Asty, anak bungsu dari 2 bersaudara yang lahir di keluarga menengah kebawah. Hidupnya sangat sederhana, ia tidak seperti teman-teman seusianya yang meminta apa saja langsung dituruti.
Ia sudah terbiasa menahan keinginannya hingga ayahnya menurutinya, karena ayahnya hanya seorang pekerja serabutan yang pendapatannya tidak menentu.
Ia selalu menjadi bahan rundungan teman-temannya, ia yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar pernah diejek karena belum memiliki seragam sekolah baru yang harus dibeli di sekolahnya karena ayah dan ibunya belum memiliki cukup uang untuk membelinya.
"Lihat tuh si asty, yang lain udah pada pake seragam baru, eh dia masih pake seragam yang kemaren. Kalo gue jadi dia, gue gak berani masuk sekolah. iihhh" ucap Nuri seolah-olah merasa jijik melihat Asty.
Asty hanya bisa diam ketika dilihat oleh semua teman-temannya. Hatinya menangis, bagaimana ia tidak merasakan sakit ketika diejek oleh teman sekelasnya sedangkan ia hanya sendirian tidak ada yang mau berteman dengannya karena dia terlahir dari keluarga yang kurang mampu.
Tapi dengan tekad kedua orangtuanya ingin menyekolahkan Asty di sekolah yang terbaik dengan harapan kelak ia akan menjadi anak yang lebih baik lagi dari kedua orangtuanya. Mereka terus bekerja keras tanpa kenal lelah untuk masa depan Asty.
Terlahir dengan tubuh kurang tinggi dan berbadan lebih gemuk dari anak lain, ia menjadi bahan empuk untuk diejek semua siswa di sekolahnya.
Sejak sebelum masuk sekolah, Asty hanya berteman dengan tetangganya tapi setelah masuk sekolah temannya itu pindah rumah sehingga ia tidak punya teman lagi, ia memang memiliki kesulitan untuk bergaul karena merasa minder dengan fisik dan keadaan keluarganya.
Suatu hari guru memberikan PR matematika, niat jahil Nuri untuk menjahili Asty pun datang.
"eh Asty, nanti ngerjain PR nya di rumah aku ajah yuk." ajak Nuri dengan maksud yang tidak diketahui Asty.
Dengan senangnya Asty menerima ajakan Nuri yang dia kira Nuri akan berteman dengannya. Dengan senyum bahagia dan sesekali bersenandung, dia pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah ia segera berganti pakaian lalu makan siang terlebih dahulu dengan menu yang sangat sederhana namun Asty selalu menikmatinya.
Setelah selesai makan, ia memikirkan cara bagaimana meminta izin kepada ibunya. Kalo jujur, ia takut tidak diberi izin karena jarak rumahnya ke rumah Nuri lumayan jauh pasti ibunya tidak akan mengizinkan karena bagi ibunya dia masih begitu kecil di usianya yang masih duduk di kelas dua SD.
"ahh aku bilang ajah mau ngerjain PR di rumah bibi." senyum sumringah Asty sambil menjentikkan jarinya tiba-tiba muncul ide dari dalam otak Asty.
Seketika ia menghampiri ibunya dan meminta izin "ibu, aku mau ngerjain PR di rumah bibi yaa." pinta Asty pada ibunya yang sedang melipat segunung pakaian yang baru diangkat dari jemuran.
"Lho kok di rumah bibi, kenapa nggak di sini ajah sayang?" tanya ibu Asty dengan lembut.
"nggak bu, aku pngen sekalian main dirumah bibi kan rumah bibi enak adem ada kolam ikannya bikin konsentrasi." jawab Asty sambil tersenyum. "boleh yaa bu, kan rumah bibi juga deket waktu kecil juga aku suka main di rumah bibi" Asty memohon sambil menggoyang-goyangkan tangan ibunya.
"yaudah iyya deh, tapi jangan sore-sore yaa pulangnya." jawab ibunya dengan lembut mengiyakan keinginan anak bungsunya.
"okeh siap ibu." jawab Asty penuh semangat. Asty tidak menyadari rencana apa yang akan dilakukan Nuri di rumahnya.
Jarak dari rumah Asty ke rumah bibinya memang dekat, dari rumah Astypun sudah bisa dilihat rumah bibinya hanya melewati beberapa rumah. Namun dari rumah bibinya menuju rumah Nuri harus melewati banyak rumah dan menyebrangi jembatan kecil yang dibawahnya ada aliran sungai yang cukup deras dan angker menurut orang-orang sekitar.
