Rasanya seperti jatuh ke dalam sungai yang dalam.
Perlahan rasa dingin itu berubah menjadi kehangatan.
Seolah sebuah sinar matahari menerpa wajahku.
Saat aku membuka mataku aku telah terbaring di sebuah padang rumput di dekat sungai, aneh karena rasanya sesuatu yang lembek terasa di tanganku, saat aku memastikannya seekor serigala sedang menggigit tanganku.
"Uwaah... tanganku, tanganku putus, panggilkan ambulan."
"Bisakah kau tidak berisik, hanya digigit seekor buaya tidak akan membunuhmu."
"Masalahnya tanganku."
"Lihat baik-baik."
Tanganku baik-baik saja, yang lebih mengejutkan gigi serigala itu semuanya patah hingga dia pun memutuskan melarikan diri.
"Terima kasih, siapa yang barusan berbicara?"
"Di bawahmu."
Mengikuti suara wanita itu aku menemukan sebuah Katana tergeletak di dekatku.
"Kau bisa berbicara?"
"Aah, lebih cepat jika kau mencoba bercermin di pinggir air."
Aku jelas sedikit bingung meski begitu aku mengikuti perkataannya hingga aku terbelalak kaget.
Ini jelas bukan wajahku, rambut panjang yang halus, tubuh yang kurus serta wajah yang cantik.
"Aku jadi wanita."
Aku buru-buru mengecek dadaku dan tidak ada tonjolan sama sekali setelah memastikan yang ada di bawahku aku bisa menarik nafas lega.
Yang jelas aku masih pria, syukurlah.
Penampilanku mungkin sekitar usia 15 tahunan memakai celana panjang hitam kemeja putih serta jubah hitam bertudung.
Aku mengambil Katana itu dan bertanya padanya.
"Apa sebenarnya ini? Aku pikir ini bukan tubuhku."
"Itu memang tubuhmu atau tepatnya tubuh baru, yang jelas selamat kau telah bereinkarnasi ke dunia lain di mana sihir dan pedang berada."
Mendengar itu, aku segera memprotes.
"Tunggu sebentar, aku tidak ingat pernah mati aku tadinya sedang membeli game biasanya lalu aku berjalan pulang."
"Apa kau benar-benar tidak ingat, ini yang dinamakan Azab orang kikir"
"Azab apa maksudmu?" tanyaku dengan mata bermasalah.
"Kau tadinya membeli game namun saat tahu bahwa uang kembalianmu kurang kau hendak kembali lagi sayangnya kau tidak sengaja menginjak kulit pisang, kepalamu terbentur dan kemudian mati."
"Kematian konyol apaan itu? Dan juga tidak ada hubungannya sama sekali dengan game atau orang kikir."
"Apa kau tahu berapa uang kembaliannya?"
"Seratus ribu."
"Berarti kau bodoh."
"Lima puluh ribu."
"Berarti kau idiot."
"Sepuluh ribu."
"Berarti kau kurang pintar."
Pedang ini hanya suka mengejekku, dan gaya bicaranya juga terdengar sarkasme.
"Seribu."
"Tepat sekali."
Aku memegangi kepalaku frustrasi.
"Aku mati karena hanya ingin mengambil seribu rupiah dengan begitu nyawaku hanya seribu dong."
"Tepat sekali."
Aku menghembuskan nafas panjang, jika aku hidup kembali di sini aku akan sedikit jauh dermawan.
Tapi hal itu bisa kita abaikan dulu.
"Ngomong-ngomong siapa kau?"
"Namaku Rion, aku seorang Dewi yang membawamu ke dunia ini."
"Tapi kau hanya sebuah pedang."
"Aku memiliki alasan tersendiri kenapa aku mengambil bentuk seperti ini tapi jika aku mau makan aku akan menjadi wujud Dewiku."
"Sepertinya ada sesuatu yang berusaha kau sembunyikan?"
"Ketik waktunya aku akan memberitahukanmu."
