Di sebuah kota Jakarta , terdapat panti Asuhan yang dihuni oleh beberapa orang itu, terlihat sangat asri dan ramai. Lama anak-anak panti bermain di luar tiba-tiba mereka di kejutkan oleh datangnya sekelompok orang bertubuh kekar menghampirinya.
"Mana orang tua kalian?!"tanya salah satu orang besar itu dengan kasar.
"Ada di dalam Pak."jawab Rian anak kecil yang berumur 11 tahun itu.
"Panggilkan dia."perintah orang tadi. Mendengar itu Rian langsung berlari ke dalam untuk memanggil pak Bahar (bapak panti).
"Pak diluar ada yang mencari bapak, tubuhnya sangat besar."ucap Rian dengan ketakutan.
Mendengar itu Pak Bahar langsung keluar.
"Heii, kapan kau akan membayar uang tanah ini hah??" tanya orang itu dengan amarah.
"Pak berikan kami waktu lagi, uangnya masih belum cukup."jawab Pak Bahar meminta iba.
"Sudah berapa hari di berikan waktu tapi kalian belum bisa membayarnya, jika memang kalian tidak bisa melunasi utang kalian, lebih baik kami gusur saja tempat ini!" orang bertubuh kekar itu dengan amarah yang memuncak.
Bagaimana uang untuk membayar hutang tidak cepat terkumpul jika hanya penghasilan dari bengkel kecil Pak Bahar yang di andalkan, pekerjaan Dinda dari toko kue yang dia tempati bekerja juga tidak bisa menutupi hutang itu.
"Pak kami mohon keringanan sedikit lagi, uang kami belum terkumpul."mohon Pak Bahar pada orang itu.
"Baik kami berikan waktu kalian sampai 3 hari , jika dalam waktu tiga hari kalian belum melunasinya, bersiaplah untuk kami gusur tempat ini."orang itu akhirnya memberikan waktu kepada Pak Bahar untuk melunasi uang tanah yang mereka tinggali, walaupun waktunya sangat sedikit.
Mendengar suara bising diluar membuat Dinda keluar menemui Pak Bahar.
"Pak maaf ya.., Dinda belum bisa melunasi uang tanah ini." ucap Dinda sambil menunduk di depan Pak Bahar.
"Tidak apa-apa Nak, kamu juga sudah berusaha bukan?" balas Pak Bahar sambil mengelus rambut Dinda.
Dinda hanya menjawab dengan anggukan.
Di tempat lain, lebih tepatnya kediaman keluarga Pratama, keluarga yang sudah menjadi donatur utama untuk panti asuhan yang di tinggali Dinda, sepasang suami istri itu sedang berada di ruang tamu sambil menonton tv yang ukuran 80 inch itu.
"Ma.., sudah lama kita tidak ke panti yahh."ucap Pak Hasan pada Istrinya.
"Iyya Pah..., Mama udah kangen sama anak-anak terutama Dinda."Bu Hasna memang sangat menyukai anak kecil dari dulu, karena itu dia ingin Eric menikah secepatnya, dia sudah tidak sabar ingin menimang cucu dari putra tunggalnya itu.
Tapi Eric tidak ingin menikah sekarang, karena masih ingin fokus bekerja, sangking fokusnya dia bekerja sekarang, mantan pacarnya sampai selingkuh dengan laki-laki lain. Memang Eric sudah merasa dari dulu, dia memang tidak mencintai Naura(mantan pacar Eric) dia hanya terobsesi dengan mantannya itu.
"Pa.., Dinda udah 19 tahun dan dia juga udah kuliah, sepertinya kita sudah bisa melamarnya untuk Eric."
"Iyya Ma.., tapi kita tanya dulu Pak Bahar dan Bu Tini, apakah dia setuju atau sebaliknya."ucap Pak Hasan.
"Ya sudah kita ke panti aja yuk Pa.., udah lama juga kita nggak ke sana , sekalian dehh kita bahas ini dengan mereka." ujar Bu Hasna.
"Ya sudah setelah sholat duhur kita ke sana, setelah itu kita baru membicarakan hal ini pada Eric nanti."
"Iyya paa."
*****
Panti asuhan
Setelah sholat duhur berjamaah tadi Pak Bahar dan Bu Tini keluar untuk berbincang-bincang di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu.
