NovelToon NovelToon

Ashgard : Ambisi Dan Tujuan

Pagi yang Indah #1

"Selamat pagi!" ucapan penyambut hari yang didapatkan oleh Berlin melalui orang spesialnya. Nadia menyambut harinya dengan ceria seraya mengulas senyuman termanisnya.

"Ayo sarapan! Aku sudah menyiapkan menu kesukaanmu, loh!" seru Nadia seraya menarik tangan Berlin untuk berjalan keluar dari kamar.

"Hehe, iya, iya," ucap Berlin mengikuti langkah kaki Nadia.

Sesampainya di ruang makan. Terdapat beberapa menu kesukaan Berlin yang sudah tersaji dan sangat mengundang untuk disantap. Berlin pun segera duduk dan bersiap menyantap sarapan yang sudah disajikan oleh istrinya itu.

Ketika sarapan bersama Nadia. Pandangan Berlin seolah tak bisa lepas memandangi Nadia yang duduk di hadapannya. Meski baru tiga bulan berlalu sejak acara pernikahannya digelar. Dirinya masih merasa tidak menyangka akan menjalani kehidupan bersama seorang wanita yang ia impikan.

"Kalau makan tuh fokus ke makanan! Kenapa malah fokus ke aku?" cetus Nadia menyadari hal tersebut dan lalu melanjutkan menyantap makanan pada piringnya.

Berlin hanya tersenyum, lalu ia melanjutkan sarapannya dan segera menyelesaikannya. Setelah selesai, ia pun segera membawa piring bekasnya menuju ke tempat cuci piring lalu membersihkan piringnya di sana.

"Semalam bagaimana dengan pekerjaanmu? Apakah semuanya lancar?" tanya Nadia menghampiri Berlin dari belakang dengan membawa piring bekasnya.

"Rumit," jawab Berlin menoleh dan mengambil piring bekas Nadia lalu mencucinya. Sedangkan Nadia mengambil piring-piring yang selesai dicuci Berlin, lalu menatanya pada rak khusus peralatan makan.

"Kami masih proses untuk menyelesaikan kasus Nicolaus. Di sisi lain, muncul Clone Nostra yang disinyalir memiliki hubungannya dengan menghilangnya Nicolaus pada kekacauan itu." Seraya mencuci piring-piring tersebut. Berlin mencurahkan isi hatinya soal rumitnya pekerjaan yang saat ini sedang ia hadapi.

Nadia tampak mendengarkan dan menyimak semua curahan itu dengan saksama. Ia tahu betapa beratnya pekerjaan itu. Karena dahulu dirinya pernah menjalani pekerjaan tersebut. Meskipun, dahulu dirinya hanyalah berperan sebagai anggota yang siap bertugas sesuai dengan perintah atasan.

"Ditambah lagi ... Clone Nostra adalah salah satu sindikat besar yang sungguh sulit untuk digali informasinya," lanjut Berlin setelah menyelesaikan semua cucian piringnya.

"Yang terpenting kamu harus berhati-hati ...! Mendengarmu mengatakannya, itu membuatku tahu kalau mereka kelompok yang sangat berbahaya," ucap Nadia seraya menatap khawatir Berlin.

Berlin tersenyum dan berkata, "tenanglah, aku akan selalu baik-baik saja selama ada kamu di sisiku," ucapnya seraya mengusap lembut kepala milik Nadia.

Sedangkan Nadia tampak tersenyum dan senang ketika mendapat perlakuan tersebut. "Aku akan selalu ada untukmu!" ucap Nadia dengan spontan, dan seketika membuatnya malu sendiri dengan ucapannya.

Berlin hanya diam dan tersenyum menyaksikan kekasihnya itu tersipu dengan ucapannya sendiri. "Sudahlah, aku ingin bersiap-siap dahulu," ucap Berlin lalu berjalan kembali menaiki tangga menuju ke kamar.

5 menit kemudian.

Setelah selesai bersiap. Berlin pun kembali turun dengan baju santai berwarna hitam yang ia kenakan, dan jaket biru identitas Ashgard yang ia bawa pada satu tangannya.

"Apa semuanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, loh!" ucap Nadia saraya merapikan baju Berlin ketika berada di ruang tamu

"Aku 'kan bukan bekerja di kantor, jadi barang bawaanku tidak terlalu banyak," ujar Berlin lalu tersenyum pada Nadia yang saat ini berdiri sangat dekat di hadapannya.

"Lagipula, menurutku kamu tidak cocok kalau memakai kemeja atau seragam ala kantoran," ucap Nadia seraya menatap lelakinya itu.

"Ya, memang seperti itulah diriku," sahut Berlin sembari mengambil pistol yang tergeletak di atas meja, dan lalu menyimpannya pada saku pistol miliknya.

