*LEANORE MARTINEZ (Lea). Gadis 21 tahun, bekerja di sebuah Restoran PJ di pusat kota Berlin, Lea berambisi menjadi seorang model.
Lea adalah gadis yatim piatu yang dirawat oleh paman dan bibinya sejak usia 5 tahun, tumbuh besar bersama adik sepupunya yang bernama Siddarth (Sid) anak laki-laki berusia 18 tahun.
*BERNANDO ADOFFO LEXANDRA (Bern). Pria 30 Tahun, ketua mafia klan Dark Sky. Seorang pria Cassanova, hanya menggunakan wanita sekali pakai di atas ranjangnya, atau di mana saja yang ia suka. Berkarakter dingin dan kejam.
Bern adalah anak yang lahir tanpa seorang ayah, hidup susah, melarat, dan keras sejak usia muda.
Bern diasuh oleh seorang ketua mafia bernama Maido saat usianya 11 tahun, saat ia tak lagi memiliki siapapun di dunia karena Lexandra ibunya meninggal dunia. Dan Bern ditunjuk oleh Maido sebagai penerusnya memimpin Dark Sky. Menyingkirkan anak kandungnya sendiri Agosto Maido yang diusir oleh Maido ayahnya dari Dark Sky.
*ALICE BELLADONA (Al). Seorang Sniper dari sebuah agen rahasia Secret Agent . Kehidupan normal bekerja di Restoran yang sama dengan Lea, dan mereka bersahabat. Namun Lea sama sekali tak mengetahui jika Al adalah seorang Sniper.
Restoran PJ tempat Lea dan Al bekerja adalah milik Pemimpin Secret Agent. Mr. Vicenzo. Pria berusia 53 tahun.
...****************...
Buat yang mau memacu adrenalin dan emosi bersama bisa join, buat yang nggak suka, skip langsung. Jalan cerita sesuai alur naskah, tidak mengikuti keinginan pembaca 😁🙏
Jadi buat yang nggak suka. Langsung SKIP. 😘
Sampul bisa saja berubah jika pihak NT merubahnya 🙏.
'Tak tak tak tak tak tak tak tak tak tak tak tak'
Derap langkah sepatu dari seorang pria yang terus berlari menembus jalanan sepi kota Berlin di malam hari.
Pria asing berpakaian serba hitam itu tengah berlari dari kejaran sekelompok orang yang ingin menangkapnya, lebih tepatnya, mendapatkan barang yang ada dalam genggamannya.
'Bup_'
'Bup_'
'Bup_'
Berkali-kali tembakan kedap suara dilayangkan padanya, namun pria itu sangat gesit dan mampu menghindar, atau tembakan mereka yang kurang jitu sehingga tidak tepat mengenai sasaran.
'Ngiiing,,,, wiyu wiyu wiyu wiyu, ngiiing....'
Terdengar sirine mobil polisi yang juga mendekat, pria itu terus berlari meski perutnya terasa sungguh sangat sakit karena kram.
"Aku tidak boleh menyerah, mereka tidak boleh mendapatkannya, bahkan para polisi itupun aku tidak bisa mempercayai mereka,"
Pria itu telah belajar banyak dari pengalaman yang ia dapatkan selama ini, beberapa pengkhianat juga berdiri di tengah agensi badan hukum pemerintah, jadi dia tidak akan sembarangan bertindak, pria itu terus berlari melewati jalanan hingga masuk ke lorong kiri belok kanan meliyuk-liyuk memasuki lorong-lorong jalan gedung ataupun pertokoan.
Ia harus bertemu langsung pada pimpinan atau lebih baik mati dan barang yang ia selamatkan hilang dari pada ditemukan dan dipegang oleh orang yang salah.
'Deziing,,,'
"Aarrggh!"
Suara peluru terdengar bersahutan dengan teriakan tertahan pria itu yang berlari, ia tertembak tepat di punggungnya, namun ia tak berhenti berlari meski darah bercucuran di belakang tubuh, dan kecepatannya berlari berkurang setelah ia merasa tubuhnya melemah.
'Bugh!'
"Aaahh!" "Emmpphh!"
