NovelToon NovelToon

Pembalasan Istri Yang Tersakiti

Gadis Berukuran XXL

Apa yang terlintas di pikiran kita saat mendengar kata cantik? Apakah mereka yang memiliki berat badan ideal, tinggi semampai, wajah yang tirus dan mulus, atau mereka yang menawan dengan atau tanpa make-up di wajahnya? Standar kecantikan itu relatif, bahkan tiap-tiap negara memiliki standar kecantikannya masing-masing.

Semua wanita di dunia ingin tampil cantik, begitu juga dengan seorang Kanaya Salsabila gadis berusia 25 tahun yang merasa Tuhan menciptakannya saat Dia sedang bersedih. Tidak ada yang bisa dia banggakan secara fisik. Dia adalah gadis yang memiliki bobot tubuh 89 kilogram. Gemuk membuat penampilannya sama sekali tidak menarik. Bahkan karena begitu gemuk, Kanaya harus kesusahan setiap kali membeli baju atau celana. Tidak hanya minimmya ketersediaan size pakaian dengan ukuran XXL. Akan tetapi, itulah yang dialami Kanaya.

Saat kecil, Kanaya memang tumbuh normal seperti anak seusianya. Akan tetapi, ketika memasuki masa pubertas dan terlalu banyak mengonsumsi makanan junk food (makanan yang mempunyai kalori tinggi tapi nilai gizinya sedikit alias minim atau sama sekali tidak ada nilai gizinya) membuat Kanaya mengalami kenaikan berat badan secara drastis. 

Suatu hari Ayahnya datang dan mengabarkan berita yang membuat Kanaya begitu shock. “Nay, kamu sudah dewasa. Apa kamu akan terus menerus hidup sendiri dan duduk di depan laptopmu saja?” tanya sang Ayah Harsa kepada Kanaya. Kebetulan Harsa adalah seorang Duda, selama belasan tahun Harsa memilih hidup sendiri untuk membesarkan Kanaya.

Kanaya yang adalah seorang penulis Novel Online di salah satu platform menulis novel itu tengah duduk di depan laptopnya yang berwarna putih. Dia menoleh saat Ayahnya rupanya memanggil dan bertanya kepadanya. “Eh Ayah … kenapa Yah? Naya suka dengan hidup Naya ini, Yah. Tanpa harus keluar dari rumah, tetapi Naya bisa menghasilkan pundi-pundi Rupiah dari rumah. Selain itu, Naya bisa menemani Ayah di rumah.” ucapnya sembari tersenyum nyengir kepada Ayahnya.

“Kamu sudah dewasa, Nay … sudah saatnya kamu memikirkan diri kamu sendiri. Kamu sudah berusia 25 tahun. Ayahmu ini sudah semakin tua, tidak akan bisa menjagamu terus. Jauh lebih baik apabila kamu mulai memikirkan pendamping hidup. Seseorang yang bisa menemani dan menjagamu, kalian bisa menua bersama.” ucap sang Ayah yang duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Kanaya.

Sekalipun sudah berusia 25 tahun, menikah adalah salah satu kata yang tidak ada di dalam kamus seorang Kanaya. Ada beberapa pertimbangan yang Kanaya pikirkan saat ini yaitu berat badannya. Seorang pria tentu memiliki pasangan yang cantik dan berpenampilan menarik, sementara dirinya adalah seorang gadis yang hanya mengenakan piyama rumahan yang dibuat dari cotton yang dingin dan berat badannya yang berlebih membuat Kanaya insecure terhadap dirinya sendiri.

Dengan cepat Kanaya menggelengkan kepalanya. “Naya gemuk seperti ini, Yah … mana ada cowok yang mau sama Naya.” ucap gadis dengan memasang wajah cemberut.

“Nay, dengarkan Ayah … tidak ada yang salah dengan kamu yang gemuk. Karena kamu adalah anak yang baik, pintar, kamu juga menyayangi Ayah. Tidak selamanya penampilan fisik kita dijadikan sebuah patokan.” ucap sang Ayah yang sangat tahu bahwa anaknya begitu insecure dengan dirinya sendiri.