"Um ... apakah kamu hari ini akan pulang malam?" tanya Nadia menatap dalam-dalam lelakinya.

"Sepertinya tidak, tetapi nanti akan ku kabari. Memangnya kenapa? Kamu takut sendirian di rumah?" jawab Berlin lalu mengembalikannya dengan pertanyaan.

Mulut Nadia tiba-tiba mengerucut dan menjawab, "mana ada aku takut sendirian! Dari dahulu pun sebelum sama kamu, aku sudah sering sendiri, kok!" jawabnya ketus, namun justru tampak lucu di mata Berlin.

"Hanya saja, aku ...," Nadia tiba-tiba berhenti berbicara dan menundukkan kepalanya, "aku ingin makan malam bersamamu," lanjutnya seraya tertunduk menyembunyikan wajahnya yang sudah merona.

Berlin tersenyum lembut melihat sikap malu-malu tersebut, "baiklah, pasti akan ku usahakan untuk pulang cepat!" ucapnya.

"Benarkah?!" sahut Nadia bersemangat sembari menatap Berlin dengan tatapan berbinar.

"Iya, sayang," jawab Berlin seraya mengulas senyum.

"Ya sudah, aku izin pamit berangkat, ya?" lanjut Berlin saat berjalan menuju teras rumah.

Nadia mengangguk dan menjawab, "iya, hati-hati ...!" seraya mengulas senyumnya. Sebelum berangkat. Berlin tiba-tiba mencium keningnya, dan lalu berjalan menuju mobilnya yang sudah siap di halaman rumah.

.

~

.

Berkendara dengan mobil beroda enam yang digunakan Ashgard sehari-hari untuk berkegiatan. Berlin dapat menyaksikan serta merasakan betapa damainya perkotaan yang ramai dengan orang-orang yang sibuk. Kebetulan kondisi lalu lintas pagi itu cukuplah padat, alhasil mobil yang dikendarai Berlin harus terhenti beberapa kali karena mengalami kemacetan.

Semenjak kekacauan yang dibuat oleh salah satu sindikat bernama Mafioso yang terjadi sekitar lima bulan yang lalu. Kini keadaan kota telah kembali normal dan damai tanpa adanya kekacauan yang sama.

Dari pihak keamanan pun terus berusaha untuk meningkatkan keamanan kota agar kejadian seperti kekacauan itu tidak terulang lagi. Bahkan pihak kepolisian juga terus melakukan peningkatan keamanan di tiga wilayah berbeda yang mencakup Kota Metro, Shandy Shell, dan Paletown.

Namun, menurut Berlin sendiri. Kedamaian tersebut masih sangat rentan karena kejahatan yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

Ketika mobil yang ia kendarai terjebak di kemacetan. Berlin dapat menyaksikan orang-orang di sekitarnya yang tampak sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing. Orang-orang kantor yang tampak terburu-buru masuk kantor karena takut terlambat, kurir yang tampak berhati-hati ketika menuju ke rumah pelanggan untuk mengantarkan barang, dan loper koran yang tampak sibuk untuk membagikan surat kabar yang ia bawa ke rumah-rumah pelanggan.

Di pagi itu, banyak juga anak-anak sekolah yang bersepeda di pinggir jalan. Mereka tampak sangat bersemangat untuk menuntut ilmu demi mengejar impian serta cita-cita mereka.

"Ku harap ini berlangsung lama ..., atau bahkan selamanya," gumam Berlin setelah menyaksikan berbagai kesibukan yang ada di sekelilingnya. Mereka semua tampak fokus pada kesibukan mereka masing-masing, tanpa adanya rasa takut dengan ancaman-ancaman kejahatan yang bisa saja datang sewaktu-waktu.

"Cek, cek, radio? Untuk teman-teman yang sedang berada di distrik barat, harap untuk lebih waspada dan berhati-hati! Karena sedang terjadi pengejaran di daerah sana."

Di tengah menyaksikan keramaian tersebut. Tiba-tiba saja Berlin mendengar suara yang ia kenal melalui radio miliknya. Suara tersebut adalah Kimmy.

"Baik, informasi diterima, kebetulan tadi sempat lewat depan mata," sahut Kent di radio.

"Apakah kita perlu bergabung untuk membantu aparat-aparat itu?" tanya Bobi di radio.

"Tidak perlu! Tidak ada kabar meminta bantuan, jadi tidak usah!" sahut Adam dengan nada yang terdengar tegas di radio.

Berlin mendengar semua komunikasi rekan-rekannya itu melalui radio komunikasi miliknya. "Ada saja kejadian di awal hari ini," batin Berlin seraya perlahan menggelengkan kepala dan menghela napas.

