NovelToon NovelToon

BIARKAN AKU BAHAGIA

Lamaran Dari Sahabat Ayah

Nurmala Azhara baru dua hari ini menjadi mahasiswi magang di Perusahaan Andromega yang memiliki banyak bidang usaha. Dia dan ketiga sahabatnya di terima di kantor utama lewat rekomendasi dosen yang juga ibu dari sahabatnya.

"Mala" panggil Tari, sekertaris bosnya yang sedang hamil muda tersebut.

Mala diminta Tari untuk jadi asistenya sejak awal dia diterima magang di perusahaan ini, karena kondisi Tari yang sangat mudah lelah sehingga dia membutuhkan asisten yang bisa meringankan pekerjaannya.

Dengan terpaksa Mala harus berpisah ruangan dengan ketiga sahabatnya yang di tempatkan dibagian administrasi. Awalnya dia ragu untuk menerima tawaran tersebut karena sekertaris bukanlah bidangnya, tapi Tari memohon dan meyakinkan Mala kalau gadis yang memiliki tinggi diatas rata-rata kaum wanita itu mampu dengan tugas yang akan diberikan olehnya.

"Ada apa Mbak?" tanya Mala pelan tidak seperti saat Tari memanggilnya.

Tari terkekeh, dia tahu Mala mengingatkannya untuk tidak membesarkan volume suara saat bicara.

"Sore pulang kantor temani Mbak kerumah sakit ya" Mala menyatukan alisnya menatap heran.

"Suami Mbak Tari ternyata tidak bisa pulang dari Kalimantan siang ini, dia meminta mbak memindahkan jadwalnya besok. Sementara besok dokter yang biasa Mbak kunjungi akan terbang ke Singapura" Tari menjelaskan pada Mala.

"Ya udah deh mbak, nanti Mala temani Mbak Tari. Jangan sedih gitu" jawab Mala sambil menggoda Tari.

Tari tersenyum lebar, tidak salah dia meminta Mala untuk jadi asistenya, gadis dihadapannya ini selain cantik juga baik bahkan sangat baik menurut Tari. Baru dua hari saja dia mengenal Mala, dia sudah merasa bertahun-tahun lamanya. Asistenya ini sangat ringan tangan dan supel, dia bahkan sudah berani bicara banyak tentang dirinya pada Mala yang hampir tidak pernah dia lakukan pada orang lain selain sahabat dan ibunya. Selain itu Mala juga dinilai Tari sangat cekatan menyelesaikan pekerjaannya.

"Mbak tapi aku sama Tias boleh? Aku biasa pulang sama dia soalnya"

"Boleh kalau Tiasnya mau" jawab Tari.

Keduanya kembali disibukkan dengan pekerjaan, banyak yang harus disiapkan oleh mereka. Setidaknya saat bos besar mereka pulang dari luar kota, semua berkas dan jadwal yang dibutuhkan oleh pria tampan yang dingin itu telah siap semua.

"Mbak memangnya kapan bos akan pulang?" tanya Mala yang sejak pertama kali magang belum pernah bertemu dengan pimpinan sekaligus anak pemilik perusahaan ini.

"Bilangnya sih besok, tapi bisa saja maju atau mundur" jawab Tari yang tangannya terus bermain di keyboard menekan hurup bergantian dengan cepat.

"Maju mundur cantik ya Mbak" Tari terkekeh mendengar candaan Mala.

"Akhh selesai juga" Tari memijat jemari tangannya.

"Ternyata kamu humoris juga ya La" Mala hanya tersenyum menanggapi ucapn Tari.

Karena mengantarkan Tari periksa kandungan membuat Mala terlambat pulang kerumah. Dia sudah mengabari bundanya dan memberi bukti jika dia benar-benar ke dokter kandungan bersama Tias untuk menemani Tari.

"Tias, makasih ya tumpangannya, maaf kamu jadi ikut terlambat" ucap Mala, saat dia akan turun dari kendaraan roda empat kesanyangan Tias. Kendaraan yang Tias dapatkan sebagai kado ulang tahun yang diberikan kakaknya.

"Apa perlu mengucapkan itu?" tanya Tias pada Mala yang membuat tawa mereka pecah.

