NovelToon NovelToon

Selingkuhan Om Tiri

Bab 1

Davina Pov

"Aku mau minuman itu." Ku tunjuk salah satu botol minuman alkohol yang berjejer di bar. Aku bahkan tak tau jenis dan nama minuman yang aku tunjuk. Aku hanya memilih botol transparan dengan air yang bening di dalamnya, mirip seperti air putih biasa. Sepertinya minuman itu yang memiliki kadar alkohol paling rendah di banding minuman yang lainnya. Tapi itu hanya perkiraanku saja karna sebenarnya aku sama sekali tak paham dengan minuman beralkohol.

"Yakin mau yang ini.?" Tanya laki-laki yang menjaga bar bertanya padaku sambil menahan senyum. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, dari cara dia tersenyum saja sudah bisa di simpulkan kalau dia seolah sedang meledek ku.

"Ya, sudah aku bilang yang itu.!" Jawabku ketus. Kembali ku arahkan jari telunjuk pada botol yang ku tunjuk sebelumnya.

"Awas nanti mabok." Katanya. Aku hanya cuek saja, memperhatikan bartender yang sedang menuangkan minuman milikku dalam gelas kecil.

"Thank you.!" Aku beranjak mencari sofa kosong setelah membayar minumanku. Aku membawa gelas dan botol minuman tadi.

Duduk seorang diri di pojok ruangan. Aku benar-benar seperti anak TK yang baru pertama kali masuk ke sekolah. Tidak ada teman, tidak tau apapun, hanya memperhatikan pemandangan yang sebelumnya tak pernah aku lihat langsung di depan mata.

Dan disinilah aku berada. Di tempat redup dengan dentuman musik disko, kepulan asap yang berterbangan, dan minuman memabukkan yang tak pernah aku sentuh hingga kini usiaku 20 tahun.

Di saat beberapa temanku sudah menjadikan minuman setan itu sebagai minuman favorit mereka, aku bahkan baru akan mencobanya detik ini.

Gila memang, hanya karna sebuah pengkhianatan dan perselingkuhan gila itu, aku justru merusak diriku sendiri dengan mendatangi tempat berbahaya ini. Tempat dimana orang-orang hanya mencari kesenangan sesaat. Ingin melupakan masalah tanpa harus menyelesaikannya.

Tapi siapa yang peduli.? Aku sudah terlanjur sakit hati dengan hinaan kekasih dan sahabatku. Dua sejoli yang tak tau malu itu menganggapku sebagai anak Papa yang selalu menempel di ketiaknya.

Hanya anak ingusan yang tak tau indahnya dunia luar.

Aku akui di usiaku saat ini, aku tak bisa lepas dari Papa. Aku bahkan masih sering tidur di kamar Papa jika sedang merasa lelah atau ketika sedih karna teringat dengan mendiang Mama yang telah pergi 8 tahun silam.

Flashback On

Anggap saja aku sedang membuang barang bekas di tempat sampah.

Memang tempat sampah hanya cocok untuk pembuangan barang-barang bekas atau sesuatu yang sudah tidak berguna lagi.!

Ku tatap tajam dua sejoli yang baru saja memakai baju setelah bertelanjang bulat.

Aku melihat jelas bagaimana sahabatku bergerak liar di tubuh kekasihku seperti manusia yang kesetanan. Ah,, sepertinya memang mereka adalah setan. Setan yang menjelma dengan wujud manusia.

Aku tersenyum kecut, menatap sahabat dan kekasihku yang tega berkhianat.nEntah bagaimana Bianca bisa datang ke apartemen kekasihku dan tidur dengannya.

Aku benar-benar sakit hati melihat semua ini, rasanya ingin menangis karna di khianati orang yang aku cintai dan seseorang yang aku percayai.

Harusnya saat ini aku sudah menangis, meluapkan rasa sakit hati ini. Namun ku lihat raut wajah Bianca tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun padaku. Dia justru tersenyum meledek ke arahku dan duduk santai di sisi ranjang.

