Patricia Jessica Donovan POV
Namaku Patricia Jessica Donovan, panggil saja aku Patrice. Aku sulung dari 3 bersaudara dan usiaku kini 19 Tahun.
Aku tinggal di Jakarta dengan orang tua dan kedua adikku.
Aku berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, dengan konsentrasi Humas (Hubungan Masyarakat).
Walaupun aku dikenal sebagai gadis yang periang, memiliki banyak teman dan prestasi akademik yang baik, aku sering kali tidak menyukai berbaur terlalu lama dengan orang-orang. Rasanya energiku habis bila terlalu lama di keramaian.
Aku selalu merasa diriku berbeda. Ya "berbeda" , aku tak suka keramaian, aku merasa tak nyaman dengan tatapan orang dan aku lebih suka menyendiri, membaca buku dan lebih cepat dewasa dari gadis seusiaku. Old soul.
Sejak kecil tepatnya sejak Sekolah Dasar, aku bisa berkomunikasi dengan makhluk gaib, melihat aura yang ada di suatu benda, sering mengalami Dejavu, bisa mengetahui hal hal yang akan terjadi dan itu sebenarnya blessing in disguise bagiku. Siapa yang akan percaya bila aku mengatakan hal-hal di luar nalar? Apalagi saat itu usiaku masih kecil, pasti tak ada yang percaya.
Aku selalu tertarik dengan ilmu sihir, perasaan ku terasa aneh dan merasa familiar saat aku menonton film tentang Witch sebutlah Film Sabrina The Teenage Witch atau Sabrina yang ada di Netflix, membaca buku tentang penyihir, debaran jantungku seperti dua kali lebih cepat saat menonton Film-film tersebut ataupun saat membaca buku tersebut walau banyak yang mengatakan itu hanya cerita fiksi yang ada di buku ataupun di Film, tapi ayolah, semua juga mengetahui Magick does exist in this world.
Magick di sini adalah ilmu sihir dari para penyihir. Di Indonesia , aku tak pernah tahu apakah ada Witch, namun bagi orang Indonesia Magic ini adalah ilmu gaib. Ilmu gaib yang ada di Indonesia, hampir semua mengetahui bahwa ada 2 kategori: Ilmu putih dan Ilmu Hitam.
Ilmu putih biasanya berasal dari doa-doa dalam Kitab Suci dan digunakan untuk menolong orang lain. Contohnya: Doa untuk mengobati orang kesurupan, terkena santet atau pelet dan lain-lain dan sumber yang digunakan jelas dari Kitab Suci dan memohon pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ilmu hitam biasanya ilmu yang digunakan untuk berbuat jahat. Misalnya: Menyantet orang, pasang susuk, pelet dan lain-lain, sumber ilmunya dari ilmu kiri.
Ilmu yang aku minati adalah ilmu Magick, ilmu yang digunakan oleh para penyihir. Ilmu yang digunakan oleh Shaman (dukun atau paranormal) itu berbeda dengan penyihir walau awalnya sama namun pada perkembangannya berbeda.
Aku pikir minatku akan Magick hanyalah kesukaan belaka karena terpengaruh menonton film atau buku saat aku remaja. Ternyata minat itu adalah apa yang aku pernah lakukan di masa lampau walaupun pada saat itu aku tidak menyadarinya.
"Patrice, Sebastian sudah menjemput," Mama mengingatkanku dari lamunan. Aku menghela nafas.
Sebastian Adrianus Verhoeven, pria blasteran Indonesia - Belanda - Perancis ini lagi-lagi menjemputku.
Sebastian adalah sahabatku sejak kecil, dia juga memiliki kemampuan indigo supranatural seperti aku. Dari semua teman-teman, hanya Sebastian yang tidak takut padaku. Dia selalu menemaniku.
Orang tuaku dan Orang Tua Sebastian adalah sahabat dekat. Tepatnya Mamaku dan Mama Sebastian adalah sahabat karib. Mamaku berasal dari Harleem, Belanda dan bertemu dengan Tante Vonny , Ibu Sebastian, di Amsterdam, saat kuliah di sana. Mereka kuliah di kampus yang sama walau berbeda fakultas.
Oleh karena itu aku dekat dengan Sebastian. Sebastian anak ke 2 dari 3 bersaudara. Kakaknya, Sophie Wilhemina Verhoeven, seorang model dan Adiknya Willem Adrianus Verhoeven masih duduk kelas 2 SMA.