"Pak bagaiman jika dalam 3 hari kita tidak bisa melunasinya?"tanya Bu Tini.
"Insya Allah Bu' jika Allah meridhoi , uang tanah ini akan lunas , bagaimana pun jalan yang akan di berikan oleh Allah." nasehat Pak Bahar.
Pak Bahar, memang sudah mengumpulkan uang sedikit demi sedikit , walau penghasilannya tidak seberapa dari bengkel mengingat juga umur Pak Bahar tidak muda lagi untuk bisa mencari pekerjaan sampingan.
Sejak Dinda mengetahui tentang tanah panti yang belum lunas , dia berinisiatif sendiri untuk mencari pekerjaan di sela-sela ke sibukannya ber-kuliah. Dinda di terima bekerja di toko roti Bu Suzan(sekaligus dosen Dinda) , karena memang Bu Suzan sudah tahu jika Dinda adalah mahasiswa yang kurang mampu.
Lama berbincang di ruang tamu, mereka mendengar ketukan pintu. Bu Tini segera berdiri "sudah bu' biar bapak saja yang buka." cegah Pak Bahar.
"Eeh Pak Hasan sama Bu Hasna , silahkan masuk pak , Bu." ucap Pak Bahar setelah membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk. melihat kedatangan donatur panti , membuat Bu Tini langsung berdiri menyapa mereka.
"Pak Hasan , Bu Hasna silahkan duduk." Bu Tini mempersilahkan ke duanya.
"Apa kabar Bu." tanya Bu Hasna.
"Alhamdulillah baik Bu." jawab Bu Tini.
"Anak-anak mana? tumben di luar sepi." tanya Pak Hasan.
Sebenarnya, setelah kepergian orang-orang yang menagih uang tanah tadi membuat beberapa anak-anak ketakutan , karena itu sekarang mereka lebih memilih bermain di dalam rumah.
"Mereka ada di dalam bermain Pak." jawab pak Bahar.
"Kenapa tidak bermain di luar? biasanya mereka selalu di luar jika bermain." Pak Hasan lagi-lagi bertanya , karena merasa heran dengan hal ini.
Pak Bahar dan Bu Tini saling memandang , membuat pak Hasan semakin penasaran. "Sebenarnya Pak, tadi pagi ada orang yang datang menagih uang tanah di sini, dan kebetulan anak-anak sedang bermain di luar, karena itu mereka ketakutan bermain di luar."jelas Pak Bahar.
Hal itu tentu saja membuat Pak Hasan dan Bu Hasna kaget , bukan kaget karena datang ada orang yang datang menagih , tapi mereka kaget dengan rasa ketakutan anak-anak.
"Memang berapa uang tanah ini? lagian kenapa kalian tidak memberitahu kami persoalan ini?"tanya Pak Hasan tanpa pikir panjang.
"Masih ada 456 juta Pak, karena selebihnya kami sudah melunasinya dengan penghasilan dari bengkel dan gaji Dinda."
"Biar saya yang akan membayar nya , kasihan anak-anak ketakutan jika ada hal seperti ini."
Entah terbuat dari apa hati Pak Hasan , dia mengeluarkan uang yang sebanyak itu tanpa pikir panjang , hanya demi keamanan anak-anak.
"Pak tidak usah, bapak sudah banyak menolong kami, kami benar-benar berterima kasih atas hal itu"ucap Pak Bahar.
"Sudahlah Pak , tidak usah sungkan saya sudah menganggap kalian semua disini keluarga jadi apa salahnya kita saling membantu."ujar Pak Hasan.
"Saya akan menelfon asisten saya untuk menyelesaikan pembayaran tanah ini, kalian tidak usah khawatir lagi soal pembayaran itu."
"Terima kasih banyak Pak atas bantuannya , kami tidak tahu lagi hari membalasnya dengan apa."ucap terimakasih Pak Bahar atas kebaikan Pak Hasan.
****
Hai reader's!!! ini karya pertama aku , maaf yah jika ada kata yang salah atau yang lainnya 🙏🙏 berikan saran dan kritik di komentar saja yah..., dan jangan lupa vote nya!!❤️🖤
Kantor Pratama Group.