Tias tidak butuh ucapan terima kasih dari Mala. Baginya Mala bukan hanya sahabat tapi sudah seperti saudara. Mereka berteman sejak SMP sampai sekarang, bukan waktu yang sebentar untuk saling mengenal satu sama lain.

"Sepertinya Lo ada tamu" Tias menunjuk kendaraan yang terparkir dihalaman rumah Mala.

"Iya bunda tadi sudah memberi kabar kalau akan ada tamu, ternyata mereka sudah tiba sebelum aku pulang" jawab Mala.

"Nggak mungkin tamu Lo juga kan, pasti tamu bunda atau tamunya mas Arfan" ucap Tias.

"Iya sih" jawab Mala sambil menyengir kuda.

"Ya udah gue pulang" pamit Tias.

Mala masuk kehalaman rumahnya setelah kendaraan milik Tias menghilang. Karena ada tamu Mala masuk ke rumah lewat garasi yang pintunya terhubung ke ruang makan. Saat kakinya melangkah hendak masuk kekamar, Bunda Sarah memanggilnya.

"Mala" panggil bunda Sarah.

"Iya Bun" jawab Mala.

"Kamu ikut Bunda, temui tamunya. Mereka mau bertemu sama kamu" ucap bunda Sarah membuat Mala heran.

"Tamunya siapa Bun?" tanya Mala.

"Sahabat ayah. Dia, istri dan putranya ingin bertemu kamu"

"Mala mandi dulu Bun" elak Mala agar bisa menghindari tamu tersebut.

"Tidak perlu. Ayo" Bunda Sarah menarik Mala untuk ikut keruang tamu bersamanya.

Sampai diruang tamu Mala terdiam, dia seperti pernah melihat pria tersebut, tapi dimana? Dia lupa.

"Ini Mala" Bunda Sarah memperkenalkan Mala pada tamunya.

Mala menyalami ketiga tamunya, ketika bersalaman dengan putra sahabat ayahnya, iris mata mereka bertemu dan Mala kembali mengenali sorot mata itu. Mala memilih duduk di sofa samping mas Arfannya yang juga ikut menemani tamu mereka. Kalau boleh memilih, dia ingin segera mandi dan tidur dari pada ikut duduk disini.

"Karena semua sudah hadir jadi saya langsung saja bicara tentang tujuan kami kemari" ucap pak Andro.

Entah mengapa Mala merasa sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi pada dirinya. Dia kembali memperhatikan pria yang ada dihadapannya sambil mengingat pernah bertemu dimana.

"Aku ingat" ucap Mala dalam hati.

Dia bertemu pria ini kemarin di rumah makan milik omnya Ardi. Pria itu datang bersama seorang wanita yang bisa Mala pastikan kalau mereka adalah sepasang kekasih. Keduanya mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari Mala dan tiga sahabatnya Tias, Zoya dan Ardi.

Saat itu Tias sedang menceritakan gosip tentang bos mereka yang katanya penyuka sejenis dan akhirnya ditinggalkan kekasihnya yang merasa di bohongi.

Ditengah keseruan mereka bercerita sambil menikmati makan siang, terdengar suara ribut dimeja sebelah dimana sepasang kekasih yang Mala lihat tadi sedang bersitegang.

"Bagaimana bisa kamu mau menikah dengan wanita lain sedangkan selama ini aku adalah kekasihmu" teriak wanita itu dengan kesal.

Mala dan ketiga sahabatnya bisa mendengar jelas apa yang dikatakan wanita itu.

"Diputusin ceritanya" ucap Zoya sambil berbisik membuat keempatnya tertawa.

Tawa keempat orang yang duduk tidak jauh darinya membuat wanita itu semakin murka. Dia berdiri dan mendatangi meja yang ditempati Mala, Zoya, Tias dan Ardi.

"Kalian menertawakan saya?" tanya wanita itu dengan mata membulat.

"Kalau iya kenapa?" Zoya yang menjawab.

Belum sempat tangan wanita itu sampai di wajah Zoya, sang pria membawa pergi wanita itu. Mata pria itu sepat bersiborok dengan Mala, cukup lama sampai Mala memalingkan wajahnya.

"Silakan Mas Andro katakan saja" jawab bunda Sarah membuat Mala kembali fokus dengan ucapan pak Andro.