Kami biasanya akan ke kampus bersama-sama. Walau Sebastian orang kaya namun dia tidak sombong, hanya dia tak suka bicara dengan orang yang baru ia kenal sehingga orang-orang akan menyangka dia dingin dan sombong. Sebastian sangat tampan, tinggi tubuhnya 190 cm dan atletis, rambutnya pirang kecoklatan dengan mata biru yang menghipnotis sehingga banyak yang menyangka Sebastian adalah pacarku karena kedekatan kami.
"Oya Bas, kamu ada kuliah jam berapa?" tanyaku ketika melihat dia di ruang tamu.
"Aku ada kuliah jam 1 siang Patrice. Ayo kita berangkat sekarang sebelum macet," ajaknya dan aku mengangguk.
"Ma, Patrice pergi dulu ya ke kampus," pamitku pada Mama. Mama mengangguk padaku.
"Tante, saya pergi dulu dengan Patrice ke kampus," Sebastian pamit dengan Mamaku
"Hati-hati Bas, jangan ngebut," pesan Mamaku dan Sebastian mengangguk.
Aku dan Sebastian masuk ke mobil dan segera ke kampus.
"Aku menemukan buku Book of Shadow di perpustakaan keluargaku, Patrice," ucap Sebastian sambil menyetir mobilnya.
Mataku menyipit ke arahnya. Book of Shadow? Setahuku itu adalah buku catatan semacam Diary khusus penyihir, buku itu tentu dalam keadaan kosong awalnya dan diisi oleh si pemilik apabila dia memiliki pengetahuan tentang mantra-mantra, hari-hari raya penyihir seperti Halloween, pengetahuan tentang berbagai macam Crystal dan kegunaannya, Pentagram, binatang-binatang gaib, Perform ritual Witchcraft termasuk membuat ramuan dari tumbuh-tumbuhan.
"Apakah keluargamu ada yang pernah menjadi salah satu anggota Witch, Sebastian? Setahuku Book of Shadow dimiliki oleh penyihir," tanyaku padanya.
"Sepertinya Patrice. Aku mengambil buku ini juga diam-diam. Kau ingat beberapa hari lalu saat kau datang ke rumahku dan menginap di kamar kak Sophie? Aku menemukan buku ini di secret section , tidak ada nama pemiliknya tapi buku ini sudah berisi catatan-catatan. Mantra-mantra, ramuan dan lainnya. Semuanya dalam bahasa Latin dan ada pula yg menggunakan huruf Herioglif," jelas Sebastian.
Menarik. Keluarga Sebastian dari dulu adalah keluarga dengan nilai Katholik yang taat, sudah pasti Magick alias sihir dilarang keras dipraktekkan. Kalau ada yang ketahuan sudah pasti akan dicoret dari daftar keluarga dan diasingkan. Namun bila buku itu ada di sana, mungkinkah ada salah satu anggota keluarganya yang terlibat? Bisa jadi.
Aku berpikir keras. Selama ini Sebastian selalu membantuku dalam hal-hal gaib termasuk Magick walau dia tak terlalu tertarik dengan Witchcraft, paling tidak Sebastian membantuku karena dia indigo dan kami sudah saling mengenal dari kecil sehingga dia percaya padaku.
"Baiklah, aku ingin melihat buku itu Bas, aku penasaran akan isinya."
"Besok aku akan perlihatkan padamu. Buku itu aku simpan di kamarku."
Aku mengangguk dan Sebastian menyalakan radio.
Jalanan lumayan macet dan untunglah kami berangkat dari jam 09:40 pagi supaya tidak terburu-buru sampai di kampus.
"Kamu sudah makan Patrice?"
"Makan?" Aku tiba-tiba tersadar dengan pertanyaannya.
"Ya, kau sudah sarapan sebelumnya?"
"Belum Bas, aku bangun agak siang karena menyelesaikan Paper-ku," jawabku.
"Paper apa?" tanya Sebastian sepertinya dia heran.
"Paper Pengantar Ilmu Jurnalistik," jawabku tenang sambil tersenyum.
Sebastian mengangguk.
"Kita mampir ke MC'D saja ya," katanya sambil mengarahkan mobilnya ke MC'D yang ada Drive Thru-nya.
"Boleh, mau makan di mobil atau di resto?"
"Di mobil saja, supaya tidak terburu-buru,"
"Oke,"
"Mau pesan apa Patrice?"