Sementara Naya hanya tersenyum kecut. “Pria normal pasti menginginkan wanita yang cantik, berpenampilan menarik, modis. Sementara Naya tidak ada apa-apanya dibanding mereka.” jawab Naya dengan rasa rendah diri yang teramat sangat.

Melihat Kanaya yang begitu insecure, pelan-pelan Ayah Harsa menyampaikan maksud dan tujuannya kepada Kanaya. “Nay, ada lamaran datang buat kamu. Lamaran dari keluarga baik-baik yang sudah Ayah kenal sejak lama. Dari Om Jaya. Anaknya yang sulung, Darren Jaya Wardhana akan dijodohkan dengan kamu. Bagaimana apa kamu mau?” tanya sang Ayah dengan mata menyorot pada Kanaya yang terlihat acuh tak acuh.

“Jangan jodohkan Naya, Yah … Naya tidak ingin terlibat dengan perjodohan yang membuat Naya menderita pada akhirnya. Lagipula, Naya cukup ikhlas jika harus hidup selibat (tidak menikah seumur hidup).” jawab Naya perlahan.

Mendengar ucapan Kanaya yang memilih ingin hidup selibat, tentu sangat menyakitkan bagi Ayah Harsa. Baginya, Kanaya adalah putri satu-satunya. Sebagai seorang Ayah, dia juga ingin mengantar putri yang dia besarkan dengan tangannya sendiri untuk bersanding dengan pria yang meminang Kanaya. Dari sisi, Ayah Harsa menjadi paham bahwa Naya begitu insecure dengan penampilannya sendiri sehingga Naya menginginkan untuk hidup selibat.

“Jangan berbicara seperti itu, Nay … kamu berhak bahagia. Ayah yakin, Darren adalah pria yang baik. Om Jaya adalah teman Ayah sangat lama. Jika orang tuanya baik, anaknya tentu juga baik bukan?” tanya sang Ayah yang membuat Naya menghentikan jari jemarinya yang tengah mengetik di papan keyboard.

Kanaya menghela napasnya perlahan. “Belum tentu juga Ayah … ada juga anak yang tidak sebaik orang tuanya, atau sebaliknya. Sekarang itu semua itu menjamin, Yah.”

Ayah Harsa pun bangkit berdiri dan menegakkan punggungnya. “Coba dulu saja Nay … cita-cita Ayah sebelum Ayah meninggal adalah bisa melihatmu menikah. Bahagia dan memiliki keluarga baru. Itu sungguh cita-cita Ayah.”

...🍁🍁🍁...

Di sisi lain di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Konsultan Perencanaan di Ibukota, Jaya Wardhana tengah berbicara dengan putra sulungnya, Darren Jaya Wardhana.

“Ren, kamu sudah dewasa. Sebaiknya kamu segera menikah. Papa ingin sekali melihatmu menikah. Setelah kamu menikah, Papa akan memberikan seluruh perusahaan ini kepadamu.”

Tawaran yang sangat menggiurkan bagi seorang Darren. Mewarisi perusahaan yang cukup besar dan mendapatkan berbagai proyek di Nusantara tentu menjadi impian Darren. Jika syaratnya hanya menikah, maka Darren tidak akan keberatan.

“Benarkah Papa akan memberikan seluruh perusahaan ini kepada Darren? Siapa yang harus Darren nikahi, Pa?” tanya Darren dengan penuh antusias.

Papa Jaya akhirnya mengeluarkan sebuah foto dari penyimpanan di meja kerjanya. “Nikahi dia, Ren … gadis itu bernama Kanaya, berusia 25 tahun. Dia seorang penulis Novel online. Anak yang baik, pintar, dan berbakti kepada orang tua. Menikahlah dengannya dan semua yang Papa miliki sekarang ini akan Papa berikan kepadamu.” ucap Papa Jaya dengan sangat serius.

