NovelToon NovelToon

Belenggu Cinta Mafia

Chap 1

"A-apa dok? Aku hamil?"

Dokter Ana mengangguk.

Huuuuuhhh... Aliyah membuang nafasnya kesal.

"Yang benar saja bagaimana aku bisa hamil jika aku saja belum pernah berhubungan!"ucapnya kesal,"Bagaimana anda menjelaskan ini Dok?"

Dokter Ana tersenyum lagi,

"Maaf Aliyah, Aku tidak tau kamu melakukannya atau tidak. Tapi disini..." Dokter Ana menunjukkan foto USG dimejanya dan menggeser kearah Aliyah."Menunjukan jika ada janin diperutmu."sambungnya lagi tersenyum.

Aliyah menarik foto USG itu melihatnya tidak percaya.

Dokter Ana meliriknya. Dia mengulurkan sesuatu ditangannya menyodorkanya pada Aliyah."Ambil ini."

Aliyah melirik sebuah gelang elektrik yang dokter itu berikan.

"Ini bagus untuk janinmu. Pastikan kamu selalu memakainya. Itu harus selalu bersamamu. Demi janinmu." memasangkan gelang itu ditangan Aliyah.

Huuuuhhh.. menyentak nafas kesal tidak percaya.

Aliyah keluar dari ruang dokter Obgyn dengan perasaan kesal, marah, sedih, dan entah apa lagi. Bagaimana dia bisa hamil? Kenapa dia bisa hamil sementara dia tak merasa melakukannya? Apa mungkin tiba-tiba benih itu muncul dirahimnya? Ataukah ada mahluk tak kasat mata yang memperkosanya?

HAHAHAHAHA..... Aliyah tertawa memikirkan kemungkinan terakhir.

Pasti alat USG dokter itu rusak! Iya pasti begitu! Lihat saja! Aku pasti akan mendatangi dokter obgyn yang lain! Sialan! Dokter Gadungan! - Batin Aliyah menatap kesal pada rumah sakit yang baru saja dia tinggalkan itu.

Akhirnya Aliyah mendatangi dua dokter obgyn di klinik yang berbeda, yang ada di kota itu dan semuanya menyatakan dia hamil.

Tiga foto USG ada ditangannya dia menatap nanar padanya disebuah pinggiran danau yang cukup sepi.

Aliyah menatap marah, kesal dan tidak percaya.

HAHAHHAHAH....

HAHAHHAHAAH....

Sialan!

"Mana mungkin ke tiga dokter ini alatnya rusak semua! Siapa yang berusaha kau tipu haaahh?" pekik Aliyah mengumpat pada danau didepannya.

"Tapi kenapa suara mereka terdengar sama? Sialan!" Aliyah terus mengumpat.

"Alat apa ini? kenapa dokter itu memberiku alat tidak jelas ini?"

Dia terduduk lemas dipinggiran Danau.

"BRENGSEEEKKK!!" teriak Aliyah kuat-kuat.

Aku harus mencari orang brengsek yang membuatku begini!

Srraakkk!

Aliyah menoleh kearah suara. Disebelah sisi kirinya, tak ada apa pun hanya pohon dan rerumputan dan tanaman setinggi lutut. Dan daun yang terlihat gugur dari atas pohon. Aliyah mengangkat kepalanya.

Wooouuuuuhh.....

Aliyah terkejut, Seseorang terlihat terjun dari atas sana dan mendarat dengan sempurna.

Dia tampan sekali! Apa dia malaikat yang turun dari langit? Apa dia mendengar aku memaki tadi? Hahahahha.... Hayalan apa ini?

Pria itu melihat kearah Aliyah juga, hanya tatapan matanya tidak suka seolah terganggu.

"Aku ingin tidur dengan tenang! Kenapa malah teriak-teriak dan mengumpat? Mengganggu tidurku!"

"Maafkan aku malaikat! Aku tidak bermaksud mengumpat padamu."

Pria itu tertawa lucu.

"Malaikat?" dia terlihat menutup wajahnya dengan sebelah tangannya, bahunya berguncang karena tawa.