Hari ini, Eric sedang melakukan meeting dengan klien dari Singapura, mengenai perkembangan proyek satu tempat kota besar Indonesia.
Selesai meeting tadi, Eric langsung ke ruangannya, jam makan siang dia lewatkan karena meeting tadi, jadi dia hanya menyuruh asisten pribadinya untuk membawa makanan ke ruangannya. Eric memang memiliki ruangan khusus di dalam ruangan kerjanya , ruangan itu dia gunakan untuk istirahat dan makan.
"Oii, udah makan siang belum nih?" Rian dengan tidak sopannya langsung menerobos pintu ruangan Eric tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Rian memang memang selalu melakukan hal itu, sudah menjadi tradisi sendiri bagi Rian, masuk ke ruangan sahabatnya itu tanpa mengetuk pintu.
"Bisa lebih sopan nggak sih Lo?"bentak Eric , namun hal itu sudah biasa dimata Rian.
"Yaa elahh Ric, biasanya juga kayak gitu."bela Rian yang hanya mendapat tatapan dingin dari Eric.
"Mau ngapain si lu ke sini lagi, males gue liat muka lu setiap hari."ucap Eric.
"Yakin nih males liat gue setiap hari??kalau nggak ada gue lu bisa gila Ric."jawab Rian sambil duduk di kursi depan Eric.
Eric tidak bisa menyangkal jika dia memang bisa gila jika sehari Rian tidak muncul di depannya, bukan karena apanya tapi, Rian lah yang selalu mengurus berkas-berkas proyek sehingga memudahkan Eric dalam bekerja.
"Udah makan belum nihh??" tanya Rian lagi.
"Belum, tapi makanan sudah ada di dalam."jawab Eric sambil menunjuk ruangan berpintu kaca itu.
"Ya udah ayo makan, keburu dingin nanti makanannya, kasian Lula kalau harus pergi membeli makanan lagi."ajak Rian sambil menarik Eric untuk berdiri.
"Iya iya ayoo, lagian makanannya juga banyakan yang lu makan nanti."Eric hanya bisa mengomeli Rian, tapi Rian hanya menanggapinya dengan tertawa , benar-benar aneh manusia satu ini.
Panti Asuhan.
Pak Hasan sudah menyelesaikan soal pembayaran tanah dengan bantuan asisten pribadinya, Bu Hasna juga sudah bertemu dengan anak-anak untuk menenangkannya, Bu Hasna juga sudah memberikan oleh-oleh yang dibawa untuk anak-anak.
"Ohh Iyya.., mana Dinda? kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Bu Hasna penasaran.
"Dinda ke kampus Bu', dia ada mata kuliah siang ini, biasanya juga kalau habis dari kampus dia langsung ke tempat kerjanya."jelas Bu Tini.
Pak Hasan dan Bu Hasna memang baru tahu jika Dinda bekerja sampingan disela-sela kuliahnya, bahkan sampai bisa membantu melunasi uang tanah, walau memang tidak seberapa. Hal ini semakin membuat meraka yakin ingin menjodohkan Dinda dengan putranya.
"Jam berapa biasanya Dinda pulang dari bekerja?"sekarang Pak Hasan yang bertanya.
"Jika hari-hari biasa jam 4 sore Dinda sudah pulang, tapi kalau weekend sering ramai jadi pulangnya biasa jam 5 sore bahkan hampir jam 6." jawab Bu Tini dan diangguki oleh pak Hasan.
"Sebenarnya kami ke sini, ingin membicarakan hal penting Pak Bu. "ucap Pak Hasan.
Pak Bahar mengerutkan dahinya karena penasaran, begitupun bu' Tini.
"Kami ada niat baik untuk menjodohkan Dinda dengan putra kami, tapi jika Pak Bahar dan Bu Tini berkenan."sambung Pak Hasan.
Perkataan Pak Hasan tadi membuat, Pak Bahar dan Bu Tini terkejut, pasalnya putra tunggal keluarga Pratama itu dikenal dingin dan yang terpenting ialah apakah putra keluarga Pratama mau di jodohkan dengan orang biasa seperti Dinda?
"Jika hal itu, sepertinya kami harus bertanya kepada Dinda Pak, semua keputusan ada padanya." jawab Pak Bahar.