"Kalian menjijikkan sekali.!!" Teriakku untuk kedua kalinya. Pertama saat masuk ke dalam kamar Arga dan memergoki mereka sedang mende - s*h kenik-m*tan.

"Vin, ini nggak seperti yang kamu liat." Arga yang tak tau malu itu berjalan mendekat padaku, mengatakan hal yang membuatku tertawa. Bagaimana bisa Arga mengatakan hal itu sedangkan aku melihat dengan mata kepalaku sendiri mereka melakukan penyatuan. Berhubungan badan layaknya suami-istri.

"Arga.! Arga.!" Seruku sambil bertepuk tangan.

"Rupanya bukan cuma menjijikkan, tapi kamu juga bodoh.!" Aku mencibir kesal.

"Sama bodohnya dengan jal- lang ini.!" Aku mendekat dan menunjuk wajah Bianca. Tanganku langsung di tepis kasar olehnya.

"Harusnya kamu menunjuk dirimu sendiri Davina,," Ucap Bianca sambil tertawa meledek padaku.

"Kamu yang bodoh.! Saking bodohnya kamu sampai baru tau kalau aku punya hubungan dengan Arga."

"Emangnya kamu pikir ini pertama kalinya kami tidur bersama.?" Bianca tersenyum puas ke arah ku. Dia begitu bangga tak hanya satu kali berhubungan intim dengan Arga.

"Bi,,!!" Tegur Arga. Dia terlihat takut hubungan lama itu terbongkar hingga memperingatkan Bianca untuk diam.

"Biarkan saja sayang, biarkan anak ingusan ini tau." Serunya. Tanpa sadar aku mengepakkan kedua tangan. Bianca begitu mudah memanggil kekasihku dengan sebutan sayang, bisa di tebak berapa lama mereka bermain gila di belakangku.

"Davina,,! Kamu itu harusnya ngaca, mana ada cowok normal yang pacaran cuma sekedar ciuman.! Arga bukan anak SD,,!"

"Kamu itu terlalu polos atau bodoh." Dengan entengnya Bianca mencibirku. Mengatakan hal buruk padaku. Rupanya dibalik sikap baiknya padaku selama ini, Bianca memiliki sifat yang mengerikan. Dia bukan sahabat baik yang selama ini aku kenal.

"Aku nggak murahan kayak kamu Bi,!"

"Gampang melempar tubuh secara gratis di ranjang kekasih sahabatmu sendiri, kamu nggak lebih dari seorang pel -l*cur.!"

Aku meneriakkan kata terakhir, ingin membuat Bianca sadar betapa menjijikkannya dia karna tidur dengan kekasihku.

"Dasar sia-l*n.!" Bianca ingin menampar ku, tapi Arga menahan tangannya.

"Sayang anak ingusan ini sudah menghinaku," Bianka tak terima.

"Jangan Bi, biarkan saja."

"Kamu hanya akan mengotori tanganmu."

Aku tersenyum geli melihat dua sejoli itu. Interaksi yang membuatku muak melihatnya.

"Ya ampun Arga sayang,,," Aku terkekeh sinis.

"Bukannya jal-l*ng memang kotor.?"

"Vin sudah.!" Arga membentakku. Hal yang tak pernah dia lakukan sejak kami menjalin hubungan selama 2 tahun ini.

Aku benar-benar kecewa dan sakit hati padanya.

"Sebaiknya kamu pulang, kita akhirnya hubungan ini." Dengan entengnya Arga mengusir dan memutuskanku di depan Bianca.

Lihat bagaimana Bianca yang tersenyum meledek ke arahku karna Arga lebih memilih dan membelanya.

"Tentu saja.! Aku memang ingin mengakhirinya."

"Aku terlalu mahal dan berharga buat cowok nggak bermodal kayak kamu.!"

"Dan kamu.!" Ku tunjuk wajah Bianca.

"Kamu memang pantes dapat bekasan.!"

Aku berbalik badan, ingin cepat-cepat pergi dari hadapan mereka. Rasanya semakin muak berlama-lama di sana.