~

Tepat pada pukul 08:00 pagi. Berlin sampai di markas Ashgard miliknya. Sesampainya ia di sana, dirinya langsung disambut oleh beberapa rekannya. Tampak yang ada di sana hanyalah beberapa rekannya saja, dan tidak terlihat semuanya.

"Pagi, bos," sapa Kimmy menyambut kedatangan Berlin.

"Kalian sedang apa?" tanya Berlin sembari berjalan menuju ruang tengah.

"Kami sedang melanjutkan tugas kemarin malam," jawab Adam lalu memberikan lampiran yang berisikan sebuah catatan laporan.

Berlin menerima dan membaca catatan laporan tersebut. Semua yang berurusan dengan tugas semalam dicatat lengkap dalam catatan tersebut.

"Informasi tentang pengejaran di distrik barat, bagaimana?" tanya Berlin kepada Kimmy.

Kimmy sedikit terkejut karena ternyata Berlin mengetahui hal tersebut. "Aku mendapat laporan dari James polisi, kalau sedang ada pengejaran di distrik barat. Dari informasi yang kami terima, tersangka adalah pelaku perampokan mini market." Tanpa berbasa-basi, Kimmy langsung menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan informasi yang ia terima langsung dari rekan polisi.

"Ciri-ciri pelaku? Apakah kau mendapatkan informasinya?" tanya Berlin kembali saat duduk pada sebuah sofa di ruang tengah.

"Ciri-ciri pelaku dua orang pria menggunakan jaket kulit, menggunakan masker wajah polos berwarna hitam, bersenjata api pistol, dan mengendarai mobil BMW M3 berwarna hijau tanpa plat nomor." Kimmy kembali menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan informasi yang ia terima.

"Hmm, mobil yang cukup mewah untuk sekelas penjahat amatir," gumam Berlin seraya mengangguk dan tampak sedikit tersanjung ketika mendengar informasi tersebut.

.

Bersambung.

Terlalu Khawatir #2

Setelah mendengar informasi tentang pengejaran pelaku perampokan mini market. Berlin merasa sedikit curiga setelah mengetahui informasi tentang mobil yang dipakai oleh pelaku. Namun dirinya tidak ingin terlalu pusing untuk memikirkan hal tersebut, karena itu sudah menjadi tugas polisi untuk mengurusnya.

"Bagaimana dengan regu kita di distrik barat?" tanya Berlin duduk santai di sofa kepada dua orang kepercayaannya.

"Mereka berada di sana dari semalam sampai pagi ini, dan informasi yang didapat hanyalah ... distrik barat terpantau ramai namun tidak terlihat orang-orang dari Clone Nostra." Kimmy kembali menjawab pertanyaan tersebut.

"Siapa saja yang berada di sana?" tanya Berlin kembali.

"Asep, Kent, Vhalen, Salva, dan Rony. Mereka berlima," Adam menjawabnya.

"Panggil mereka berlima untuk kembali!" pinta Berlin kepada Adam.

Adam pun langsung menuruti perintah tersebut, dan memanggil kelima rekannya itu untuk kembali ke markas melalui radio komunikasi miliknya.

"Kim, bisakah aku melihat semua data-data tentang informasi yang kita kumpulkan belakangan ini, dan yang bersangkutan dengan Clone Nostra?" ucap Berlin beranjak dari sofa.

"Tentu, sebentar," jawab Kimmy lalu berjalan menuju ke loker penyimpanan data penting.

"Aku tunggu di ruangan ku," ucap Berlin lalu berjalan menaiki tangga menuju ke ruangannya yang berada di lantai dua.

...

Ketika berjalan memasuki ruangannya. Berlin menyalakan pendingin ruangan yang ada, dan lalu duduk di kursinya. Di atas meja kerjanya tampak terdapat sebuah foto pernikahannya dengan Nadia, dan beberapa dokumen yang berisikan catatan-catatan penting untuk Ashgard.

Ketika ia memandangi foto tersebut. Suara ketukan pintu pun terdengar, dan itu adalah Kimmy datang dengan membawa apa yang Berlin minta.

Kimmy berjalan menghampiri Berlin dan memberikan dua buah buku catatan, buku berwarna biru dan merah, beserta beberapa lampiran yang berisikan kasus-kasus kejahatan sebelumnya.

"Biru untuk semua informasi yang kita dapat secara keseluruhan, baik yang bersangkutan dengan Clone Nostra ataupun tidak."

"Sedangkan merah untuk semua yang bersangkutan dengan Clone Nostra. Namun, informasi yang ada di catatan ini masih sangat minim."

"Terima kasih sudah merangkumnya," sahut Berlin lalu memeriksa satu-persatu semua itu.

Kimmy menundukkan kepalanya dan hendak berjalan pergi dari ruangan tersebut. Namun tiba-tiba Berlin menghentikan langkahnya dengan berkata, "tunggu! jangan pergi terlebih dahulu!" pintanya.

