Di sebuah kota besar yang mayoritas penduduknya non-islam bahkan bisa dikatakan hanya satu dua orang islam yang tinggal disana.
Penduduk disana belum ada yang mengenal apa itu islam dan bagaimana islam itu.
"Tap tap tap..."
Suara langkah kaki seorang gadis mungil dengan sebuah cadar hitam menutupi wajahnya.
Dia berlari di bawah air hujan di malam hari tanpa tahu arah dan tujuannya.
"Hikz hikz..."
Tangis gadis bercadar yang malang itu.
Tanpa sadar dia berjalan ke arah sebuah pemakaman umum.
Dia melangkah ke arah sebuah makam yang terlihat masih sangat baru.
"Hikz hikz Ibu kenapa Ibu meninggalkanku sendiri? Aku sendirian Bu, Aku benar-benar sendiri."
Isak gadis itu sambil memeluk nisan Ibunya yang baru 3 hari lalu di kubur di sana.
"Aku harus kemana Bu? Paman mengusirku hikz hikz apa aku begitu tidak beruntung Bu sampai Paman yang selama ini aku anggap Ayah pun kini membenciku?"
Iya, baru saja gadis malang itu di usir oleh pamannya karena istri pamannya mendesak pamannya untuk mengusirnya. Katanya gadis itu pembawa sial dan biang masalah.
Rika anak pamannya baru saja di putuskan kekasihnya, karena mengetahui Rika mempunyai sepupu buruk rupa yang tinggal serumah dengannya.
Katanya keluarga kekasihnya takut jika sepupu buruk rupa Rika mempunyai penyakit menular dan mereka tidak mau mempunyai kerabat yang penyakitan.
Iya, semua orang mengira di balik cadar gadis itu adalah wajah buruk rupa yang penyakitan karena gadis itu tidak pernah mau membuka cadarnya.
Akibatnya karena desakan istri pamannya, paman gadis itu terpaksa mengusir gadis itu meski berat tapi karena memikirkan puteri kandungnya dia pun menuruti kemauan istrinya dan mengusir gadis itu pada larut malam saat hujan dan petir menyambar.
Kini gadis malang itu tak tahu harus tinggal di mana, karena sejak rumahnya di sita Bank beberapa bulan yang lalu dan ayahnya entah siapa dan kemana selama ini, dia dan almarhumah ibunya tinggal di rumah pamannya dan sekarang saat pamannya mengusirnya setelah ibunya meninggal dia benar-benar sendiri.
Dengan berlinang air mata gadis itu tertidur sambil memeluk kuburan ibunya.
Keesokan harinya suara seorang pemuda membangunkan gadis itu.
"Ya ampun Cantika, kenapa kamu tidur di sini?"
Tanya Arya pemuda tersebut membangunkan Cantika.
Iya, gadis bercadar itu bernama Cantika.
Cantika Kristiani.
Cantika di kagetkan oleh suara Arya.
"Ah, iya. Eh Arya kenapa kamu di sini?"
Tanya Cantika masih agak linglung.
"Aku tadi melihat bunga mawar putih jadi teringat dengan tante Lisa yang sangat suka mawar putih dan membawanya ke sini juga sekalian lewat jalan yang sama menuju rumah sakit. Kamu sendiri kenapa tidur di sini? ya ampun jangan bilang kamu semalaman memang tidur di sini?"
Tanya Arya panik. Arya adalah teman Cantika saat di SMA.
Mereka memiliki persahabatan yang kuat dan bisa di bilang hanya Arya satu-satunya sahabat yang di miliki Cantika. Karena semua orang mengira wajah Cantika buruk dan penyakitan jadi semua orang menjauhinya. Berbeda dengan Arya yang merasa mata Cantika sangat indah seperti namanya, Arya yang terlebih dahulu mengulurkan tangan persahabatan pada Cantika.
"Aku, aku semalam di usir oleh Bibi dan Paman."
Kata Cantika mencoba membendung air matanya.