"Begini, seperti yang Mbak Sarah ketahui hubungan saya sangat dekat dengan almarhum mas Riadi. Saat terakhir kami bertemu kami membicarakan perjodohan putra putri kita"

Deg

Mala merasa tidak tenang mendengar ucapan Pak Andro tentang perjodohan, dia berusaha berfikir positif.

"Mungkin saja mas Arfan yang akan dijodohkan" batin Mala. Sayangnya Mala harus kecewa saat mendengar perkataan pak Andro selanjutnya.

"Putra saya sudah setuju. Tinggal meminta jawaban dari putri Mbak Saras"

"Setuju?" Mala kembali membatin.

Bagaimana bisa? Sudah jelas pria itu memiliki kekasih dan katanya setuju dengan perjodohan ini. Mala ingat keributan kemarin, pria itu meminta ijin kekasihnya karena dia mau menerima perjodohan ini.

Mereka belum pernah kenal sebelumnya, mengapa dia menerima begitu saja? Mala ingin menyelidikinya terlebih dahulu sebelum menyetujui perjodohan ini. Apa motif pria dihadapannya ini menerima perjodohan mereka.

"Bagaimana?" tanya pak Andro sambil menatap Mala.

"Sa... saya minta waktu untuk berpikir" jawab Mala gugup.

"Baiklah kami tidak memaksa untuk dijawab sekarang. Kami akan kembali tiga hari lagi untuk menagih jawaban lamaran ini" jawab pak Andro yang tampak sedih. Mala yang melihat itu merasa bersalah.

"Maaf Om" ucap Mala.

"Tidak apa-apa. Om hanya sedih kalau tidak bisa menjalankan janji Om dengan almarhum ayahmu untuk menjadikan kamu putri Om"

Mala terdiam, perasaannya akan berkecamuk bila sudah menyangkut ayahnya. Tapi dia tidak bisa menikah dengan pria yang belum dia kenal dan sudah memiliki kekasih walaupun dia memutuskan kekasihnya.

...⚘⚘⚘⚘⚘...

...Biarkan Aku Bahagia...

Bertemu Lagi

Pagi ini Mala terlambat bangun walaupun alarm yang dipasangnya sudah berbunyi beberapa kali, dia bagun hanya untuk mematikan suara alarm lalu kembali melanjutkan tidurnya sampai akhirnya suara Arfan tedengar mengusik tidurnya.

"Sebentar lagi matahari terbit dek, kamu belum sholat lho" ucap Arfan lembut sambil menguncang tubuh Mala.

Arfan sangat sayang dengan adik semata wayangnya ini. Mala bukan gadis manja, dia cerdas dan berjiwa sosial, mudah bergaul dan mau berusaha untuk keberhasilannya. Baru kali ini Mala bangun kesiangan, biasanya setelah subuh adiknya sudah ada di dapur membantu bunda dan Bi Ina asisten rumah tangga yang sudah ikut bersama mereka sejak Mala masih bayi untuk menyiapkan sarapan.

Walau terlahir dari keluarga yang berkecukupan, Arfan dan Mala tidak terlena dengan harta. Mereka terbiasa hidup sederhana, bahkan Mala malas mengendarai kendaraan miliknya sendiri agar terlihat seperti orang dari keluarga biasa. Dia lebih senang menumpang pada Tias, membuat dia sering di buly sebagai orang yang suka memanfaatkan teman-teman yang kaya.

Pernah suatu hari Tias sakit dan tidak bisa masuk kuliah, terpaksa Mala mengendarai kendaraanya sendiri. Saat itulah teman-teman kampus yang pernah membulynya speechless, dia mampu membungkam mereka saat melihat kendaraan yang dikendarai Mala jauh lebih mewah dari milik Tias.

"Cepat mandi dan sholat. Mas tunggu kamu di meja makan" lanjut Arfan ucapannya begitu Mala sudah duduk dari tidurnya.

Arfan mengecup pucuk kepala adiknya lalu meninggalkan Mala yang masih mengumpulkan stengah nyawanya.

Semalam Mala tidak bisa tidur setelah bunda Sarah memberikan sebuah surat bertulis tangan milik ayahnya, dimana surat itu menjelaskan kalau sang ayah memang menjodohkan Mala dengan putra sahabatnya.