"Panas 2, cheese burger 1 dan ice lemon tea 1, less ice cube. Jangan lupa Chili sauce nya yang banyak,"
"Oke,"
"Mba, saya order panas 2 nya 1, cheeseburger 4, dan ice lemon tea 2 ya dan less ice cube. Chili sauce nya yang banyak,"
"Baik, ditunggu,"
Setelah menunggu beberapa saat, kami membayar pesanan dan segera pergi.
"Terimakasih, Bas,"
"Sama-sama, Pat,"
Sebastian menyerahkan bungkusan plastik berisi makanan kepadaku.
"Bas, setelah dari kampus kau ada acara?" tanyaku.
"Tidak ada. Aku hanya ada 3 kelas hari ini dan jam 19:30 malam sudah selesai," jawab Sebastian.
"Oke," kataku.
"Kenapa?"
Mobil hampir sampai di kampus, sekarang memasuki halaman kampus.
"Tidak, ku pikir kamu ada acara."
"Tidak Patrice. Kita pulang bersama ya?" tawar Bas.
"Boleh, aku juga selesai jam 19:00, aku bisa menunggu."
Mobil memasuki area parkir kampus dan kami makan di mobil.
"Bas, kenapa tubuhmu tinggi sekali?" Aku mendadak bertanya random.
Sebastian yang sedang memakan cheeseburgernya menjadi terdiam, dia pun batuk karena tersedak. Aku mengambilkan minum untuknya dan dia langsung minum.
"Hahaha, kenapa kamu bertanya seperti itu Patrice? Kamu seperti baru saja mengenalku," Sebastian tertawa lepas.
"Aku penasaran kenapa kamu bisa tinggi sekali. Aku tak bisa seperti kamu," kataku sambil merengut.
Sebastian melirikku dan tertawa lagi.
"Kamu sendiri tak mau belajar berenang ketika aku ajak Patrice. Aku rajin berenang makanya aku tambah tinggi."
Aku menghela nafas. Aku bukan tak mau berenang. Aku trauma.
Dua kali aku mengalami kejadian tenggelam. Satu di kolam renang ketika usiaku 6 tahun dan ke 2 di pantai ketika usiaku 10 tahun.
Aku masih mengingat dengan jelas saat usiaku 10 tahun, aku merasakan ada tangan tak terlihat yg memegang kaki kananku saat aku berenang di tepi pantai saat berlibur dengan keluargaku.
Aku tak bisa menggerakkan kakiku sehingga tubuhku terseret ombak. Aku gelegapan, air asin memasuki tenggorokan dan membuat perih mataku, aku harus bertahan dan meminta pertolongan. Aku berteriak minta tolong ke mama. Beruntung Tuhan baik, aku diselamatkan sehingga tak jadi terseret arus lebih dalam.
Sejak saat itu, aku semakin takut berenang. Sangat menyakitkan.
"Kenapa bengong Jessica?" tanya Sebastian lembut. Dia menatap wajahku dan memanggil nama tengahku, Jessica. Hanya keluarga dan Sebastian yg memanggilku Jessica.
"Ah, eh, tak apa. Aku ingat dulu tenggelam 2x jadi aku trauma," jawabku lirih.
Sebastian merangkulku untuk menenangkanku.
"Jangan diingat lagi Jessica. Aku di sini," katanya menghiburku.
"Terimakasih Bas," ucapku.
"Ayo dilanjutkan lagi makannya," kataku gugup. Kami pun makan tak bersuara.
Jam sudah menunjukkan 11:30. Aku agak mengantuk. Masih ada sisa 1,5 jam dan aku bisa tidur 1 jam.
"Tidurlah Patrice kalau kamu mengantuk."
"Nanti aku bisa bablas ketiduran lama Bas. Bahaya," kataku sambil menguap.
"Ya sudah pasang alarm di ponselmu," Sebastian mengarahkan dagunya ke ponselku yg ada di dalam tas.
"Oh iya, oke aku atur dulu alarmnya," lalu aku mengatur alarm di ponsel dan aku atur supaya jam 12:35 sudah menyala.
"Sudah, aku tidur sebentar ya Bas. Jangan mengintip dan usil," kataku sambil bergerak ke kursi belakang.
"Sudah tidur, nanti ku bangunkan."
Aku tidur di kursi belakang dan Sebastian di kursi depan.
Jam 12:35 alarm berbunyi, aku pun bangun dan sudah ku lihat Sebastian juga sudah bangun.
Aku merapikan bedakku dan lipstik warna pink yang ada di bibirku. Tak lupa menyisir rambutku sehingga rapi.
Sebastian terus menatapku sampai aku tak sadar bila dia ada di dekatku.
"Sudah selesai?"
