Wana adalah wanita berusia 21 tahun. Saat ini berkuliah di Universitas Swasta terkenal di Jakarta Barat, Fakultas Ekonomi.
Prestasinya di kampus menurutnya biasa-biasa saja, IPKnya juga pas-pasan, yang penting sesuai target dengan program beasiswanya yaitu diatas tiga. Walau begitu, dia juga partime sebagai Asdos (Asisten Dosen) untuk perkuliahan Manajemen Keuangan.
Dan ia dalam kondisi bosan dengan hidupnya.
Karena, ya itu tadi, menurutnya hidupnya terlalu standar.
Usia 21 tahun seharusnya sudah melanglang buana keluar negeri dan mencoba berbagai hal menarik, bukan?!
"Hah? Biasa? Orang macam lo, lo bilang biasa?! Apalagi yang harus lo ubah?!" dengan emosi Gwen menggebrak meja kantin di Fakultas Teknik saat mendengar keluhan Wana yang keukeuh bilang 'hidupnya biasa-biasa saja dan butuh adrenalin'. Walaupun sebenarnya Fakultas Ekonomi jugga memiliki kantin sendiri, tapi kantin di Fakultas Teknik banyak cowok smart dan estetik berseliweran, jadi mereka suka makan di sana.
"Gue gini-gini aja," keluh Wana.
"Apanya yang 'gini-gini' aja?! Mau nyoba hal gila apa lagi lo?! Sampe jantungan gue tiap hari kalo lo mulai bilang : kayaknya gue butuh refreshing bla bla bla, Nih! Ada daftarnya!" Gwen meletakkan sebuah binder dan membukanya.
Binder itu memperlihatkan daftar hal gila yang pernah dilakukan Wana selama ini.
Wana dengan merengut membacanya.
Ke Kalimantan mencari lokasi Kota Saranjana.
Foto kayang di Goa Jomblang, tepat di bawah sinaran 'cahaya surga'nya.
Nawarin cilok ke Mark Zukerberg, lewat email (belum ada tanggapan).
Meminta Bobi, kucingnya Pak Prabowo Subianto untuk menginap di kosan selama seminggu (juga belum ada tanggapan).
Piknik di halaman rumah sakit Arjawinangun, Cirebon (tentunya siang hari. Fyi, ini rumah sakit angker dan terbengkalai.) - habis itu demam tiga hari, sih.
Berdiri gaya Titanic di atap gedung kampus (sempat dipanggilin Damkar, dikira mau bundir).
Naik ke Gunung Lawu, khusus untuk makan di Puncak Lawu, warung Mbok Yem (berakhir dengan dirawat seminggu di RS karena hipotermia dan kaca hape retak).
"Yang ini targetnya untuk jangka panjang, say," Wana berbinar menatap Gwen.
"Ja-jangka panjang?" Gwen panik sampai tergagap. Kalau Wana bilang untuk jangka panjang, pasti akan super duper menyulitkan.
"Iya," Wana menaik-naikan alisnya.
"Dan itu adalaaaaaaah?" gumam Gwen.
"Gue pingin berburu Sugar Daddy," Wana menyeringai.
Gwen ternganga.
"Tapi, gue pingin tetap perawan, gimana? Brilian kan?!"
Mulut Gwen menganga semakin lebar.
"Kalau... Lo udah dapet terus mereka minta, gimana?!" desis Gwen.
"Gue kabur," sahut Wana.
"Emang segampang itu kabur?!"
"Nggak tau, cuma bisa rencanain sampai situ sih,"
"Gila lo! Lo tau nggak sih yang disebut Sugar Daddy tuh apa?! Konglomerat Cuy!"
"Lah iya, emang begitu kan?"
"Dan lo tau apa yang bisa di lakukan oleh para konglomerat?! Merubah tatanan dunia! Mau lari kemana pun lo bakalan kekejar! Belum gaya hidup mereka yang nyeleneh dan... Fetish mereka yang aneh-aneh," Gwen begidik.
