NovelToon NovelToon

Pseudo-Villain

Pertemuan Yang Ditakdirkan

Pekik kuda terdengar di sebuah hutan belantara. Langit masihlah gelap. Bulan purnama bersinar di atas langit, menggantung di antara bintang-bintang. Tanah basah karena beberapa saat yang lalu, hujan turun dengan deras. Itulah kenapa tanah yang dipijak oleh kuda itu menjadi berlumpur.

Lolongan serigala terdengar di penjuru hutan. Sekelompok hewan pemangsa itu bersembunyi di balik pohon, batu, dan tunggul. Mereka siap bergerak kapanpun ketika kesempatannya tiba.

Selain lolongan serigala dan derik serangga, ada suara lain yang juga memenuhi hutan. Itu adalah tangisan bayi yang masih berumur enam bulan. Siapapun yang ada di sana pasti akan merasakan pilu yang amat sangat.

Bagaimana tidak, bayi itu bahkan belum bisa merangkak. Yang bisa ia lakukan hanyalah berbaring, menangis, dan telungkup. Namun orang yang membawa dirinya ke hutan ini begitu kejam. Dia hanya turun dari kudanya, lalu meletakan bayi itu di sebuah kotak kayu yang biasa digunakan untuk mengangkut barang. Hanya ada sehelai selimut yang melilit bayi itu.

Hanya itu saja. Setelah meletakan bayi itu di sana, ia pergi dari hutan. Meninggalkan sang bayi seorang diri di tengah tatapan ganas para serigala dan hewan pemangsa lainnya.

Tidak ada yang tahu apa takdir apa yang sedang menunggu bayi malang itu.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

"Jeanne! Cepat kemari atau kamu akan aku tinggal!!"

Seorang ibu memanggil anaknya yang entah sedang melakukan apa di dalam rumahnya. Dia membawa peralatan memburu. Sebilah tombak, pisau jagal berukuran kecil, dan keranjang.

Anak gadisnya, yang berusia lima tahun, keluar dari rumah. Berbeda dengan pakaian ibunya yang cukup terbuka, gadis kecil nan imut itu menggunakan baju yang lebih sopan.

"Aku datang mama! Maaf karena harus menyiapkan bekal!"

Gadis kecil itu bernama Jeanne. Dia memiliki karakteristik yang mirip dengan ibunya. Rambut putih yang menjulur hingga punggung, mata lebar dengan iris berwarna kuning keemasan, dan wajah imut yang terlihat seperti tiruan dari ibunya. Anak itu sangat imut. Sepuluh tahun kemudian, dia akan menjadi gadis yang sangat cantik.

"Okee!! Kalau begitu, ayo berangkat!!"

Jeanne dan ibunya segera pergi ke dalam hutan. Desa tempat mereka tinggal adalah desa yang sangat dekat dengan hutan. Jeanne biasa diajak oleh ibunya untuk ikut berburu. Walaupun masih kecil, Jeanne memiliki bakat dalam fisik. Gerakannya lincah dan staminanya tinggi. Selain fitur yang mirip dengan ibunya, bakat dalam fisiknya juga turun dari ibunya.

Mereka berangkat pagi dan sampai di hutan menjelang siang. Sebelum masuk ke hutan, mereka makan terlebih dahulu untuk mengisi tenaga, dan setelah itu mereka masuk ke dalam hutan belantara.

"Nee—mama! Apa yang akan kita dapatkan hari ini!?"

"Hmmm... bagaimana kalau malam ini kita makan kambing hutan?"

"Ahhh, Kambing hutan! Aku mau, aku mau! Nee—mama, Ayo kita tangkap kambing hutannya!"

Imutnya. Ibu itu mengelus kepala anak gadisnya dengan lembut. Setelah itu, keduanya langsung berlari untuk memburu kambing hutan yang Jeanne idam-idamkan.

Biasanya kambing hutan ada di bagian terluar hutan. Tetapi entah kenapa, hari ini tidak ada kambing yang biasanya berkeliaran untuk memakan rumput. Ibunya mengajak Jeanne untuk masuk lebih sedikit ke dalam hutan.

'Aneh....kenapa aku merasa bahwa hari ini berbeda dari biasanya. Ini bukan firasat buruk tapi....'

Sesaat setelah berjalan, sang ibu dan Jeanne melihat sekelompok serigala sedang mengelilingi sesuatu. Dengan sigap sang ibu langsung menarik Jeanne untuk bersembunyi di balik sebongkah batu besar.

Sang ibu lalu mengobservasi keadaan di sekitarnya sembari menenangkan Jeanne yang sedang menangis. Dia jelas merasakan haus darah dari sekelompok serigala itu.