"kamu mau kemana Asty?" tanya bibi Asty yang melihat Asty melewati depan rumahnya.
"aduhh mati aku ketauan." batin Asty menghentikan langkahnya tepat di depan bibinya yang baru keluar dari rumah.
"hmm i-itu bi, aku mau ke rumah Nuri mau kerja kelompok, iya kerja kelompok" jawab Asty terbata-bata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"oh yasudah awas hati-hati nyebrang jembatannya yaah." jawab bibi Asty percaya begitu saja karena memang selama ini Asty anak yang jujur, tapi sekarang hanya sekedar ingin punya teman saja ia sampai membohongi ibunya, entah bagaimana nanti jika ibunya mengetahui kebohongannya.
"i-iya bi, aku jalan dulu yaa." jawab Asty lalu melanjutkan perjalanannya.
Rencananya Asty akan cepat-cepat menyelesaikan PR nya dan segera pulang cepat sebelum ibunya menyusul ke rumah bibinya.
Asty begitu hati-hati melanjutkan perjalanannya, dalam hatinya selalu melantunkan doa-doa yang dia bisa ucapkan untuk meminta keselamatan di dalam perjalanannya.
Ini adalah kali pertama ia melewati jalan tersebut, biasanya ia hanya bermain jauh sebatas rumah bibinya saja. Rasa takut memang menemaninya, tapi ia yakin Allah selalu melindungi setiap langkahnya.
Kenapa masih berfikir seperti itu, sedangkan ia saja sudah berbohong pada ibunya sendiri, tidak sadar apa ia sudah melakukan hal yang tidak disukai Allah. Asty memang sudah dibutakan dengan keinginannya memiliki teman, ia rela menghalalkan segala cara agar ia punya teman termasuk melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya yaitu membohongi ibunya.
"Ya Allah serem banget sih jalannya." batin Asty melewati jalan sebelum menyebrangi jembatan.
Tempat itu memang sepi, belum terdapat banyak rumah, ada rumah pun orangnya berada di dalam karena itu tengah hari mungkin orang-orang sedang tidur siang.
"ini orang pada kemana sih, ada rumah tapi gak ada orang satupun. pada duduk di teras apa gimana ke biar ga sepi." gerutu Asty melewati rumah-rumah yang sepi tersebut.
Setelah melewati rumah-rumah sepi tersebut akhirnya Asty sampai disebuah jembatan kecil. Jantungnya berdetak begitu cepat ketika melihat jembatan yang hanya bisa dilewati satu kendaraan roda dua dan dibawahnya terlihat aliran air yang begitu deras.
"Astaghfirullah.... airnya deras banget, mana dalem banget nih kalinya, ini kalo jatuh langsung tinggal nama." batin Asty melihat keadaan jembatan tersebut.
Tapi dari sana ia sudah melihat rumah Nuri yang baru berdiri, kelurga Nuri memang baru membangun rumah.
"ahh tinggal nyebrang jembatan terus nyampe deh." Asty merasa tenang karena rintangannya kini tinggal jembatan kecil ini saja.
Tanpa pikir panjang Asty langsung berjalan menyebrangi jembatan itu dan mulutnya tak luput dari doa meminta keselamatan. Jembatannya pun berhasil ia lewati dan akhirnya ia sampai di depan rumah Nuri.
"Assalamualaikum... Nuri.. Nuri..." panggil Asty berdiri didepan pintu rumah Nuri. Tak berapa lama Nuri keluar dari dalam rumahnya.
"Waalaikum salam.. eh Asty akhirnya kamu nyampe juga. ayo masuk, aku udah lama nungguin kamu." ajak Nuri dengan senyuman yang mewakili pikiran jahatnya pada Asty.
Merekapun masuk ke rumah bersama.
.
.
Bersambung...
Setelah mereka masuk ke dalam rumah, Asty begitu kagum melihat rumah kokoh yang baru di bangun tersebut karena terlihat begitu berbeda dengan rumahnya yang begitu sederhana. Melihat Asty yang kagum dengan rumahnya, Nuri tersenyum sinis.
"bagus kan rumah gue." ucap Nuri sambil melipat kedua tangannya di dada, terlihat menyombongkan diri.
"iyya bagus." jawab Asty polos sambil melihat-lihat seisi rumah dengan pernak-pernik yang menurut Asty begitu mewah.
