Afkha memberanikan diri mendatangi kediaman perempuan tersebut. Ia yang ingin ber-ta'aruf.

Betapa terkejutnya Afkha ternyata itu Shanum. Perselisihan pun terjadi, Afkha merasa di kerjai oleh Shanum. Selama dua tahun tidak bertemu dengan Shanum. Ternyata gadis tersebut ada di sekelilingnya, berkuliah di tempat yang sama. Namun, ia tidak menampakkan diri. Shanum menikmati mengamati Afkha dari kejauhan.

Hingga akhirnya Afkha memutuskan untuk menerima pinangan dari orang tua seorang perempuan, ia bercadar dan sepertinya perempuan ini memiliki Kriteria yang diinginkan oleh Afkha.

Ta'aruf pun di jalankan, hingga saat Khitbah. Sang perempuan pergi tanpa kabar. Menurut sumber terpercaya ia pergi dengan laki-laki yang dicintainya. Menerima Afkha karena keterpaksaan, orang tuanya melihat kekayaan Afnan sebagai orang tua Afkha, maka mereka berani meminta Afkha untuk menjadi suami dari putrinya.

Kejadian tersebut merupakan titik balik hidup Afkha, ia kembali berpikir dan menelaah apa yang terjadi dalam hidupnya.

"Doa ku selalu memohon agar jodoh ku adalah wanita yang mampu menutupi auratnya dengan sempurna. Beradab dan santun. Akan tetapi dari CV ta'aruf yang menumpuk itu tidak ada satupun yang menggetarkan hati." gumam Afkha di kala sore hari saat duduk di pelataran Masjid.

Di saat yang bersamaan seorang perempuan melewatinya. Ia berpakaian rapi dan wajahnya tertutup dengan niqab. Sejenak ia berhenti dan menyapa Afkha.

"Assalamualaikum ... A'a kha, apa kabar?" tanya si perempuan.

"Wa'alaikum salam warahmatullah, Alhamdulillah baik. Maaf apakah kita saling mengenal?" tanya Afkha.

"Tentu. Kalau begitu saya pamit." Si perempuan pun melangkahkan kakinya.

"Hei kamu ...?"

"Aku Shanum. Rhaisanum Almahyra Qurby."

Afkha terduduk lesu tanpa bicara. Ia hanya diam untuk beberapa saat. "Shanum?" gumamnya

"Boleh aku bertanya?" tanya Afkha dan membuat Shanum menghentikan langkahnya. Untuk pertama kalinya Afkha merasa penasaran dengan Shanum.

"Silakan," jawab Shanum dengan berdiri tanpa berbalik ke arah Afkha.

"Apa yang membuat kamu ingin menjadikan aku sebagai suami mu?" tanya Afkha.

"Tidak ada!" jawab Shanum membuat Afkha terperangah tidak percaya. Kalau tidak ada alasan apapun. Mengapa Shanum begitu menginginkan Afkha menjadi suaminya. Bahkan tidak sedikit laki-laki yang mengejar Shanum.

"Omong kosong, hanya itu jawaban mu?" tanya Afkha.

"Ya!"

"Akan tetapi, kamu seperti menginginkan aku dari sejak kita kecil?" tanya Afkha.

"Cinta tak pernah meminta untuk memberikan jawaban mengapa ia terbentuk. Akan tetapi Cinta hanya mengambil kesempatan pada apa yang ia anggap nyaman. Andai kamu dapat merasakannya, maka kamu akan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mu. Seperti halnya, Hamba mencintai Tuhan-Nya, maka ia tidak perlu memiliki alasan. Padahal mereka belum pernah sekalipun melihat bagaimana rupa Tuhan-Nya. Akan tetapi mereka yakin bahwa Tuhan itu ada. Begitu pun aku, tidak perlu alasan untuk menginginkan kamu sebagai suamiku, yang pasti aku yakin bahwa kamu adalah jodoh ku kelak, padahal aku tidak tahu perasan mu padaku."

Afkha tidak bertanya lagi. Ia diam dan mencoba mencari apa yang Shanum katakan. Yaitu mencari kata 'perasaan' yang ada di dalam hatinya.