"Kamu mimpi ya? Aku yang tidur kenapa kamu yang bermimpi?" ledeknya melirik Aliyah.

"Apa?" wajah Aliyah sudah memerah karena malu, bercampur marah.

Sabar Aliyah jangan terpancing Emosi.

"Hei! Kau pi...."

Pria itu tiba-tiba menarik Aliyah dalam pelukannya dan sedikit bergeser kesamping. Sesuatu melesat disamping mereka menembus udara dan berakhir menancap dipohon yang pria tadi turuni.

Baik Aliyah juga pria itu menaruh perhatian pada benda yang baru saja melesat dan menacap itu. Sebuah pisau.

Aliyah tersentak kaget.

Apaaaa??

Kenapa ada pisau melayang sendiri?

Pria itu melepas tubuh Aliyah lalu menghilang dibalik rimbunan ilalang dan pohon ke arah pisau itu datang.

"CIIIIHHH , sialan apa itu tadi?" Gumam Aliyah sedikit kesal dan tentu saja tak menyangka dengan apa yang baru saja dia alami.

"Apa ini syuting film?" bergumam lagi.

"Ini kan berbahaya?" bergumam-gumam, "Ya Ampuuunn. Melempar-lempar pisau!"

Huuuuhhh...

Aliyah akhirnya meninggalkan tempat itu. Aliyah memilih kembali dan memikirkan nasibnya dirumah.

Aliyah tinggal bersama bibi dan pamannya. Sebenarnya mereka paman dan bibi jauh. Dia juga tak tau persis bagaimana mereka bisa tinggal dengannya. Dia juga tak tau persis apa pekerjaan keduanya. Yaahh, hanya seperti itu saja. Aliyah bahkan tak tau kemana ayah dan ibunya. Entah hidup atau mati. Aliyah tak mau ambil pusing.

"Aku pulang."

"Selamat datang." sambut Bibi Merry, "kenapa baru pulang Al?"

Aliyah menyalami dan mencium punggung tangan bibinya.

"Katamu hanya ambil ijazah. Kenapa lama?"

"Aaah... Tadi Aliyah sekalian mampir bi,"

"Oohh,, ya sudah! ganti baju, lalu kita makan siang bersama."

Aliyah masuk kedalam kamarnya yang berada dilantai 2 rumah itu. Aliyah merebahkan diri sebentar di kasur kamarnya, menatap langit kamarnya. Aliyah menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Aku masih semuda ini kenapa bisa hamil tanpa tau siapa ayah dari anak yang aku kandung. kenapa nasipku sesial ini?

Seusai meratap Aliyah turun untuk makan siang bersama. Dimeja makan ada Bibi dan pamannya. Apa aku harus katakan pada mereka? Atau kusimpan saja sendiri?

Seusai makan siang yang tenang itu Aliyah kembali kekamarnya, Dia memejamkan matanya berusaha untuk tidur.

Mata Aliyah terbuka lebar, rasanya baru sebentar dia sudah mendengar kegaduhan.

"Sialan suara gaduh apa itu? Aku bahkan belum sempat tidur."mengumpat bergumam.

Aliyah menuruni tangga,

Oooouuuuwwwwhhh... Apa ini?

Dilantai bawah tampak beberapa orang berpakaian seba hitam bergelimpungan. Aliyah menutup mulutnya dia melihat berkeliling. tangannya bergetar karena takut.

Apa ini? Aku yakin tadi aku sedang tidur. Ahaaa! Iya tidur! Aku pasti bermimpi. Dan aku masuk dalam film action. Baiklah!

Aliyah sudah tampak bersemangat dan mata berbinar. Dia berfikir sedang berada dalam dunia mimpi.

Aliyah mengendap kearah suara diarah dapur.

BUUG! BUUG! BUUG!

UGGGGHH!!

Aliyah mengendap dengan jantung berdebar mendengar suara seperti pukulan dan erangan orang. Aliyah tersenyum kecil membayangkan yang mungkin terjadi, dia benar-benar berfikir berada dalam dunia mimpi.