"Tapi gue pingin kayak Stela, punya tas branded dan parfum 6 juta,"
"Parfum 6 juta? Parfum apa'an harga bisa semahal itu? Dari kulit manusia kah?! Parfum gue aja beli di Indoapril 20ribuan!"
"Stela punya Birkin yang harganya semilyar,"
"Terus lo mau, begitu? Kalo udah punya mau diapain? Lo bawa ke kampus, lo isi pake buku statistik, pensil 2B mekanik, binder file, teh kotak ama roti di dalemnya? Gitu?!"
"Kalo ada yang ngasih ya mau lah," Wana menyeringai. "Dan lagi, gue udah punya modal dasar,"
"Apa?"
"Ini," Wana mengguncangkan dadanya yang berukuran cup C.
Gwen sampai mmemicingkan mata merasa iri sekaligus sinis.
"Bukan cuma itu doang modal lo buat deketin bapak-bapak bergula!"
"Iya, makanya ..." Wana menatap Gwen dengan berbinar.
Gwen langsung mundur karena merasakan firasat buruk.
"A-apa?" gagap cewek itu.
"Gue butuh mutihin kulit, ke salon, ke spa, manicure, pilates, yoga, make up cetar,"
"Terus?"
"Pinjem duit lo dong, 50 juta,"
"Hah?"
Dan begitulah awal mula hal gila ini terjadi.
Obsesi aneh Nirwana alias Wana.
Mengejar Sugar Daddy.
Berikut akan dibahas satu-satu trik dan tipsnya.
*
*
*
"Berapa?!" kakak Wana, Nirmala, tertegun saat Wana bicara dengannya sore itu.
Wana khusus mendatangi Nirmala di kantor untuk meminta ...
"100juta untuk operasi hidung dan filler bibir?! Untuk apa Wana?!"
"Untuk cantik, kak," desis Wana.
"Memang kurang cantik apa kamu? Hidung kamu kan sudah mancung," desis Nirmala.
"Hidungku agak besar dan bengkok, aku juga pingin bikin kelopak mata biar mata tampak lebih besar,"
"Kamu konyol banget deh,"
"Aku kan nggak secantik kakak, aku butuh untuk meningkatkan kepercayaan diriku. Plis kaaaak, Aku akan kembalikan uang kakak bertahap, tapi tunggu aku kerja dulu," Wana merajuk setengah mati.
"Bukan masalah itu, Wana, buat apa sebenarnya uang sebanyak itu?! Kalau bahannya tidak cocok dan dokternya tidak bersertifikat, muka kamu bisa mleyot!"
"Kalau begitu 200juta deh biar aku ke dokter yang lebih terpercaya,"
"Ya duit sebesar itu mana ada," gerutu Nirmala.
"Hum... Terus gimana dong? Aku jadi nggak semangat kuliah nih,"
"Heeey! Awas kamu ulur waktu ya, beasiswa kamu bisa hangus!"
"Aku pingin cantik kaaaak, masa kakak nggak ngertin akuuu, uhuk!" Wana mulai melancarkan aksi berikutnya, extra nangis terisak.
Sesuatu yang membuat Nirmala lemah, adalah saat harus berhadapan dengan adiknya yang kalau punya keinginan tidak bisa ditolak.
"Kakak sih enak udah cantik, karier lancar, Mas Jaka kayaknya juga sayang banget tuh sama kakak," gerutu Wana saat melihat cincin berlian di jari manis Nirmala.
Nirmala menurunkan tangannya ke bawah meja sambil mencibir. "Bukan masalah cantiknya, tapi masalah kecocokan," padahal cincin itu Nirmala beli sendiri. Sengaja ia letakkan di jari manis agar kesannya Jaka yang membelikan. Hal itu ia lakukan agar Jaka tidak kehilangan muka saat mereka bertemu teman-teman, karena Jaka seorang pengangguran.