Kimmy sedikit terkejut. Ia menoleh dan kembali berdiri di hadapan Berlin. Di saat yang bersamaan, Adam mengetuk pintu ruangan yang terbuka itu dan mengatakan, "mereka sudah kembali, Bos."

"Pas sekali kau ada di sini," cetus Berlin melihat kehadiran Adam di waktu yang tepat.

"Pas?" gumam Kimmy bingung.

"Adam, bisakah kau ajak Asep ke sini?" tanya Berlin.

"Oh? Baiklah," jawab Adam lalu berjalan pergi.

Tak perlu bagi Berlin menunggu waktu lama, ketiga orang kepercayaannya itu langsung berkumpul di ruangannya. Ketiga rekannya itu tampak bingung mengapa mereka dikumpulkan.

"Maaf mengumpulkan kalian di sini secara tiba-tiba," ucap Berlin kepada tiga rekannya yang kini hadir berdiri di hadapannya.

"Tidak masalah, bos," sahut Adam mewakili kedua rekannya.

Berhubung ketiga rekannya sudah berkumpul tepat di hadapannya. Berlin pun langsung berbicara pada inti pembicaraan yang ingin ia bahas.

"Sep, laporan?" tanya Berlin menatap serius rekannya.

Asep pun memberikan laporannya mengenai tugas yang ia dapatkan sebelumnya, yaitu untuk pergi ke distrik barat. Dalam laporannya, ia sama sekali tidak menyebutkan adanya informasi-informasi penting mengenai sindikat Clone Nostra.

"Hanya itu?" tanya Berlin setelah mendengarkan laporan dari mulut Asep langsung.

"Iya, bos. Hanya itu, sejak dini hari hingga kini, kami belum mendapat informasi penting mengenai mereka," jawab Asep sedikit menundukkan kepalanya, dan tampak kecewa dengan hasil kerja kerasnya sendiri.

"Baiklah, tidak apa," ucap Berlin dan cukup membuat Asep merasa sedikit tenang.

Berlin tampak menghela napas panjang dan cukup berat. "Baik, soal mengapa kalian dikumpulkan di sini secara tiba-tiba. Itu karena aku hanya ingin memberitahu, kalau nanti tepat pukul empat sore, aku akan pergi ke Penjara Federal."

Apa yang dikatakan oleh Berlin sontak membuat ketiga rekannya terkejut. Penjara Federal? Apa alasan Berlin untuk ke sana?

"Bos, apa terjadi sesuatu?" tanya Adam.

"Ngapain ke sana?" tanya Kimmy khawatir.

"Apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Asep.

Berlin terkekeh kecil melihat ekspresi ketiga rekannya yang kebingungan dan mencemaskan dirinya itu. "Dengar, aku belum selesai berbicara," ucapnya.

"Akhirnya ... aku mendapat akses untuk menemui dua narapidana Clone Nostra itu, dan aku memerlukan bantuan kalian bertiga untuk mendampingi ku nanti," lanjutnya.

"Oh, ya ampun, ku kira ada masalah," cetus Kimmy tampak menghela napas lega.

"Lalu apa yang harus kami lakukan selama mendampingi mu?" Adam bertanya dengan tajam menatap Berlin.

Berlin menatap sangat serius ketiga rekannya, dan kemudian berkata, "cukup dampingi ku saja, dan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka kalian harus melakukan apa yang harus kalian lakukan!"

.

~

.

Pukul 12:00 siang.

Kantor Polisi Pusat.

Berada di ruang atasan yang terasa dingin oleh pendingin ruangan di sana. Netty datang menghampiri Prawira di ruangan tersebut.

"Bagaimana tentang pengejaran pelaku perampokan tadi?" tanya Prawira yang duduk di kursi miliknya.

"Anggota sempat beberapa kali kewalahan saat mengejar pelaku, lantaran mobil yang dikendarai pelaku termasuk ke dalam mobil kencang. Namun beruntung, pelaku masih bisa diamankan. Titik akhir pengejaran dan pengamanan pelaku berada di pintu masuk tol kota."

Dengan berdiri di depan Prawira. Netty menjawab pertanyaan Prawira sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Tidak ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian informasinya.

"Senjata? Apakah pelaku membawa senjata?" tanya Prawira kembali.

"Tidak," jawab Netty menggelengkan kepalanya.

"Baik, perdalam terus pelaku tersebut!" pinta Prawira.

"Baik," jawab Netty lalu memberikan hormatnya sebelum dirinya pergi meninggalkan ruangan.

Namun ketika Netty hendak pergi dari ruangan tersebut. Prawira menghentikan langkahnya dengan berkata, "bisakah kau tinggal sebentar? Aku ingin berbicara denganmu."