Aliyah mencapai ambang dapur, dia melihat beberapa pria sudah tergeletak dilantai dapur, dan bibinya yang memegang pistol dan berlumur darah. Aliyah sedikit kaget tapi ada senyum diwajahnya, Aliyah sangat bersemangat.

Seorang pria juga terlihat sedang bertarung dengan beberapa pria berbaju hitam, pria itu sangat gesit dan lincah, dia memukul dan melayang seperti petarung profesional. Tentu saja mata Aliyah terkagum dan berbinar melihatnya.

Aliyah merasakan ada bayangan dibelakangnya dengan cepat dia mengambil teplon yang tergantung didinding tak jauh dari tempatnya berdiri dan dengan segera mengayunkannya, tepat mengenai kepala orang itu.

BRUUGG!

"Hahahah.... Mampus!"

Bibi Mary terkejud menoleh kearah Aliyah.

"Aliyah!"

Dengan santainya Aliyah mendekat melompati tubuh orang berbaju hitam yang terkapar dilantai.

"Bibi! Ini menegangkan, bagaimana kita bisa berada dalam mimpi action seperti ini?"ucap nya bersemangat dengan wajah riang.

"Mimpi?"bibi Mary terlihat bingung. Aliyah melihat pistol ditangan Bibi Mary, matanya kembali terlihat berbinar.

"Bibi! Bibi bahkan memegang pistol." kagum Aliyah mengambil pistol bibi Marry.

"Bibi Mary mau menembak kemana? biar aku saja!" Aliyah masih bersemangat.

Bibi menatap sayu tubuhnya terlihat lemas. Aliyah mengarahkan pistolnya pada seorang pria di ujung gang menuju dapur. Pria berkepala prontos dengan beberapa orang dibelakangnya.

Pria itu hendak menembak kearah pria yang sedang bertarung dengan para pria berjubah hitam.

Baiklah! Dia saja.

DOOOOORRRR!!!

BRUUUGG!

Hening.

Wajah Aliyah menjadi pias. Dia seolah baru tersadar, jika dia tidak sedang berada dalam alam mimpi. Tangan Aliyah bergetar hebat, dia melihat kearah tangannya yang memegang pistol. Pistol itu pun berlumur darah segar. Dengan tangan yang bergetar dan jantung yang menggedor kuat Aliyah mencium bau anyir darah ditangannya.

Matanya membulat,

Astaga! Teryata ini bukan mimpi!

Tiba-tiba semua nya menjadi gelap. Aliyah ambruk. Namun tangan Bibi Mary sudah mengakapnya.

Pria yang tadi bertarung sengit mendekat setelah pukulan telaknya merobohkan dua orang berbaju hitam sekaligus.

"Marry!"

bibi Mary menatapnya penuh harap.

"Tuan Dev, Aku titipkan dia padamu. Kami yang akan selesaikan masalah disini." bibi Marry melirik suaminya yang baru muncul dari arah halaman belakang dengan pistolnya. "Selamatkan dia! Dia sudah jadi buronan Mafia sekarang!"

Pria itu mengangguk.

"Cepatlah, Tuan! Aku sudah membuka jalan!"seru paman.

Pria itu membopong Aliyah yang sudah tak sadarkan diri itu keluar dari rumah.

______€€€€_______

Readers kasih dukungan buat Othor biar semangat up ya..

Like

Vote

komen

fav

dan Gift

Chap 2

Chap 2

Aliyah tersadar matanya silau oleh birunya langit begitu matanya terbuka. Suara deru angin dan mesin yang cukup memekakkan telinga membuat kepalanya tegak. Aliyah menoleh ke kiri dan kekanan.

Apa ini? Aku dimana?

Aliyah masih mengumpulkan kesadarannya.

"Kau sudah bangun?"Seru seorang pria yang duduk mengemudikan kapal boot nya.

Aaaaarrrggg! Malaikat?

Pria itu orang yang sama dengan yang bertemu dengannya di danau dan membawanya pergi dari rumah bibinya.