'serigala? Di waktu seperti ini? Apa yang sebenarnya mereka sedang lakukan?'

Awalnya sang ibu tidak punya petunjuk. Namun sesaat kemudian, dia melihat sebuah kotak di tengah-tengah para serigala.

Instingnya bilang, dia tidak boleh membiarkan serigala itu mengeluarkan isi kotak itu. Dia mengambil keputusan. Dengan gesit, dia melempar tombak yang dia genggam. Bingo! Tombak itu tertancap ke salah satu kepala serigala dan menyebabkan serigala itu langsung tewas.

Serigala lain langsung mengarahkan tatapan mereka ke arah sang ibu. Namun dia bergerak lebih cepat. Pisau jagal yang dia pegang langsung menusuk leher salah satu serigala dan melemparkannya ke serigala lain.

Dia mengambil tombaknya yang tertancap di kepala salah satu serigala dan mengayunkannya ke sudut atas kiri tubuhnya, dimana seekor serigala yang lain melompat ke arahnya.

CRASHHH!!

Perut serigala itu robek dan isinya keluar. Tidak lama kemudian, serigala yang berjumlah lima tadi telah tewas semuanya. Jeanne keluar dari tempat persembunyiannya dan memeluk ibunya.

"Huhuhu....mama, aku takut. Mereka pasti akan memakan kita kan?"

"Tidak perlu takut sayang. Sekarang sudah baik-baik saja."

Sang ibu memeluk Jeanne untuk beberapa saat. Sampai pada akhirnya teringat kalau ada kotak yang dikelilingi oleh serigala.

Sang ibu menggandeng Jeanne dan membawanya ke kotak yang terletak begitu saja di tanah. Dengan hati-hati, sang ibu membuka kotak itu dan terkejut ketika melihat isi dari kotak itu.

Dan isinya adalah seorang bayi laki-laki.

Delapan Tahun Kemudian

Suara tangisan bayi terdengar di rumah sang ibu. Setelah dia melihat kalau ternyata apa yang ada di dalam kotak itu adalah bayi laki-laki yang lucu, dia tidak bisa bersikap seolah-olah itu bukan urusan dirinya. Karena itulah, dia membawa bayi laki-laki itu pulang ke rumahnya.

"Mamah, mamah! Lihat Jean menangis! Apakah dia haus?"

Jeanne yang daritadi menemani bayi laki-laki yang diberi nama Jean, menghampirinya ibunya di dapur. Dengan gerakan imut ala gadis berusia lima tahun, dia menarik gaun yang ibunya pakai.

"Oh, kamu benar, Jeanne. Jean pasti haus dan lapar. Apakah kamu mau menemani mamah untuk menyusui adikmu?"

"Iya, Aku mau!"

Jeanne dengan senang hati menemani ibunya pergi ke kamar. Ibunya mengangkat Jean lalu membuka bagian atas pakaiannya hingga ke bawah buah dadanya. Dengan gembira, Jean menyusu.

"Dia terlihat menggemaskan....."

"Apakah begitu, Jeanne?"

"Unnn! Karena Jean imut, Jeanne akan merawatnya dengan baik!"

Sang ibu tersenyum lembut kepada Jeanne dan menepuk kepalanya yang kecil. Sudah sekitar satu minggu semenjak dia menemukan Jean dan selama itu juga, Jeanne membantunya mengurus Jean. Dia yakin Jeanne akan menjadi kakak yang baik.

Saat dia dan Jeanne sedang bercengkerama dan bercanda, sembari menyusui Jean, suara seorang lelaki terdengar dari ruang tamu.

"Svetlana, Jeanne! Dimana kalian?"

Benar juga, nama ibu itu adalah Svetlana. Svetlana lalu menyuruh Jeanne untuk menghampiri ayahnya di ruang tamu. Untung Jean tidak lama menyusu. Setelah bocah kecil itu merasa kenyang, dia melepaskan mulutnya dari Persik Svetlana dan jatuh tertidur.

Svetlana tersenyum lembut dan menyentuh pipi kecil Jean. Dia terlihat sangat menggemaskan. Svetlana menganggap bahwa Jean adalah anaknya sendiri. Setelah meletakan Jean di box bayi, dia segera menghampiri suaminya.

"Ara, Nicholai. Kamu sudah kembali. Tumben sekali, biasanya malam hari kamu baru pulang."

"Iya. Pertemuan di balai desa lebih cepat berakhir daripada biasanya. Oh ya, bagaimana dengan Jean? Apakah anak itu terus merengek ketika aku tidak ada di rumah?"