"Dasar sia-l*n, pulang sana.! Jangan lupa langsung sembunyi di ketiak Papa kamu sambil nangis.!"

Aku menghentikan langkah mendengar teriakan Bianca yang mencibirku.

Rasanya ingin berbalik badan, menghampirinya dan menghadiahkan tamparan di wajahnya yang pas-pasan itu. Namun aku mengurungkan niat, tak ada untungnya meladeni orang yang tak tau malu seperti mereka.

Aku mengalah, melepaskan laki-laki yang sudah 2 tahun bersamaku. Lagipula Arga memang tak pantas untuk di pertahankan.

Flashback Of

Bab 2

Davina Pov

Aku hanya bertahan selama 1 jam di club malam. Minuman alkohol yang aku beli bahkan cuma di teguk secuil, itupun langsung ku muntahkan lagi karna rasanya sangat pait dan membuat lidah seperti terbakar. Entah minuman macam apa yang digemari banyak anak muda itu.

Aku bahkan tak habis pikir dengan orang-orang yang ada di dalam sana. Mereka terlihat enak sekali meneguk minuman itu layaknya sirup yang manis.

Aku buru-buru keluar, tak betah berlama-lama di dalam sana karna terlalu bising dan banyak laki-laki yang datang ke mejaku.

Sepertinya memang image pengunjung club malam selalu buruk, sampai semua laki-laki yang datang menghampirku tanpa basa basi mengajak untuk menghabiskan malam dengannya. Untuk melakukan hubungan intim tentunya.

Rasanya aku akan gila jika setiap hari datang ke tempat ini dan menghadapi orang-orang itu.

Mungkin lain cerita jika Bianca yang ada disini, dia pasti dengan senang hati akan melempar tubuhnya pada laki-laki yang mengajaknya untuk bersenang-senang.

"Sial.!" Ku tendang pintu bar sembari keluar. Muak rasanya mengingat mantan sahabatku itu. Benar-benar tak tau malu. Masih punya muka untuk mencibirku setalah tertangkap basah sedang berbuat mesum dengan kekasihku.

"Sh- it.!"

"Apa yang kamu lakukan.?!"

Aku mengangkat kepala saat mendengar suara teguran tepat di depanku. Mataku menelusuri wajah laki-laki dewasa yang berdiri sangat dekat denganku. Tubuhnya yang tinggi membuatku harus mendongak untuk menatapnya.

"Siapa Om.? Aku.?" Ku tunjuk wajahku sendiri, takut bukan aku yang sedang di ajak bicara olehnya.

"Memangnya siapa lagi yang ada disini selain kamu.?!" Bentaknya. Dia lalu membungkuk dan mengusap bagian bawah lutut.

"Kaki Om kenapa.? Kena pintu ya.?" Tebakku dengan rasa tak bersalah sedikitpun. Kalaupun benar, itu bukan sepenuhnya salahku kan.? Harusnya dia yang hati-hati saat akan masuk.

"Ngapain nanya kalau udah tau.!" Dia menjawab ketus. Menjengkelkan sekali, tapi anehnya aku malah menatap tak berkedip karna ekspresi wajahnya sangat cool saat sedang mode marah seperti itu.

"Yaudah sih Om, enggak usah marah-marah kaya gitu."

"Aku minta maaf." Kataku sembari berlalu dari hadapannya.

"Dasar bocah aneh.!"

Aku menghentikan langkah mendengar cibirannya.

Bocah.? Om itu menyebutku bocah.? Apa sebocah itu penampilanku.?

Bianca juga bilang seperti itu, bahkan lebih parah dengan menyebutku anak ingusan.

"Om bilang apa tadi.?!" Aku jadi kembali menghampirinya.

"Aku bukan bocah, umurku sudah 20 tahun.!" Seruku yang ditanggapi seulas senyum geli olehnya.

Tentu saja aku tak mau di sebut bocah. 20 tahun bukankah sudah cukup untuk dibilang dewasa.