"A-Aku dimana?" tolah toleh.

"Kenapa kita ada DITENGAH LAUTT??"

"Tenanglah! sebentar lagi kita akan sampai dimarkas."

"Apa?"terkejut."Markas? Kau gila? Apa kau menculikku?"

Aliyah mulai parno dan histeris.

"Ya tuhan! Aku diculik! TOLONG! TOLONG! AKU DICULIK PRIA TAMPAN!"

Pria itu tertawa..

"Berteriaklah! kita ditengah laut. siapa yang akan dengar?"

Benar juga. Aku hanya buang-buang tenaga.

Aliyah sadar tindakannya itu hanya sia-sia. Mau kabur juga dia tak akan bisa. Mereka ditengah laut sekarang. Hanya akan mati konyol jika nekat kabur. Apa lagi dia tak bisa berenang.

Baiklah! Aku akan kabur begitu mencapai daratan. Pikir Aliyah bertekat.

"Kau akan membawaku kemana malaikat maut?"

diam. hanya suara angin yang terbelah yang menjawab.

Ciiihh! Sialan!

"Hei! Malaikat maut! Apa kau tuli?"seru Aliyah merasa tidak ditanggapi.

Pria itu menoleh. Lalu kembali melihat kedepan.

"Kau bicara padaku?" tanpa mengalihkan pandangannya.

Aliyah menghela nafas kesalnya.

"Hanya ada kita berdua disini! Kau pikir aku bicara dengan siapa?"kesal.

"Kau bilang malaikat maut tadi. kupikir kau bicara dengannya."

Iya itu kamu! Hiiiihhhh! Aliyah geram.

Mereka terdiam. Aliyah yang kesal akhirnya memilih duduk diam dikursi. Pria itu masih mengendarai speedboatnya.

Hingga sebuah teluk terlihat. Aliyah melihat teluk dengan bersemangat.

Baiklah begitu turun dan pria ini lengah aku akan langsung kabur. pikir Aliyah dengan senyum licik mengembang.

Pria itu turun dari kapal. begitupun dengan Aliyah. Pria itu telihat sedang sibuk yang entah apa Aliyah tak tau dan tak mau tau yang jelas ini celahnya , kesempatannya.

Baiklah! penyergapan!

Aliyah bersiap lari. tapi tangannya tertahan.

Apaaa!?

Aliyah melihat tangannya terborgol dengan tangan pria itu. Matanya langsung membulat, Aliyah mengangkat wajahnya melihat pria itu Tersenyum tipis padanya, senyum meremehkan.

Sialan!

"Kau mau kabur?"

Terbaca!?

"Ahahaha... Tentu saja tidak! Aku hanya sudah tidak tahan! Aku sangat ingin pipis." memasang wajah memelas.

Pria itu melihat Aliyah sejenak dengan tatapan yang entah apa.

Aku mohon percayalah!

"Ikut aku." suara pria itu.

"Malaikat maut? Kenapa aku harus diborgol?"

Aliyah menunggu jawaban, pria itu hanya diam dan melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan Aliyah.

Sialan! Aku diabaikan.

"Hei! Malaikat Maut!? Aku bicara denganmu." Menyamai langkah dan melihat kearah wajah pria itu.

Dia menghentikan langkahnya dan menoleh sedikit.

"Kau bicara dengan siapa?"

"Kamu! Tentu saja dengan mu!" Menunjuk nya dengan kesal.

"Aku punya nama! Jangan memanggilku malaikat maut!"

"Aku tak tau namamu."

Wajah pria itu terlihat kesal.

"Baiklah! Mari kita berkenalan. Namaku Devan."

"Aku Aliyah." dengan wajah bodohnya Aliyah berucap.

"Tidak tanya." pria bernama Devan itu berpaling melanjutkan langkahnya.

Aliyah kesal. tentu saja. dia mengangkat tangannya hendak memukul, hanya akan, tidak beneran. Aliyah terseret mengikuti langkah Devan.