Perlahan tangan Darren terulur dan dia mengambil foto berukuran 4R itu dari atas meja Papanya. Betapa terkejutnya Darren saat melihat gadis yang berada di dalam foto itu. “Papa tidak bercanda? Papa ingin aku menikah kalkun seperti ini?” ucap Darren sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak percaya dengan gadis pilihan Papanya. Bukan gadis cantik, menawan, dan berpenampilan modis, Papanya justru memberikan sebuah foto seorang gadis gemuk yang di mata Darren sudah mirip dengan Kalkun. 

“Benar … dialah Kanaya. Menikahlah dengannya. Kanaya gadis yang baik.” ucap Papa Jaya.

Dengan cepat Darren menolak. “Mana bisa aku menikah gadis yang mukanya bakpao semua, Pa … dia bisa merusak reputasinya sebagai pengusaha muda terkenal di Ibukota.” ucap Darren dengan begitu sombongnya.

Tidak dipungkiri Darren adalah sosok yang tampan, penguasaha muda yang kompeten, memiliki badan yang menawan dengan biseps yang layaknya otot liat pada pahatan patung Yunani. Tidak mungkin, pria menawan sepertinya akan menikah gadis yang sama sekali tidak menarik.

“Aksesmu untuk mewarisi semua yang Papa miliki adalah dengan menikahi gadis itu, Ren. Tanpa menikahinya, Papa tidak akan mewariskan ini semua kepadamu. Papa akan berikan semua kekayaan Papa ini kepada adikmu, Gisella. Walaupun Papa tahu, Gisell tidak pernah tertarik dengan bisnis seperti ini. 

Darren memijit pelipisnya mendengar ancaman dari Papanya tersebut. “Kenapa Papa sangat menginginkan Darren untuk menikahi gadis itu?” tanya Darren dengan serius.

“Kanaya adalah gadis yang baik, Ren … dialah yang sudah menolong Papa, saat Papa nyaris tertabrak sepeda motor beberapa tahun yang lalu. Cara dia menolong Papa dan begitu tulus, Papa yakin dia adalah gadis yang baik.” ucap Papa Jaya dengan memutar kembali memori dalam otaknya bagaimana dulu Kanaya sudah menyelamatkannya dan Kanaya menolak semua wujud terima kasih yang Papa Jaya berikan.

...🍁🍁🍁...

Dear Pembaca Kesayanganku,

Bertemu kembali dalam Karya Terbaru Pembalasan Istri yang Tersakiti.

Jangan lupa tap suka ❤, like, komentar, dan vote setiap minggunya. Karya ini aku sertakan dalam event Mengubah Takdir Wanita. Mohon dukungannya ya... 💕

With All My Love,

Kirana🧡

Menikah dan Bercerai

Beberapa hari kemudian, Papa Jaya berniat mengajak Darren untuk berkunjung ke rumah Kanaya. Menurut Papa Jaya jauh lebih baik, apabila Darren dan Kanaya bertemu terlebih dahulu. Minimal bertemu satu kali ini sebelum pernikahan. Selain supaya mereka bisa mengenal terlebih dahulu dan tidak kaget jika harus langsung bertemu di pelaminan.

“Sepulang kerja, ikuti Papa ya ….” ucap Papa Jaya yang mendatangi kantor Darren.

“Kita mau kemana Pa?” tanya Darren dengan menghentikan sejenak aktivitasnya di depan meja kerjanya.

“Kita akan menemui Kanaya, minimal kalian bertemu dulu sekali. Setelah itu, kalian berdua bisa mengambil keputusan.” ucap Papa Jaya yang seolah tidak ingin adanya penolakan dari Darren.

Mendengar bahwa Papa Jaya akan mengajaknya untuk menemui Kanaya, tiba-tiba semangat Darren lenyap begitu saja. Dia ingin waktu berjalan lambat, sehingga tidak perlu menemui kalkun berukuran jumbo yang bernama Kanaya itu. Apakah Kanaya sepenting itu bagi Papa Jaya, hingga dia harus dijodohkan dengan gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. 

Darren mengacak rambutnya dengan kasar dan melepaskan pulpen yang semula berada di dalam genggamannya ke atas meja begitu saja.

“Aarghhh … lagipula kenapa Papa repot-repot menjodohkanku dengan Kalkun itu!” begitu frustasinya Darren harus menikahi gadis buruk rupa bernama Kanaya itu.