Nirmala berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa suaminya, Jaka, dikabarkan berselingkuh dengan wanita yang ia kenal saat clubing di sebuah club di Jakarta Selatan.
Nirmala belum mengkonfirmasi gosip tersebut karena ia masih percaya bahwa Jaka, pria yang dinikahinya selama 9 tahun lamanya, setia padanya seperti Nirmala setia pada Jaka.
"Siapa tahu kalau aku cantik, aku bisa dapat pacar juga," gumam Wana. "Aku ini jomblo seumur hidup loh kak, Masa nggak kasihan sama aku?! Kalau Mama di surga tahu, dia juga bakalan kasihan sama aku juga kali,"
"Astaga," Nirmala menghela napas.
Dan akhirnya menyerahlah Nirmala terhadap kelakuan adiknya itu. Ia transfer 100juta untuk biaya kecantikan, tanpa Nirmala tahu kalau uang sebesar itu akan digunakan untuk sesuatu yang nyeleneh.
*
*
Wana tersenyum melihat resi ATMnya. 150juta ada di rekeningnya.
Sambil berjalan ke ruangan dosen, ia merencanakan akan mencari referensi dokter bedah plastik untuk memperbaiki hidungnya agar lebih tipis dan proporsional.
Apa aku harus ke luar negeri untuk dapat dokter yang berpengalaman?
Sakit tidak ya operasi itu?
Berapa lama pemulihannya?
Berapa biayanya?
Hal-hal itu berputar di otak Wana.
Sampai ia tiba di ruangan dosen Manajemen Keuangan dan mengetuk pintunya.
*
*
"Itu apa bu?" tanya Wana saat melihat sebuah undangan di atas meja Bu Catur, Dosen Manajemen Keuangan. Mereka berdua sedang berdiskusi masalah silabus dan apa saja yang harus Wana ajarkan kepada mahasiswa yang mengikuti asistensi Manajemen Keuangan, dimana Wana adalah salah satu pengajarnya.
"Oh itu, undangan peluncuran saham baru dari PT. Opal Persada. Suami saya salah satu investor," jawab Bu Catur.
"Hem, apa aja yang dilakukan saat acara itu bu? Jual beli saham?"
"Bukan sih, lebih ke penjelasan kenapa saham itu layak kami beli. Juga bagaimana prospek ke depannya dengan proyek-proyek yang sedang mereka tangani," Bu Catur sedang fokus ke layar komputer sambil menjelaskannya ke Wana. "Tapi sayang sekali, saya dan suami berhalangan hadir. Kami sudah beli beberapa puluh slot sih dari kemarin, jadi sepertinya tidak masalah kalau kami tidak datang,"
Acaranya para investor, acara pengusaha.
Pasti yang datang adalah... Para konglomerat. Bisa jadi ada sugar daddy yang kecantol kan?!
"Apa acaranya bisa saya wakilkan untuk datang bu? Sekalian belajar saham untuk masa depan," tanya Wana kemudian dengan tersenyum licik.
Tips 1 : Hadiri acara dimana para pengusaha berkumpul.
Trik :
Cari acara terbuka yang memungkinkan khalayak umum bisa datang,
Belajar dan cari info mengenai hal-hal yang berhubungan dengan acara itu dari internet, hapalkan diluar kepala.
Jangan salah kostum!
Berlagak seakan kamu tidak mencari mangsa, kalau tidak dapat target, setidaknya kamu bisa menikmati snack yang dihidangkan.
Astaga
Acaranya super duper membosankan. Untung saja tak ada yang mengenalnya, ia bisa menikmati minuman manis dengan alkohol di pojokan ruangan dekat sound sistem.
Diadakan di ballroom, dengan lampu gemerlap dan pidato dari para pemegang saham yang durasinya panjang, serasa mau meninggoi.