"Iyya Pak saya juga akan membicarakan hal ini kepada Eric dulu, kami tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan."kini Bu Hasna yang berbicara.
"Baiklah jika begitu kita membicarakan dulu hal ini kepada mereka dan jika Dinda menerima segera kabari kami Pak , begitupun dengan kami, jika Eric mau saya akan mengabari kalian lalu mempertemukan mereka berdua segera mungkin."jelas Pak Hasan panjang lebar mengambil jalan tengah.
"Baiklah Pak kami akan menanyakannya nanti pada Dinda." jawab Pak Bahar.
"Baiklah jika begitu kami pamit dulu, saya akan memberi kabar dalam waktu dekat." ujar Pak Hasan sambil berdiri dari tempat duduknya dan segera pulang.
Toko Kue.
"Bu, pekerjaan saya telah selesai, saya pamit dulu nanti takut kemalaman." pamit Dinda pada Bu Suzan.
Setelah sholat ashar di musholla terdekat tadi, Dinda kembali ke toko untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dinda tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan semua tugasnya, kerena setelah ashar memang toko sudah siap-siap untuk tutup.
"Ohh sudah selesai?? ya sudah kamu hati-hati dijalan yah." ucap Bu Suzan dengan lembut. Dinda memang sudah dianggap anak sendiri oleh pemilik toko kue itu sekaligus dosennya , karena memang Bu Suzan tidak mempunyai anak sampai sekarang.
Panti Asuhan.
Hari semakin sore, tampak matahari akan terbenam di arah barat dan sebentar lagi azan magrib akan di kumandang kan. Dinda baru sampai ke panti sebab di jalan tadi sangat macet.
"Assalamualaikum , Dinda pulang!"salam Dinda yang langsung mendapat balasan dari Bu Tini.
"Wa'alaikumsalam , kamu baru pulang?? kenapa lama nggak biasanya tuh pulang jam segini."tanya Bu Tini
"Dijalan sangat macet Bu' jadi yah begitulah pulangnya agak lambat."
"Ya sudah sana mandi lalu kita sholat berjamaah adik-adik kamu sudah nunggu tuh. "perintah Bu Tini sambil menunjuk adik-adik Dinda.
"Iyya bu' , Dinda mandi dulu sebentar." Dinda langsung melaksanakan perintah ibunya.
Di panti ini Dinda memang yang paling tua walaupun umurnya masih 19, karena itulah dia membantu orang tuanya di panti mencari uang. Gaji yang Dinda hasilkan per-bulannya sendiri sudah bisa mencukupi biaya makan keluarganya di panti.
Kediaman Keluarga Pratama.
Jam 23:40 Eric baru pulang ke rumah, hari ini dia benar-benar sangat lelah. Meeting hari ini ada dua, dan dia yang harus turun tangan menangani semua yang ada di kantor, karena memang papanya sudah menyerahkan semua urusan kantor ke putranya itu.
Mendengar ada suara mobil, Mama Eric membuka pintu utama menyambut putranya.
"Assalamualaikum Ma." salam Agra sambil menyalami Mamanya.
"Wa'alaikumsalam."sambil menerima tangan Eric.
Eric berjalan masuk kedalam dan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu.
"Eric, jangan terlalu memaksakan pekerjaan kantor itu nak, kan bisa dikerja besok atau bisa juga di bawa ke rumah. Kalau seperti ini setiap hari lembur kamu bisa sakit."nasihat Mamanya.
"Iyya Ma, ini juga semua proyek sudah berjalan lancar jadi besok-besok udah nggak lembur lagi." balas Eric.
"Ya sudah bersihkan dirimu dulu lalu istirahat , kamu pasti sangat lelah."
"Iyya Ma , Eric sangat lelah, ya sudah Eric ke kamar dulu."
Mamanya sudah menunggu putranya itu sehabis isya tadi, tapi yang di tunggu-tunggu tidak datang. Setelah melihat kedatangan Eric yang tampak sangat lelah, mamanya membatalkan niatnya untuk membicarakan masalah perjodohannya.