Waktu yang dinantikan pun tiba, Darren dan Papanya menuju salah satu perumahan di kawasan Ibukota guna menemui gadis bernama Kanaya. Darren kembali mengernyitkan keningnya karena perumahan yang mereka datangi bukanlah kawasan perumahan elit, melainkan perumahan yang sederhana dengan akses jalan yang tidak besar. Dalam benaknya, Darren berpikir bahwa Kanaya bukan gadis dari kalangan kelas atas.

Untuk apa Papa menjodohkanku dengan gadis yang berbeda kelas dariku?

Merepotkan saja! 

Tidak perlu menunggu lama, mobil Mercedez Bens S-Class berwarna putih itu berhenti di sebuah rumah dua lantai dengan warna cat abu-abu. Perlahan dua pria itu turun dari mobilnya dan mulai memasuki rumah dengan warna cat abu-abu tersebut. Tanpa menunggu lama, tangan Papa Jaya segera terulur guna mengetuk pintu rumah tersebut.

“Permisi ….” ucapnya sembari mengetuk pintu.

“Ya ….” terdengar sahutan dari dalam rumah.

Ayah Harsa lah yang membukakan pintu bagi dua pria yang bertamu ke rumahnya itu. Melihat bahwa yang datang adalah Pak Jaya dan putranya, Ayah Harsa pun tersenyum dan mempersilakan keduanya untuk masuk. “Mari silakan masuk Pak Jaya ….” sapanya dengan ramah dan mempersilakan keduanya untuk duduk di ruang tamu.

Pak Jaya pun menganggukkan kepalanya dan duduk di kursi sofa yang berada di ruang tamu itu. “Selamat sore Pak Harsa … maaf kalau kami datang tiba-tiba. Tentu Pak Harsa sudah mengenal kami, saya Jaya. Beberapa tahun yang lalu, Kanaya ppernah menolong saya saat saya nyaris tertabrak sepeda motor, dan dia adalah putra saya satu-satunya namanya Darren. Saya datang ingin bertemu dengan Kanaya. Begini Pak, saya ingin menjodohkan Kanaya dengan Darren.” ucap Pak Jaya secara langsung.

Tentu Ayah Harsa sangat tahu dengan maksud kedatangan pengusaha terkenal Ibukota itu ke rumahnya. Namun, Ayah Harsa pun seketika ragu, karena beberapa hari sebelumnya Kanaya pernah menolak untuk menikah. Kanaya ingin hidup selibat. Memikirkan bagaimana respons Kanaya tiba-tiba saja Ayah Harsa batuk-batuk dan memegangi dadanya yang seketika terasa nyeri. Bahkan Ayah Harsa berteriak memanggil Naya dengan satu tangan yang memegangi dadanya.

“Nay … Naya … tolong Ayah, Nay.” ucap pria paruh baya itu.

Kanaya yang berada di lantai dua, tergopoh-gopoh turun dari kamarnya. Berat badan 89 kilogram yang membuatnya langkahnya terasa berat tidak memungkinkan bagi Kanaya untuk berlari cepat. Jika dalam bahaya, gajah bisa berlari dengan sangat cepat tetapi tidak untuk Kanaya. Tetap saja Kanaya bergerak lambat. 

“Ayah … Ayah kenapa Yah?” ucap Kanaya dengan panik.

“Kanaya, ini Om Jaya … kami datang dan Ayah kamu tiba-tiba saja batuk-batuk dan memegangi dadanya. Ayo sebaiknya kita membawa Ayah kamu ke rumah sakit.” ucap Pak Jaya yang berusaha menapah Ayah Harsa dengan Darren.

Air mata Kanaya luruh seketika, Ayahnya semula sehat, tiba-tiba saja mejadi sakit seperti ini. “Yah, tolong bersabar Yah … sebentar lagi kita akan sampai di Rumah Sakit.” ucap Kanaya sembari memegangi tangan Ayahnya.