Svetlana yang baru saja selesai menyeduh teh untuk Nicholai, suaminya, menggeleng.

"Tidak. Dia hanya menangis ketika lapar dan buang air. Di luar itu, dia selalu tersenyum, tenang, dan tidak rewel. Sangat berkebalikan dengan Jeanne ketika dia masih bayi ya?"

Svetlana terkikik dan menoleh ke arah Jeanne, yang sedang dipangku oleh Nicholai. Jeanne merasa sangat malu pada waktu itu hingga wajahnya menjadi sangat merah. Bahkan dia akan menangis seandainya Svetlana tidak memangkunya dan menepuk kepalanya dengan lembut.

Svetlana, Nicholai, Jeanne, dan kini Jean. Mereka adalah keluarga kecil yang bahagia. Rasanya mereka tidak memerlukan apapun kecuali mempertahankan keharmonisan semacam ini.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Delapan tahun kemudian.........

Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun sedang berusaha menghindari tebasan pedang seorang gadis berusia 13 tahun. Setelah menghindar, dia mencari celah untuk menyerang balik. Dengan gerakan yang lincah, laki-laki itu segera mencapai bagian belakang tubuh gadis itu dan menusukan pedang kayunya.

"Kali ini aku yang menang, kak Jeanne!"

Bocah laki-laki itu berhasil mengucur gerakan gadis yang menjadi lawannya. Gadis itu, Jeanne, pada akhirnya mengangkat tangannya karena sudah kalah.

"Oke, oke. Jean yang menang kali ini. Tapi lain kali, aku pasti akan mengalahkaknmu!"

Jean dan Jeanne baru saja selesai latih tanding. Ini adalah kegiatan rutin yang harus Jean jalani. Dia sudah dilatih untuk bertarung semenjak usia Lima tahun. Tiga tahun lebih awal jika dibandingkan dengan Jeanne yang baru diajarkan teknik bertarung diusianya yang ke delapan.

Tentu saja itu bukan permintaan Jean. Kata Svetlana, ibu Jean, seorang lelaki harus menjadi kuat untuk bisa melindungi apa yang berharga baginya. Tentu saja Jean yang masih berusia lima tahun pada waktu itu tidak tahu apa yang dia katakan. Bahkan sampai sekarang, dia masih tidak mengerti.

Sejauh ini, Jean dilatih dengan keras. Bahkan porsi latihannya lebih banyak daripada Jeanne. Sejak saat itu, dia harus berlari mengelilingi lapangan yang ada di dekat rumahnya sebanyak seratus kali, sepuluh kali lipat lebih banyak dibandingkan Jeanne.

Dia juga harus berlatih mengayunkannya pedang sebanyak seribu kali setiap harinya. Belum lagi push-up, sit-up, dan lain-lain sebanyak seribu kali juga. Mau tidak mau, Jean harus menuruti perintah ibunya atau jatah makan malamnya akan dikurangi.

"Baiklah, karena hari ini Jean berhasil memenangkan pertandingan, bunda akan menambah jatah makan malam kamu. Berbahagialah, Jean!"

Svetlana yang daritadi mengawasi mereka berdua datang kepada mereka dengan senyum puas di wajahnya. Dia memeluk Jean tanpa ragu-ragu meskipun keringat deras mengalir di tubuh Jean.

Sementara itu, Jeanne menunjukan ekspresi yang tidak puas. Pipinya menggembung. Kekalahan ini membuat wibawa Jeanne menjadi runtuh. Dia adalah tipikal kakak perempuan posesif yang selalu ingin melindungi adik laki-lakinya yang berharga.

Jean menghampiri Jeanne ketika Svetlana melepaskannya pelukannya. Dia lalu berjinjit sedikit dan menepuk kepala Jeanne dengan lembut, yang membuat gadis itu menjadi sangat malu.

"Hmmmpphh! Jangan menepuk kepalaku seperti itu!"

"Eh....apakah...kakak membenciku?"

Wajah Jean memelas. Ini membuat Jeanne terkejut dan langsung meminta maaf kepada Jean dengan nada hampir menangis.

"Sudah-sudah. Kalian berdua jangan bertengkar oke? Ayo bantu aku untuk menyiapkan makan malam. Ayah akan pulang sebentar lagi."

Keduanya mengangguk dan mengikuti Svetlana dari belakang. Seperti biasa, kehidupan mereka hari ini juga berjalan dengan damai.