Mereka memasuki halaman sebuah mansion yang lebih terlihat seperti puri jaman kuno. Beberapa orang terlihat berjaga disana juga beberapa CCTV mengikuti langkah mereka. Orang-orang itu setengah membungkuk pada Mereka membuat Aliyah sedikit bingung.

Begitu memasuki pintu utama mereka disambut oleh puluhan orang berjas hitam dan wanita pakaian pelayan. Mereka setengah membungkuk memberi salam.

Ap-apa ini? Kenapa auranya berbeda.

Aliyah menatap pria disampingnya. Wajah pria itu berubah menjadi dingin dengan wibawa. Sangat berkarisma.

Kenapa pria menyebalkan itu terlihat berbeda. Atmosfirnya sangat berubah.

Devan membuka borgolnya. Seorang pria paruh baya yang sepertinya seorang kepala pelayan menghampiri. Devan meletakkan borgolnya ditangan pria yang menengadahkan tangannya itu.

"Perlakukan dia dengan baik. Layani dia seperti kalian melayaniku."

"Baik Tuan." kepala pelayan itu membungkuk.

Devan berjalan memasuki ruangan terdalam.

"Hei! Tunggu, kau mau kemana?" Aliyah hendak menyusul. Devan tak bergeming dan semakin menghilang ditelan pintu yang menutup.

"Tunggu kenapa kau tinggalkan aku disini?" teriak Aliyah lagi. Dia semakin kesal.

Sialan! mengumpat dalam hati sambil menendang udara.

Aliyah melirik kepala pelayan.

"Tenanglah Nona. saya Ken. kepala pelayan sini."memperkenalkan diri. "Mari ikut saya."

Apa? ikut denganmu? Kau gila! Lebih baik aku kabur!

Aliyah mulai berlari menuju pintu utama untuk kabur keluar. Namun dia sudah dihadang oleh penjaga yaang lain. Dengan mudah dia ditangkap.

"Sialan! Lepaskan aku! Penculik! Maniak sialan!"

Semua orang disana berpandangan. seolah memiliki pertanyaan yang sama. Kenapa Tuan mereka membawa wanita bar-bar seperti itu.

"Hei! Jangan kasar! Tuan Devan memerintahkan memperlakukan dia dengan baik." seru Kepala pelayan memperingtkan.

Dengan tenang Aliyah berbaring dibak mandi yang sangat luas. Banyak bunga-bunga betebaran di dalam bak mandi yang terlihat uap mengepul saking hangatnya. Beberapa pelayan wanita terlihat menambah bunga dan sabun. ada pula yang memijit pundak Aliyah.

Aliyah berusaha serileks mungkin.

Aku harus tenang. Sambil memikirkan rencana untuk kabur aku nikmati saja dulu pelayanan disini sambil mengamati situasi. Aku pasti tidak akan bisa kabur dengan mudah tanpa rencana.

"Haaaaaaaaarrrrrrgggggghhhh........ Nikmatnya... Inilah hidup.."

"sepertinya kamu cukup menikmati layanan disini."

Suara berat seorang pria mengagetkannya. Membuatnya menoleh kearah suara itu berasal. Para palayan yang awalnya menemani Aliyah pun menyingkir teratur dari kamar mandi.

Huuuuhhh! Malaikat maut. Apa dia mau mencabut nyawaku dalam keadaan begini?

visual Aliyah

Visual Devan

Readers kasih dukungan buat Othor biar semangat up ya..

Like

Vote

komen

fav

dan Gift

Chap 3

"Tidak tau malu! Kau masuk dalam kamar mandi wanita? Malaikat Maut mesum!" sinis Aliyah menyipitkan sebelah matanya.

Devan terkekeh..

"Ini mansionku. Aku bebas keluar masuk di manapun yang aku mau." ucapnya santai dengan memasukkan tangannya kedalam saku celananya.

Huuuuuuhhh Aliyah membuang nafasnya kesal.

"Aku akan beri tau peraturannya selama tinggal disini!"

"apa? peraturan?" Aliyah sedikit terkejut.