*****
Hai guysss!!! follow dan berikan vote yahhh.
jangan lupa siapa tau ada yang mau kasi masukan atau yg lainnya , simpan di komentar aja yahh. see youu👋👋
Sudah dua hari sejak pembicaraan keluarga Pratama dengan Pak Bahar dan Bu Tini tentang perjodohan anak-anaknya. Hari ini Eric tidak ke kantor karena memang weekend, kesempatan ini digunakan oleh mamanya untuk membicarakan hal ini kepada Eric.
Pak Hasan memang sudah meminta kepada istrinya untuk membicarakan perjodohan ini pada Eric, karena Eric memang lebih gampang lunak dan menurut kepada mamanya dibandingkan dengan Papanya.
Di pagi weekend ini, Eric memilih berolahraga keliling lapangan dekat kediamannya. Eric memang suka berbagi jenis olahraga, tapi memang dia tidak terlalu mendalaminya, karena Papanya sudah mengatakan jika kedepannya Eric lah yang akan meneruskan Papanya di kantor.
Sudah empat puluh lima menit Eric sudah berlari mengelilingi lapangan itu, tapi kenapa orang yang dia muak melihatnya setiap hari langsung muncul di belakangnya.
"Haaii bro, udah lama yah larinya??"tanya nya tiba-tiba berhasil mengejutkan Eric. Eric spontan menghentikan langkahnya seketika.
"Lu lagi??setidaknya gue udah melihat lu setiap hari di kantor , kenapa lu harus muncul lagi ketiak gue olahraga sihh?"tanya Eric yang heran dengan sahabatnya ini.
"Ya elah, gue sengaja joging di area ini , karena kalau lu nggak liat muka gue sehari nanti lu malah rindu lagi , rindu itu berat bro." Rian berkata sambil memegang pundak Eric.
Perkataan Rian barusan benar-benar ingin membuat Eric muntah , siapa juga yang rindu.
"Eeh, gue emang nggak punya pacar ataupun istri yah , tapi gue masih waras ngapain gue kangen ke jantan hah." Eric tidak habis pikir dengan ucapan sahabat gilanya itu.
"Yaa udah kali, masa liat muka gue aja langsung marah, pantes lu belum punya pacar." lagi-lagi ucapan Rian itu berhasil mendapatkan tendangan pada bokongnya dari Eric.
Mereka berdua memang seperti Tom and Jerry jika bertemu bahkan tidak mengenal tempat mereka selalu bertengkar, tapi herannya mereka akurnya sangat cepat.
Panti Asuhan.
Hari ini tampak anak-anak panti tengah melakukan kerja bakti di area panti, hal ini memeng sudah menjadi tradisi di panti. Tugas Dinda di pagi hari ialah memasak sarapan untuk semua, karena hari ini adik-adiknya sedang kerja bakti, jadi dia harus memasak yang banyak khusus hari ini.
"Dinda ini telurnya nak." Bu Tini yang habis mengambil telur di belakang rumah untuk di makan.
Di panti asuhan memang Pak Bahar memelihara beberapa pakan ternak, selain ayam yang bisa telurnya sebagai lauk, ada ikan yang jadi lauk pauk juga dan beberapa hewan ternak lainnya. Bantuan ternak ini sudah pasti dari donatur terbesar panti yaitu Keluarga Pratama.
"Iyya bu' , simpan saja di sana , Dinda mau goreng nasi ini." ujar Dinda , bu Tini meletakkan telur itu ditempat yang ditunjukkan oleh Dinda.
"Dinda selesai nanti memasak ke kamar Ibu dulu yah.., ada yang ingin ibu bicarakan sebentar." Bu Tini akan segera memberi tahu dan meminta keputusan Dinda mengenai perjodohan ini. "Iyya bu" jawab Dinda .
Kediaman Keluarga Pratama.
Sudah jam 09.30 tapi Eric belum datang juga dari joging, Mamanya sudah menunggu Putranya itu sejak tadi tapi yang ditunggu belum menunjukkan batang hidungnya juga.
Lama menunggu akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga hingga mamanya agak sedikit berlari menemui putranya itu.
"Eric kamu sudah datang?"teriak Mamanya
"Iyya maa, kalau Eric belum datang berarti yang dilihat mama apa dong??"lawakan Eric berhasil membuat mamanya tertawa.
"Ya sudah sana cepat mandi, Mama mau bicarakan hal penting ke kamu nanti"perintah mamanya.