Beberapa bulan kemudian, tersiarlah kabar bahwa Shanum akan melakukan ta'aruf dengan seorang laki-laki dari kota sebelah, ia adalah seorang Ustadz muda juga. Ada rasa tidak rela di dalam hati Afkha, apakah ia mulai mencintai Shanum?

Setelah bermunajat, meminta petunjuk kepada Allah akan perasaan cemburu yang ia alami. Maka satu hari sebelum Shanum melakukan ta'aruf, Afkha malah meng-khitbah nya.

Tentu saja Shanum menerima Pinangan Afkha dengan segala rasa Syukur. Afkha bahkan berkata jujur, bahwa ia mencintai Shanum, sejak mereka tidak lagi bertemu, akan tetapi Afkha baru menyadarinya. Kisah yang berliku itu akhirnya bermuara di pelaminan Setelah pengucapan janji suci dari Afkha, mengikat Shanum dalam pernikahan.

Maka setelah mereka menikah, Afkha yang pernah berjanji, jika ia jatuh cinta kepada Shanum dan akan memanggil Shanum dengan sebutan 'Cinta', Kini ia wujudkan.

Setiap hari Afkha begitu bahagia. Mendapat Istri sesuai kriterianya. Cantik, shalihah, pintar dalam segala hal. Ternyata, tanpa Afkha sadari selama ini lewat kata-kata pedasnya, ia sedang mendidik Shanum, mempersiapkan Shanum agar siap masuk ke dalam hidupnya.

Hingga di usia pernikahan yang keenam mereka dipercaya untuk mendapatkan buah cinta yaitu calon bayi yang kini dikandung oleh shanum.

Akan tetapi takdir berkata lain cobaan harus menghampiri mereka sebelum anak itu hadir. Siang ini, shanum terjatuh dari tangga, saat selesai mengajar bahasa Arab, pijakannya terpeleset dan ia jatuh berguling. Sehingga Shanum tidak sadarkan diri dan mengalami pendarahan dan kini sedang dirawat di rumah sakit. Karena Afkha sedang keluar kota, maka Afnan serta Hasna dan bungsu mereka yaitu Aftha, yang menunggunya.

Bersambung ....

3. Kehilangan calon buah hati.

..."Air mata adalah salah satu cara untuk mengekspresikan hal yang tidak bisa diungkapkan oleh hati. Maka jika menangis itu perlu, menangis-lah seperlunya. karena air mata yang berlebihan tidak lebih kuat dari doa-doa."...

..._Afnan Al-jaris_...

...🍁🍁🍁🍁...

Hampir tengah malam. Ubaydillah sang paman dan juga Lintang, yaitu Aunty dari Afkha baru saja tiba di rumah sakit tempat Shanum ditangani.

"Assalamualaikum ...." Ubaydillah dan Lintang berucap salam secara bersamaan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah ...." jawab Afnan dan juga Hasna berbarengan.

"A, bagaimana keadaan Shanum?" tanya Ubaydillah.

"Masih ditangani di dalam. Sepertinya, kandungannya mengalami masalah." jawab Afnan, nampak lesu.

Hasna dan Lintang saling berpelukan. Hasna kembali menangis dalam pelukan Lintang. Mereka belum mengerti apa yang terjadi dengan Hasna, sehingga ia menangis seperti itu.

Ubaydillah melihat Hasna dan Lintang saling mengeratkan pelukan lalu ia melihat ke arah Afnan. Sorot mata Ubaydillah menyiratkan pertanyaan. Seolah mengerti dari pertanyaan yang tidak tersurat itu. Afnan mencoba bicara jujur tentang insiden yang menimpa sang putra.

Afnan menghela napasnya pelan. "Aa Kha mengalami kecelakaan." ucapnya.

"Innalillahi ... dimana dan bagaimana keadaannya saat ini?" tanya Ubaydillah beruntun.

Lintang yang mendengar Afnan memberitahukan tentang Afkha yang mengalami kecelakaan, seketika ia terkejut.

"Nana ... Na, ini betul?" tanyanya, bukan tak percaya akan tetapi ia tidak menyangka ini akan terjadi.