Beruntunglah suasana jalanan di Ibukota tidak macet sore itu, sehingga dengan cepat mereka telah tiba di Rumah Sakit. Dengan kekuasaan dan nama besar Jaya Wardhana, Ayah Harsa langsung menerima perawatan terbaik di Rumah Sakit Swasta itu. Sementara Kanaya menangis menunggu di luar ruang perawatan Ayahnya.

“Kanaya … Dokter pasti akan berusaha dengan maksimal.” ucap Papa Jaya semabri menepuk bahu Kanaya.

Sementara Kanaya masih menangis sesegukan dan berharap Ayahnya bisa selamat dan tidak ada penyakit serius. “Kenapa Ayah saya bisa tiba-tiba sakit Om?” tanyanya perlahan kepada Om Jaya.

“Sebelumnya Om Jaya minta maaf … kami datang ingin melamarmu, Nay. Om menyatakan maksud dan tujuan kedatangan kami untuk melamarmu supaya menikah dengan putra Om satu-satunya, Darren.” tangan Om Jaya terulur menunjuk pada Darren yang ikut berdiri di luar ruangan itu dengan acuh tak acuh.

“Menikahlah dengan Darren, Nay … Om yakin bahwa kamu adalah gadis yang baik. Gadis yang cocok bagi putra Om satu-satunya.” lagi ucap Om Jaya.

Sekilas Kanaya melirik pada Darren yang berdiri dengan jarak beberapa meter darinya. Jujur saja, Kanaya terpana melihat Darren yang begitu tampan dan menawan, sementara dirinya sangat tidak pantas bersanding dengan pria tampan seperti Darren. “Mana mungkin Kanaya bisa menikah dengan Darren, Om? Kami tidak saling kenal, lagipula Naya hanya ingin hidup berdua bersama Ayah.” ucap Naya dengan menahan isakan tangisnya.

“Om Jaya akan tinggal sebentar, kamu bisa berbicara dengan Darren. Walaupun waktu dan tempatnya tidak baik, tetapi jika memang memiliki niat yang baik tidak perlu ditunda-tunda.” ucap Papa Jaya yang kemudian meninggalkan keduanya begitu saja. Papa Jaya memberikan waktu kepada Kanaya dan Darren untuk berbicara satu sama lain.

Sepeninggal Papa Jaya, Darren perlahan mengikis jarak dengan Kanaya sehingga kini dia tidak terlalu jauh dari Kanaya. Pria itu membuang napasnya kasar sebelum berbicara dengan Kanaya.

“Jadi lo yang namanya Kanaya? Emang seberapa berjasanya sih lo sampai membuat Papa begitu ingin gue menikahi lo?” ucap Darren dengan senyuman Iblis di sudut bibirnya.

Seketika Kanaya bergidik ngeri melihat senyuman Darren, dalam hatinya Kanaya berpikir bahwa Darren adalah pria kejam yang akan menyakitinya. Wajah tampan dan penampilannya tidak berbanding lurus dengan sifatnya yang kejam. 

“Menikahlah dengan gue, tetapi hanya pernikahan di atas kertas. Jangan coba-coba menempatkan diri sebagai Istri gue. Hanya dengan menikahi lo, gue akan mendapatkan semua harta kekayaan Papa. Mari kita menikah dan kemudian bercerai. Jika lo setuju, gue akan jamin seluruh biaya pengobatan Ayah lo.” ucap Darren dengan nada penuh ancaman.

Bukan Pengantin Impian

Kanaya berpikir bahwa tawaran Darren saat ini seperti sebuah novel yang pernah dia tulis sebelumnya bagaimana menjalani pernikahan tanpa cinta, seorang gadis dari strata sosial yang rendah menikahi pria tampan, rupawan, dan bergelimang harta. Akan tetapi, saat Kanaya harus merasakan sendiri menjadi tokoh utama dalam novel yang pernah dia tulis sebelumnya, jantung dan hatinya serasa diremas-remas. Menangis pun tidak mampu menyelesaikan semuanya, terlebih nyawa sang Ayah yang kini menjadi taruhannya.