Mendengar hal tersebut. Netty pun menghentikan langkah dan niatnya yang hendak membuka pintu ruangan untuk pergi. Dirinya kembali ke hadapan Prawira yang tampak cukup lelah, dan sedikit menyimpan kekhawatiran jika dilihat dari raut wajahnya.

"Duduklah!" pinta Prawira.

Netty pun duduk di sebuah sofa sudut ruangan tersebut, sesuai dengan apa yang Prawira minta.

"Apa yang ingin anda bicarakan?" tanya Netty dengan sikap formalnya.

Prawira tersenyum tipis dan berkata, "jangan menggunakan sikap formal seperti itu! Aku ingin berbicara denganmu seperti biasanya."

"Apakah tidak apa-apa? Pak, kita sedang mengenakan seragam dinas, dan anda tahu aturannya, bukan?" sahut Netty sedikit ragu untuk menuruti permintaan Prawira.

Prawira beranjak dari kursinya dan berkata, "ya, aku tahu itu, dan akulah atasan yang membuat peraturan itu di sini," jawabnya dengan lugas seraya berjalan mendekati Netty lalu duduk di sampingnya.

"Namun untuk kali ini, mungkin ... aku sedang membutuhkan sikapmu ketika kita berada di rumah, sikapmu seperti biasanya," lanjut Prawira menatap Netty lalu menundukkan pandangannya.

Netty dapat memahaminya. Ia tersenyum dan mengatakan, "baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan?" ucapnya dengan penuh kelembutan dalam sikap berbicaranya.

Prawira kembali memandang Netty dengan pandangan lega karena sikap berbicara itu. Dirinya langsung mengeluarkan semua yang mengganggu pikirannya kala ini.

"Entah mengapa, aku mencemaskan Berlin."

Apa yang dikatakan Prawira itu dapat dipahami oleh Netty. Belum selesai sampai situ. Prawira kembali berbicara.

"Dengan Clone Nostra yang tiga bulan lalu sempat mengancamnya, dan kini mereka sulit sekali dicari informasi keberadaannya. Itu membuatku kepikiran."

"Apa yang harus aku lakukan? Aku merasa tidak berguna sebagai orang yang pernah menjadi penanggung jawabnya sejak umur 10 tahun."

Prawira mengatakan semua itu kepada Netty yang tampak setia menjadi pendengarnya di kala seperti ini. Setelah semuanya selesai didengar oleh Netty. Ia pun mulai berbicara untuk membuat Prawira bisa sedikit lebih tenang dari semua pikirannya itu.

"Dengar, dia kini sudah dewasa, bahkan kini dia sudah berkeluarga. Jadi kamu tidak perlu begitu mencemaskannya ...! Dia bukan lagi bocah laki-laki, sayang," ucap Netty seraya menatap lembut lelaki yang ada di hadapannya itu.

"Lagipula ... seperti yang kita ketahui, dia memiliki teman-teman yang sangat solid, bahkan kerja sama tim mereka bisa dibilang di atas rata-rata. Kepolisian saja sempat dibuat malu dan iri dengan kinerja tim mereka ... Ashgard. Jadi kamu tidak perlu terlalu khawatir soalnya," lanjutnya seraya sedikit membuang pandangannya dari Prawira ketika berbicara demikian.

Prawira terdiam sejenak mendengar semua yang dikatakan oleh Netty. "Ya, apa yang kau katakan itu memang ada benarnya," gumamnya.

Netty tersenyum ketika melihat kalau kini Prawira sudah baik-baik saja setelah terlalu mengkhawatirkan hal-hal itu. "Baiklah, saatnya aku kembali bertugas, tidak baik juga jika harus membuang waktu di tengah kita bertugas," ucapnya beranjak dari sofa tersebut.

Ketika ia beranjak dari sofa. Tiba-tiba saja Prawira menggenggam salah satu tangannya, menatapnya, dan mengatakan, "terima kasih," seraya mengulas senyum.

Netty hanya tersenyum dan berkata, "aku hanya berusaha untuk menjadi istri yang baik untukmu."

"Panggil saja aku jika kamu membutuhkan ku," lanjut Netty seraya mengulas senyumnya, lalu berjalan pergi dari ruangan tersebut.

.

Bersambung.

Penjara Federal #3

Pukul 16:00 sore.

Penjara Federal.

Di tempat yang kelam dan tempat dikurungnya banyak sekali penjahat-penjahat, baik dari penjahat biasa, sampai penjahat yang sangat kejam ditempatkan di Penjara Federal tersebut untuk menjalani hukuman atas perilaku mereka.

Penjara Federal terletak di perbatasan antara perbukitan paling Utara kota Metro, dan padang rumput Shandy Shell. Tempat tersebut mungkin menjadi salah satu tempat yang dijaga sangat ketat oleh pihak keamanan setelah markas militer.