"Satu." Devan mengangkat telunjuknya," jangan berkeliaran!"

"dua." ditambah jari tengah ."jangan mencari tau!"

"Tiga." menambah jari manisnya."ikuti apapun yang kuperintahkan dan jangan melawan."

Mata Aliyah mebelalak.

"Apa? peraturan macam apa itu?" reflek berdiri karena protes dan saking kesalnya.

Devan terkejut melihat wanita didepannya tiba-tiba berdiri tanpa mengenakan sehelai benangpun itu.

"Apa kau sedang membuat pertunjukan?"

Aliyah tersadar.

"Hiiiisssssshhh..." Desisnya jengkel.

Dengan segera menenggelamkan diri dibak.

Malu! Malu! Malu! Apa-apaan aku!

Aliyah menahan nafas dan berlama-lama di dalam bak air. Berharap Devan segera pergi.

"Hei! Mau sampai kapan kamu didalam?"

Sampai kau pergi brengsek! -batin Aliyah

Devan tersenyum miring. Dia mendudukkan bokongnya di pinggiran bak dan bersedakep dengan mata yang terus melihat kearah dimana Aliyah bersembunyi.

Sialan dia malah duduk disitu! Sengaja ya?- Aliyah

Devan melirik arlojinya. dan kembali melihat kearah bak air.

"Hei! Ini terlalu lama! Apa paru-parumu terbuat dari insang?" Ucapnya

Sialan! dasar tidak peka? Dia pikir untuk apa aku berlama-lama disini? Cepatlah pergi malaikat maut! - Aliyah

"Aku tidak akan pergi jadi keluarlah!" ucap Devan tegas. "Atau....."

Devan sengaja menjeda ucapannya.

"Aku menarikmu keluar."

Sialan brengsek! - Aliyah.

Aliyah yang memang sudah tidak tahan akhirnya keluar dari dalam air. Dia mengambil nafas banyak-banyak untuk mengganti udara di paru-parunya yang sudah kosong. kurasa!

Aliyah melirik sengit Devan.

"Dasar tidak peka!" gumamnya Mengusap wajahnya dengan tangan. Gelang elektrik yang Dokter Ana berikan terlihat masih terpasang ditangannya.

Devan tersenyum misterius. Dia berdiri dan berjalan meninggalkan Aliyah dengan senyum mengejek.

Aliyah kesal dan memukul air hingga memercik kemana-mana.

Aliyah mengganti baju yang sudah disiapkan untuknya. Dia menatap pantulan diri dikaca. Dia menghela nafas berat nya.

"Hidupku memang berat." ratapnya pasrah pada nasib.

"Nona waktunya makan Malam." ucap seorang pelayan yang baru saja masuj kedalam kamarnya

"Baiklah!"

"Mari ikut dengan saya." pelayan wanita itu mengangkat tangannya mempersilahkan. Mereka berjalan keluar kamar. menuju ruang makan.

"Siapa namamu?" tanya Aliyah melihat kearah pelayan wanita.

"Hana Nona."

"Namamu bagus. Aku Aliyah."

"Saya tau nona, saya melayani anda."

"Berapa umurmu?"

"20 tahun."

"Aaaaa...." Aliyah tidak bertanya lagi.

Dia lebih tua dariku. - batin Aliyah.

"Apa kamu sudah lama bekerja disini?"

"Baru satu tahun Nona."

"Oh begitu."

Akhirnya mereka sampai diruang makan. Devan sudah menunggu disana. Dia sedang berbincang dengan seorang pria yang sepertinya seumuran dengannya. Saat Aliyah sudah disana mereka agak menjaga jarak.

"Duduklah."

Aliyah menarik kursi yang agak jauh hendak duduk.

"Bukan disana!"

Aliyah yang sudah membungkuk hendak duduk itu mendadak berhenti mendengar ucapan Devan. Dia meliriknya.

Devan menunjuk kursi disebelahnya dengan kepalanya.

Aliyah melihat pria yang berdiri disamping Devan. lalu melirik beberapa pelayan yang terlihat berdiri saja tak jauh dari meja.