Memikirkan itu membuat Mala sulit terpejam, terlebih lagi dia membayangkan calon suaminya yang masih memiliki kekasih. Dia tidak ingin menyakiti hati seseorang terlebih lagi itu kaumnya sendiri.

Begitulah pribadi seorang Mala, sejak dulu dia tidak mau menyakiti siapapun bahkan pada orang yang mengusik dan menyakitinya sekalipun. Baginya tidak ada gunanya membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan. Menurut pemikiran gadis itu, berarti dia tidak berbeda dengan orang yang menyakitinya kalau membalas dengan hal buruk seperti yang dilakukan musuh padanya.

"Selamat pagi Nunda" sapa Mala begitu dia berdiri di dekat Bunda Sarah yang sudah duduk di meja makan.

Mala mencium pipi bunda Sarah, hal rutin yang selalu dia lakukan setiap pagi. Sudah ada Arfan duduk disana tengah menikmati sarapannya. Tidak membuang waktu Mala segera menarik kursi duduk di samping Arfan dan berhadapan dengan Bunda Sarah.

"Kamu sudah mengambil keputusan La?" tanya Bunda Sarah. Mala menggeleng.

"Beri waktu Mala untuk kenal dulu dengan putranya Om Andro" jawab Mala lirih.

Dia ingin memberi tahu bunda dan Arfan kalau calon suaminya itu mempunyai kekasih tapi dia tahan sebelum dia menyelidiki lebih lanjut calon suaminya.

"Assalmualaikum" suara Tias yang memberi salam.

Gadis itu sudah menganggap rumah keluarga Mala adalah rumah keduanya, sehingga dia terbiasa keluar masuk rumah ini seakan-akan dia juga tinggal disana.

"Waalikumsalam" jawab bunda Sarah, Arfan dan Mala hampir bersamaan.

"Ayo Tias sarapan dulu" ajak bunda Sarah.

Tias mendudukan pantatnya disamping Mala, tanpa rasa sungkan dia mengambil roti dan mengoles topingnya sendiri. Bunda Sarah dan Mala sudah tahu kebiasaan Tias, gadis itu tetap mencari roti dengan toping coklat kacang kesukaannya walaupun sudah sarapan dirumahnya. Sehingga sejak Tias sering menjemput Mala untuk pergi kuliah bersama, Bunda Sarah selalu menyiapkan roti dan toping coklat kacang khusus untuk Tias.

"Lo kayak orang suntuk La" ucap Tias saat melihat sesuatu yang berbeda dengan sahabatnya tersebut.

Sahabatnya sedikit lebih pendiam, tidak seperti biasanya. Jelas sekali kalau dia sedang memikirkan sesuatu yang perlu pertimbangan. Bersahabat sejak lama membuat Tias cukup tahu bagaimana pribadi seorang Mala, termasuk saat memiliki masalah.

"Gue dijodohin" jawab Mala jujur. Mendengar jawaban Mala, Tias langsung menginjak rem mendadak.

"Gue masih mau hidup Tias" bentak Mala. Hampir saja keningnya membentur dashboard. Untung saja dia memakai seat belt dengan benar sehingga bisa menahan dirinya dengan baik.

"Sory, gue kaget denger jawaban Lo" jawab Tias sambil kembali melajukan kendaraanya.

Untungnya mereka masih di jalanan komplek yang masih sepi sehingga tidak mengganggu kendaraan lain yang lewat.

"Apa tamu yang gue lihat itu keluarga calon suami Lo?" tanya Tias lagi. Mala hanya menggangguk pelan.

"Orangnya cakep?" Tias kembali bertanya.

"Lo kenal orangnya" jawab Mala membuat Tias memalingkan wajahnya menatap Mala.

"Nggak usah lihatin gue, fokus kedepan. Kita sudah dijalan raya sekarang" membuat Tias kembali menatap lurus pada jalanan.

"Tias, lo inget nggak keributan waktu kita makan siang di resto Om Panji?" tanya Mala mencoba memulai cerita tentang siapa calon suaminya.

"Cewek yang diputusin cowoknya karena mau nikah sama orang lain. Terus cewek itu nyamperin kita karena ngetawain dia dan ditantang Zoya" jawab Tias panjang kali lebar.

"Kenapa lo ingetin gue masalah itu?" tanya Tias yang belum nyambung dengan maksud Mala. Tias benci mengingat peristiwa itu.

