Disarankan setelah membaca kisah ini untuk memberikan like, komen dan vote ya!
Bab 1 Salah Paham
"yumi pamit ya Pa!" Pamit Yumi dengan mencium punggung tangan Papanya dengan lembut yang bernama Pak Hasan.
Pak Hasan adalah orang tua satu-satunya yang Yumi miliki. Ibunya sudah lama meninggal dunia sejak ia masih di bangku SMP.
"Hati-hati ya nak" Jawab Pak Hasan bangga.
Hari ini adalah hari pertama Yumi akan pergi mengajar ke salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di kotanya. Pak Hasan nampak menatap bangga akan anaknya yang kini sudah memakai seragam Dinas yang dulu sangat ia inginkan.
Yumi adalah anak satu-satunya yang Pak Hasan miliki. Ia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Dan berharap kelak akan mendapatkan jodoh yang lebih baik.
Yumi pun melambaikan tangannya seraya seraya meninggalkan rumah dengan sebuah motor roda dua yang ia bawa.
Pak Hasan pun membalas lambaian tangan anaknya itu yang sudah menjauh.
*****
Di perjalanan.
"Hai manis?"
Seorang pria dengan postur tubuh yang besar mensejajarkan motornya dengan motor Yumi seraya menyapa Yumi dengan kurang ajar.
"Mau apa kalian? Minggir!" Teriak Yumi.
Kedua preman itu tertawa puas, seakan tidak mengindahkan perkataan Yumi.
Yumi semakin ketakutan, mengingat jalanan yang ia lewati saat ini memang jalanan yang terbilang agak sepi.
Yumi melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, namun kedua preman itu pun masih bisa mendahului Yumi.
Yumi seketika memegang pedal rem dengan kuat, mencoba menyeimbangkan dirinya dan juga motornya yang sedikit oleng karena di hadang oleh kedua preman itu.
"Mau apa kalian?" Teriak Yumi lagi.
Nampak kedua preman itu berjalan mendekat ke arah Yumi. Tatapan penuh hasrat terlihat dari wajah kedua preman itu.
Yumi berjalan mundur dengan takut, segera ia berlari menjauh dari sana.
Preman itu pun juga ikut berlari mengejar Yumi. Yumi yang sedang memakai sepatu Heels, tentu tidak bisa berlari dengan kencang. Dan akhirnya kedua preman itu pun berhasil meregang tangannya.
"Kebetulan nih ada rumah kosong. Yuk kita bawa dia kesana! Dan kita nikmati tubuh mulusnya ini" Ucap salah satu preman itu dengan seringai liciknya seraya menatap dada mulus Yumi yang sangat putih itu.
"Jangan! Jangan lakukan itu. Aku mohon" Teriak Yumi yang terus meronta-ronta dengan air mata yang sudah bercucuran deras. Tubuhnya di regang oleh kedua preman itu, dan di bawa ke sebuah rumah kosong yang ada di dekat jalan.
Sementara, seorang pria dengan mobil mewahnya yang sedang melaju, tidak sengaja melihat seorang perempuan yang di regang dengan paksa masuk kedalam rumah kosong itu.
Tubuh Yumi di dorong keras oleh preman itu, matanya terlihat begitu liar, sesekali ia menelan salivanya melihat tubuh mulus Yumi yang sedikit terbuka di bagian atasnya yang memperlihatkan dua buah gunung milik Yumi yang terekspos.
Yumi gemetar, dengan sisa tenaga ia mencoba untuk kabur namun sebuah pukulan keras di belakangnya menyebab dia jatuh pingsan.
"Loh. Kok kamu pukul? Gak asyik dong kalau tidak mendengar ******* dia" Protes salah satu preman itu.
"Udah. Kita nikmatin aja, dari pada dia kabur" Jawabnya entang.
Nampak salah satu preman itu membuka kancing baju Yumi dan satunya lagi terlihat sudah menggagahi tubuh Yumi dengan menatap wajah Yumi dengan penuh hasrat.
"Hei! Lepaskan wanita itu!"
Seketika kedua preman itu tersentak, lalu menatap ke arah suara.
Seorang pria dengan seragam putih abu-abu yang ia pakai, dengan gagah berani berdiri di depan para preman itu.
Nampak preman itu mendecah kesal, "Jangan ikut campur Bocah kecil. Kamu hanya akan mencari mati jika berhadapan dengan kami" Ucap preman itu memperingati dengan menatap Pria yang ia panggil bocah itu dengan tatapan meremehkan.