Cantika merupakan sosok wanita yang tegar, hanya saja setegar dan sekuat apa pun seorang wanita jika berada di posisinya pasti akan melemah juga.
Dia berusaha menahan air matanya di hadapan sahabatnya karena dia tidak bisa membuat siapa pun melihat sisi lemahnya dan mengasihaninya.
"Apa? mereka mengusir kamu semalam, apa mereka kehilangan akal? seorang gadis sendiri di luar di malam hari dan bahkan saat hujan deras mereka membiarkannya? setidaknya kalau akal mereka rusak tapi hati mereka masih ada kan?"
Arya sangat marah mengetahui sahabatnya semalaman sendiri hujan-hujanan di malam hari.
"Coba aku periksa."
Kata Arya kemudian mengecek suhu tubuh Cantika.
"Ya ampun, panas sekali." Arya kaget dengan suhu badan Cantika yang sangat tinggi.
"Ayo kita ke rumah sakit."
Kata Arya ingin meraih pergelangan tangan Cantika, namun tiba-tiba saja Cantika pingsan. Untungnya Arya gesit dan langsung menangkapnya.
Arya menggendong Cantika ke dalam mobil lalu menuju rumah sakit. Iya, Arya seorang dokter muda yang sangat profesional. Di usianya yang baru memasuki 20 tahun sudah mampu menjalankan rumah sakit keluarganya dengan sangat baik.
Sesampainya di rumah sakit Arya sendiri yang menangani Cantika.
Cantika demam tinggi dan terus mengigau memanggil ibunya.
Melihat kondisi Cantika Arya sangat khawatir.
Sepertinya sahabatnya ini begitu menderita semenjak ibunya tiada.
Dia teringat keharmonisan hubungan Cantika dengan ibunya. Sering kali mereka bertiga masak dan makan bersama saat masih di rumah lama Cantika. Tapi sejak tinggal di rumah pamannya momen itu tidak ada lagi, terlebih sekarang saat ibu Cantika sudah tidak ada.
"Kamu pasti sangat merindukan tante Lisa." Gumam Arya.
Arya menatap Cantika, sebenarnya dia sangat penasaran separah apa penyakit di wajah Cantika sampai saat di dalam rumah pun Cantika tidak mau melepas cadarnya. Namun Arya merasa dia tidak boleh melewati batas, meski ingin tapi dia tidak boleh membuka cadar Cantika tanpa izin Cantika.
Dulu waktu masih sekolah pernah Arya bertanya pada Cantika kenapa dia tidak mau memperlihatkan wajahnya tapi Cantika hanya diam menandakan tak mau memberi tahunya.
Padahal Arya ingin sekali mengetahui seberapa parah penyakit atau lukanya sehingga dia bisa membawa Cantika berobat.
Dan inilah alasan utama Arya menjadi Dokter, bukan karena keluarganya berprofesi Dokter semua tapi karena dia ingin menjadi Dokter hebat sehingga dia sendiri bisa mengobati penyakit di wajah Cantika.
Saat Cantika bangun hari sudah malam.
"Arya?"
Cantika merasa terharu melihat ada seorang sahabat yang di ciptakan untuknya. Arya duduk di sebelah tempat tidur Cantika dan terus menjaganya, dia bahkan tidak menerima merawat pasien lain dan juga tidak membiarkan Suster atau pun Dokter lain yang menjaga Cantika. Dia harus memastikan kesehatan Cantika sendiri.
"Apa kamu lapar? tunggu sebentar aku akan menyiapkan sup untukmu."
Arya sangat senang melihat Cantika bangun dan langsung berlari ke luar bangsal menuju dapur rumah sakit untuk menyiapkan sup segar untuk Cantika, sampai Cantika tidak sempat mengatakan apa pun.
Tak lama kemudian Arya datang dengan semangkuk sup.
"Maaf aku sudah merepotkanmu."
Kata Cantika merasa tidak enak hati karena merasa telah merepotkan Arya.