Pria itu menabrak seorang wanita saat memasuki lorong jalan, dan dia langsung membekap mulutnya agar tidak teriak.
Leanore, dia baru saja pulang dari Restoran seperti biasanya, berjalan kaki menuju rumah yang butuh waktu tempuh 30 menit untuk bisa sampai di rumah paman dan bibinya tempat Lea tinggal, dengan berjalan kaki. Namun malam ini sepertinya nasibnya sedikit sial, baru berjalan sekitar 5 menit dan dia bertabrakan dengan seorang pria misterius yang menakutkan.
"Diam, jangan bersuara jika kau masih ingin hidup, aaahh?" Pria itu semakin tidak tahan dengan sakit di punggungnya, dan Lea yang panik hanya bisa melotot sambil mengangguk takut.
"Bawa ini bersamamu," pria itu memberikan sebuah kotak dalam genggaman Lea, dan Lea yang gugup hanya bisa menerima dengan takut.
"Aaahh,,, k-ka kau bisa menjual berliannya, itu untukmu, tapi simpan chip di dalamnya, sampai seorang pria yang bernama RG (dibaca Arji) datang mengambil benda itu, ingat. Hanya pria yang bernama RG yang boleh mengambilnya, aaahh,,,," "Brugh." pria itu terjatuh di jalanan beraspal, ia tak lagi bisa menahan diri.
Lea terpaku, ia tercengang, rasa takut mendominasi, Lea baru menyadari darah yang mengalir bercampur dengan genangan air sisa hujan di jalanan tempat pria itu ambruk.
'Hah?' Lea terperanjat, ia sangat takut hingga seluruh tubuhnya serasa terpaku dan tak dapat ia gerakkan.
"Cep-pat per-gi, mereka akan dat-tang!" suara pria itu putus-putus, ia mulai kehilangan kontrol pada dirinya yang semakin mendekati ajal.
"Ce-pat lari!" bentak pria itu pada Lea yang masih mematung.
"Cari dia! Temukan dia, cep-pat!" teriakan seorang laki-laki terdengar begitu lantang menyadarkan Lea jika situasi saat ini sedang buruk, penuh ketegangan.
"Tuan? Tuan?" Lea berusaha membangunkan pria itu namun pria itu sudah tak bernapas dan matanya yang terbuka tak lagi menutup. Pria itu mati.
Lea akhirnya berlari menjauh dari jalanan itu, ia akan kembali ke Restoran yang masih lumayan dekat dari pada meneruskan perjalanan pulang.
Lea masih bisa mendengar suara orang-orang dan bahkan sirine mobil polisi. Tapi ia tak peduli, rasa takutnya membawa Lea untuk terus berlari menuju Restoran, ia butuh perlindungan dan tempat yang ia percaya.
'Brak!'
Lea menutup keras pintu belakang Restoran yang ia buka, lalu Lea menguncinya dari dalam, untung saja pintu itu tadi tidak terkunci.
Lea lantas masuk menuju dapur, dan Alice, teman kerja sekaligus sahabatnya masih ada di sana.
"Lea? Bukannya tadi kamu sudah pulang? Kok balik?" Alice menghadang jalan Lea, bertanya pada temannya itu yang masuk tiba-tiba.
"Alice, kita bicara lagi nanti, aku butuh toilet," Lea masuk ke dalam Toilet mengacuhkan Alice yang bertanya bingung.
Sesampainya di dalam toilet, Lea bersandar pada dinding, menarik napas dalam, dadanya berdegup sangat kencang tak beraturan. Ia memejamkan mata sambil menyentuh dadanya, memeluk kotak itu yang berada dalam genggaman.
Bayangan kejadian yang baru saja Lea alami kembali muncul, saat ia bertabrakan dengan seorang pria asing, membekapnya, memberikan sebuah kotak, dan memberi pesan-pesan terakhir.
"Ya Tuhan? Apa yang sebenarnya terjadi?" Lea menangis. Ia begitu kacau. Dadanya masih tak bisa ia tenangkan.