Aliyah tertawa jengkel. Namun dia menurut saja. Dia duduk disamping Devan. Aliyah mengambil piring mengisinya dengan roti sanwicht dan burger. Aliyah memegang burher dengan kedua tangannya mendekatkannya kemulutnya hendak menggigit.

"Ambilkan makan malamku."

Aliyah berhenti. Dia menoleh kearah Devan. Melihat pria itu sembentar lalu hendak menggigit lagi yang tadi terjeda.

"Ambilkan makan malamku." ucap Devan lagi.

"Apa kamu menyuruhku Malaikat Maut?"

Devan melirik dingin padanya.

DEEGG!!

Ada apa ini? Kenapa aku jadi takut?

"Ambilkan makan malamku!" dengan senyum tipis.

Apa? Dia punya banyak pelayan kenapa mesti menyuruhku?

Aliyah melihat ke sekeliling, orang-orang itu tampak tak bergeming.

Ada apa ini? Jadi aku benar-benar harus mengambilkannya?

Aliyah membuang nafasnya kesal. Lalu mengambil beberapa sanwicht dan meletakkannya ke piring Devan.

"Silahkan tuan muda." dengan nada pelan namun terselip hinaan.

Aliyah kembali hendak makan burgernya,

"Air."

Sialan! Dia sengaja? - Aliyah

Aliyah mengambilkan air dan meletakkannya di samping Devan dengan sedikit kasar karena marah.

"Kenapa menyuruhku? Apa kau pikir aku istrimu?"

Devan menatap Aliyah dengan senyuman licik.

"Benar! Sebentar lagi kamu jadi istriku jadi bersiaplah."

"Apaa??" Langsung terduduk lemas.

Hingga makan malam usai, dan kembali kekamarnya, Aliyah masih merasa kosong. Dalam otaknya ucapan Devan terus terputar bagai rekaman

"Sebentar lagi kamu jadi istriku jadi bersiaplah."

"Sebentar lagi kamu jadi istriku jadi bersiaplah."

"Sebentar lagi kamu jadi istriku jadi bersiaplah."

"Sebentar lagi kamu jadi istriku jadi bersiaplah."

"Haaaaiiiissshhh! Sialan!"umpat Aliyah memukul dan menendang udara.

"Aku harus meminta penjelasan darinya."

Aliyah berjalan menuju pintu belum sempat hendel dia sentuh, pintu sudah dibuka dari luar. Aliyah terlonjak kaget hingga mundur kebelakang dan duduk terjerembab.

Aliyah menatap arah pintu yang terbuka. Devan berdiri diambang pintu dengan seorang pria yang tadi bersamanya di meja makan.

"Apa yang kamu lakukan disitu?" ucap Devan melihat aneh pada Aliyah yang terduduk dilantai.

"A-aku...."

"Berdiri!" Devan melangkah menuju sofa kamar Aliyah di ikuti oleh pria disampingnya.

Aliyah berdiri dan mengikutinya. Devan duduk disofa, pria yang mengikutinya berdiri dibelakang sofa tak jauh dari Devan. Dan Aliyah berdiri didepan Devan.

"Duduk!" Devan menarik tangan Aliyah hingga terduduk dipangkuan Devan.

"Aku menyuruhmu duduk! Kenapa malah duduk dipangkuanku?"ucap Devan tajam.

"Astaga! Ini karena kau menarikku malaikat maut!" Aliyah mengangkat tubuhnya hendak berpindah dari pangkuan Devan. Tapi tangan lelaki itu justru menekan tubuhnya hingga Aliyah tak bisa beranjak.

Aliyah tertawa ngeri

"Ahahahah... Tuaaannnn..." dengan nada memelas.

"Kim! Jelaskan!"

Aliyah pasrah terduduk lesu diatas pangkuan Devan.

"saya Kim. Panggil saja sekertaris Kim."

Sekertaris kim menyerahkan selembar kertas pada Angga yang lalu menerimanya.

"Apa ini?"

"itu adalah perjanjian pra nikah."