Di sore ini Berlin hendak menggunakan aksesnya untuk menggali informasi lebih dalam dari narapidana yang disinyalir memiliki hubungan dengan Clone Nostra.

"Selamat datang." Garwig menyambut kedatangan Berlin dan ketiga rekannya di halaman depan Federal. Ia pun berjabatan tangan dengan mereka berempat.

"Di mana?" cetus Berlin tajam langsung berbicara ke inti.

Garwig tersenyum tipis melihat Berlin tidak mau berbasa-basi. "Baik, ikuti saya!" pintanya lalu berjalan diikuti oleh Berlin dan ketiga rekannya.

Mereka berlima termasuk Garwig berjalan menjauh dari gedung utama Federal, dan menuju ke sebuah gedung yang terletak di belakang Federal, dan gedung itu tampak dijaga lebih ketat daripada gedung utama. Bahkan terlihat beberapa anggota militer turut ikut berjaga mondar-mandir dengan persenjataan mereka di atap gedung.

Mereka berlima harus melewati lapangan tengah atau ruang terbuka dalam Federal untuk menuju ke gedung yang dimaksud itu.

Suasana kelam, dingin, dan sangat tenang dapat dirasakan oleh Berlin beserta ketiga rekannya. Ia dan rekannya dari dahulu sangat membenci tempat tersebut. Karena menurutnya tempat itu adalah neraka bagi para kriminal. Dan Berlin tahu kalau dirinya termasuk dalam kategori kriminal tersebut.

"Beginilah suasana Federal, Berlin." Garwig sedikit berusaha mencairkan suasana.

"Ya, aku tahu, dan aku membencinya." Berlin yang berjalan di sampingnya pun langsung menyahut ucapan tersebut dengan lirikan dingin dan tajamnya.

Garwig hanya tersenyum tipis dan sempat sedikit tertawa melihat sikap itu. Baginya sudah sewajarnya jika Berlin sangat membenci dan tidak suka tempat tersebut. Bahkan warga sipil pun pasti tidak suka jika harus berada di tempat bernama Penjara Federal itu.

"Gedung B". Begitulah yang tertulis pada papan nama yang terletak tepat di atas pintu masuk gedung tersebut.

Sesampainya di pintu masuk Gedung B. Mereka berlima termasuk Garwig langsung disambut oleh pasukan khusus yang menjaga gedung tersebut. Mereka mengenakan seragam serba hitam, dan masker yang menutup identitas wajah mereka, serta juga dengan persenjataan lengkap yang mereka bawa. Pasukan khusus itu tampak sangat garang, namun juga mengerikan.

"Selamat sore, Ndan!" sapa salah satu dari aparat tersebut dengan memberikan hormatnya kepada Garwig, diikuti oleh rekan-rekannya yang lain.

Setelah itu mereka pun mempersilakan Garwig, Berlin dan ketiga rekannya untuk memasuki gedung. Ketika berhadapan dengan para aparat khusus itu. Ketiga rekan Berlin tampak sedikit menyimpan rasa takut. Namun sepertinya tidak dengan Berlin sendiri yang justru sempat menatap tajam salah satu dari para aparat itu.

"Gedung ini memang dikhususkan untuk menghukum para narapidana dengan kasus yang lebih kejam dan rumit, jika dibandingkan para narapidana yang ada di gedung utama."

"Jadi harap maklum jika suasana di sini sangat kelam, dan bahkan lebih kelam daripada gedung utama." Garwig mengatakannya seraya berjalan melalui koridor tahanan yang masing-masing dinding tahanannya terbuat dari beton dan baja pada pintunya.

"Tak usah di gedung ini, Federal sudahlah menjadi tempat yang kelam menurutku, lebih kelam daripada dunia malam yang pernah ku ketahui," sahut Berlin sedikit menyangkalnya.

Garwig hanya tertawa kecil mendengar tanggapan Berlin. Sedangkan Asep, Kimmy, dan Adam, mereka bertiga hanya diam saja mengikuti Berlin dan Garwig berjalan melalui koridor tahanan tersebut.

Ketika melalui koridor tahanan. Berlin dapat merasakan kalau dirinya dilirik dan terus dipandang oleh beberapa narapidana yang ada di sana. Meskipun wajah dari para narapidana itu tidak dapat terlihat karena pintu baja yang mengunci dan mengurung mereka. Tetapi mata dari para narapidana itu terlihat dari celah-celah kecil jendela besi pada pintu baja yang mengurung mereka.

"Sialan kau, Berlin!"

"Cih! Andaikan aku tidak di balik pintu baja ini, akan ku habisi kalian, Ashgard!"