"yaudah ayo kita mulai ngerjain PR nya." Nuri menepuk pundak Asty sehingga mengagetkannya yang tengah asyik melihat-lihat.
"eh i-iya ayo kita mulai." jawab Asty kaget.
Merekapun duduk di ruang tamu, suasana rumah terasa sepi karena ibu dan adik Nuri sedang keluar rumah.
Bukan berdiskusi mengerjakan PR, Nuri malah duduk santai sambil menikmati satu cup ice cream berukuran besar sendirian.
"katanya mau ngerjain bareng, eh malah makan ice cream." batin Asty agak sedikit jengkel.
Nuri memang sengaja memakan ice cream sendirian di depan Asty karena ia tahu Asty tidak pernah memakan ice cream, jangankan untuk beli ice cream, uang sakunyapun kadang Asty tidak punya. Asty sudah biasa sekolah membawa air dan makanan ringan yang ada di rumah.
Kasian banget deh si Asty, udah bela-belain datang dari jauh cuma buat ngeliat si Nuri makan es krim.
"Nuri, kamu emangnya udah selesai PR nya?" tanya Asty menelan saliva nya memberanikan diri mengusik Nuri yang asik menikmati satu cup besar es krimnya.
"halaah... gampang itu sih, nanti juga selesai." Nuri menjawab dengan sombongnya sambil memakan es krim di depan Asty.
"ahh tau gini ngerjain di rumah ajah, mana susah banget lagi. kalo di rumah kan bisa nanya sama kaka." batin Asty penuh penyesalan.
*****
Di rumah Asty, ibu Tatum sedang cemas menunggu Asty pulang.
"udah sore gini kok Asty belum juga pulang ya, dia pergi kemana sebenarnya?" gumam ibu Tatum sambil bolak balik menatap jauh ke arah rumah bi Tini, bibinya Asty.
Tiba-tiba kakak kedua Asty datang menghampiri Ibu Tatum yang terlihat begitu cemas.
"ibu kenapa bu, apa yang terjadi?" tanya Laras penasaran melihat ibu yang terlihat sedang cemas.
"itu adik kamu belum pulang juga, tadi bilangnya mau ngerjain PR di rumah bi Tini. tapi udah jam segini belum juga pulang." jawab bu Tatum sambil tetap mengawasi jalan.
Laras merasa aneh karena tidak biasanya Asty mengerjakan tugas di luar rumah, dengan insiatif nya Laras berniat menyusul Asty daripada ibunya terus menerus merasa cemas karena waktu pun sudah menunjukan pukul setengah 3 sore.
"yaudah bu, biar Laras yang samperin Asty." pinta Laras pada ibunya yang sedang cemas.
"oh ya sudah, kamu hati-hati di jalannya yaa." jawab bu Tatum membiarkan anaknya yang menyusul Asty.
Laras sudah kelas satu SMP jadi bu Tatum tidak begitu takut membiarkan anaknya pergi sendirian.
Berbeda dengan Asty, Laras itu anak yang periang, mudah bergaul dan berani jika ada yang menjahilinya.
Kadang dulu jika Asty dijahili oleh temannya, ia langsung mendatangi kelas Laras untuk mengadu karena kebetulan pada saat Laras kelas enam SD, Asty baru kelas satu dan mereka berada di satu sekolahan.
Terkadang teman sekelas Laras yang datang ke kelas Asty untuk menjahili Asty karena mereka tahu Asty adalah adiknya Laras yang menjadi bahan empuk untuk dijahili.
Hampir setiap hari teman-teman Laras datang untuk sekedar menjahili Asty, hingga kemudian Asty selalu mengadu kepada Laras, itu membuat teman-teman Laras merasa senang karena dapat mainan baru..
Laras bergegas menuju rumah bi Tini. Sesampainya di rumah bi Tini, Laras merasa kaget karena tidak ada Asty di rumah bi Tini.
"Lho.. bi Tini, dimana Asty? katanya dia mau ngerjain PR disini?" tanya Laras sambil mengerutkan dahinya.
"Asty? dia ngga kesini Ras, tadi sih dia cuma lewat katanya mau ke rumah Nuri." jawab bi Tini bingung.
"apa, Nuri? bukanya anak itu yang sering usilin si Asty? kenapa Asty bisa-bisanya ke sana?" batin Laras terheran-heran.
"ya sudah bi, Laras mau nyamperin Asty dulu soalnya ibu udah cemas nungguin di rumah." ucap Laras dan segera bergegas menuju rumah Nuri.