"Jangan panggil aku Bocah paman. Namaku adalah Satria" Ujar Satria dengan percaya diri seraya menunjuk dirinya dengan bangga.
"Lepaskan wanita itu, atau aku habisi kalian" Lanjut Satria memperingati.
"Cih, Bocah seperti mu tidak akan mampu"
"Kalau begitu, ayo kita berduel" Kata Satria menantang.
Preman itu nampak menggeram, kedua belah tangannya mengepal dengan keras.
"Hiyaaaaa, Hiya,aaaaa"
Perkelahian pun terjadi di sana. Satria tersenyum sumringah, seakan menikmati perkelahian ini.
Dop Dop Dop
Tiga pukulan mendarat sempurna di wajah preman itu.
"Huhhh. Wajah paman ternyata keras juga" Ucap Satria seraya meniup-niup tangannya.
"Kurang ajar" Geram preman itu. Ia maju dengan wajah yang sudah memar dan hendak memukuli Satria. Satria yang licik langsung menangkis pukulan itu dan mendorong preman itu ke dalam parit.
"Hahahah" Tawa Satria pun pecah melihat preman itu yang sudah berlumuran lumpur.
"Tidak tau di untung" Geram preman satunya lagi.
Satria langsung menghentikan tawanya dan menyerang preman itu tanpa ampun. Hingga preman itu benar-benar tidak berdaya.
Kedua preman itu seketika berlari terbirit-birit. Pergi menjauh dari pria yang sempat mereka panggil Bocah.
Satria nampak merapikan bajunya dan berjalan mendekati rumah kosong itu.
Sesampainya di sana. Satria sedikit menelan salivanya pelan, lekuk tubuh wanita yang ada di depannya ini memang sangat mempesona.
Junior yang ada di bawah sana hampir saja bangun karena nya.
Plakkkk Plakkk
Seketika Satria menampar pipinya sendiri, sekedar untuk menyadarkan dirinya dari sesuatu yang menggoda iman nya.
Satria mendekati Yumi dengan ragu. Tangannya tergerak ke sebuah benda terlarang yang seharunya tidak ia sentuh. Nampak ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah, dengan tangan yang mulai memasangkan kancing baju Yumi.
"Duh susah banget sih" Keluhnya.
"Maaf ya. Aku hanya memasangkan kancing baju mu, jadi jangan salahkan mata ku ini" Ucap Satria meminta ijin kepada Yumi yang masih tidak sadarkan diri.
Seketika, Satria tersentak. Sebuah tangan mendarat dengan sempurna di wajahnya.
"Kurang ajar" Bentak Yumi.
"Hei kalian lagi ngapain" Teriak seseorang dari luar. Kedua orang itu pun segera menoleh ke arah suara.
Beberapa warga sudah masuk, segera Satria dan Yumi berdiri.
"Masyaallah. Kalau mau berbuat mesum jangan di sini" Ucap warga dengan menggelengkan kepalanya kecewa.
Seketika Satria dan Yumi melongo tidak mengerti, "Maksud bapak?" Tanya Yumi dan Satria serempak.
"Neng bajunya ke buka tuh. Kalau mau berbuat mesum nikah aja, jangan berzina seperti ini"
Yumi dengan cepat memasang kancing bajunya, lalu kembali berbicara, "Maaf bapak-bapak, ini gak seperti yang kalian kira" Ucap Yumi membela diri.
"Benar! Saya hanya ingin membantu nya" Sambung Satria.
"Membantu bagaimana? Sudah jelas-jelas kami melihat kalian ingin berzina di sini" Ujar warga.
"Sebaiknya kita nikahkan saja mereka, dari pada membuat aib di kampung kita" Sahut salah satu warga di sana.
"Tidak. Tidak"
Yumi dan Satria pun di bawa ke rumah pak Rt yang ada di dekat sana. Beberapa warga pun sudah hadir sebagai saksi di dalam pernikahan mereka. Pak Hasan pun selaku orang tua Yumi juga ikut hadir di sana. Nampak tatapan penuh kekecewaan terlihat dari wajahnya.
"Saya terima nikahnya Ayumi Az-zahra binti Hasan dengan mas kawin sebesar 100 ribu rupiah di bayar tunai"
"Sah" Sahut para warga mengesahkan.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk like dan komennya ya! Mohon dukungannya 😊
Bab 2 Perjanjian
"Sah" Sahut para warga mengesahkan.