Aku mendesah pelan lalu memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut kemudian berjalan ke depan. Aku tidak tahu akan pergi kemana yang terpenting aku bisa tiba di sebuah kota atau desa semacamnya.
Setelah putus asa aku tiba di sebuah kota yang disekelilingnya dilindungi oleh tembok, salah satu penjaga bertanya ke arahku.
"Ada yang bisa aku bantu?"
"Kasihan pak, belum makan tiga hari."
"Meski kau bilang begitu bukannya perutmu tampak membesar."
"Maksudku aku belum makan daging bakar, roti manis dan juga jus," aku segera membantahnya, sebenarnya dalam perjalanan kemari aku memetik beberapa buah-buahan untuk aku makan dalam perjalanan.
"Tidak ada uang untukmu, kau harus bekerja untuk makan."
"Kerja?"
"Kulihat kau memiliki pedang, bukannya kau bisa menjadi petualang di guild."
"Petualang kah? Sama seperti di dalam game."
"Game?"
"Bukan apa-apa."
"Jika kau memutuskan untuk tinggal di kota ini aku harus menulis namamu."
"Ah tentu, namaku Lion umur 15 tahun aku yatim piatu."
"Lion, bukannya namamu terdengar seperti laki-laki."
"Aku memang laki-laki."
"Apa?" teriaknya.
Ekpresinya biasa saja kali.
"Dengan wajah seperti itu?"
Aku hanya tersenyum masam sebagai balasan, jika ingin menyalahkan seseorang salahkan saja Dewi yang ada di tanganku ini, aku berjalan lambat melewati penjaga itu.
"Kau harus sedikit cepat berjalan."
"Yang berjalan lambat itu selalu dapat untung, apa kau tahu cerita kura-kura dan kelinci?"
Sebenarnya aku hanya ingin menipu beberapa orang lagi agar memberikanku uang.
"Tentu, kura-kura menang."
"Sebenarnya sebelum bertanding kura-kura memasukan obat tidur di minuman kelinci jadi dia menang."
"Apa? Itu tindakan licik."
"Bukan licik tapi bijak, ngomong-ngomong nama kota ini apa?"
"Apa."
"Kota ini namanya apa? Aku tidak tahu karena aku bertanya padamu."
"Sudah kubilang nama kotanya Apa."
"Gelutlah."
"Siapa takut."
Setelah selesai berkelahi akhirnya aku bisa masuk juga, menyusuri jalanan kota yang padat aku melihat beberapa orang sedang melakukan transaksi jual beli. setiap toko memang berbaris dengan rapi seolah apapun benda yang kau inginkan ada berada di sini.
Mereka memberikan uang berupa koin berwarna perak dan terkadang tembaga juga ada, akan tetapi sayangnya aku sama sekali tidak melihat orang-orang menggunakan koin emas. Apa kota ini miskin? Tepat saat aku berpikir demikian, aku sudah sampai di sebuah bangunan bertuliskan guild.
Aku tidak menyangka bahwa kota ini bernama kota Apa.
Seseorang yang memberikan namanya benar-benar memiliki selera aneh, saat pintu dibuka deretan para petualang tampak sedang berbicara satu sama lain, tak hanya dari ras manusia ada ras Beast dan Demi-human, ada Elf juga.
Kalau Elf mudah untuk mengenalinya dengan hanya melihat telinganya yang runcing.
Beast mereka memiliki tubuh seperti hewan namun berdiri serta berpenampilan layaknya manusia sedangkan Demi-human hanya bagian ekor dan telinganya saja yang berbentuk hewan.
Dunia fantasi memang beda, seorang receptionis baik hati menyapaku di loket pendaftaran.
"Aku ingin bergabung di guild?"
"Boleh, semuanya sekitar 2 koin perak."
"Ada biaya admistrasinya?"
Di dunia tidak ada yang gratis, kini aku bisa mengerti kata-kata kakekku itu.
"Apa nona dari tempat yang jauh?"
Aku sebenarnya ogah dipanggil dengan nona tapi karena penampilanku seperti ini akan selalu banyak orang yang menganggapku demikian. Untuk saat ini diam jauh lebih baik.