"bisa-bisanya tuh anak nurut ajah di suruh ke rumah orang sombong kayak si Nuri." Laras menggerutu sepanjang jalan.
Tanpa butuh waktu lama Laras sampai di rumah Nuri, Laras sudah sering ke daerah sana karena teman-teman Laras pun ada yang tinggal di daerah sana, jadi ia sering melewati jalan tersebut.
"Asty..." panggil Laras ketika melihat Asty sedang duduk mengerjakan PR sedangkan Nuri tengah asyik memakan ice cream.
"ka Laras." Asty terkejut melihat kedatangan Laras.
"aduhh gimana nih, aku ketahuan sama ka Laras. Bisa-bisa kena marah nih aku udah bohongin ibu." batin Asty dengan wajah kebingungan.
"ayo kita pulang ngapain kamu disini, ibu cemas nungguin kamu ngga pulang-pulang." Laras menarik tangan Asty dengan kesal.
Asty tahu kakaknya tidak suka ia berada di rumah Nuri, karena Asty selalu bercerita kalau Nuri sering mengejeknya.
"dan kamu, jangan pernah ngajak adikku lagi kesini." Laras menunjuk kearah wajah Nuri sambil mengeraskan rahangnya saking kesalnya ia terhadap keluarga Nuri yang begitu sombong kepada keluarganya.
Laras dan Asty bergegas meninggalkan Nuri yang tengah terpaku melihat wajah Laras yang sedang marah.
"sial, berani-beraninya anak itu ngancem gue. Liat ajah nanti, gue bakalan bikin si Asty nangis tanpa henti." gerutu Nuri penuh dengan kemarahan dan dendam.
Sepanjang perjalanan pulang, Laras hanya diam dengan wajah penuh amarah dan kekecewaan. Marah karena lagi-lagi adiknya di rendahkan dan kecewa mengapa adiknya sudah berani berbohong pada ibunya.
"kak, kakak marah yaa sama Asty?" Asty memberanikan diri memulai pembicaraan di tengah perjalanan pulang.
"nggak." jawab Laras ketus sambil tangannya terus menarik tangan Asty, seolah ingin segera menjauh dari daerah itu dan segera sampai di rumahnya.
Setelah melewati perjalanan yang cukup jauh akhirnya mereka sampai di sebuah rumah sederhana tapi terasa sejuk karena halaman rumah di tanami beberapa macam tumbuhan.
Tepat pukul empat sore meraka sampai di rumah, di sambut oleh bu Tatum yang sudah merasa begitu mencemaskan anak bungsunya.
"akhirnya kalian nyampe juga." sambut bu Tatum dengan senyum tenangnya. "dari mana saja kamu Asty?" Lanjut bu Tatum bertanya kepada Asty.
"dia ada di rumah Nuri bu, bukan di rumah bi Tini." sahut Laras menjawab pertanyaan ibunya, Asty hanya diam menunduk penuh rasa bersalah.
"Ya Allah, nak. rumah Nuri kan jauh sekali. kenapa kamu tidak bilang sama ibu kalo kamu mau ke rumah Nuri?" tanya ibu Tatum kaget dan ada sedikit rasa kecewa kenapa anaknya sekarang bisa berbohong padanya.
"ma-maaf bu, aku hanya menerima tawaran Nuri mengerjakan PR bersama. Aku kira dia benar-benar ingin berteman denganku, bu." Asty menjelaskan alasannya sambil terus menunduk merasa bersalah telah berbohong pada ibunya.
"Ya sudahlah, yang penting kamu baik-baik saja. Sekarang cepat sana mandi biar badan kamu segar." jawab bu Tatum sambil memeluk dan membelai kepala anaknya itu.
Bu Tatum mencoba menerima kenapa anaknya yang selalu jujur kini dia berbohong demi mendapatkan seorang teman.
"apa segitu sulitnya kamu mendapatkan teman di sekolahan, nak." batin bu Tatum seraya melihat Asty yang berjalan menuju kamarnya.
.
.
.
Bersambung...
Di sisi lain Laras merasa kecewa terhadap ibunya.
"kenapa ibu tidak memarahinya, dia sudah berani membohongi ibu." tanya Laras dengan nada sedikit kesal.
"tidak nak, menurut ibu wajar kalo dia berani berbohong. Ibu tahu dia ingin sekali memiliki teman, semenjak Rani pindah rumah kan dia tidak memiliki teman lagi. Di sekolah pun dia sampai saat ini belum memiliki teman, makanya saat mendengar ajakan untuk berteman dia langsung saja menerimanya, dia tidak memikirkan resiko selanjutnya yang akan dia dapatkan." bu Tatum menjelaskan alasannya pada Laras yang hanya di balas dengan anggukan oleh Laras.