"Terserah kau saja." Jawabnya, Om tampan itu kemudian masuk ke dalam club dan mengabaikan ku.

Tampan.? Aku tersenyum dalam hati sembari memuji fisiknya. Om itu memang jauh lebih tampan dan berkharisma dari pada Arga, walaupun postur tubuhnya hampir sama.

"Huufftt,," Aku menghela nafas berat, mengingat kembali tentang laki-laki pengkhianat itu yang membuat hatiku terasa sakit.

Cinta pertamaku hanya menyisakan luka.

Aku lalu bergegas ke mobil dan meninggalkan tempat hiburan malam yang tak memberikan hiburan sedikitpun untukku. Yang ada malah membuatku semakin kesal karna mendapat tawaran gila dari banyak laki-laki di dalam sana. Belum lagi harus bertemu Om-Om tadi yang mencibirku dengan sebutan bocah.

Aku jadi memikirkan kembali cibiran Bianca. Mungkin memang sifatku ini yang akhirnya membuat Arga berpaling.

...****...

Ku parkiran mobil mewah ku di garasi. Papa menyediakan banyak mobil mewah di garasi rumah.

Aku tak kekurangan apapun dari segi materi, begitu juga dengan kasih sayang dan perhatian dari Papa.

Walaupun Papa seorang pemimpin perusahaan, dia selalu meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya. Papa memang selalu menjadikanku sebagai prioritas dalam hidupnya.

Sejak kepergian Mama, Papa memang lebih mencurahkan seluruh hidupnya untukku. Kehidupannya seolah-olah hanya tentangku dan untukku saja. Papa bahkan selalu menuruti apapun yang aku katakan dan aku inginkan.

"Kamu kemana saja.? Kenapa baru pulang.?"

Sebelumnya aku tak pernah mendengar pertanyaan itu dari mulut Papa. Mungkin karna sebelumnya aku tak pernah pulang lebih dari jam 10 malam. Sedangkan kali ini aku pulang pukul 11 malam sejak keluar dari rumah sore tadi.

"Aku udah dewasa Pah, tolong rubah aturannya."

"Teman-temanku saja nggak masalah kalau mereka pulang jam tengah malam, sekarang baru jam 11 Pah." Aku mengajukan protes, hal yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Sepertinya karna efek dari pengkhianatan mereka berdua, aku jadi ingin lebih bebas dan mengetahui dunia luar agar tak tertipu lagi dengan jenis manusia munafik seperti mereka. Sekaligus ingin membuktikan pada Bianca kalau aku bukan anak kecil.

"Davina, ini bukan perkara sudah dewasa atau belum. Kamu itu perempuan dan anak Papa satu-satunya, Papa harus ekstra menjaga kamu."

"Pergaulan anak muda sekarang semakin meresahkan, mana mungkin Papa membiarkan kamu bebas pulang malam."

Tutur Papa dengan nada bicara yang lembut dan berwibawa.

Selalu nasehat itu yang terucap dari mulutnya. Aku mengerti semua itu karna Papa terlalu menyayangiku dan menganggap ku sangat berarti untuk hidupnya. Tak mau melihat putri tercintanya tergores sedikitpun di luar sana.

"Papa nggak usah khawatir, aku bisa jaga diri kok,,"

"Putri kecil Papa nggak mau di bilang kayak anak kecil lagi." Rengekku sembari bergelayut di tangan Papa.

"Aku malu di ledek sama temen-temen." Aku memasang wajah memelas. Papa sudah tau hal itu, bukan rahasia kalau teman-teman dekatku meledekku seperti itu. Mereka bahkan tak sungkan mengatakannya di depan Papa ketika mereka main ke rumah ku.

Papa lalu merangkul pundakku. Beliau menarik nafas dalam.

"Maafkan Papa kalau sikap Papa membuat kamu mendapat cibiran dari temen kamu. Papa nggak bermaksud menjadikan kamu terlihat seperti anak kecil di depan mereka."