"Aku berasal dari negeri bernama Indonesia."
"Indonesia? Aku sama sekali tidak pernah mendengarnya."
"Yah, itu negeri indah yang sangat jauh."
"Begitu."
"Karena aku tidak memiliki uang, kurasa aku akan mengemis dulu beberapa orang di sini."
"Tunggu sebentar, Anda tak bisa melakukan itu... biar aku yang bayar."
"Owh kau sangat dermawan.. di kehidupan nanti kau pasti menjadi seorang Dewi."
"Tolong jangan mengatakan hal aneh, silahkan taruh tanganmu di bola kristal ini untuk melihat statusmu."
Dunia lain benar-benar terasa sekarang, aku pikir aku memiliki status hebat.
Saat aku menyentuhnya semua orang yang diam-diam memperhatikanku dari belakang tertawa terbahak-bahak. Bagaimanapun statusku benar-benar sampai.
Skillnya hanya ada satu bernama [Magic Tree] dan sisanya lemah, tidak, lemah sekali.
Bahkan receptionis mati-matian untuk menghiburku yang mati gaya.
"Seiring waktu kekuatan akan terus bertambah."
Semakin dia berbicara semakin diriku terluka di sini, setelah menerima kartu petualangku barulah aku bisa mengambil pekerjaan.
Pekerjaan dibagi atas beberapa misi sesuai peringkat dari petualang tersebut.
Karena aku peringkat E aku hanya bisa mengambil quest yang sama pula paling mentok hanya bisa mengambil quest di atasnya yaitu Quest tingkat D.
Tak hanya bayarannya rendah, pekerjaannya juga terlihat menghina, seperti menunggu ayam jago bertelur bayaran 2 koin perak.
Orang yang meminta ini pasti orang saraf.
Atau membersihkan kanal dari lumpur yang berbau menyengat bayaran 5 koin perak.
Harusnya bayarannya jauh lebih tinggi lagi.
Dan yang terakhir sepertinya tidak ada masalah.
"Memancing 10 ikan buntal di sungai bayaran 5 koin perak."
Walau disebut ikan buntal bentuknya malah kotak, tapi biarlah yang terpenting ini jauh lebih baik. Aku mencabut lembar kertas itu lalu memberikannya pada receptionis.
"Mau mengambil misi ini?"
"Aah, apa aku bisa menangkap ikan ini dengan normal?"
"Tentu saja, kamu hanya menggunakan ulat bulu emas sebagai umpan dan ikan ini pasti akan memakannya."
"Begitu, di mana aku bisa mendapatkan ulat bulu emas?"
"Di sudut jalan ini ada sebuah rumah tua yang halamannya diisi oleh bunga mawar merah ulat-ulat banyak hidup di sana tapi rumah itu milik oleh Valentine, aku tidak yakin dia mengizinkanmu untuk mengambilnya."
"Paling tidak aku akan mencobanya dulu."
"Yah, berjuanglah... banyak petualang yang gagal juga di misi pertama jadi jangan dipikirkan."
Aku bahkan belum memulai tapi dia sudah yakin akan hal itu, dunia ini benar-benar kejam bagi orang lemah sepertiku.
Dalam perjalanan ke tempat itu, aku dan Rion saling mengobrol satu sama lain, walau pedang ini memiliki sifat buruk sayangnya hanya dia saja yang aku bisa ajak bicara.
"Rion dan Lion, bukannya nama kita agak sedikit cocok.. mungkinkah kita sudah ditakdirkan bersama."
"Kau ini, aku seorang Dewi jika macam-macam kukirim kau ke neraka."
"Maksudku sebagai teman, memangnya kau ini cantik... bagiku kau hanya terlihat seperti pedang saja."
"Fufu jika nanti kau jatuh cinta awas... aku ini memiliki tubuh montok, body oke rambut indah panjang, setiap aku berjalan itu turun naik dengan baik."