Belajar Malam Dan Ceramah Panjang Dari Ayah

Malamnya, setelah makan malam selesai, rutinitas Jean belum Berakhir. Tidak seperti Jeanne yang belajar sebentar sebelum tidur, Jean menghabiskan waktunya sepanjang malam untuk belajar di ruang studi milik ayahnya, Nicholai.

Tidak seperti Svetlana yang lembut, Nicholai adalah pria yang dingin tertuama kepada Jean. Dia tidak akan membiarkan Jean untuk tidur jika Jean belum menyelasaikan buku yang ayahnya suruh untuk baca.

Jean belajar tentang berbagai bidang pelajaran. Mulai dari ilmu pasti seperti aritmatika dan pengetahuan alam, serta pengetahuan umum seperti sejarah, ekonomi, filosofi, dan lain-lain.

Jean telah belajar membaca dan berhitung diusianya yang ke lima tahun. Dan dia benar-benar telah bisa membaca serta menguasai aritmatika dasar di usia enam tahun.

Mengetahui bakatnya yang cukup hebat dalam hal ini, Nicholai langsing menjejali dirinya dengan berbagai buku pengetahuan. Dan sampai saat ini, Jean tetap melakukan hal itu terus menerus.

Ditemani oleh cahaya lilin yang temaram dan irama serangga yang bertalian, Nicholai sedang berdiri di hadapan Jean, sambil menunjuk-nunjuknya ke papan tulis dengan kapur di tangannya.

"Jadi, Jean. Apakah kamu sudah menyelasaikan buku yang waktu itu aku minta untuk baca?"

Jean kecil mengangguk. Dia memegang pena bulu di tangan kanannya dan kertas kosong di tangan kirinya.

"Bagus. Sekarang, jelaskan padaku apa yang kau dapatkan setelah membaca buku itu."

Jean lalu mulai mengatakan tentang apa yang dia dapatkan. Benua yang kini ia pijak adalah benua bernama Akkadia. Ada banyak nama yang digunakan untuk menamainya tetapi kebanyakan orang menggunakan Akkadia.

Benua ini dikelilingi oleh lautan yang luas dan di dekat benua ini, ada banyak pulau. Entah yang berukuran kecil maupun besar. Ada juga daratan lain yang terlalu besar untuk disebut sebagai pulau namun terlalu kecil untuk disebut benua. Karena itu daratan tersebut dikenal sebagai anak Benua.

Jean juga menjelaskan kalau di benua ini ada banyak kerajaan yang berukuran kecil maupun besar. Namun berdasarkan buku yang dia baca, ada tiga kekuatan besar yang mendominasi. Pertama adalah kekaisaran Vancouver, yang kedua adalah kerajaan Orelans, dan yang terakhir adalah federasi Ruhr.

Ketiga entitas ini memiliki kekuatan yang besar. Mereka mempunyai populasi yang banyak, tentara yang besar, tanah yang subur, kekuasaan yang besar. Sisanya adalah kerajaan menengah hingga kecil. Adapun tempat yang mereka tinggali terletak di bagian barat benua Akkadia. Sebuah kerajaan kecil yang dikelilingi oleh perbukitan dan sungai-sungai berukuran sedang.

Setelah mendengar apa yang Jean jelaskan, Nicholai mengangguk. Dia cukup, tidak, sangat puas dengan kemampuan Jean untuk menghafal dan meringkas sesuatu lalu mengubah menjadi penjelasan yang sederhana dan dapat dimengerti dengan mudah.

Tetapi Nicholai juga tidak bisa membiarkan Jean untuk berpuas. Dia akan memberikan apresiasinya untuk Jean lalu juga memberikannya kritik kepadanya. Nicholai harus memastikan bahwa Jean tidak tinggi hati dan tetap rendah hati.

"Bagus Jean, kau sudah meningkat daripada dua Minggu yang lalu. Namun kamu masih melewatkan beberapa penjelasan yang penting. Kira-kira apa yang tidak kamu jelaskan?"

Jean terkejut. Dia senang mendapatkan apresiasi dari ayahnya tetapi juga sedih karena ayahnya tidak memuji dirinya lebih jauh lagi. Namun Jean tidak mengatakan itu kepada ayahnya.

sepertinya Nicholai menyadari hal itu. Dia hanya menggeleng dan menyuruh Jean untuk melupakan hal itu. Sudah saatnya untuk masuk ke pembelajaran utama.

"Sekarang Jean, perhatikan baik-baik. Ayah akan bertanya kepadamu. Bagaimana kamu menggambarkan sosok manusia?"