Eh, jangan sampai meninggal juga sih.
Beberapa orang tersenyum padanya, karena terpikat kecantikannya, terutama belahan dadanya yang menantang.
Wana mengenalkan dirinya sebagai anak dari investor sesuai undangan karena orangtuanya tidak bisa hadir.
Setelah itu ia pamit dan kabur ke pojokan yang lain keburu ditanya hal aneh.
Apalagi waktu pidato, ia berkali-kali menahan kuap karena tidak mengerti sama sekali.
Mereka menyebutkan bahasa-bahasa trading yang bagaikan bahasa negara lain.
Apa itu IPO? Auto Reject Atas? Fluktuatif?
"Bagger? Pembawa Tas?!" tak sadar Wana bergumam sendiri.
"Bagger artinya keuntungan ratusan persen,"
Sebuah suara dalam dan rendah mengagetkan Wana.
Spontan Wana menoleh ke arah suara, ke samping belakangnya.
Sosok itu menggunakan jas hitam dan tinggi. Hana sampai mendongak untuk melihat wajahnya.
Janggut panjang putih dan rambut keperakan disisir rapi kebelakang.
Wajahnya memandang sendu ke arah Wana, namun terlihat dia meremehkan sekaligus penasaran dengan Wana.
Siapa? Wana membatin sambil mengernyit.
Gila, auranya kenapa berubah mencekam begini?! Pikir Wana kemudian.
"Kamu bukan investor," begitu tembak pria itu.
Yah, sudah pasti bukan.
"Saya mewakili orang tua saya menghadiri acara ini," sahut Wana sambil tetap tersenyum.
"Dengan pengetahuan secetek itu, apa bisa kamu melaporkan kembali isi acara ke orang tua kamu?"
"Sekarang kan ada teknologi video, Om,"
"Coba lihat rekamannya?"
Wana mencibir.
Ia tidak merekam apa pun karena sibuk bergerilya mencari Sugar Daddy.
"Apa tujuan kamu ke sini?" Pria itu menyelidik.
"Perlukah saya diusir keluar? Saya memegang undangan yang bisa dikonfirmasi ke pemiliknya," tantang Hana.
Pria itu memiringkan kepalanya sambil tersenyum licik.
Ia mengamati penampilan Wana.
Cantik,
Berlian di kegelapan,
Lekuk tubuh menggoda dan tampilan eksklusif.
"Kamu lebih cocok menjadi escort dibanding tamu undangan," sahut Pria itu.
Wana diam.
Escort itu apa?
Itu maksudnya pujian atau hinaan?
Duh, bahasanya tingkat tinggi!
Wana tampak berpikir.
"Pendamping kamu siapa?" tanya pria itu.
"Saya sendiri ke sini,"
"Tanpa pengetahuan apa pun?"
"Saya sedang belajar, juga sebagai motivasi diri," Wana mengangkat bahunya.
Pede saja,
Toh, mereka tidak saling kenal.
Batin Wana.
Tapi pandangan pria itu, menusuk. Wana sampai mengelus kedua lengannya karena merinding.
Tiba saatnya host memanggil suatu nama dan pria itu berjalan dengan percaya diri menuju ke podium.
Wana ternganga.
Ia baru saja berbicara dengan pemilik perusahaan besar.
Tapi kenapa nada suaranya terkesan menghina Wana ya, nyelekit dan membuat gadis itu kesal. Seharusnya pria itu tidak boleh bersikap seperti itu. Semua tamu yang datang ke acara ini adalah prospek bagi kelangsungan usahanya.
Dengan menghela napas kesal, Wana pun mundur untuk berjalan menuju kamar mandi.
*
*
Poles lipstik sekali, periksa bulu mata, periksa eyeliner.
Lalu penampilannya.
Belum terlalu sempurna, ia harus lebih berlekuk lagi, lebih kurus beberapa kilo lagi, agar dadanya terlihat membumbung.