"Cowok itu yang dijodohin sama gue"

"What? Lo nggak bercandakan"

"Apa perlu gue bercanda dengan masalah serius dalam hidup gue?" Mala balik bertanya.

"Sory, gue kaget jadi sedikit tidak percaya" ucap Tias sambil memikirkan sesuatu.

"Btw, tu cowok cakep juga La. Dari penampilannya gue rasa dia bukan orang sembarangan" jawab Tias memberi masukan, tanpa Mala tahu jika Tias pernah mengenal laki-laki itu.

"Cocok si dia sama lo dari pada sama pacarnya yang kemarin itu" lanjut Tias ucapannya, jujur dalam hatinya Mala memang serasi dengan laki-laki itu. Bagaimana dengan dia?

"Gue belum terima lamaran dia, Yas" Mala memalingkan wajahnya menatap jendela.

"Gue perlu tahu dulu siapa dia dan seperti apa kehidupannya" lanjut Mala ucapannya.

"Gue paham, lo nggak usah ngomong gue udah tahu apa yang lo mau. Jangan takut, gue, Zoya dan Ardi pasti bantu lo untuk tahu kehidupan cowok itu" ucapan Tias membuat Mala tersenyum.

Dia tidak salah memilih sahabat, ketiganya selalu siap membantu. Begitupun sebaliknya, intinya mereka selalu siap membantu disaat salah satu dari mereka memiliki masalah.

Tanpa terasa mereka sudah memasuki kawasan perusahaan Andromega. Tias memarkirkan kendaraanya diarea pegawai, dia sudah mendapatkan kartu untuk akses masuk kesana. Tidak jauh dari mereka parkir tampak sebuah mobil yang dikenali Mala dan Tias.

"Mala, bukankah itu mobil yang kemaren datang ke rumah lo" tunjuk Tias pada kendaraan mewah tersebut.

"Dia ternyata kerja disini, gue pikir dia eksekutif muda punya perusahaan sendiri, tapi melihat penampilannya sepertinya dia memiliki jabatannya lumayan tinggi disini" lanjut Tias ucapannya.

"Berarti kita lebih mudah untuk mengetahui siapa dia dan bagaimana kehidupannya" Mala yang bicara dan mendapat anggukan dari Tias.

"Ya udah turun, kita absen nti telat lagi gara-gara dia"

Tias langsung membuka pintu mobil setelah dia mengajak Mala turun. Mala menyusul Tias dan sempat bertatapan dengan pria itu. Mala tidak menyangka akan bertemu lagi disini, dia segera memutuskan pandangannya dan berjalan mengikuti Tias menuju mesin absen.

Pria yang dijodohkan pada Mala terus memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Cukup heran karena yang dia tahu gadis itu masih kuliah, tapi mengapa ada diperusahaan Andromega dan ikut absen karyawan? Pikir pria itu.

Mala naik ke lantai dimana ruangan bos berada, sebelumnya dia ikut Tias ke bagian administrasi untuk menemui kedua sahabatnya yang lain, dia meminta mereka nanti sore berkumpul di tempat biasa mereka berbagi cerita. Zoya dan Ardi menyetujui permintaan Mala.

"Mala, bos sudah ada diruangan" Tari memberi tahu Mala.

"Maaf mbak, aku tadi ke bagian administrasi dulu" jelas Mala takut dibilang terlambat.

"Tidak apa-apa, tumben aja bos datangnya pagi" jawab Tari lalu duduk dimeja kerjanya yang diikuti Mala.

Baru saja menyalakan monitor yang ada dihadapannya, Tari dipanggil bos untuk menghadap dan membacakan jadwalnya hari ini.

"Selamat pagi Pak Galih" sapa Tari pada pimpinannya.

"Langsung bacakan saja" jawab Galih tanpa membalas sapaan Tari.

"Ishhh, jawab sapaan gue apa salahnya sih" keluh Tari tanpa rasa takut.

"Ini kantor Tari" jawab Galih tanpa melihat wajah Tari yang semakin kesal.

"Iya-iya, untung lo masih sepupu gue yang paling dekat. Kalau bukan udah gue..."

"Tari, gue butuh jadwal bukan butuh ocean sepupu gue yang nggak guna" potong Galih ucapan Tari.