Tatapan Yumi seakan kosong, bagaimana mungkin ia menikahi seorang pria yang masih menginjak kelas 3 SMA itu. Sebuah ruangan persegi empat dengan besar 2x2 m³ itu telah menjadi saksi bisu bahwa dirinya dan bocah berumur 19 itu telah melaksanakan ijab kabul pernikahan.
Matanya menatap nanar sang ayah, rasa bersalah serta kekecewaan akan dirinya menyelimuti hatinya. Apalagi melihat sorot mata sang ayah yang nampak kecewa.
Setelah selesai. Yumi membawa Ayahnya pulang dengan taksi. Nampak ia di bantu oleh beberapa warga untuk mengangkat tubuh ayahnya ke dalam mobil. Keadaan sang ayah yang hanya memakai kursi roda, tentu membuat Yumi merasa sangat khawatir akan kesehatan ayahnya.
"Kau mau kemana? Kau belum berterimakasih kepadaku karena sudah menolong mu?" Protes Satria tidak terima melihat dirinya yang di acuhkan oleh Yumi yang sudah menyandang status sebagai istrinya. Ya walau umur mereka yang terpaut terlalu jauh.
Yumi menatap Satria dengan tajam, "Ikutlah denganku, aku ingin bicara bersama mu" Ucap Yumi dingin.
Satria terlihat tersenyum sumringah tanpa beban, ia pun turut masuk kedalam mobil dengan senang hati.
Yumi hanya tergeleng, melihat tingkah bocah yang sudah menjadi suaminya ini.
"Ya tuhan. Kenapa kau berikan aku suami yang seperti ini" Batin Yumi.
"Astaghfirullahallazim. Sabarkan hatiku ini ya Allah" Ucap Yumi lagi di dalam hatinya seraya menaiki mobil.
Tidak berapa lama, taksi itu pun membelah jalan yang semakin ramai. Yumi nampak hanya diam, seraya memegang tangan ayahnya dengan erat. Tidak ada pembicaraan antara Yumi dan ayahnya saat ini.
"Apa aku harus memanggil mu kakak?" Satria membuka suara, kala mobil itu sudah melaju dengan stabil. Seraya menjengalkan wajahnya ke kursi belakang.
"Terserah kamu saja" Jawab Yumi dingin.
"Ah tidak. Bukankah aku suami mu? Seharusnya tidak seperti itu. Bagaimana kalau kita panggilnya kakak adek aja? Ah tidak, itu terdengar seperti sapaan untuk saudara sendiri" Ucap Satria seraya berpikir.
"Bagaimana kalau,,,,,,,,," Belum sempat Satria melanjutkan perkataannya, Yumi sudah lebih dulu memotongnya.
"Panggil aku Yumi saja" Potong Yumi cepat.
Satria sedikit kecewa akan respon yang Yumi berikan kepadanya.
"Ya, baiklah" Jawab Satria dengan tidak semangat.
Tidak berapa lama, mobil pun sampai di kediaman Yumi. Satria nampak mengedarkan pandangannya ke seluruh arah seraya tersenyum sumringah, lalu segera turun dari dalam mobil.
Matanya menatap kagum akan rumah serta pemandangan yang terpancar di sekitar rumah.
Sebuah bukit dengan di kelilingi kebun teh yang sangat luas.
"Sepertinya aku akan betah tinggl di sini" Ucap Satria senang. Ia nampak melipat kedua tangannya seraya menghirup udara segar yang ada di sana.
"Apa kau hanya ingin berdiam diri di situ saja"
Satri tersentak, segera ia berbalik dan menghampiri Yumi dan ayah mertuanya dengan setengah berlari menuju pintu mobil belakang.
Mereka pun masuk kedalam rumah sederhana dengan corak bewarna putih di setiap sudut dinding.
"Rumah mu Tante unik ya" Puji Satria.
"Bisa gak kamu itu fokus dulu, niat bantuin gak sih. Dan satu lagi, jangan panggil aku Tante! Panggil Yumi!" Tegas Yumi.
Satria hanya terdiam dengan mulutnya yang sengaja ia manyunkan kedepan mendengar ocehan Yumi yang selalu marah kepadanya.
"Kamu tunggu di sini! Aku mau antar papa ku ke dalam dulu"
Satria hanya mengangguk pelan mendengar perintah dari Yumi. Ia lalu duduk di salah satu kursi tamu yang ada di sana.
Tidak berapa lama, Yumi pun datang dengan membawa sebuah kertas. Entah apa itu, Satria juga tidak tau. Ia hanya bersikap santai seolah tidak mengetahui apapun.
Yumi pun duduk dengan saling berhadapan bersama Satria.