Sepertinya harus perawatan rambut juga agar lebih lembut dan bersinar.
Tepat saat menaikkan posisi branya agar belahan dadanya bisa lebih menantang, seorang gadis masuk ke toilet sambil menelpon.
"Iya, dia siapa? Kelihatannya kaya, tapi gue nggak tau dia udah punya istri ato belom. Dia bilang kerja di Amethys, Direktur IT katanya. Namanya Frans, coba lo cari info," gumam gadis itu sambil menelpon.
Wana meliriknya, penasaran.
Lalu gadis di depannya itu mengibaskan rambutnya. Wangi semerbak parfum mahal langsung menggelitik hidung Wana. Dilihat dari penampilannya, tampaknya lebih muda dari Wana. Posturnya tidak terlalu tinggi, dan dadanya tidak besar. Tapi bagian bokongnya lumayan menonjol dan wajahnya khas penggoda. Tatapan mata sayunya yang tajam dan berkilat jelas menggambarkan kalau gadis di depan Wana adalah seorang profesional.
"Oh, dia baru bercerai? Sip! Tengkyu infonya," dan gadis itu menutup teleponnya dengan mata berbinar. Senyum riang tersungging di wajahnya.
Tapi senyumnya langsung menghilang saat melihat Wana sedang mengamatinya.
"Apa, Mbak? Ada yang salah?" tanyanya ke Wana dengan sedikit sewot.
"Eh?" Wana salah tingkah karena kepergok, "Ng-Nggak, nggak papa, cuma penasaran sama wangi parfum kamu,"
Gadis itu menatap Wana dari atas ke bawah, 2 kali.
"Oh, pemula ya," nada suaranya terkesan meremehkan Wana.
Wana mencibir. Segitunya terlihat kalau dia memang baru saja menjajaki 'perburuan' ini ya?!
"Kalau dengan penampilan begini, terlalu kaku, Nggak bakalan dapet apa-apa di sini, Mbak, malah dikiranya waitress," gadis itu langsung menembak Wana tepat di jantung.
"Eh? Benarkah?" Wana reflek menatap penampilannya dari atas ke bawah. Padahal ini gaun terseksi yang ia punya.
"Karena aku udah dapat target, jadi aku lagi senang. Nih aku kasih tau,"
Tips 2 :
Berpenampilan yang pantas, tapi jelas-jelas memberikan kode kalau sedang mencari pendamping kayaraya.
Trik :
Parfum Thierry Mugler yang botolnya bintang. Jangan cari yang KW, cari yang asli karena wanginya bisa sampai ke depan lobi.
Jangan pakai gaun berlengan.
Pakai highheels warna mencolok. Warna pastel hanya untuk wanita yang bersuami.
Rambut harus (wajib) panjang melebihi dada.
Pakai korset agar bagian bokong lebih bervolume. Kalau urusan dada, optional. Lebih flat lebih baik karena dikira masih daun muda.
Wana bengong mendengar penjelasan gadis di depannya ini. Extension rambut pun segera ia tambahkan ke daftar belanjanya.
"Makasih banyak, suhuuu," desis Wana menyerah kalah.
Gadis itu menyeringai senang, "Oh iya, namaku Marisa,"
"Aku Nirwana, panggil saja Wana. Kita bisa tetap keep in touch,"
"Oke, berapa nomor kamu?"
Ternyata jalan menuju ke arah kekayaan masih panjang.
*
*
Kembali ke acara, Wana mengamati Marisa yang dengan luwes menghampiri seorang pria yang tampaknya sudah berusia lanjut. Gaya Marisa tidak manja, tidak juga sok rame, tapi ramah dan fun.
Tidak heran walaupun Marisa tidak terlalu cantik, langsung jadi pusat perhatian. Caranya menatap juga langsung ke arah target. Fokus dan memikat.