"Kamu anak Papa satu-satunya, Mama kamu menitipkan kamu pada Papa. Mana mungkin Papa bisa mengecewakan mendiang Mama kamu."

"Tapi tanpa sadar Papa terus-terusan seperti ini, Papa jadi lupa kalau putri kecil Papa sudah besar dan dewasa."

"Papa akan merubah aturan dan membebaskan kamu, asal kamu bisa menjaga kepercayaan Papa. Jangan mengecewakan Papa dan selalu ingat batasan."

Aku tersenyum bahagia mendengar ucapan Papa. Setelah bertahun-tahun memiliki banyak aturan yang membuatku tak tau dunia luar, akhirnya aku akan menghirup dunia luar dengan lebih bebas.

...****...

Pagi ini aku menyiapkan mental dan hati untuk berangkat ke kampus. Kalau aku tidak sanggup melihat Bianca setiap hari, sepertinya aku akan memilih untuk pindah kampus.

Muak rasanya harus melihat wajah Bianca di kelas. Pasti akan membuatku teringat dengan adegan ranjangnya bersama Arga.

Aku keluar dari mobil setelah memarkirkan mobil. Rupanya bersamaan dengan itu, Arga dan Bianca juga baru saja keluar dari mobil yang sama.

Belum sempat membuang pandangan ke arah lain, Bianca sudah lebih dulu memergoki ku. Dia tersenyum meledek ke arahku.

"Pagi anak kesayangan Papa,," Sapa Bianca sembari berjalan mendekati Arga dan menggandeng lengannya.

Nada bicara Bianca yang di buat-buat, seolah mengundang tanganku untuk menampar mulutnya.

"Pagi juga jal- lang,,,"

"Upss,, sorry keceplosan,,!" Seruku.

Wajah Bianca langsung memerah, kedua matanya terlihat ingin keluar dari tempatnya.

Aku tau Bianca marah dan tak terima dengan hinaanku, tapi bukankah hinaan itu pantas untuknya.? Dia tega merebut kekasih sahabatnya sendiri, bahkan sudah tidur dengannya.

Tak mau lama-lama melihat wajah keduanya, aku berlalu dari sana. Tak peduli dengan teriakan Bianca yang marah padaku.

Bab 3

Davina tak menaruh curiga sedikitpun pada sahabat dan kekasihnya. Selama ini mereka berdua telah bermain gila di belakangnya.

Hubungan yang awalnya hanya sebatas pertemanan karna Bianca merupakan sahabat baik Davina, perlahan mulai timbul ketertarikan di antara Bianca dan Arga lantaran keduanya sering bertemu.

Keduanya semakin dekat tanpa sepengetahuan Davina. Sampai akhirnya cinta yang bercampur hawa nafsu telah menutup hati keduanya hingga tega menyakiti Davina dengan pengkhianatan.

Terkadang memang kita tak di haruskan percaya sepenuhnya dengan orang lain, bahkan kekasih ataupun sahabat baik sekalipun.

Manusia tak bisa luput dari sifat egois dan serakah. Yang paling mengerikan sampai tak punya hati hingga tega menyakiti.

Davina mengepalkan kedua tangannya. Menatap penuh amarah pada Bianca yang menahannya seorang diri di kelas begitu selesai kuliah.

Mantan sahabatnya itu semakin tak punya malu, masih mencari masalah dengannya. Seharusnya Davina yang marah-marah pada Bianca, tapi ini sebaliknya.

"Vinaa,, Vinaa,," Seru Bianca sembari tersenyum meledek.

"Kamu itu emang polos apa pura-pura polos.?"

"Makanya jangan cuma nempel sama Papa kamu biar tau caranya manjain pacar."

"Giliran di tinggalin nggak terima."

Untuk kesekian kalinya Bianca melontarkan cibiran yang menyudutkan Davina. Seolah-olah pengkhianat yang di lakukan oleh Arga akibat kesalahan Davina yang selalu menolak berbuat lebih.