Tubuh Lea masih sangat gemetar, tapi ia segera membuka kotak yang pria itu berikan. Benar, ada beberapa berlian di dalam kotak itu, setidaknya 10 butir berlian, Lea ingat pria asing itu mengatakan jika ada sebuah chip, namun Lea tidak menemukan benda lain dalam kotak itu selain berlian. Hanya berlian.
Lea kembali menutup kotak berisi berlian itu lalu memasukkannya ke dalam tas selempang yang ia kenakan.
Lea menghapus air matanya. Ia begitu bingung harus bertindak apa, pesan pria itu adalah menyimpan benda ini sampai pria bernama RG datang mengambilnya.
"Tapi bagaimana kalau ternyata dia adalah seorang penjahat? Bukankah tadi Polisi mengejarnya? Aaahh,,,, sial. Kenapa hari ini aku sangat sial." Lea sangat panik, ia masih mengurung diri di dalam toilet Restoran, ia terlalu takut dan juga bingung harus bagaimana.
'Tok tok tok,'
"Lea? Kau masih di dalam? 'Tok tok tok!' "Lea? Kau baik-baik saja?"
Alice terus mengetuk pintu sambil menyerukan nama Leanore, Al merasa ada sesuatu yang salah saat Lea masuk ke dalam Restoran lewat pintu belakang dengan raut muka panik, takut, dan gugup.
'Klek.'
Lea membuka pintu dan keluar setelah ia merasa lebih tenang.
"Hei, are you okay?"
Lea mengangguk menjawab pertanyaan Alice, dan dia melangkah ke pantry dapur, menuang segelas air untuk ia minum, Lea harus bisa menenangkan diri agar tidak menimbulkan kecurigaan.
"Lea? Kau kenapa?" Alice kembali bertanya setelah Lea hanya diam cukup lama.
"T-ti tidak ada, Alice. Aku hanya? Aku hanya merasa takut, kupikir saat di jalan pulang tadi, aku melihat orang jahat, jadi aku kembali, aku tidak berani pulang," tutur Lea menjelaskan.
Alice mengangguk, mengelus lengan Lea naik turun agar sahabatnya itu lebih tenang.
"Kau mau tidur di sini? Bersamaku? Kita tidur di kamarku!" Alice memang tinggal di Restoran di lantai atas, dan Lea mengangguk setuju, sepertinya itu keputusan paling tepat untuknya malam ini.
"Thank's." lirih Lea. Alice hanya tersenyum lalu memeluknya.
...****************...
"Dia sudah mati, Bos. Tapi chip itu tidak ada bersamanya!" salah seorang pria yang mengejar pria asing berbicara pada seseorang lewat sambungan telepon.
"Cepat temukan chip itu, atau nyawa kalian sebagai gantinya. DOORR DOORR DOORR!"
...****************...
Lea tetap diam saat Alice menanyakan kejadian sebenarnya, ia hanya menggeleng, dan Alice memilih berhenti bertanya membiarkan Lea agar lebih tenang.
Waktu terus berlalu, Alice sudah terlelap dalam tidur. Namun Lea tak dapat juga memejamkan mata, ia menatap lurus langit-langit kamar Alice yang bercahaya tosca, kombinasi thumberlight hijau dan biru.
Lea masih teringat bayangan kejadian yang sangat mencekam yang ia alami saat hendak pulang tadi, seumur-umur baru kali ini Lea melihat orang mati di depannya, dan itu karena luka tembak. Jelas membuat Lea dihantui rasa takut dan bisa jadi trauma.
Lea kembali mengusap buliran bening yang terus keluar melewati sudut-sudut matanya yang sudah sembab itu. Ia tak bisa melupakan kejadian menegangkan sekaligus menimbulkan banyak pertanyaan serta misteri dalam pikirannya.
"*Hoaamm*!" Alice menutup mulutnya yang menguap, ia meregangkan otot-otot tubuh yang terasa pegal. Lea berdiri di dekat jendela menghadap luar dari kaca jendela. Di luar sana masih lumayan gelap meski sebentar lagi fajar akan datang menyapa.
"Lea? Kau sudah bangun?" Alice berbicara malas dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, ia lantas mengucek matanya dan kembali menguap beberapa kali, menggaruk tengkuk yang tidak gatal, dan meraih ponsel di atas nakas, kebiasaan yang hampir dilakukan semua orang.