Astaga, ilmu gue masih cetek! Umpat Wana. Tapi ia merasa bersemangat untuk memperbaiki yang belum sesuai.
Lalu ia duduk di salah satu kursi di bagian belakang sambil ngemil kue coklat dan menatap kosong ke ballroom yang sedang menampilkan live performance dari artis dalam negeri.
Bagaimana aku bisa menjadi Sugar Baby tanpa ada adegan seksual? Hanya jadi teman bicara, pendamping, teman hangout. Berarti harus bisa berpandangan luas dan bisa diajak berdiskusi, apapun topiknya. Nggak cuma modal cantik.
Kalau jenis Marisa mungkin sudah full paket.
Wana tidak ingin yang seperti itu. Ia harus lebih berkualitas, dan tidak menjual prostitusi.
"Gimana? Sudah menyerap ilmu sampai dimana? Mumet nggak?" pertanyaan bertubi-tubi datang dari arah sampingnya.
Pria silver itu lagi! Ish! Batin Wana merasa kesal. Ia tidak suka direndahkan seperti nada suara pria itu.
"Lumayan," desis Wana jutek. Ia sedang down, ia tidak ingin berbicara dengan siapa pun.
"Oh, ini sih sudah error," kekeh pria itu.
"Terserahlah," Wana beranjak, berencana mau pulang saja. "Yang jelas yang namanya saham itu tergantung ekonomi negara, jadi harus punya uang banyak. Kalau ekonomi pas-pasan seperti saya lebih baik investasi emas, lebih aman,"
Wana berjalan melewati pria itu.
Tapi langkahnya terhenti karena pria itu menahan lengannya.
Wana mengernyit.
"Jangan sentuh," Wana menarik lengannya.
"Sori," gumam pria itu. "Tadinya saya pikir kamu sugar baby yang berkeliaran mencari mangsa, seperti..." pandangan pria itu ke arah Marisa.
Ya memang iya, sih. Bedanya, Wana baru belajar.
"Saya pulang dulu, terlalu banyak informasi masuk otak saya, pusing," gumam Wana.
"Kamu bawa kendaraan?"
"Naik taksi online,"
"Saya antar saja bagaimana? Untuk permohonan maaf,"
Wana mengernyit curiga. "Saya tidak suka semobil dengan orang asing," Dan berjalan berlalu ke arah lobi.
Sambil menatap sosok Wana yang keluar melenggang, pria itu bergumam,
"Taksi online kan juga orang asing, gimana sih?!"
Wana ... Wana ...
Kenapa kau begitu terobsesi dengan kekayaan? Apa tidak bisa kau lulus kuliah lebih cepat, dengan IPK cum laude dan mencari pekerjaan bonafit?
Yah, gampang diucapkan. Tapi inilah yang membuat Wana begitu ingin meraih kekayaan melalui jalan pintas.
Mari kita flashback sejenak ke masa saat pikiran Wana mulai teracuni.
*
*
Kampus ramai pagi itu. Entah kenapa hari Selasa adalah harinya jadwal padat dengan kurikulum yang mewajibkan membawa buku-buku besar dan semua quiz tumplek di hari itu. Dan sialnya, kebanyakan soal quiz, jawabannya ada di buku. Dan dosen jaman sekarang, memberi soal berbeda-beda kepada mahasiswanya. Alasannya, di dunia kerja, jobdesk pun berbeda-beda setiap individu.
Sialan, kan?!
Benar-benar menyebalkan.
Pada dasarnya, mahasiswa itu paling malas bawa buku. Selain jarang dibaca juga, harganya bisa buat makan 3 hari sekali selama 2 hari pakai nasi lauk telor balado. Mewah.
Buku ekonomi jaman sekarang juga menyebalkan, kalau mau berbuat curang dengan memfotokopinya, seringkali ada kalimat-kalimat yang tidak terdeteksi mesin fotokopi. Entah itu diwarnai biru atau hologram, dan itu klausula penting, untuk menghindari plagiat dan copy tanpa izin.