Apabila Kanaya menolak bisa saja Darren dengan segala kekuasaannya akan menghentikan pengobatan Ayahnya yang sudah pasti memerlukan biaya yang mahal. Sementara sebagai seorang penulis novel, pendapatan Kanaya hanya tergantung dari banyaknya jumlah pembaca yang membaca novelnya di platform membaca dan menulis novel tersebut. Di satu sisi, jika dia menerima pernikahan ini dirinya sendiri yang akan dirugikan, dan jatuh ke dalam pria yang sama sekali tidak mencintainya seperti memasukkan dirinya ke dalam belanga. Bunuh diri perlahan-lahan untuk sekadar menjalani kesepakatan dan kompromi.

Dalam diam sembari menyandarkan badannya di dinding Rumah Sakit, Kanaya menangis sesegukan. Dia tidak menyangka bahwa Ayahnya akan berakhir di Rumah Sakit seperti saat ini dan dirinya justru harus siap mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkan nyawa sang Ayah.

“So, bagaimana kamu mau? Cukup menikah denganku sampai batas waktu yang aku tentukan. Setelahnya kita akan bercerai dengan baik-baik, dan setelah itu anggap saja tidak ada hubungan di antara kita berdua.” ucap Darren dengan kedua tangan bersidekap di depan atas. Pria itu berbicara tanpa menoleh pada Kanaya yang menangis di sebelahnya.

Hanya demi mendapatkan warisan dari Ayahnya yang bernilai ratusan milyar Rupiah, Darren menawarkan kesepakatan itu kepada gadis yang menjadi pilihan sang Papa. Bagi Darren, dia tidak masalah asalkan tujuannya menjadi ahli waris tercapai. Pria itu sama sekali tidak menghiraukan bagaimana perasaan Kanaya. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan itulah yang dilakukan Darren sekarang ini.

“Pria kejam. Tidak berperikemanusiaan.” umpat Kanaya dengan menahan suara isakan tangisannya.

Darren justru tersenyum miring mendengar umpatan Kanaya. “Bukankah aku sudah cukup baik. Cukup menikah denganku dan seluruh biaya pengobatan Ayah kamu, sudah pasti aman. Selain itu, tidak ada ruginya bagi kamu. Justru akulah yang rugi karena telah menikahi gadis kalkun sepertimu.” ucapannya dengan suara yang dalam, serasa menggores hati Kanaya.

Sayatan tak berdarah yang dihasilkan dari lidah tak bertulang milik Darren. Mungkinkah Darren tidak menyadari bahwa ucapan yang dia ucapkan justru melukai hati Kanaya. Wanita adalah makhluk yang sensitif, ucapan tajam dari seseorang bisa melukai harga diri dan perasaan seorang wanita. Sementara Darren dengan begitu mudahnya merundung Kanaya begitu saja.

“Bagaimana jika aku tidak mau?” lagi tawar Kanaya.

“Aku akan memanggil Dokter untuk menghentikan seluruh perawatan Ayahmu.” ucapnya dengan serius yang membuat Kanaya was-was jika Darren benar-benar memanggil Dokter dan menghentikan seluruh perawatan Ayahnya.

“Pria jahat.” sahut Kanaya dengan cepat.

Darren agaknya mendengar ucapan Kanaya tanpa terpengaruh sama sekali. Dalam kasus ini, sudut pandang Darren adalah dia merasa sebagai pihak yang dirugikan. Pengusaha muda, tampan, dan menawan harus rela bersanding dengan kalkun buruk rupa. Dalam perspektifnya kali ini, Darren lah yang dirugikan.

“Jadi bagaimana? Deal or no deal? Ini tawaran terakhir, usai ini tidak ada negosiasi lagi.” katanya dengan sedikit melirik kepada Kanaya.

Dengan berurai air mata, Kanaya berpikir hingga mengerutkan keningnya. Gadis tambun itu begitu dilema saat ini. Harus memilih Ayahnya sembuh dengan menikahi pria kejam tak berperikemanusiaan bersama Darren Jaya Wardhana, atau menolak dengan konsekuensi keselamatan Ayahnya lah yang terancam.

Oh Tuhan … kenapa bisa benar-benar sulit? Tidak bisakah Ayahnya tetap mendapatkan perawatan hingga sembuh dan aku tidak perlu menikahi pria kejam sepertinya. Percuma wajah tampan, tetapi hati dan sikapnya seperti Iblis. 