"Keparat! Aku sangat ingin sekali membalaskan dendam ku padamu, Berlin!"

"Ashgard sialan!"

Beberapa bisikan serta celotehan dari para narapidana yang menyaksikan kehadiran Berlin dan ketiga rekannya pun terdengar. Mereka semua tampak sangat tidak suka dan membenci kehadiran Berlin dan rekan-rekannya. Bahkan kebanyakan narapidana memasang tatapan tajam dengan keinginan membunuh sangat tinggi kepada Berlin yang berjalan melintasi masing-masing sel tahanan mereka.

"Sepertinya kau terkenal, ya?" celetuk Garwig berkata kepada Berlin yang berjalan di sampingnya.

Berlin memasang wajah datar dan sikap dinginnya lalu mengatakan, "sudah biasa bagiku, dan sudah sewajarnya jika mereka amat membenciku."

Berlin dan ketiga rekannya merasa sudah terbiasa mendengar semua celotehan para narapidana tersebut. Dirinya diam dan lebih menaruh rasa maklum jika dirinya begitu dibenci oleh para narapidana itu.

~

Setelah berjalan melalui lorong tahanan. Mereka berlima pun akhirnya sampai di sebuah ruang interogasi yang letaknya ada di ujung lorong tahanan tersebut. Dan di pintu masuk ruang interogasi tampak dijaga oleh dua aparat khusus.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Garwig kepada dua penjaga itu.

"Mereka berdua malah sempat bertengkar tidak jelas, tetapi kami sudah melerainya," jawab salah satu dari kedua penjaga dari balik masker yang menutupi identitas wajahnya.

"Hati-hati, sebuah pertengkaran bisa jadi hanyalah sebuah pengalihan isu." Garwig tampak memberikan sebuah peringatan kepada dua aparat itu dengan sangat tajam dan nada bicara yang terdengar cukup dingin.

"Baik, pak." Kedua penjaga itu memberi hormat kepada Garwig yang hendak memasuki ruang interogasi.

Garwig pun membuka pintu baja ruang interogasi, dan lalu masuk ke dalamnya diikuti oleh Berlin beserta ketiga rekannya.

"Silakan jika kau ingin mencoba untuk mengintrogasinya, karena tampaknya mereka berdua cukup cerdik menjaga rahasia," ucap Garwig kepada Berlin.

Di dalam ruang itu sudah terdapat dua narapidana pria yang Berlin maksud. Kedua narapidana itu mengenakan baju yang sama yaitu serba putih, dan mereka berdua duduk di dua bangku dalam kondisi terborgol serta terdapat kain yang menutup kepala mereka.

Berlin pun berjalan mendekati kedua narapidana itu, dan lalu langsung membuka penutup wajah mereka.

Saat penutup wajah mereka terbuka. Kedua narapidana itu tampaknya terkejut dan langsung tertunduk takut ketika menatap Berlin yang berdiri di hadapan mereka.

"Kenapa? Sudah pasti kalian mengenalku, bukan?" tanya Berlin menatap tajam keduanya.

"Apa yang kau inginkan?" sahut salah satu dari mereka berdua dengan pandangan yang tampak tidak berani untuk menatap Berlin.

Ketiga rekan Berlin yang hanya berdiri di belakang Berlin dibuat cukup tersanjung dengan aura dan sikap yang ditunjukkan oleh Berlin.

"Meskipun aku sudah menduga suasana ini, tetapi ... rasanya ... akan sangat mengerikan jika kita berada di posisi kedua narapidana itu," gumam Asep berbisik kepada kedua rekannya dan tampak tidak ingin sampai didengar oleh Berlin.

"Ya, kau betul, namun meski begitu ... itulah kerennya Berlin bagiku," sahut Kimmy berbisik seraya mengulas senyuman tipis.

"Ssttt ...!" Adam menyela kedua rekannya dan menyuruhnya untuk kembali diam.

"Permintaanku hanya sederhana dan tidak ribet, apa kalian berdua bersedia mengabulkannya?" Berlin berbicara dengan sikap dan nada bicara yang terlihat sangat dingin. Tidak ada keramahan sama sekali ketika ia berbicara.

"Jika kalian bisa diajak kompromi, maka mungkin saja itu akan mempengaruhi masa hukuman kalian di tempat ini," ucap Berlin kembali.

"Tetapi jika tidak, yah ... aku sangat menyayangkannya," lanjut Berlin kemudian menatap tajam kedua narapidana yang duduk di bangku tepat di hadapannya.

Mereka berdua sempat saling tatap dengan tatapan bingung bercampur ketakutan tersendiri ketika berhadapan dengan Berlin.

"Baik, akan kami usahakan sebisa kami," ucap salah satu dari dua pria berbaju tahanan itu.