Dan biasanya metodenya soal quiz jawabannya ada di buku. Di jaman yang seharusnya sudah serba online, masih banyak kampus yang menggunakan textbook.
Mungkin karena para profesor sudah terlanjur menghabiskan banyak uang untuk biaya cetak, untuk balik modal dibuatlah wajib textbook. Bodo amat sama teknologi, paling tidak gue nggak rugi.
Ehm, Bercanda, deng!
Jadi mau nggak mau harus pinjam atau beli.
Tebalnya bisa 4 senti, bahkan ada yang tebalnya ngalah-ngalahin alkitab.
Padahal pas selesai quiz hanya berguna dijadikan bantal oleh mahasiswa yang kecapekan ujian, berbaring di tengah taman berpaving blok.
Wana pun demikian, di tas ransel putih kesayangannya, yang sudah ia gunakan sejak SMA, ada 4 buku tebal, dan di tangannya ada 2 buku lagi, dengan pertimbangan bahunya bisa bungkuk kalau semua dimasukan ke tas.
Saat sedang berjalan sambil memikirkan jadwal kuliah, dan hidupnya yang membosankan, disitulah ia melihat Stela.
Stela yang anggun dengan kaos putih bertuliskan merk Chanel, celana jeans Dior, dan sepatu Kets LV putih.
Tasnya, seperti biasa Birkin kulit buaya albino.
Dari kilauannya, jelas bukan KW. Wanita seperti Wana bisa membedakan antara buatan Mangga Dua dengan yang jelas-jelas dibeli di Pacific Place.
Seperti di tas itu bertengger ... khodam penglaris yang menyeringai ke arahnya. Dan berujar : cepetan kaya biar bisa beli gue Neng, ayooo cepeetaaan nggak rugi kooook, investasi masa depan looohhh
Kan kunyuk !
Ada dua cowok di belakang Stela membantu membawakan bukunya, setia mendampinginya dalam suka dan duka. Dua orang yang entah sudah dikasih apa saja oleh Stela, si Crazy Rich Sunter.
Maka, karena dari awal Wana sudah bersaing dengan Stela, dari sejak ospek Wana memberanikan diri untuk bertanya ke Kating kenapa Stela tidak berada di barisan junior dan malah duduk santai di barisan senior padahal jelas-jelas sekelas, Stela pun sinis padanya sejak itu.
Apalagi, hari kedua Ospek, Stela duduk santai dan Wana harus berjibaku dengan segala lumpur di area Bumi Perkemahan Cibubur, Wana mengguyurnya dengan air sungai agar bisa setara dengan junior lain.
Iya, Wana memang nyeleneh. Sudahlah, itu sudah tabiatnya.
Jadi, di hari itu, flashback sedikit mengenai penyebab kenapa Wana begitu ingin kaya dengan jalur khusus, adalah karena...
"Wah, si Eiger baru datang toh," ejek Stela.
Eiger adalah merk tas ransel kesayangan Wana. Made in Indonesia, multifungsi dan kualitasnya kuat, bisa dipakai sampai 10 tahun. Dan yang jelas, murah. (Bukan endorse, maaf, Author dulu pake tas kresek kalo ke kampus).
Kalau dibandingkan dengan Birkinnya Stela, bagaikan batu kali disandingkan dengan berlian.
Yang satu banyak dimana-mana namun lebih berguna dari batu manapun, bisa dijadikan bahan bangunan melindungi manusia dari teriknya panas dan dinginnya hujan,
Yang satunya mahal dan langka namun tidak terlalu berguna, bahkan kalau dijual lagi harganya jatuh.
Namun panggilan itu membuat Wana langsung meradang.
Dan lagi, Wana sebenarnya menyukai salah satu anak buah Stela.