"Sudah Bas. Terimakasih, ya," kataku sambil tersenyum manis.
"Paper-mu sudah kau bawa?"
"Sudah, ada di tas satu lagi."
"Jangan lupa pulang bareng ya, aku yang menjemputmu maka aku juga yang akan mengantarmu sampai ke rumah."
"Oke, Bas. Mau bareng ke kelas walau aku tahu kau beda jurusan," kataku nyengir.
Sebastian tersenyum, "Ayo," katanya sambil membawakan tasku.
Sebastian mengambil jurusan Management Business, hal ini dikarenakan agar saat dia lulus, dia bisa langsung membantu di perusahaan ayahnya, Verhoeven Corporation. Perusahaan yang bergerak di bidang properti terbesar di Asia bahkan di Eropa.
Ayah Sebastian, Anthony James Verhoeven , sudah meminta Sebastian untuk kuliah di Inggris di Oxford University atau Amerika Harvard University atau Standford University, tapi Sebastian menolak.
Padahal Sebastian sangat mampu kuliah di sana dan alasan Sebastian menolak adalah "Kalau aku pergi, Patrice harus ikut," tentu semua terkejut, apalagi aku. Aku sendiri ingin kuliah di Swiss namun urung aku lakukan sehingga aku memilih kuliah di Jakarta.
Karena keputusan Sebastian, aku diinterogasi oleh orang tua ku dan orang tua Sebastian apakah kami berdua ada hubungan spesial. Gilanya, keluarga kami malah hendak menjodohkan kami berdua. Sebastian malah senyum senyum saja dan tampak tidak keberatan. Aku yang merasa dirugikan. Apa-apa dijodohkan, seperti orang zaman dulu saja, pikirku.
Karena itu pulalah, Kak Sophie jadi dekat padaku. Kak Sophie tanpa ragu merestui hubunganku dengan Sebastian padahal kami tidak berpacaran. Willem pun selalu menggodaku dan menyebut aku dengan sebutan Kakak Ipar. Aku merasa terperangkap dengan Sebastian hahaha.
Sejak dulu aku selalu mengalami kejadian mistis, yang mana keluargaku tak percaya hal-hal seperti itu. Sebastian kerap menolongku karena dia bisa berkomunikasi dengan mereka yang tak kasat mata.
Itulah mengapa aku sangat dekat dengan Sebastian.
Sebastian tidak menertawakan aku bila aku mengatakan padanya aku melihat makhluk gaib dan berkomunikasi dengan mereka. Bahkan dia menolong aku bila aku hendak diserang oleh makhluk gaib.
Sebastian adalah teman sejak kecil, sahabat baik dan Partner in crime-ku. Menjadi kekasih? Belum terpikirkan. Sejak kecil kami selalu bersama namun hingga sekarang kami masing-masing belum punya pacar.
"Sudah sampai di kelasku Bas, terimakasih, ya," kataku sambil tersenyum.
"Sama-sama," dia pun menyerahkan tas laptopku yang dia bawa.
"Jangan lupa ya pulang bareng," katanya mengingatkan.
"Iya," jawabku sambil mengangguk.
" See you Patrice," kata Sebastian sambil berjalan ke arah kelasnya.
* Sampai jumpa\, Patrice.*
"See you Bas," lalu aku masuk ke kelas.
*Sampai jumpa Bas.*
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Hai semuanya, ini karya pertama saya. Mohon meninggalkan jejak dengan like, komen dan vote ya.. Terimakasih ♥️♥️♥️
Sebastian Adrianus Verhoeven POV
Aku telah masuk ke kelasku. Firasat aneh terjadi ketika aku melihat wajah Patricia hari ini.
Apakah setan ataukah manusia yang akan datang mengganggu Patrice? Pikirku cemas. Aku mendadak mencemaskan Patricia karena apabila ada penampakan atau serangan gaib, dia tidak bisa bertahan.
Tapi ini firasat bukan sekedar firasat dan aku tahu betul itu.
Hari ini di kelas ada kuis dan aku sudah siap. Aku tak bisa berhenti memikirkan Patrice yang biasanya aku panggil Jessica. Dia adalah permataku, belahan jiwaku. Aku tak ingin dia terluka.
Perasaan ku bergetar, rasanya aku tak ingin berpisah dengannya. Firasatku jarang sekali meleset, apakah di kelas ada yang mengganggunya?
Selesai kuis, dosen memberikan kami semua tugas. Aku sendiri tak keberatan dengan tugas-tugas yang diberikan.