Jika dia mengatakannya sampai sejauh itu, aku malah merasa tidak yakin.
Mengikuti jalanan berlantai batu aku akhirnya tiba di sebuah mansion yang memiliki tembok bunga mawar, entah itu bangunan ataupun perkarangannya semuanya dililit tanaman tersebut.
Aku dengan ragu masuk ke dalam dan kutemukan wanita berambut hitam panjang dengan gaun gothic berwarna serupa, satu tangannya memegang payung sementara satu lagi memegang penyiram bunga.
Rion yang selalu diam saat ada seseorang, untuk pertama kalinya berbicaralah.
"Dia vampir."
"Apa vampir bisa secantik ini."
"Harusnya kau berkaca sendiri, wajahmu juga cantik walaupun pria."
"Itu salahmu, berikan wajahku yang keren."
"Dengar... di dunia ini jumlah wanita itu lebih banyak dibanding pria, aku tidak ingin kau terhambat karena mereka. Berterima kasihlah padaku."
"Dan ke siapa aku menyalahkan keadaan tersebut?"
"Semuanya salah raja iblis."
"Ada raja iblis kah di sini."
Mungkin saja peperangan banyak menghabisi pria yang ikut berperang, aku sama sekali tidak ingin berurusan dengan raja iblis.
Lebih dari itu, aku perlu uang sekarang.
Ketika aku mendekat wanita di depanku segera mundur.
"Kenapa kau mundur?"
"Habisnya kau pria, aku bisa membedakan jenis kelamin seseorang saat mencium baunya."
Akhirnya ada yang mengetahuiku tanpa harus aku menyebutkannya. Rasanya pengen nangis terlebih saat wanita itu terus saja menghindariku.
Aku berjalan satu langkah dan wanita itu mundur satu langkah, saat aku mundur satu langkah dia maju satu langkah.
"Apa-apaan ini? Namamu Valentine kan? Namaku Lion. Aku datang kemari mau meminta ulat bulu emas."
"Ambil saja sebanyak yang kau mau dan segera pergi dari sini."
Ia mengatakannya selagi bersembunyi di balik tiang rumah.
"Kenapa kau ini?"
"Aku memiliki ketakutan pada pria, mereka hewan buas yang mencoba mengambil kesucian siapapun."
Rion tertawa terbahak-bahak.
"Kau orang yang unik, padahal kau vampir.. kau bisa membunuh mereka jika mau."
Itu perkataan yang tidak pantas dikatakan oleh seorang Dewi.
"Memangnya aku mau menjadi vampir?"
"Ada vampir yang tidak mau menjadi vampir, Lion bukannya itu lucu?"
Aku hanya memasang wajah bermasalah.
"Pokoknya cepat pergi dari sini, biasanya aku tidak ingin memberikan apapun pada siapapun."
Setelah mendapatkan cukup banyak ulat bulu emas aku pun memutuskan untuk segera pergi ke sungai dengan membawa alat pancing yang kubuat sendiri.
Di sana aku menggunakan ulat bulu yang kutangkap sebagai umpan hingga lima ikan buntal yang dimaksud telah kudapatkan, sementara ikan yang lain kujadikan santapan makan siang saja.
Setelah membuat api aku mulai memanggangnya, setelah matang baru aku mengambilnya namun saat kusadari dua diantara mereka telah menghilang, dan pelakunya duduk di sampingku.
Dia terlihat seperti seorang gadis Elf dengan rambut perak memukau dengan kilauan mata berwarna hijau emerald, hidung mancung serta bibir tipis seolah dipulas dengan warna merah darah.
Jika turun ke bawah dia memiliki kulit yang sangat putih mirip salju seolah transparan yang mana dibungkus dengan gaun terusan berwarna serupa.
"Rion."
"Ada apa Lion? Kau terkesima denganku, pinggangku ramping dan dadaku besar apa aku ini tipemu? Maaf saja, aku ini seorang Dewi kau tidak akan bisa merebut hatiku."
Yap, kecuali dia diam dia wanita yang manis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!