Namanya Risman. Teman masa kecil Stela yang menurut Wana kiyut banget. Hidung mancung dan pandangan mata yang jenaka.
Saat itu Risman menatap penampilan Wana dari atas ke bawah, lalu tersenyun prihatin.
Astaga, malunya Wana!
Sialan si Stela...
Sambil merengut, Wana berjalan mendahului mereka sambil bilang :
"Buaya darat pake tas hasil ngulitin sodaranya sendiri, buaya putih,"
"Woy!! Dasar misqueen gada akhlak!!!" jerit Stela kesal.
Suara Stela misuh-misuh masih terdengar sampai Wana menghilang di balik belokan lorong.
Dan Wana sangat malu, sekaligus kesal, dan akhirnya ia pun melirik tas Eiger putihnya dengan sedih.
Dan duduk di lantai sambil mengusap air mata yang tiba-tiba saja jatuh ke pipinya.
*
*
Setelah pulang kuliah, Wana mendengarkan podcast salah satu youtuber, ia saat itu berada di dalam transjakarta menuju kosannya.
Si Youtuber sedang mengupas fenomena Sugar Baby yang marak di kalangan kampus.
Disana terdapat kata-kata, kalau Sugar Baby sedikit berbeda dengan prostitusi. Tidak hanya menjajakan tubuh, namun bisa hanya sebagai pendamping, teman curhat, teman tapi mesra, untuk menemani om-om kesepian.
Namun fenomena ini, sejak zaman dulu sebenarnya sudah marak. Hanya sebutannya saja yang berbeda.
Akhirnya Wana mencari artikel mengenai hal itu.
Sebuah tulisan dalam situs Reporter Herald menyatakan bahwa istilah Sugar Daddy sudah ada sejak tahun 1920an.
Sugar daddy sendiri merupakan slang atau julukan nggak resmi untuk laki-laki yang menawarkan uang dan hadiah kepada perempuan yang lebih muda.
Tujuannya, supaya laki-laki tersebut bisa selalu ditemani oleh perempuan pilihannya, bahkan bisa lebih intim.
Dan saat itu bagaikan ada lampu terang benderang menyinari otak Wana.
Tingg!!
Ini dia!! Begitu pikirnya.
Begitulah pembaca, awal mula Wana memiliki ide absurd ini.
*
*
Mari kita kembali ke masa sekarang,
Wana pun kembali ke kosan dengan tangan hampa, tanpa nomor telepon si Daddy dan tanpa semangat. Namun di otaknya terngiang-ngiang sosok Marisa.
Marisa menggunakan barang branded seperti milik Stela, namun tidak berlebihan. Otak Wana mulai berhitung.
Tips 3 :
Memakai barang berkualitas bisa menunjukan seberapa berkelasnya dirimu untuk di perhitungkan sebagai teman bicara. Tapi ingat hal penting, Jangan memakai barang seharga ratusan juta! Atau kau akan dianggap gold digger.
Trik :
Pilih barang branded versi middle class. Harganya jangan lebih dari 10juta.
Mix and match outfit sampai benar-benar menunjukan dirimu semanis karamel, tapi jangan terlalu gosong, bisa pahit malah.
Semakin sedikit memakai perhiasan, semakin baik, sekedar 1 cincin atau 1 gelang tak apa, yang penting usahakan ngebling.
JANGAN pilih perhiasan emas. BIG NO NO. Emas hanya untuk emak-emak kondangan.
Jangan memakai sekaligus perhiasan satu set! atau dirimu akan dianggap papan iklan toko mas berjalan.
Kalau dipikir modal jadi Sugar Baby tidak sebanyak perkiraan awal, yang penting wawasan Wana harus diperluas. Lain kali ia akan belajar dulu sebelum hunting.
Baiklah, saatnya mencari lagi acara-acara yang dibuka untuk umum yang kira-kira banyak bertebaran pengusaha.
Mungkin berikutnya... Grand Launching Pameran Properti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!