"Iya Lin, makanya dari tadi tuh gue nangis. Khawatir dengan keadaan Aa Kha." Jawab Hasna.

"Ya Allah Na ... ini ujian berat, untuk keluarga kita." Hasna mengangguk, Lintang mengeratkan kembali pelukannya. Kini ia ikut terisak sembari memeluk Hasna.

"Lalu ... Aa Kha, dimana sekarang?" tanya Ubaydillah. Walaupun syok, Ubaydillah tetap berusaha tenang dan tegar. Sebagaimana Afnan yang juga nampak tegar.

"Tadi dari pihak kepolisian yang menghubungi ana. Katanya, Aa Kha ada di rumah sakit daerah perbatasan kota. Maka dari itu, Ana menelepon Anta meminta kesini secepatnya, agar Anta menemani Ana ke sana. Untuk sementara kita berbagi tugas, Nana dan Neng Lilin, tetap disini menunggu Shanum." ujar Afnan.

"Sedangkan kita, akan menuju ke rumah sakit tempat Aa Kha di bawa. Ana juga belum tahu kepastian kondisi Afkha seperti apa." sambung Afnan.

"Baiklah, kita akan pergi ke sana sekarang juga." balas Ubaydillah. Afnan mengangguk, lalu ia memanggil Hasna agar mendekat kepadanya.

"Sudah jangan menangis lagi, nanti cantiknya lenyap." goda Afnan.

"Byby ... mana ada," Hasna memukul pelan dada suaminya. Afnan tertawa kecil.

"Baiklah, aku tinggal dulu ya, tegarkan hatimu, Kuatkan tubuh mu, pertebal keimanan-mu dengan memperbanyak kembali dzikir dan Shalawat. Semoga Putra kita tidak mengalami hal yang serius." ucap Afnan masih sempat tersenyum simpul untuk menenangkan Hasna.

"Tentu By, selain tegar dan sabar. Kita bisa apa, mengikuti skenario Allah dengan legowo itu membuat kita berpikir jernih." jawab Hasna dengan tersenyum walupun air matanya masih berjatuhan.

"Masya Allah, sayang-nya aku. Semakin bertambah dewasa semakin bijak, i love you ...." bisik Afnan sembari memeluk Hasna.

"Love you more By, bawa serta daoku untuk Keselamatan Aa." bisik Hasna kembali.

"Insya Allah, tentu ... Byby akan sampaikan kepada Putra kita. Bahwa Mimma menitip doa untuk keselamatan dan kebaikannya." Afnan tersenyum tipis. Lalu ia menegakan tubuh Hasna dengan lembut.

Afnan agak membungkukan tubuhnya. Ia menatap lekat wajah Hasna, terutama mata Hasna. "Janji tidak menangis lagi ya, Mimma Sayang." kedua ibu jarinya menyeka air mata Hasna dengan perlahan dan selembut mungkin. Niqab Hasna nampak basah karena air mata.

Hasna mengangguk dengan tersenyum simpul. "Insya Allah, By."

"Simpan air matanya. Menangislah seperlunya, karena air mata yang berlebihan tidak lebih kuat dari doa-doa." Afnan tersenyum lalu ia mengecup kening Hasna dengan mendalam, penyaluran kekuatan untuk Hasna dan dirinya.

"Ya By, terima kasih. Air mata ini, adalah air mata ketegaran. Byby pernah berkata kan seseorang yang mampu mengendalikan air matanya di saat berduka maka orang sedang berusaha membuat dirinya setegar mungkin."

"Ya ... Baiklah, aku tahu itu. Akhofu alaika min ayyi huznin yasriku ibtisamataka." (Aku selalu menghawatirkanmu dari setiap kesedihan yang akan mencuri senyummu.) ucap Afnan pelan.

"Syukron Hubby ...." Hasna tersenyum malu.

"Biyya pergi ya Mimma." Setelah Hasna mengiyakan, Afnan berpamitan dan bersiap pergi.

"Yank, tetap disini ya sama Nana. Aku pergi menemani Aa Ustadz," Ubaydillah pun berpamitan kepada Lintang.