"Alice, terimakasih tumpangannya untuk menginap, aku pulang dulu, nanti aku datang lagi, tapi mungkin sedikit terlambat," Lea memakai jaket kulitnya yang berwarna Coklat lalu meraih tas selempang miliknya dan mengenakannya.
Alice belum sempat menjawab ketika Lea sudah keluar dari kamarnya dan pergi meninggalkannya yang berekspresi bingung.
Lea terus berjalan melewati jalanan yang semalam ia lewati, suasana sudah cukup ramai dengan orang-orang dan kendaraan yang berlalu lalang, sinar fajar juga mulai menyingsing memberi penerangan.
'*Tempatnya sangat bersih, bahkan bekas darah yang tercampur dengan genangan air semalam sudah tidak ada. Apa mungkin petugas kepolisian yang membereskannya? Aku harus membaca berita headline hari ini*.'
Lea terus melangkah cepat menuju rumah, semalam ia sudah mendapat amukan pamannya yang mengomel lewat sambungan telepon saat Lea meminta ijin untuk menginap di tempat Al.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
Di sebuah Mansion megah nan mewah di salah satu wilayah pribadi kota Berlin.
![](contribute/fiction/4300262/markdown/23363190/1645967036550.jpg)
"Kami harap anda akan mempertimbangkannya, Tuan. Ini demi kebaikan kita bersama. Jika Chip itu sampai jatuh di tangan Agosto. Maka bukan hanya kami yang akan hancur, tapi kita semua, seluruh negara Jerman." seorang pria dari badan rahasia pemerintah telah melakukan pertemuan dengan salah seorang pebisnis ternama di kota Berlin. Perusahaan mereka terkenal dengan *Hacker* handal yang mereka miliki yang mampu untuk meretas maupun melacak radar, memori, dan chip.
"Kenapa kau datang padaku? Kau tahu jawabannya. Aku tidak bekerja sama dengan badan pemerintah." tukas pria yang duduk di hadapan mereka begitu angkuh.
Dia adalah Bernando Adoffo Lexandra, yang biasa dipanggil Tuan Bern. Pemilik Perusahaan *Technologi Digital DS*. Seorang pria berparas tampan, alis hitam yang tebal, mata indah dengan sorotnya yang tajam, hidung mancung, bibir sensual, rahang tegas dengan jambang halus di sekitarnya, dan suara berat bariton yang sungguh seksi untuk di dengarkan telinga kaum hawa.
![](contribute/fiction/4300262/markdown/23363190/1645967036545.jpg)
Tapi dibalik itu semua, Bern yang sesungguhnya adalah seorang ketua Mafia dari klan *Dark Sky* yang sangat ditakuti di dunia hitam, dan Agosto yang pria dari badan rahasia pemerintah tadi sebutkan adalah adik angkatnya.
Lebih tepatnya, Bern adalah anak angkat dari Maido, ayah kandung Agosto Maido. Dan klan *Dark Sky* seharusnya menjadi milik Agosto sebagai pewarisnya. Namun Agosto telah berkhianat dan membangkang dengan menjalankan bisnis-bisnis yang dilarang oleh Maido. Salah satunya adalah barang haram seperti narkob.a, ekstas.i, gan.ja, dan berurusan dengan musuh negara serta musuh dunia, Teror.is. Maido lantas menunjuk Bern untuk menempati posisinya memimpin klan *Dark Sky* menggantikan Agosto yang telah Maido usir.
"Baiklah, kami akan permisi. Tapi kami harap anda akan mempertimbangkannya, dan bersedia membantu kami." orang-orang dari badan rahasia pemerintah itu pun berdiri dan permisi setelah tak lagi mendapat tanggapan dari Bern. Para anak buah *Dark Sky (DS*) mengantar mereka keluar dari Mansion Bern.
"Berikan laptopku, Jho!" perintah Bern pada Jho. Orang kepercayaan sekaligus kaki tangannya.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
'*Prang*.'
'*Praaang*.'
"Aaahhh?"
"BUGH!"