"Iyya Iyya sebentar nyonya , tunggu keringatnya di lap dulu lalu mandi oke."jawab Eric yang di anggguki mamanya.
Eric telah selesai dengan ritual mandi dan berpakaiannya, bertepatan dengan mamanya yang memanggilnya makan siang bersama di bawah.
“Eric, turunlah kita makan malam bareng.”panggil Mamanya.
“Iyya Ma.., sebentar.”jawab Eric.
Sampai bawah Eric langsung duduk di samping kanan Papanya.
“Bagaimana proyek yang kamu tangani Eric??” Papanya bertanya
"Lancar Pa, karena Rian juga selalu membantu kalau ada yang Eric tidak bisa lakukan sendiri." karena itulah posisi Rian sangat penting di kantor, selain memang dia adalah sahabatnya sendiri.
Selesai makan siang semuanya ke kamar masing-masing, rencananya Eric ingin tidur siang sejenak, tapi di urungkan setelah mendengar ketukan pintu.
"Eric , bisa mama masuk sebentar?"tanya Mamanya di balik pintu.
Mendengar ucapan Mamanya, Eric langsung menuju pintu untuk membukanya.
"Masuk aja Ma." sambil membuka pintu mempersilahkan mamanya masuk.
Bu Hasna langsung duduk di kasur ukuran king size itu dan menarik Eric untuk duduk.
"Eric bisa mau bicara sesuatu yang penting."ujar Bu Hasna.
"Bicara aja Ma, memang apa yang ingin mama omongin sampai seserius itu?"tanya Eric.
"Nak, Mama sama Papa sudah tua dan kami benar-benar ingin menimang cucu dari kamu Nak. Umur tidak ada yang tahu Eric kedepannya seperti apa , setidaknya jika Mama pergi , Mama bisa melihat kamu bahagia dulu dengan keluarga kecil mu nanti." Mama Eric benar-benar meluapkan semua yang ingin ia katakan sejak dulu .
"Sebenarnya Mama dan Papa sudah menjodohkan kamu dengan seseorang Nak. Dia salah satu anak panti asuhan yang selalu Mama dan Papa kunjungi."sambung Mamanya dengan wajah tertunduk.
Mendengar hal itu hampir membuat Eric terpancing emosi jika saja dia tidak berhadapan dengan mamanya, sudah beberapa kali Eric ingin di jodohkan dengan anak teman bisnis Papanya tapi dia selalu menolak. Kali ini dia benar-benar ingin menolak perjodohan ini tapi dia tidak tega dengan Mamanya yang tampak sangat menginginkan dia menikah secepatnya.
"Nak apa kamu menyetujui ini atau tidak?? Mama berharap kamu bisa menyetujuinya, karena gadis itu sangatlah baik dan sopan."permintaan mamanya dengan wajah yang sendu.
Lama berargumen dengan dirinya sendiri, Agra memutuskan menerima perjodohan ini, karena dia menganggap sepertinya mudah menyingkirkan perempuan yang akan menjadi istrinya nanti dapat di lihat dari status saja pikirnya.
"Baiklah Ma , Ericmau kok mama jodohkan dengan perempuan itu."Eric mengambil keputusan dengan cepat.
"Kamu yakin Nak? apa kamu benar-benar sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Mama Eric sekali lagi.
"Iyya Ma Eric yakin kok, Eric mau Mama jodohkan kali ini walau dengan anak panti asuhan."jawab Eric.
Eric tidak bisa membayangkan bagaimana rupa perempuan yang akan menjadi Istrinya nanti, secara semua dari kalangan atas yang dijodohkan dengannya menurutnya tidak ada yang cantik dan menarik dari meraka satu pun.
"Ya sudah Mama akan memberitahu keluarga gadis itu di panti asuhan nanti , jika anak Mama sudah setuju" Eric bisa melihat bagaimana wajah mamanya itu sangat bahagia setelah mendengar persetujuan Eric.
Setelah membicarakan soal perjodohan tadi Bu Hasna segera memberi tahu kepada suaminya tentang keputusan Eric dengan sangat terburu-buru, tampak sangat senang.
*****
please give me a vote and gift.
bye gesss , selamat membaca tolong suportnya terus yahhh!!!🖤❤️*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!