"Pergilah Yank!" ucap Lintang dengan memeluk Ubaydillah, "cepat kembali dengan berita baik." Ubaydillah mengangguk.

Akhirnya kedua suami yang telah berpamitan kepada istri masing-masing itu pergi meninggalkan rumah sakit.

***

Satu jam berlalu,

Pintu ruangan IGD terbuka,

Doket dan asistennya pun keluar dari ruangan tersebut. Hasna dan Lintang segera menghampiri dokter.

"Dokter, bagaimana keadaan putri saya?" tanya Hasna.

Dokter nampak menghela napas berat. "Pasien sudah melewati masa kritis, akam tetapi bayi yang ada di dalam kandungannya tidak selamat." ujar dokter to the point dengan raut penyesalan.

"Astagfirullah ... itu artinya ....?" tanya Hasna.

"Mari bicara di ruangan saya," kata dokter pada Hasna dan Lintang. Hasna pun mengangguk.

"Lin, maaf gue ke ruangan dokter sebentar, lo tunggu di sini ya." bisik Hasna.

"Oke Na."

Tidak banyak bicara lagi, Hasna mengikuti dokter ke ruangannya. Dokter menjelaskan bahwa kandungan shanum lemah, ditambah ia terjatuh dan mengalami pendarahan abnormal dan calon bayi tidak selamat, di perkirakan dari sejak dalam perjalanan ke rumah sakit.

"Lalu apa yang harus dilakukan dok?" tanya Hasna.

"Kami sudah melakukan penanganan pertama yaitu menghentikan darah yang tadi sempat keluar deras. Untuk saat ini kami akan melakukan kuretase, yaitu mengeluarkan sisa jaringan endometrium, menghindari infeksi dan perdarahan lanjutan. Membuang sisa plasenta yang masih terdapat dalam rahim." tutur dokter.

"Baik dok, lakukan yang terbaik untuk putri kami." pinta Hasna, pembicaraan pun berakhir. Hasna kembali ke ruang tunggu duduk bergabung bersama Lintang, Hasna menceritakan akan apa yang dokter katakan tadi.

"Ok Na! nggak masalah, kita akan menunggu sambil berdoa. Memohon yang terbaik untuk anak-anak kita." ucap Lintang.

"Iya, Lin."

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya proses kuretase pada Shanum pun selesai dan Shanum sudah sadarkan diri. Kini Shanum sudah berada di dalam ruangan rawat inap.

"Jadi ... aku kehilangan calon buah hati kami Mimma, Aunty?" tanya Shanum dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Iya Sayang, calon bayi kalian sepertinya sudah tidak terselamatkan saat di jalan. Tolong, kamu harus kuat," pinta Hasna dengan memeluk Shanum.

"Astagfirullah, Maafkan hamba telah teledor dalam menjaga titipan Mu, ya Rabb." kali ini tangisan Shanum pecah.

"Yang sabar, ya Sayang!" Lintang ikut memeluk Shanum sembari menenangkannya. Shanum mengangguk namun, masih terus menangis dengan pelan.

Selang beberapa saat kemudian, Shanum mulai berhenti menangis dan ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan tersebut.

"Lalu ... di mana Aa Kha, Mimma? apakah suami Shanum belum pulang dari luar kota?" tanya Shanum.

Hasna dan Lintang terperanjat, mereka baru menyadari akan apa yang terjadi dengan Afkha, dan mereka belum menyiapkan jawaban untuk pertanyaan satu ini dari Shanum. Terlebih saat ini calon buah hati mereka telah tiada. Akankah shanum kuat menerima kabar tentang kecelakaan Afkha.

Hasna dan Lintang saling menatap. Mereka mencoba berbicara lewat tatapan. Saling mengandalkan satu sama lain untuk memberikan jawaban, Lintang menggeleng pasrah. Hasan nampak lemas dari Aura wajahnya.

"Mimma, Aunty?" tanya Shanum kembali.

"Em ...." Hasna masih ragu untuk menjawab, ia kembali menatap Lintang dan memohon agar Lintang membantunya. Lintang lagi-lagi menggeleng pelan, untuk saat ini pemikirannya betul-betul buntu.

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!