"Eh, manusia? Manusia adalah makhluk yang memiliki satu kepala. Dalam satu kapal itu ada dua mata, dua telinga, satu hidung dengan dua lubang, dan satu mulut dengan gigi, lidah, dan gusi.

"Manusia juga memiliki dua tangan dan dua kaki dengan masing-masing lima jari. Lalu ada perut dan burung bagi pria serta gua untuk para wanita."

Nicholai mengangguk kecil sambil memejamkan matanya saat mendengarkan jawaban Jean. Namun dia langsung membuka matanya lebar-lebar ketika Jean menyebut kalimat terakhir.

"Tunggu! Ada dengan burung dan gua itu!?"

"Eh? Tapi bunda mengatakan hal itu padaku. Waktu itu aku bertanya kepada bunda kenapa kakak Jeanne tidak memiliki burung di bagian bawahnya. Lalu bunda menjawab kalau semua wanita memang tidak memiliki hal itu. Sebagai gantinya, wanita memiliki gua suci di bagian bawah tu......"

"Oke cukup! Jangan katakan lagi! Svetlana....apa yang sebenarnya kau ajarkan pada anak ini....Ya sudahlah."

Nicholai menggelengkan kepalanya sambil memijat keningnya. Setelah itu, Nicholai melanjutkan lagi pembelajarannya.

"Kesampingkan soal burung dan gua suci, pada dasarnya apa yang Jean katakan tadi tepat. Namun, jika seperti itu, apa yang membuat manusia berbeda dengan kera?"

Jean ingin menjawab pertanyaan ayahnya. Namun, entah kenapa Jean bisa mengerti kalau pertanyaan itu bukan untuk dijawab. Jean yakin kalau ayahnya akan memulai ceramah yang panjang lebar mengenai hal ini, dimana Jean harus mencatat poin penting dari apa yang ayahnya katakan.

"Pada dasarnya, tidak ada perbedaan signifikan antara manusia dan kera. Satu-satunya yang membuat mereka berbeda adalah fakta kalau diberikan sesuatu bernama akal. Akal lah yang pada akhirnya bisa membuat kita sebagai manusia untuk berpikir dan memecahkan masalah dengan rasional."

Nicholai berhenti sejenak, menghiraukan dan menghembuskan nafas, lalu melanjutkan ceramahnya.

"Dengan kata lain, manusia adalah hewan yang berpikir. Seorang bijak mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lain. Tahukah apa maksud dari kalimat itu, Jean?"

Jean menggeleng lagi.

"Bayangkan di sebuah hutan, ada seratus serigala. Tapi sayangnya hanya ada sepuluh domba di sana. Dan hanya itu satu-satunya makanan mereka. Apa yang kira-kira akan mereka lakukan?

"Tentu saja mereka akan berlomba-lomba untuk memburu serigala itu. Tapi sebelum itu, mereka akan menyerang sesama mereka sendiri. Saling menyerang, saling mengoyak, dan saling membunuh.

"Tapi tentu saja mereka akan membentuk sebuah kelompok. Lalu mereka memburu domba dan memakannya bersama. Namun tidak hanya sampai di situ. Mereka pasti akan berebut lagi dengan anggota kelompoknya. Terus bertarung hingga yang terakhir akan mendapatkan daging yang paling banyak.

"Begitu juga manusia. Tapi sayangnya manusia memiliki akal. Keinginan mereka jauh lebih besar daripada para serigala tadi. Pada akhirnya, mereka, tidak, kita saling bertarung satu sama lain untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas.

"Tidak ada kepercayaan, tidak ada janji yang ditepati. Begitu manusia yang berkelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka akan membunuh sesama kelompoknya. Itu adalah siklus tanpa akhir."

Nicholai mengambil ceramah sampai situ. Dia memegang dadanya sejenak. Mungkin dia merasakan sesak karena lupa bernafas saat berbicara (?)

Jean mencatat apa yang ayahnya katakan. Dia juga mendengarkan dengan baik. Dan tidak hanya itu, Jean juga mengingat setiap kalimat yang ayahnya katakan dengan baik.

"Baiklah Jean, cukup sampai di sini dulu. Baca buku ini dan buat ringkasannya tiga hari. Kau harus selesai hingga saat itu. Sekarang, pergilah tidur. Besok, kau harus bangun pagi dan berlatih dengan ibumu."

Jean mengangguk dan pergi meninggalkan ayahnya. Setelah Jean keluar, Nicholai tidak lagi dapat menahannya dan dia terbatuk hingga mengeluarkan darah.

"Si-sial! Aku tidak punya banyak waktu. Jangan, Jangan biarkan aku mati terlebih dahulu, Dewi Arian."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!