"Ahahaha... Apa?" Angga tergelak, "Apa? Kenapa aku harus menikah?"

".... Dengan nya?" menunjuk Devan.

"Sebenarnya ini untuk melindungi anda Nona."

Aliyah semakin tergelak.

"Ahahaha... melindungi? Dari apa?"

Devan tersenyum tipis.

"Kau ingat peristiwa dirumah Marry?"

Aliyah menoleh menatap wajah Devan.

DEG! Dia tampan sekali walau ekspresinya menyebalkan!

"bibi Marry?"

Aliyah langsung teringat adegan dimana dia terbangun melihat mayat bergelimpung masuk kedapur, mendapati bibi Mary membawa pistol, Devan yang sedang bertarung dan dia menembak seorang pria berkepala prontos yang mengacungkan senjatanya kearah Devan.

Hhhuuuuhhhh.... wajah Aliyah langsung pias.

Devan tersenyum licik.

"Pria yang kau tembak itu adalah ketua gangster."

"Apa?"

"Dan kau jadi buronan mereka sekarang."

"Apa?"

Wajah Aliyah pias, pikirannya makin tak jlas. percampuran antara tak percaya dan syookk.

Bohong kan? dia pasti bohong kan? Tak mungkin hidupku se drama ini. Aku hamil diusia smuda ini lalu aku jadi buronan karna membunuh seorang ketua gangster. Dan menikah dengan pria tampan yang menyebalkan ini? Ooohh tuhan! hidupku...

Devan tersenyum lagi, senyum puas.

"Jadi kau harus menikah denganku agar aku bisa melindungimu."

Aliyah tersentak.

"Tapi aku menembaknya karena dia akan menembakmu."Aliyah masih mencoba mengumpulkan kesadarannya,

"dan aku mengira itu mimpi."bergumam pelan.

"Benar! karena itu sekarang aku harus membalas budi."

Aliyah tersentak lagi.

"Apa?"Aliyah berdiri dan agak menjauh.

"Membalas budi? dengan menikahiku?"

"Yaa, Siapa yang mau menikahi wanita hamil yang jadi buronan gangster?" tentu saja dengan senyum tipis yang menghina.

ucapannya terselip hinaan. Aku tau dia menghinaku!

"Siapa yang mau percaya dengan omong kosongmu itu?"ketus Aliyah

"Hanya anak kecil yang mau percaya cerita racauanmu itu."lanjutnya lagi masih dengan kekesalan yang meluap.

"Kau pasti sangat tergila-gila padaku sampai mengarang cerita seperti itu. Huuuuuhhh...."

Devan tersenyum lucu.

"Kau boleh kembali kerumah Marry jika mau. Aku tidak akan menahanmu."

"Tuan..." ucapan kim terhenti melihat Devan mengangkat tangannya agar Kim diam.

"Tentu saja! Untuk apa aku disini?"Ketus Aliyah nyolot.

Devan mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Kau pasti membutuhkannya diluar sana." masih dengan senyum tipis yang menghina.

"Aku tidak butuh." ketus Aliyah dengan mata mendelik.

Aliyah melangkah hendak keluar. Lalu berhenti memejamkan mata dan mengatupkan mulutnya menahan kesal dan malu sadar bahwa dia tak memiliki uang sepeserpun. Dia lalu berbalik menatap Devan dengan mata permusuhan dan berjalan mendekati Devan yang masih mengulurkan tangan. Dia menyaut uang ditangan Devan.

"Akan kuambil uangmu! Kuanggap ini sebagai balas budi." kesalnya.

Devan tersenyum misterius. Melihat Aliyah yang menjauh dan keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu.

"Tuan! Ini berbahaya. jika kita biarkan dia berkeliaran seorang diri...." wajah Kim terlihat sedikit kuwatir.

"Biarkan saja. Dia harus merasakan ancaman diluar sana agar tidak berfikir untuk kabur lagi.."

_____€€€€_____

Readers kasih dukungan buat Othor biar semangat up ya..

Like

Vote

komen

fav

dan Gift

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!