Patricia adalah gadis yang berbeda. Dia tak sadar akan Power yang tersembunyi di tubuhnya. Dia tanpa sadar mengalirkan energi yang ada di tubuhnya melalui telapak tangannya saat aku kelelahan mengusir serangan gaib yang akan menyerangnya.
Sebenarnya aku bisa sihir, aku memiliki bakat Magick alami karena salah satu Kakek buyut ku adalah penyihir dan dia dibuang oleh keluarga besarku, mengharamkan "Verhoeven" untuk dipakai bahkan mengharamkan mereka untuk datang ke acara keluarga besar.
Opa Buyut yang terusir bernama Nicolaas Gilbert Verhoeven, dia menikah dengan wanita Witch yang baik bernama Elizabeth Morritz dan karena dia diusir, dia menggunakan Morritz sebagai nama belakangnya.
Waktu kecil, aku dilatih langsung oleh Opa Buyut Nicolaas tanpa sepengetahuan orang tuaku karena Opa Buyut melihat bakat alamiku. Opa Buyut hanya melarangku mengungkapkan kepada keluargaku bahwa aku memiliki kemampuan Witch seperti dirinya.
Aku tertarik dengan Patricia selain dia sahabatku, aku merasakan Power-nya berbeda. Dia sama sepertiku dan juga aku melihat bakat alaminya.
Yang membuatku heran adalah Patricia bahkan tertarik dengan Witchcraft, aku tertegun tak percaya. Dia memiliki minat dengan Magick walaupun aku tak pernah meracuni pikirannya.
Aku tak pernah menceritakan kepada keluargaku bahwa aku adalah Witch karena menjadi Witch adalah dosa besar di keluarga besar kami.
Pagi ini setelah aku menjemput Patricia, getaran di hatiku terasa nyata. Aku tahu itu adalah Power yang berasal dari dirinya. Patricia tak pernah sadar bahwa dia bisa menghentikan hujan secara tiba-tiba tanpa dia sadari.
Sepanjang aku mengenalnya, dia pernah mengutuk sahabat yang mengkhianati kepercayaannya dan gadis itu mati secara mengenaskan sesuai dengan kutukannya. Kebetulankah? Tidak! Lebih dari 5x aku perhatikan kalau Patricia menunjukkan tanda-tanda dia memiliki bakat Magick alami tanpa aku ajari.
Aku berada di sampingnya untuk menjaganya, mengarahkan Power-nya supaya tidak lepas kontrol tanpa dia sadari.
Aku tak mau mengatakan bahwa aku lebih dari sekedar indigo kepada Jessica. Belum saatnya.
"Sebastian ingatlah, ketika kau dewasa semua bahwa Spell (mantra) dan praktek Witchcraft sudah opa ajarkan padamu. Hati-hati dalam mempraktekkannya. Sesuai dengan Three Fold law 'Apapun yang kamu kirimkan akan kembali tiga kali lipat kepadamu, Ain't Ye Harm None, Do What Ye Will' ketika kau mengerti ini, kau tak akan sembarangan menggunakan Magick," terang Opa Buyut Nicolaas kepadaku setelah beliau mengajarkan semua yang dia tahu kepadaku.
"Baik Opa Buyut, adakah hal lain yang aku harus ketahui?"
"Ingat, jangan sampai orang lain tahu tentang siapa dirimu. Apalagi orang tuamu. Dunia tak akan aman bagi kita, Witches, walau kita tak semuanya jahat. Kelak, kau akan menemukan pasangan yang sama sepertimu, maka kau bisa membuka jati dirimu," pesan Opa Buyut Nicolaas.
"Baik Opa Buyut, terimakasih," ucapku sambil memeluk Opa Buyut. Aku menyayangi Opa Buyut, walaupun orang tuaku tidak menyukainya.
Dua bulan setelah itu, Opa Buyut Nicolaas meninggal dunia. Aku tentu bersedih namun aku berdoa agar beliau bahagia.
Selain aku, keluarga sepupuku yang brengsek bernama Abraham juga diturunkan dan diajarkan praktik Witchcraft.
Kenapa aku menyebut Abraham brengsek? Karena dia berusaha merebut Jessica dariku.
Abraham terpesona dengan Jessica saat dia melihatnya di rumahku.
Abraham datang bersama kedua orangtuanya yaitu Bibi Griselda dan Paman Thomas.
Walau keluarga Morritz adalah keluarga buangan namun mereka diizinkan datang ke keluarga kami saja. Tapi tidak dengan keluarga besar.