"ibu takut dia tidak bisa memiliki teman di luar sana dengan sifatnya yang terlalu pendiam dan selalu merasa minder. Ibu minta kamu jaga dia yaa, bantu dia agar bisa lebih percaya diri lagi." tambah bu Tatum sambil mengelus punggung tangan Laras.
Laras adalah anak yang periang, berani dan tegas namun sedikit keras kepala. Tapi di balik itu semua Laras selalu melindungi Asty, saat masih berada di satu sekolah ia tidak segan membalas perlakuan anak yang menjahili Asty.
*Flash back on
Di suatu pagi yang cerah, seperti biasa gadis kecil itu bersiap untuk berangkat sekolah. Ia menyiapkan buku-buku pelajaran dan di masukannya ke dalam ransel berwarna merah muda bergambar tokoh kartun wanita berambut panjang yang pirang tersebut.
"ayo anak-anak sarapan dulu." ajak bu Tatum sambil merapihkan piring-piring di atas meja kecil nan sederhana.
"iya bu.." jawab Laras dan Asty berbarengan sambil bergegas menghampiri ibunya.
Hari ini kebetulan ayah mereka sedang berada di luar kota mengerjakan sebuah pembangunan rumah, mereka tidak memiliki handphone sehingga mereka tidak tahu kapan ayahnya bisa pulang. Jadi mereka hanya sarapan bertiga.
"sepi banget yaa rumah, gak ada ayah." ucap Asty memecah suasana hening sarapan.
"yaa kan masih ada aku, Asty.." Laras menjawab celetukan Asty sambil mengacak-acak rambut Asty.
"iihhhh kak Laras kebiasaan deh, rambut aku kan jadinya berantakan lagi." ucap Asty kesal sambil menyebikan bibirnya dan merapihkan rambutnya.
Suasana sarapan pun jadi ramai karena ulah Laras yang menjahili adiknya itu.
"udah udah.. ayo siap-siap. nanti kalian terlambat sekolah." seru bu Tatum menghentikan keributan anak-anaknya.
Mereka pun bersiap, tak lama kemudian datang teman-teman Laras. Seperti biasa mereka akan berangkat ke sekolah bersama-sama, tapi Asty masih belum siap untuk berangkat.
"ya ampun ni bocah pake sepatu ajah lama bener dah. kamu bisa ngga sih pake sepatu?" tanya Laras dengan suara sedikit keras.
Laras memang begitu, terlihat galak ketika berbicara tapi sebenarnya anak yang sangat perhatian pada keluarganya.
"ampun nih orang galak banget yaa." gerutu Asty terdengar oleh Laras
"kamu ngomong apa Asty, kakak denger nihh. kalo dijahilin temen kakak, kakak gak bakalan nolongin nih." ketus Laras sambil melipat kedua tangannya di dada.
"e... eh jangan donk kak, nanti aku terus-terusan dijahilin temen kakak di sekolah." pinta Asty segera bangun dari duduknya dan menghampiri kakaknya yang sedang berdiri bersama teman-temannya menunggu Asty yang sedang memakai sepatu.
Laras dan teman-temannya pun tertawa geli melihat adiknya Laras ketakutan bila tidak di tolong saat dijahili teman sekelas Laras.
"udah... udah... ayo buruan kalian berangkat, nanti terlambat." seru bu Tatum menghentikan tawa mereka.
Kemudian Laras dan Asty pun mencium tangan bu Tatum secara bergantian, meminta doa sebelum berangkat sekolah. Setelah itu mereka pun berjalan kaki menuju sekolah karena jarak dari rumah Asty ke sekolah cukup dekat.
Setelah mereka sampai di sekolah, Asty dan Laras pun berpisah memasuki kelas masing-masing.
"belajar yang bener, kalo ada yang jahilin lawan aja ga usah takut." Laras menasehati Asty sambil menggosok rambut Asty dengan pelan.
"iyya kak.." jawab Asty melihat kakak dan teman-temannya pergi meninggalkannya.
Asty pun memasuki kelasnya dan segera duduk di bangku barisan kedua dari belakang. Tak lama kemudian datanglah seseorang menghampirinya.
"heh kamu, adiknya Laras." seru seorang anak laki-laki berbadan tinggi besar membuat Asty ketakutan.