"Apa yang kamu katakan aku sahabatmu kan lalu apa ini termasuk merepotkan?"
"Kamu sahabatku, satu-satunya sahabatku, sahabat terbaikku tapi tetap saja aku tidak bisa merepotkanmu." Kata Cantika dengan suara masih lemah.
"Tidak ada kata merepotkan dalam persahabatan, sekarang ayo cicipi masakan Chef Dokter Arya. Sudah lama kamu tidak merasakan masakanku kan?"
Kata Arya menyodorkan semangkuk sup hangat kepada Cantika.
Cantika dengan senyum dan mata basah menerima sup itu.
"Iya sejak aku pindah ke rumah paman kita tidak lagi bisa masak bareng, aku sangat merindukan momen itu."
Cantika mengingat momen dimana dia, Arya dan ibunya sering masak bareng di rumah lamanya dulu.
Melihat Cantika larut dalam masa lalu Arya buru-buru mengalihkan perhatiannya.
"Ayo, makan. Aku akan keluar memeriksa pasien lain."
Cantika tersenyum mengangguk, lalu Arya pun keluar dari bangsal itu.
Bagaimana enakkan?" Tanya Arya setelah dia kembali dari bangsal sebelah, saat mendapati mangkuk Cantika sudah kosong.
"Hmm sangat enak. Arya kenapa kamu tidak jadi Chef saja, akan sangat di sayangkan jika bakat memasakmu ini tidak di salurkan bisa sia-sia." Canda Cantika.
Melihat Cantika mendapatkan moodnya kembali Arya merasa senang.
"Kalau aku jadi Chef terus yang jadi Dokter untuk menemanimu di sini siapa? dan ya bakat memasakku tidaklah akan sia-sia kan ada kamu yang tak pernah kenyang dengan masakanku." Balas Arya bercanda dengan Cantika.
"Hei, memangnya aku akan sakit terus hingga memerlukanmu jadi Dokter?"
Cantika melototi Arya dengan pipi yang di gembungkan.
"Eh tidak aku tidak mungkin mau kamu jadi pasien lagi. Tapi sungguh aku tidak bisa jadi Chef."
Kata Arya membuat Cantika penasaran.
"Kenapa? kenapa kamu tidak bisa jadi Chef, aku juga bersunguh-sungguh bakatmu lebih dari Chef terkenal lainnya." Kata Cantika serius.
"Karena kalau aku jadi Chef aku pasti akan sangat sibuk memasak untuk orang-orang lalu aku pasti tidak akan mempunyai waktu luang untuk memasak untukmu. Kalau begitu apa kamu akan mau berteman lagi denganku kalau aku tidak memuaskanmu dengan masakanku?" Canda Arya membuat Cantika tertawa.
"Haha iya benar, kamu benar sekali Ar, jika kamu tidak mau memasak untukku maka aku juga tidak akan mau berteman denganmu lagi."
Malam ini Cantika tidur dengan nyenyak, sedangkan Arya bersi keras untuk menjaganya. Arya duduk di samping tempat tidur Cantika hingga dia terlelap.
Saat bangun di pagi hari Cantika mendapati wajah tampan Arya yang tertidur dengan nyenyak.
"Terima kasih Ar, kamu satu-satunya yang kumiliki sekarang." Kata Cantika dalam hati.
Merasa tenggorokannya kering Cantika mencoba meraih gelas di sebelah Arya yang sudah berisi air minum, tapi karena tubuhnya masih lemah dia menjatuhkan gelas tersebut.
"Maaf apa aku mengganggu tidurmu?" Cantika merasa bersalah telah membangunkan Arya.
"Tidak aku yang minta maaf karena tidak kuat menahan ngantuk sampai tidak menjagamu dengan baik."
Sambil tersenyum Cantika berkata tulus "Kamu menjagaku dengan sangat baik, sungguh kamu sangat baik, terbaik."