Lea membulatkan mata saat mendengar keributan dari dalam rumah, ia menutup pagar kayu rumahnya dengan cepat dan buru-buru membuka pintu utama masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu terlihat pamannya yang menghajar Siddarth, Sepupunya. Putra tunggal pamannya, Sid ditendang dan dipukul oleh ayahnya sendiri, paman Han.
"Hentikan, Han. Hentikan! *Hiks hiks hiks*." teriakan bibi Lora istrinya, menangis, meraung mencoba menghentikan kebrutalan Han yang menghajar Siddarth tanpa ampun.
"Paman?" Lea berlari memegang tangan Han yang hendak melayangkan pukulan kembali pada Sid yang sudah penuh luka lebam di pipi dan wajahnya, baju yang Sid kenakan pun sudah koyak karena robek akibat tarikan kasar Han beberapa kali.
Han yang mendapati Lea pulang pagi semakin tersulut amarah, dan dia mendorong tubuh Lea hingga membentur dinding dekat pintu dan Lea jatuh tersungkur ke lantai.
"Lea?" jerit Lora dan Sid bersamaan saat Han mendorong tubuh Lea hingga jatuh.
"Dasar ja.lang. Dari mana kau baru pulang jam segini, hah? Apa kau menjual tubuhmu pada para pria hidung belang? Hah? Katakan Lea? Kau melakukan itu karena kau hidup miskin bersama kami? Katakan Lea?" Han meluapkan emosinya pada Leanore, membentak bahkan menjambak rambut Lea yang bergelombang alami.
"Ah, paman?" Lea memekik kesakitan memegang tangan Han dengan kedua tangannya.
"Pah, lepaskan. Kau sedang marah padaku, jangan kau luapkan pada Lea, dia tidak bersalah," Sid berteriak menarik tangan Han agar melepas jambakannya pada rambut Lea.
"Kurang ajar, *Bugh*!" Han melepas tangannya yang menjambak rambut Lea. Namun ia langsung melayangkan pukulan pada Sid.
"Aaahh,,,," Sid kembali tersungkur ke lantai.
"Lihat Lora, Lihat! Kedua anakmu yang selalu kau manjakan ini hari ini telah mencoreng adab yang kuajarkan. Ini semua salahmu, Lora. Salahmu! Kau tidak becus mengurus dan mendidik mereka, ini hasil didikanmu!" bentak Han pada Lora istrinya yang hanya menangis memeluk Lea.
"Paman, ada apa? Aku sudah meminta ijin padamu semalam jika aku menginap di tempat Al karena tidak berani pulang," Lea berteriak membela diri. Namun yang membuat Han begitu marah sesungguhnya bukan karena itu, melainkan kesalahan Sid yang tak termaafkan.
"Iya, tapi apa kau tahu apa yang sudah dilakukan oleh adikmu itu? Kau juga sangat membanggakannya, bukan? Tapi lihat ini, lihat!" Han meraih sebuah senjata api di atas meja dan menunjukkannya pada Lea.
Sontak Lea membulatkan mata terkejut melihat benda berbahaya itu.
"M-mi milik siapa itu, bibi?" tanya Lea gugup.
"Itu punya adikmu yang berandalan ini, entah kelompok apa yang sudah ia ikuti, dia tidak mau buka suara, haah. Dia menjadi seorang pembunuh!"
Paman Han membanting senjata itu hingga pecah, memang hanya senjata kualitas rendah yang Han temukan di balik kaos Sid yang terselip di gesper celananya. Namun sebagai seorang ayah, Han jelas terpantik amarah membayangkan Sid putra satu-satunya tangannya berlumuran darah membunuh orang. Dosa besar yang tak termaafkan. Apalagi Sid tak mau mengatakan apa-apa dan memilih diam saat Han terus bertanya hingga Han kehilangan kesabaran dan memukuli Sid membabi buta.
"Sid,,,," teriak Lea dan Lora bersamaan.
Sid melangkah pergi, keluar dari rumah. Dan Paman Han berteriak mengumpat pada Sid yang pergi.
"Jangan pernah kembali kau, Anak berandal. Pintu rumah ini sudah tertutup untukmu! Dasar baj-jingan!"
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!