Aku saat itu sedang bermain dengan Jessica dan Abraham datang. Abraham bahkan memanggil Jessica dengan sebutan "My Queen"
Aku tak akan lupa bagaimana wajah Abraham saat menatap Jessica. Aku semakin bertekad menjaga Jessicaku.
Seharusnya aku kuliah di Harvard University, Standford University, Columbia University atau di Oxford University, namun aku menolak. Aku tak bisa meninggalkan Jessicaku seorang diri.
Aku bahkan kelepasan bicara di depan orang tuaku "Kalau aku pergi, Patricia harus ikut," Astaga mulutku. Habislah.
Ayahku dan ibuku terkejut. Kakakku, Sophia apalagi. "Kau yakin kau hanya berteman dengan Patricia?" Aku diam dan hanya mengangkat bahu. Diam adalah pilihan terbaik.
Satu-satunya yang mereka bisa lakukan adalah menginterogasi Jessica. Jangan terkejut aku memang suka memanggil Patricia dengan nama tengahnya yaitu Jessica.
Aku menyusahkan Jessica karena akibat kelepasan bicaralah orang tuaku dan orang tuanya sepakat menjodohkan kami.
"Kalau begitu, bagaimana kalian segera menikah? Kuliah bisa ditransfer di kampus lain di Amerika, dan kalian berdua bisa tetap bersama," Usul Ayahku kepada Ayah Jessica.
"Aku setuju, lagipula kita kan bersahabat. Supaya lebih aman sebaiknya anak-anak kita dijodohkan saja supaya bisa jadi satu keluarga," timpal Paman Richard, Ayah Jessica.
"Aku belum siap menikah ayah. Aku ingin belajar," ucap Jessica.
"Kuliah tidak dilarang menikah. Dengan menikah kalian akan lebih solid dan Sebastian dari dulu kan menjagamu dan dengan menikah, Sebastian akan selalu menjagamu. Papa tidak akan keberatan dan merasa lega bila Sebastian yang menjadi suamimu,"
Jessica melotot sedangkan aku senang-senang saja dan hanya tersenyum. Aku sendiri tak keberatan bila benar dijodohkan dengan Jessica.
Akhirnya perjodohan konyol itu terlupakan karena aku mengucapkan mantra lupa ingatan kepada orang tuaku dan orang tua Jessica. Aku kasihan pada Jessica karena dia masih polos, dia tak memiliki pacar sama seperti aku tapi aku menjaga hatiku hanya untuknya.
Aku akhirnya bisa kuliah di Jakarta dengan rela tidak relanya orang tuaku. Ya kalian pasti mengerti maksudku, kan.
Sebagai konsekuensi, aku di haruskan mengambil Dual degree dan ikut kelas internasional supaya bisa Mingle (nyambung) dengan bisnis yang akan nantinya aku urus yaitu perusahaan papa.
Dari dulu, hari yang kubenci adalah Valentine karena aku pasti mendapatkan banyak coklat dari gadis-gadis yang tak ku kenal.
Tanpa Valentine pun aku menerima banyak coklat, kartu, surat cinta bahkan bekal-bekal makanan. Jujur saja aku tidak suka gadis agresif. Kalau aku menyukai seorang gadis, aku yang akan mengejar, bukan gadis itu yang mengejarku.
Semua cokelat pemberian gadis-gadis aku berikan pada Jessica. Aku tak mau Jessica salah paham sehingga dia marah dan menjauh dariku.
"Apakah ada perempuan yang kau sukai, Bas?" Tiba-tiba pertanyaan itu datang. Aku mengerenyitkan dahiku. Apakah Jessica bisa merasakan perasaanku?
"Kenapa?" tanyaku menentramkan debaran jantungku yang bergemuruh.
"Aku penasaran apakah tidak ada gadis yang kau sukai? Kau cerdas, tampan dan memiliki segudang prestasi, tak mungkin kau tak menyukai seseorang,"
"Aku sudah lama menyukai seseorang. Gadis itu sangat spesial namun sayang dia tak peka," jawabku sambil memperhatikan wajahnya. Ingin rasanya aku mengatakan bahwa gadis itu adalah kau, Jessica! Tapi aku tahan supaya dia tak menjauhiku
"Siapa nama gadis itu? Apakah aku mengenalnya?" nada suaranya terdengar pelan dan ada kecemburuan.
Aku hanya tertawa dan mengangkat bahu. Jessica sendiri tak menyadari bahwa aku mencintai dia sekian lama..