Kanaya mengigit bibir bagian dalamnya, gadis itu masih saja berlinangan air mata masih dilema memikirkan pilihan apa yang harus dia pilih. Semuanya adalah pilihan yang sama beratnya bagi Kanaya.

“Jangan lama-lama mikirnya.” lagi cecar Darren kepada Kanaya.

Lagi Kanaya berpikir hingga sangat keras dengan memilin ujung kemejanya. Sungguh dia begitu dilema, semuanya adalah pilihan sulit dan merugikan dirinya. Sementara saat ini Darren justru terus memberikan tekanan yang membuat Kanaya kesulitan. 

“Aku mau.” sahut Kanaya dengan cepat dengan menyeka air matanya yang terus saja berlinang. “Asalkan Ayah mendapatkan perawatan hingga sembuh.” 

Darren menganggukkan kepalanya. “Okay. Setelah Ayah kamu sembuh, kita akan menikah. Hanya demi Papa, aku menikahi kalkun buruk rupa sepertimu.”

...🍁🍁🍁...

Tiga minggu kemudian, sebuah pernikahan mewah nan megah diselenggarakan di sebuah ballroom di hotel bintang lima di kawasan ibukota. Pernikahan yang tidak pernah diduga oleh kebanyakan orang dan kolega dari seorang Jaya Wardhana. Bagaimana tidak, saat ini di pelaminan berdiri putra tunggal seorang pengusaha konstruksi dan konsultan perencanaan kondang Ibukota menikahi seorang gadis jumbo yang begitu tidak sedap di pandang mata.

“Serius itu menantu Jaya Wardhana?”

“Bukankah dia gadis big size?”

“Jika aku pengantin prianya, aku memilih lari.”

“Pasangan yang sama sekali tidak serasi.”

“Ini yang dinamakan Handsome and The Beast!”

Banyak sekali komentar dari tamu undangan yang bernada miring kepada mempelai wanita yang berdiri dengan mengenakan gaun putih itu. Dari kejauhan pun, body Kanaya yang cukup besar menyita perhatian banyak tamu undangan. Terlebih kebanyakan dari mereka menyayangkan seorang pengusaha sekelas Jaya Wardhana menikahkan putra tunggalnya dengan gadis yang bisa dibilang cantik tidak, menarik juga tidak, berkelas juga tidak, kelebihannya hanya satu yaitu kelebihan berat badan.

Wedding dress yang dikenakan Kanaya pun sekalipun dibanderol dengan harga puluhan juta rupiah dan bertaburan berlian Swaroski, tetap saja tidak membuat Kanaya tampil bersinar. Size tubuhnya yang besar tetap menjadikan Kanaya pergunjingan dari banyak orang di pesta pernikahannya sendiri.

Hati Kanaya benar-benar berkecamuk rasanya. “Bagaimanapun size badan yang sebesar ini dan memakai warna putih justru membuatku semakin besar. Andai saja warna hitam cocok digunakan saat hari pernikahan, sudah pasti warna kelam itu bisa sedikit membuatku terlihat tidak terlalu gemuk. Seindah dan semahal apapun Wedding Dress ini tidak akan menyulapku menjadi Cinderella. Kanaya tetaplah Kanaya, tidak akan pernah berubah menjadi Cinderella. Andai saja, berat badanku tidak sebesar ini, walau menjalani pernikahan tanpa cinta setidaknya tamu undangan tetap akan menghargaiku. Walau senyuman ini palsu, pernikahan ini palsu, tetapi aku tidak akan dipermalukan dengan sorot-sorot mata tajam yang memandangku rendah dan hina.” Kanaya merutuki dirinya sendiri di dalam hati.

“Di hari pernikahanku sendiri, justru aku tampil bukan sebagai pengantin impian. Lebih tepatnya aku adalah badut yang bersanding dengan Pangeran.” Kanaya menangis di dalam hati merutuki hari pernikahan yang membuatnya menjadi pergunjingan banyak orang itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!