"Benarkah? tentu aku Arya memang selalu di tempeli kata baik." Pede Arya memuji dirinya sendiri lalu mengambilkan air minum lagi buat Cantika.
"Baik sekarang aku akan mengecek keadaanmu jika semua baik kamu bisa keluar dari rumah sakit hari ini." Kata Arya lalu sibuk mengecek kondisi kesehatan Cantika secara menyeluruh.
"Oke semua aman, sekarang juga kita akan pulang." Kata Arya setelah memastikan kondisi Cantika baik-baik saja.
"Pulang?" Tanya Cantika.
"Iya pulang, apa kamu masih betah di rumah sakit ha?" Tanya Arya menggoda Cantika.
"Bukan, tapi aku tidak mungkin pulang ke rumah paman. Tidak ada yang menginginkanku di sana." Ucap Cantika sedih.
"Siapa bilang kamu akan pulang ke sana? Kita akan pulang, pulang ke rumahku oke!"
"Tapi aku mana boleh tinggal di rumahmu, bukankah kamu hanya sendiri di sana terus kalau kamu membawa aku ke sana apa yang akan di pikirkan orang-orang."
Cantika merasa tidak mungkin tinggal serumah dengan seorang pria karena akan menarik perhatian orang-orang.
"Kapan aku mengatakan aku tinggal sendiri di rumah? di rumah ada Bibi Susi pengasuhku sejak kecil, saat aku membeli rumah itu Bibi Susi mengikutiku untuk mengurusku. Lagian perduli apa sama orang-orang."
"Tapi tetap saja aku tidak bisa terus merepotkanmu." Kata Cantika sambil menundukkan kepalanya.
"Berapa kali harus aku katakan kamu tidak pernah merepotkanku. Dan jika harus merepotkan seseorang memang sudah sepantasnya kamu merepotkanku karena aku sahabatmu, bukankah kamu yang bilang aku satu-satunya sahabatmu?"
perkataan Arya membuat Cantika terharu, dia sangat tersentuh dengan ketulusan Arya selama ini.
Entah sejak kapan Arya jatuh cinta pada Cantika, mungkin sejak pertama kali bertemu saat melihat gadis bercadar di tertawai dan di hina oleh Rika dan teman-temannya di halaman sekolah waktu itu.
Tapi dia sudah memastikan dia sangat mencintai Cantika meski hanya melihat wajahnya dari mata saja.
Dan seburuk apa pun wajah Cantika dia tetap mencintainya.
"Oke sekarang kita bisa pulang?" Tanya Arya mencoba mengendalikan dirinya yang dari tadi bergetar hebat karena tatapan Cantika.
"Hmm." Jawab Cantika dengan anggukan di sertai senyuman.
Sesampainya di rumah Bibi Susi langsung menyapa Arya dan terkejut melihat Cantika bersamanya. Bi Susi sudah mengenal Cantika dari Arya, Arya sering menceritakan tentang Cantika pada Bi Susi.
Bi Susi langsung mengenali itu Cantika yang selama ini di ceritakan Arya. Dia menyambut Cantika dengan sangat baik.
"Bi tolong siapkan kamar untuk Cantika, mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita agar Bibi tidak kesepian lagi." Kata Arya sopan pada Bi Susi yang sudah seperti ibunya itu.
"Benarkah? Wah akhirnya ada yang mau menemani orang tua sepertiku." Bi Susi sangat senang.
"Mari Non aku antarkan ke kamar." Bi Susi sangat ramah pada Cantika. Dia tidak mempunyai keturunan dari almarhum suaminya dan dia menjadi pengasuh Arya sejak Arya kecil sehingga dia menganggap Arya seperti puteranya sendiri. Dan sekarang ada Cantika, dia seperti mendapat puteri juga.
"Namaku Cantika Bi, Bibi panggil aku Cantika saja biar lebih akrab." Kata Cantika pada Bi Susi membuat Bi Susi semakin merasa benar-benar telah mendapatkan seorang puteri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!