"Aku tidak tau harus ngomong apa sama kamu. Yang jelas, aku hanya ingin membuat perjanjian sama kamu" Ucap Yumi. Satria hanya diam seraya menyimak perkataan Yumi.
"Yang pertama, aku mau pernikahan ini di rahasiakan. Aku tau kamu juga sekolah di sekolahan yang sama di tempatku mengajar, jadi agar kamu tetap melanjutkan pendidikan sebaiknya pernikahan ini kita sembunyikan. Jika berada di luar, anggap kita tidak pernah mengenal"
"Yang kedua, jangan berharap lebih tentang hubungan ini. Jika kamu ingin mundur sekarang, kamu di perbolehkan untuk menalakku segera" Lanjut Yumi.
"Sudah selesai?" Tanya Satria.
Yumi melongo, "Apa mau ku tambah lagi?" Tanya Yumi balik.
Satria nampak terkekeh, "Aku kira perjanjian seperti ini hanya ada di dunia pernovelan saja. Ternyata di dunia nyata juga ada, dan lebih lucu nya lagi itu terjadi kepada ku" Ujar Satria.
"Oh ya. Kalau begitu aku pergi dulu" Satria berdiri, lalu berjalan keluar dari rumah itu.
"Hei mau kemana?" Teriak Yumi.
"Suami mu akan segera kembali. Jangan khawatir" Teriak Satria balik dengan tersenyum manis kepada Yumi.
"Suami? Ah, kenapa juga aku punya suami pecicilan seperti itu" Gerutu Yumi.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk like dan komennya ya! Mohon dukungannya 😊
"Suami? Ah, kenapa juga aku punya suami pecicilan seperti itu" Gerutu Yumi.
Yumi mengemasi kertas yang sempat ia bawa itu, lalu masuk ke dalam kamar.
"Aku juga harus bicara kepada papa" Batin Yumi.
Yumi pun keluar dari kamarnya, lalu pergi menuju kamar ayahnya.
Tok.
Tok.
Tok.
Yumi mengetuk pintu setelah berada di depan pintu ayahnya.
"Pa! Boleh aku masuk?" Tanya Yumi dari luar.
"Masuk saja, pintunya tidak di kunci"
Setelah mendengar suara ayahnya, Yumi pun segera membuka pintu dan masuk ke dalam.
Nampak Pak Hasan masih duduk di kursi rodanya sembari menatap keluar jendela.
"Pa!" Seru Yumi pelan. Dengan ragu ia melangkah maju, mendekati ayahnya yang masih membelakangi dirinya.
"Ada apa?" Tanya Pak Hasan kemudian.
Yumi duduk dengan berjongkok seraya menghadap kepada ayahnya. Tangannya yang lembut, meraih tangan ayahnya dan menciumnya dengan lembut.
"Maafkan Yumi karena telah mengecewakan papa" Ucap Yumi yang sudah bersimpuh di hadapan ayahnya.
"Seharusnya Yumi lebih hati-hati sebelumnya. Yumi minta maaf pa!" Ucap Yumi lagi dengan tulus. Air matanya pun juga ikut meluruh.
"Papa sudah memaafkan mu Nak. Mungkin inilah takdir mu. Dimana suami mu?" Tanya Pak Hasan.
Yumi sedikit menyeka air matanya, "Dia pergi pa" Jawab Yumi.
"Satu hal yang harus kamu ingat sayang" Pak Hasan nampak menatap anaknya dengan dalam seraya mengelus lembut rambut yumi.
"Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Tidak bisa kita permainkan begitu saja. Walaupun jauh dari apa yang ayah inginkan, namun takdir tuhan lebih baik dari apa yang ayah rencanakan untuk mu. Ayah hanya berharap dan berdoa, semoga pria yang kini sudah menjadi suami mu adalah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab" ucap Pak Hasan lembut kepada anaknya Yumi.
"Cobalah untuk membuka hati untuknya. Bukankah dia yang sudah menolong mu dari preman-preman itu? Kita harus berterimakasih kepadanya, setidaknya kalau bukan karena dia, mungkin preman-preman itu sudah membuat hidup mu jauh lebih hancur dari sekarang nak" Lanjut Pak Hasan lagi.
Yumi menatap nanar sang ayah, "Terimakasih Pa. Yumi sayang banget sama papa" Yumi pun memeluk tubuh ayahnya dengan erat. Begitupun dengan ayahnya yang juga membalas pelukan Yumi.