Entah apa alasan dibalik sikap Bianca yang selalu menyudutkan Davina. Bianca seperti ingin membuat Davina yakin jika semua ini memang murni kesalahan Davina karna tak bisa menjaga Arga di sisinya.

Davina tersenyum kecut. Geli sendiri mendengar ucapan Bianca.

"Aku.?? Nggak terima di tinggalin Arga.?" Tanya Davina dengan tatapan sinis.

"Kamu salah besar Bianca.! Justru aku mau berterima kasih sama kamu, Bi."

"Aku jadi tau kalau Arga bukan cowok baik-baik, nggak bisa di percaya.!"

"Kamu juga harus hati-hati, mana tau di luar sana dia juga tidur sama cewek lain yang rela melempar tubuhnya secara gratis kayak kamu."

"Arga nggak mungkin nolak kan.?" Davina tersenyum mengejek. Dia tertawa puas dalam hati karna berhasil menyalakan api, membuat Bianca terlihat kepanasan dengan wajah yang memerah.

"Jaga mulut kamu.! Arga nggak mungkin berpaling dari aku." Seru Bianca percaya diri.

"Oh ya.? Kamu yakin sekali." Davina tersenyum kecut. Mungkin saat ini keduanya memang terlihat saling mencintai, tapi Davina yakin suatu saat Bianca akan merasakan apa yang dia rasakan saat ini.

"Nggak ada yang nggak mungkin Bianca.! Cinta bisa tumbuh dan mati kapan saja. Jangan terlalu percaya diri." Ucap Davina penuh penekanan. Dia lalu mendorong pundak Bianca agar menyingkir dari hadapannya, setelah itu bergegas keluar dari kelas, meninggalkan Bianca dengan amarah yang semakin meluap. Niat hati ingin membuat Davina semakin terluka, malah sebaliknya.

...****...

Davina memarkirkan mobilnya di basemen club. Tempat yang kemarin malam sempat ia sambangi dalam keadaan sakit hati.

Walaupun kemarin tidak betah berada di tempat ini, tapi nyatanya Davina kembali datang secara sengaja ke club ini.

Mendengar penuturan salah satu teman kampusnya tentang Bianca dan Arga yang akan menghadiri party di club ini, mengundang rasa penasaran Davina untuk datang melihat dua sejoli itu.

Davina seakan belum puas melihat dua pengkhianat itu lepas begitu saja dengan tenang tanpa mendapatkan balasan apapun darinya.

Sebaik dan sepolos apapun seseorang, suatu saat akan menunjukkan sisi lain yang bertolak belakang dari sifat aslinya jika sudah merasa tersakiti.

Mungkin ini yang sedang di lakukan oleh Davina. Ada sedikit pemikiran untuk balas dendam dengan melihat keduanya merasakan hal yang sama.

Kehadiran Davina di club malam itu menjadi pusat perhatian. Bajunya yang minim hingga nyaris memperlihatkan aset-asetnya. Tubuh putih mulusnya yang berbalut dress minim dan melekat sempurna, semakin membuat para mata lelaki menatap tak berkedip ke arahnya.

Sebagian bahkan terlihat menelan saliva, seolah melihat Davina layaknya santapan lezat yang menggiurkan.

Sadar mendapat tatapan mesum dari banyak laki-laki, Davina berusaha menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.

Gila memang, hanya karna ingin membuat Arga meliriknya agar Bianca kesal dan cemburu, Davina rela memakai pakaian minim yang belum pernah dia pakai.

Selama ini dia selalu memakai pakaian yang sedikit tertutup, setidaknya tak kekurangan bahan seperti saat ini.

"Sendirian aja cantik.?" Laki-laki dengan penampilan yang gagah menghampiri Davina. Dia menebar senyum khas yang menawan.

Kedua manik mata Davina menatap laki-laki itu dari ujung kepada hingga kaki. Davina melempar senyum tipis.

"Temen-temen ku di sana,," Ucap Davina sembari menunjuk ke arah kerumunan. Walaupun tidak tau pasti siapa mereka, tapi Davina terlihat yakin jika di sana ada Bianca dan Arga.