Aku melirik jamku, jam 14:30, lama sekali rasanya waktu berjalan. Aku sudah gelisah. Aku merasa ada hal buruk yang akan terjadi pada Jessicaku tercinta. Sebelum hal buruk itu terjadi, aku akan disampingnya dan membantu dirinya...
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
Patricia Jessica Donovan POV
Akhirnya kelas Psikologi Komunikasi selesai juga, aku lapar lagi. Enaknya makan apa ya? Ayam geprek kali ya... Pikirku.
"Anne, mau ke kantin ga? Aku lapar." Kataku pada Anne teman sebangku-ku.
Annne menoleh "Ide bagus, ayo."
Kami berdua berjalan ke Kantin. Anne berceloteh bahwa dia ingin makan Batagor dan minum Jus Alpukat, aku menimpalinya bahwa aku ingin Ayam Geprek dan Jus Jeruk.
Suasana Kantin kampus terlihat sepi hanya ada 2 mahasiswa dan mereka pun memilih tempat duduk favorit.
Annne menyerahkan uang Rp 50,000 kepada Patricia, "Belinya di tempat biasa kan? Di mang Ujang?" Tanyaku dan Anne mengangguk.
"Oke sebentar aku ke sana." lalu aku pun berjalan ke tempat Mang Ujang.
"Mau beli apa, neng?" Tanya Mang Ujang kepadaku. Aku tersenyum karena Mang Ujang adalah langgananku dan Anne bila makan di kantin kampus.
"Mang Ujang, pesan Jus Alpukat 1 dan Batagornya 1, tolong di antar ke sana ya." Kataku sambil menunjuk tempat duduk yg ada Anne.
"Baik neng." Aku menyerahkan uang Rp 50,000 setelah selesai membayar dan menerima kembalian, aku ke tempat yang menjual Ayam Geprek.
Saat hendak memesan, aku merasa ada hawa dingin menusuk.
Siapa ini? Aku kok merinding, batinku.
Dan benar saja, sesosok pria yang aku hindari selama ini ini muncul di hadapanku.
Mukaku pucat saat melihatnya, dia berdiri di sebelahku, wajahnya tampan, macho, tinggi menjulang dengan mata hijau safir.
Ketemu dia lebih menakutkan daripada ketemu setan, batinku.
"My Queen." Suara bariton dengan nada rendah itu membuat aku memucat. Damn.
Aku berpaling darinya, berpura-pura dia tak di sana.
"Bang, pesan Ayam Geprek 1, pedasnya level 10 dan minumnya Ess Jeruk 1 dan tolong antar ke sana ya." Kataku.
"Iya neng." Aku membayar pesananku. Ketika hendak pergi, tanganku di cekal oleh pria itu.
"Kenapa kau tak ada di Swiss, My Queen? Kenapa kau tidak kuliah di sana?"
Aku diam tak menghiraukan. Pantas dia mencariku, dia pasti tak mengira aku di sini.
"Apa kau tak mau bicara My Queen? Aku sangat merindukanmu." Suaranya lirih namun jelas terdengar olehku. Suara yang menyiratkan kerinduan yang dalam.
Aku berusaha melepaskan cekalannya. Aku tak mau ada kehebohan.
Dia tetap tak bergeming. Aku berusaha menghindari matanya sementara dia menatapku intens.
"Patrice!" Suara penyelamatku tiba. Praise God. Sebastian datang.
"Lepaskan tanganmu, brengsek! Patrice milikku." Sebastian menghempas tangan pria itu dengan marah.
Mereka berdua siap tempur. Gawat, bisa bahaya, pikirku.
"Milikmu? Patricia adalah calon istriku!" Dia menyeringai sambil tersenyum miring menakutkan.
"Dalam mimpimu!" Kataku. Aku melihat tangan Sebastian mengepal, siap memukul, langsung saja aku menggenggam tangan Sebastian dan menariknya agar menjauhi pria itu.
Sebastian duduk di sebelahku dengan tatapan dingin dan masam.
"Patrice, dia sepertinya menyukaimu ya." Gumam Anne ke arah pria gila itu yang masih memandangku.
"Dia gila." Sahutku.
Tak lama pesanan kami datang. Aku dan Anne makan.
"Kamu mau, Bas?" Tawarku padanya.
"Tidak, aku masih kenyang." Tolak Sebastian tak berselera.
Sebastian menatapku, "Aku tak tahu si pengacau akan datang. Aku bunuh dia bila dia berani mengganggumu" suaranya datar dan dingin.
Anne menatap kami berdua. "Patrice sudah jam 15:45, kelas ke dua kita akan dimulai 15 menit lagi."