"Maafkan Yumi pa. Yumi belum bisa membuka hati untuk Satria. Karena Yumi sudah mencintai pria lain" Ucap Yumi di dalam hatinya.
*****
Malam harinya.
Tok
Tok
Tok
"Permisi"
Yumi yang mendengar suara ketukan pintu, segera ia berjalan ke kedepan untuk membuka pintu.
Krekkkkkk.
Suara pintu di buka.
"Selamat Malam Yumi" Sapa Satria.
Yumi menatap pria yang ada di depannya ini dengan heran, "Ngapain kamu ke sini?" Tanya Yumi ketus.
"Apa kamu lupa? Aku suami mu, tentu saja aku ingin tinggal di sini bersama mu" Balas Satria.
Yumi terdiam sejenak, mendengar kata suami dari mulut Satria membuatnya tersadar, bahwa dirinya telah menikah bersama pria yang ada di depannya.
Satria sekilas menatap Yumi yang nampak terdiam, ia pun segera menerobos masuk membawa koper besar miliknya.
"Hei kamu mau ngapain?" Teriak Yumi kesal, lalu menyusul Satria yang sudah masuk ke dalam kamar Yumi.
Satria langsung mendaratkan tubuhnya di kasur empuk milik Yumi, hal itu membuat Yumi melebarkan matanya dengan sempurna.
"Hei apa yang kau lakukan?" Teriak Yumi. Yumi menarik tangan Satria dengan kuat, memaksa Satria untuk bangun dari kasur.
"Ada apa? Aku ingin beristirahat sebentar" Keluh Satria.
"Ini kamar ku, seharunya kamu tidak tidur di sini" Bentak Yumi.
"Lalu aku tidur di mana?"
"Ya terserah kamu. Yang jelas jangan tidur di kamar ku" Tegas Yumi lagi.
"Ada apa ini?"
Sebuah suara dari ambang pintu mengalihkan perhatian Yumi dan Satria yang sedang bertengkar.
Melihat keberadaan papanya, Yumi segera menghampirinya.
"Tidak kok pa. Kita hanya sedang bercerita sedikit tentang kehidupan masing-masing. Untuk saling mengenal pa" Ucap Yumi berbohong.
"Iya kan Satria?" Lanjut Yumi lagi meyakinkan, seraya menatap Satria dengan sedikit mengedipkan matanya, mencoba memberikan kode kepada Satria.
Satria sedikit termanggu tidak mengerti seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Satria! Kamu gak budek kan?" Tanya Yumi lagi yang sudah menggeram kesal.
"Ah iya iya. Kita hanya mengobrol saja. Tidak ada yang perlu di khawatirkan" Jawab Satria kemudian.
"Oh begitu. Baiklah, kalau begitu papa pergi ke kamar dulu" Ucap Pak Hasan mempercayai. Lalu ia pun pergi dari sana.
Yumi menutup pintu kamarnya setelah papanya pergi.
"Kenapa kau berbohong?" Tanya Satria.
"Bukan urusan mu" Ketus Yumi.
"Ya, baiklah"
"Eits, tunggu" Yumi segera menghentikan Satria yang kembali ingin merebahkan tubuhnya di kasur itu.
"Kamu tidur di kursi, jangan tidur bersama ku. Dan ini bantal untuk mu, dan ingat jangan mencoba untuk melakukan hal apapun" Tegas Yumi, lalu memberikan bantal ke tangan Satria seraya mendorong tubuh Satria menuju kursi panjang yang ada di kamarnya.
"Hei apa ini? Kenapa aku tidur di sini?" Tanya Satria tidak terima.
"Apa malam pertama pengantin baru seperti ini?" Lanjut Satria. Bertanya dengan nada memelas.
"Tidur di sini atau tidur di luar?" Ancam Yumi. Yang sudah menuju kasurnya dan merebahkan tubuhnya di sana.
"Baiklah" Ucap Satria menurut, lalu mendaratkan bokongnya di kasur itu seraya memeluk bantal yang sempat ia bawa tadi.
Seketika suasana menjadi hening, Satria yang jenuh mencoba membuka suara, "Malam pertama tidurnya cuma sama bantal" Sindir Satria.
"Hrokkkkk Hrokkkkk"
Satria berdiri kala tidak mendapat jawaban dari Yumi, berjalan mendekati Yumi dengan ragu.
"Ah, ternyata dia sudah tidur. Ngorok lagi tidurnya" Gerutunya.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk like dan komennya ya! Mohon dukungannya 😊 Berikan hadiah kalian sebanyak-banyaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!