"Maaf, aku duluan." Davina bergegas pergi dari hadapan laki-laki itu. Memang memiliki tampang yang cukup lumayan, tak kalah tampan dari Arga, tapi sayangnya saat ini Davina tak tertarik mencari pasangan. Dia sudah bertekad pada tujuannya untuk mencari perhatian Arga.

Davina mengulas senyum sinis, dia sudah menemukan dua manusia yang tengah bermesraan. Duduk berduaan, dengan kepala Bianca yang bersandar di bahu Arga.

Tanpa menghiraukan tatapan orang-orang yang ada di sana, Davina dengan santainya bergabung dan duduk di depan sepasang kekasih itu.

Kedatangan Davina tak ayal membuat kedua mata Arga dan Bianca melotot sempurna. Keduanya terkejut melihat Davina berada di club. Yang lebih mengejutkan lagi, penampilan Davina sangat seksi, mengalahkan penampilan Bianca.

"Haii,, kita ketemu di sini." Sapa Davina santai. Dia mengangkat satu kakinya, menyilangkannya di atas kaki satunya lagi.

"Davina, kamu,,," Bianca terlihat kehabisan kata-kata, tak habis pikir dengan Davina yang tiba-tiba muncul dihadapannya dan terlihat sedang menggoda Arga.

"Ngapain kamu kesini.? Jangan harap Arga tergoda sama kamu walaupun dandannya kamu mirip pela- lacur.!" Pekik Bianca kesal.

Davina tersenyum santai mendengarnya.

"Mirip pela- lacur.? Padahal aku ngikutin dandan kamu loh Bi,," Ucapnya dengan senyum mengejek.

Bianca tampak geram mendengarnya, dia beranjak dari duduknya dan menghampiri Davina.

"Jadi selama ini kamu cuma pura-pura bodoh dan polos.?" Seru Bianca sembari menarik tangan Davina untuk berdiri.

"Bi,, jangan buat keributan di sini." Arga melerai, menarik tangan Bianca agar melepaskan tangan Davina.

"Biar aku bawa Davina keluar dari sini." Ujarnya lalu menggandeng tangan Davina.

"Ngapain pegang tangan dia.!" Seru Bianca kesal. Dia menepis tangan Arga, tak suka melihat Arga menggandeng tangan Davina.

"Arga cuma pegang tanganku Bi, bukan pegang yang lain, kenapa kamu cemburu.?" Davina semakin semangat membuat Bianca jengkel.

"Diam kamu.!!" Bianca hampir saja melayangkan tamparan di wajah Davina, namun Arga menahannya.

"Sudah aku bilang, jangan buat keributan di sini." Tegurnya.

"Kenapa kamu belain bocah ingusan itu.?! Kamu nggak sadar kalau dia lagi cari perhatian kamu.?"

"Lihat penampilannya, persis kayak pel- lacur.!"

"Apa lagi tujuannya ke sini kalau bukan cari gara-gara sama aku.!" Seru Bianca sedikit membentak.

Hal itu mengundang perhatian orang-orang di sekitar yang menatap heran ke arah mereka.

"Astaga Bi, kamu percaya diri sekali." Davina menggeleng geli.

"Memangnya setampan dan sehebat apa Arga.? Untuk apa aku mencari perhatiannya kalau pacar baruku jauh lebih sempurna dari dia." Meski nada bicaranya santai, namun Davina memendam kekesalan lantaran Bianca masih terus mencibirnya tanpa mau mengakui kesalahannya.

"Sayang,,, kamu dari mana aja.?" Davina langsung menghampiri laki-laki dengan postur tubuhnya yang gegap tinggi. Dia tak sungkan menggandeng tangannya meski tidak kenal.

Dengan bangganya menatap Bianca dan Arga, sengaja ingin menunjukkan pada mereka bahwa dia benar-benar memiliki pacar baru yang jauh lebih segalanya di banding Arga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!