Langsung saja, tidak ingin berlama-lama lagi. Berlin langsung memberikan pertanyaan kepada kedua tahanan itu. Ia mencoba untuk menggali informasi mengenai kelompok bernama Clone Nostra.

"Kalian ditangkap di perbatasan laut Tenggara setelah mencoba untuk melewati perbatasan secara ilegal, dan memakai atribut sama persis dengan ciri khas Clone Nostra yaitu serba putih."

"Bisa beritahu padaku apa hubungan kalian berdua dengan Clone Nostra?" tanya Berlin lembut namun tak melepaskan tatapan tajam membunuhnya dari kedua tahanan yang ada di hadapannya. Beberapa kali ia berjalan mengitari kedua tahanan itu. Dan benar saja, dirinya tampak sangat ditakuti oleh mereka berdua.

"Ka-kami, kami hanyalah ... relasi, tidak lebih." Salah satu dari kedua tahanan pun menjawab dengan kepala tertunduk.

"Hmm? Relasi?" gumam Berlin mengangkat dagu pria itu lalu menatapnya tajam tepat di kedua bola matanya. Tahanan tersebut langsung bercucuran keringat ketika ditatap seperti itu. Tatapan yang tajam nan dingin dan menunjukkan keinginan membunuh yang sangat tinggi.

Berlin melepasnya dan kemudian bersandar santai pada dinding ruang interogasi. Menunggu penjelasan dari jawaban yang ia dapatkan.

"Sungguh! Kami tidak berbohong!" sambung rekan dari pria sebelumnya yang menjawab.

"Kami hanya budak yang disuruh-suruh untuk melintasi perbatasan itu," timpalnya kembali memperjelas.

Merasa tidak yakin dan tidak puas dengan jawaban yang didapat. Berlin menghampiri Garwig yang berdiri di pintu masuk ruang interogasi. Kemudian bertanya, "apakah sebelumnya mereka memberikan jawaban yang sama?" tanyanya berbisik.

"Ya, mereka hanya mengulang jawaban, dan jawaban itu tidak berubah," jawab Garwig.

Berlin kembali menghampiri kedua tahanan itu dan kemudian kembali bertanya, "bisakah kalian memberitahukan padaku soal ... struktur dalam kelompok Clone Nostra?"

Sontak pertanyaan tersebut membuat kedua tahanan yang sedang diinterogasinya bingung. Mereka terpaku dan terdiam, bingung harus menjawab apa. Namun mereka harus memberikan jawaban, karena jika tidak mereka merasa akan mati di tangan Berlin pada saat itu juga.

"Kami tidak tahu soal struktur kelompok itu," jawab salah satu dari kedua pria tahanan itu.

"Yang kami tahu hanyalah ... adanya beberapa petinggi, dan ... terdapat sebuah marga di dalamnya," timpal rekan dari pria yang menjawab sebelumnya.

Jawab yang diberikan semakin membuat Berlin tertarik untuk menguliknya lebih dalam soal informasi tersebut. Marga? Sebuah marga keluarga?

"Kau mengatakan 'beberapa' petinggi? Petinggi kelompok itu lebih dari satu atau dua orang?" tanya Berlin.

"Ya, yang kami tahu hanya ada tiga, tetapi itu tidak pasti, karena kami tidak dapat mengetahuinya lebih," jawab tahanan itu.

"Posisi kalian sebagai?" tanya Berlin kembali dengan melangkah mendekati kedua tahanan.

"Seperti yang kami katakan sebelumnya, kami hanyalah relasi, tidak lebih." Jawaban tersebut yang didapat oleh Berlin setelah mengajukan pertanyaan itu.

"Lalu soal marga itu? Apakah kalian sama seperti Mafioso yang juga menggunakan marga?" tanya Berlin.

"Ya, seperti itulah, namun kami berdua tidak tercantum dalam marga yang ada di sana, bahkan nama kami pun masih bersih dari marga yang ada di kelompok itu," jawab salah satu dari dua tahanan itu kembali.

"Mengapa seperti itu?" sahut Berlin sedikit bingung.

"Karena ... kami ... anak baru dalam kelompok itu, dan belum sempat menjalani pengangkatan marga." Jawaban itulah yang didapat.

Berlin melihat tidak ada kebohongan sama sekali dari mata mereka, dan juga gestur mereka berdua ketika memberikan semua jawaban-jawaban itu. Justru malah yang ia lihat hanyalah ketakutan yang sangat menyelimuti diri mereka ketika berhadapan dengan dirinya.

Interogasi pun masih berlangsung dan terus dilanjut sampai Berlin sendiri merasa puas dengan apa yang ia dapatkan. Ruangan interogasi yang dingin itu menjadi saksi atas semua jawaban yang diberikan oleh dua pria tahanan itu.

.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!