"i-iya aku adiknya kak Laras, ke-kenapa ya?" tanya Asty gugup, ia sudah tau sebentar lagi akan di bully.
Anak Laki-laki itu tertawa bersama dua temannya lagi. Mereka adalah Roby, Tio, dan Nico teman sekelasnya Laras. Seperti biasa mereka akan datang ke kelas Asty untuk sekedar mengusili adiknya Laras itu ketika ada waktu senggang.
*ampun deh bocah, senengnya jahilin anak kecil aja. Jangan di tiru yaa teman-teman*
"kakak kamu tuh manis, boleh yaa aku jadiin pacar hahaha." pinta Nico sambil tertawa.
"ciihhh, kakak aku pacaran sama orang jail kayak gini mah bakal saling jahilin." batin Asty sambil menatap Nico.
"yaudah kita ke kelas dulu, baek-baek di kelas yaa adek kecil." seru Nico.
Pletak...
tiba-tiba Roby menghampiri Asty dan menjitak kepala Asty.
"aduuhhh..." Asty meringis kesakitan tapi ia diam saja, tidak berani melawan.
Tidak lama kemudian guru pun masuk setelah Roby CS meninggalkan kelas Asty, pelajaran pun dimulai. Setelah satu jam pelajaran, bel istirahat pun berbunyi. Mendengar bel berbunyi Asty pun bergegas keluar kelas, bukannya pergi ke kantin untuk membeli jajan seprti anak-anak yang lain, Asty malah pergi ke kelas kakaknya untuk mengadu kejadian tadi pagi.
"kak Laras..." panggil Asty berlari menghampiri Laras yang tengah asyik mengobrol bersama teman-temannya.
"heh kamu kenapa.?" tanya Laras panik melihat adiknya meneteskan air mata.
"itu kak, tadi pagi ada kak Roby sama temen-temennya ke kelas aku. terus kak Roby jitak kepala aku." Asty menjelaskan kejadian tadi pagi sambil sesekali mengusap air matanya.
"ya ampuunn... ni bocah, kayak gitu doank mewek." batin Laras sambil mengelus-elus kepala Asty.
"udah udah jangan nangis lagi, nanti kakak bales tuh si Roby." seru Laras menenangkan Asty sambil melihat ke arah teman-temannya yang sedang tersenyum melihat kelakuan adiknya Laras.
Tak lama kemudian Roby Cs memasuki kelas, di sana masih ada Asty yang sedang mengusap air matanya.
"eeeh... ada anak kecil di sini." Roby menghampiri Asty sambil tertawa meledek.
"ini dia biang keroknya, lu apain adik gue hah." Laras bangkit dari duduknya memelototi Roby.
"eitss... tenang dulu bidadariku, jangan marah nanti cantiknya ilang" Nico datang menghampiri Laras sambil tersenyum..
"cihhh, najis gue jadi bidadari cowok tengil kayak Lo." jawab Laras melipat kedua tangannya di dada.
"kalian semua bisa nggak sih jangan gangguin adek gue." Laras kesal mengarahkan telunjuknya pada anak-anak tengil yang ada di hapannya sekarang.
"yaa ngga laah, abis adek lo gemesin sih kayak kakaknya." jawab Nico di ikuti tawa teman-temannya.
Asty memang berpenampilan menggemaskan dengan tubuh gemuk, pipi bulat, dan rambut cepaknya membuat ia jadi bahan bullyan.
*Pletak... pletak.. pletak...
Laras dengan kesalnya menjawab ucapan Nico dengan menjitak kepala Roby cs itu.
"rasain tuh.. awas yaaa kalo lo lo pada masih gangguin adek gue, gue bakal kasih yang lebih menyakitkan lagi dari ini." ancam Laras pada Roby Cs tanpa mendengarkan jawaban mereka dan langsung pergi mengantarkan Asty ke kelasnya.
"aduuhhh sialan tuh cewek, bisa sakit banget gini kepala gue." Roby mengeluh kesakitan sambil mengusap kepalanya.
"iya kuat banget tenaganya tuh cewek." sahut Nico sambil memegangi kepalanya juga.
"gue kapok dah, ga ikutan lagi jahilin tuh adeknya si Laras."sambung Tio di jawab anggukan oleh dua sahabatnya.
.
.
.
.
bersambung.....
jangan lupa tinggalkan jejak yaa teman-teman, biar author semangat up nya.. 😁 dukung terus yaa terimakasih 😉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!