"Aku antar." Kata Sebastian.
Ketika sampai dikelas, Sebastian menatapku "Bila dia masih mengganggumu lagi, hubungi aku. Dia laki-laki brengsek." Terdengar jelas nada marah di setiap kata-katanya.
"Tentu Bas."
Kelasku yang sekarang adalah Pengantar Ilmu Jurnalistik. Aku mengeluarkan Paper-ku untuk dikumpulkan dan sudah ku duga hari ini ada kuis alias Test.
"Patrice, laki-laki tadi yang di kantin wajahnya mirip dengan Sebastian walau lebih macho yang di kantin. Kalian saling kenal kan?" Tanya Anne ingin tahu, dan kami sudah keluar kelas setelah selesai kuis.
"Dia sepupu Sebastian. Aku sendiri bingung kenapa dia bisa di sini."
Anne memandang bingung ke arahku.
"Memangnya dia tidak tinggal di Jakarta?"
"Dia di Swiss, entah kenapa dia kembali kemari dan dia malah ke sini." Aku menghela napas.
"Dia mantan pacarmu?"
Aku melotot ke Anne, "Tidak! Gila aja!"
Anne tertawa. Anne temanku sejak kelas 2 SMA, kami dekat tapi tidak sedekat hubunganku dengan Sebastian. Tunggu, hubunganku dengan Sebastian? Aku tertawa dalam hati, kami hanya bersahabat karib dan jauh lebih lama karena kami telah bersama sejak kecil.
Jam sudah menunjukkan 17:45 dan suasana kampus mulai lenggang. Kelas ketiga-ku yang seharusnya di mulai jam 17:30 mendadak ditiadakan karena dosen berhalangan hadir.
Aku menghela napas. Aku harus menunggu Sebastian lebih lama.
Aku mengambil ponselku dan mengetik pesan WhatsApp ke Sebastian:
💌 Aku: Bas, kelasku terakhir di cancel karena dosen berhalangan masuk. Aku akan menunggumu di perpustakaan kampus di lantai 2, aku mau ke spot favoritku.
💌 Sebastian: Okay, I Will be there after my class finish.
*Baik, aku akan ke sana setelah kelasku selesai*
💌Aku : Okay, see you Bas.
* Baiklah, sampai jumpa Bas.*
💌 Sebastian : See you soon sayang.
* Sampai jumpa sayang.*
Aku tersenyum dengan tulisan sayang . Hatiku jadi tenang.
"Aku mau ke Perpustakaan, kamu mau ikut?" Aku bertanya pada Anne.
"Aku mungkin akan pulang Patrice. Sudah mau hujan." Kata Anne.
"Baik, hati-hati Anne." Kataku sambil tersenyum.
"Iya Patrice, sampai jumpa besok." Anne membalas senyumanku.
Aku bergegas ke perpus di lantai 2. Perpustakaan kampus bukan Perpustakaan Rektorat.
Aku menyukai suasana hening di sana. Hanya ada aku dan penjaga perpustakaan.
"Halo Pak, saya datang lagi." Sapaku kepada Pak Robert, penjaga perpustakaan.
"Halo Patricia, mana kekasihmu? Sendiri saja?"
Kekasih yang dimaksud adalah Sebastian, aku hanya tertawa, tak sedikit yang berasumsi begitu.
"Sebastian? Dia akan datang, saya mau mencari buku dulu."
"Rajin ya Patricia, kenapa tak cari di Internet? Sumbernya banyak daripada buku-buku tua di sini."
"Saya senang buku tua pak, untuk melengkapi bahan skripsi saya." Aku tersenyum.
"Wah sudah mau skripsi ya?"
"Belum, tapi saya bersiap-siap pak. Lebih baik saya ada persiapan daripada bingung sendiri."
"Oh begitu. Baik, semoga sukses dan jangan lupa isi buku tamu ya."
Aku mengangguk dan setelah mengisi buku tamu dan menitipkan tas, aku segera bergegas ke rak buku, aku ingin mengecek buku Ilmu Komunikasi Terapan dan Psikologi Komunikasi.
Ketika sedang melihat-lihat buku, aku merasakan ada seseorang di belakangku.
Hawa dingin ini menusuk dan aku menjadi keringat dingin. Apakah ini hantu lagi atau siapa? hawa dingin ini berbeda, bagaimana ini? Batinku.
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Mohon tinggalkan jejak dengan like, komen dan vote yaaa. Terimakasih ♥️♥️♥️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!