Tanpa membantah lagi, Tari membacakan jadwal Galih hari ini dari pagi sampai sore. Semua kegiatan hampir semua di kantor hanya saat makan siang Galih harus menemui klien mereka disalah satu restoran.

"Siang lo ditemenin asisten gue aja ya" ucap Tari begitu selesai membacakan laporannya.

"Kondisi gue lagi nggak bisa capek. Asisten gue anak magang, namanya Mala, dia rajin, pintar dan cekatan, dia dapat lo andalin, kerjanya bagus. Lo bisa nilai sendiri nati bagaimana kinerja dia" lanjut Tari menjelaskan.

"Mala?" beo Galih"

...⚘⚘⚘⚘⚘...

...Biarkan Aku Bahagia...

Calon Istri

"Apa ada yang aneh dengan nama Mala?" tanya Tari begitu Galih membeokan nama Mala.

"Tidak ada, hanya aneh saja menemui klien dengan anak magang" jawab Galih asal.

"Biar magang tapi dia bisa diandalkan. Bukankah aku sudah memberikan CV nya sebelum kamu ijin tidak masuk kantor karena ingin mengurus wanita ular dan perjodohanmu"

"Aku belum sempat membacanya" jawab Galih jujur.

Namun sebenarnya dia masih terus bertanya benarkah Mala calon istrinya yang sekarang magang dikantornya? Terlebih lagi menjadi asisten Tari. Hal ini diperkuat dengan bertemunya dia dan Mala tadi pagi di tempat parkir.

"Bos jangan melamun, lebih baik ceritakan bagaimana perjodohanmu kemarin? Ditolak apa langsung diterima?" tanya Tari dengan penasaran tingkat dewa.

"Dia meminta waktu untuk menjawab"

Hempupp, Tari menahan tawanya tidak percaya. Seorang Galih Aarav Andromega digantung oleh wanita yang dilamarnya.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Galih tidak suka karena sepupunya itu menertawakan dia.

"Tidak salah, aku yakin dia wanita cerdas dan hebat yang tidak melihat pria hanya dari penampilan luarnya saja" jawab Tari apa adanya.

"Maksudmu?"

"Dia wanita yang tidak gegabah yang langsung menilai seorang pria dari ketampanan atau harta, dia pasti ingin tahu dan menyelidiki siapa kamu dan bagaimana kamu terlebih dulu sebelum menerima lamaranmu" jelas Tari agar Galih mengerti.

"Untung saja kamu sudah memilih untuk putus terlebih dulu dengan wanita ular tersebut. Jadi kalau dia menyelidiki tentang kekasihmu kamu akan aman" lanjut Tari.

"Sayangnya dia sudah pernah melihat aku dengan Celine" jawab Galih membuat Tari menggeleng cepat.

"Pasti karena itu dia ragu padamu"

"Saat itu aku sedang memutuskan Celine" lanjut Galih lagi penjelasannya.

"Begitu ya?" Tari tampak seolah-olah sedang berpikir.

"Atau jangan-jangan dia tahu gosip kamu yang penyuka sesama"

"Gosip murahan. Aku laki-laki normal" sanggah Gali.

"Iya itu sebelum Rania meninggalkan kamu, setelahnya kamu dingin dan benci wanita. Sekalinya punya pacar wanita ular" ketus Tari.

Tari berucap sambil berbalik arah meninggalkan sepupunya. Dia sebenarnya kasihan dengan Galih. Pria itu pata hati dan akhirnya menyiksa diri sendiri, membenci hampir setiap wanita sehingga dia digosipkan menyukai sesama jenis. Anehnya pria itu seakan membiarkan berita itu begitu saja.

"Jangan lupa siang bertemu klien ditemani asistenku. Satu lagi dia gadis baik-baik yang sangat cantik jangan sampai kamu jatuh cinta, bisa-bisa tidak jadi menikah dengan calon yang dipilihkan om Andro" goda Tari sebelum akhirnya dia hilang dibalik pintu.

Tari terkekeh sendiri menertawakan sepupunya membuat Mala yang melihatnya sedikit heran.

"Apa ada yang lucu terjadi didalam mbak?" tanya Mala penasaran.

Menurut rumor yang dia dengar bos mereka orang yang dingin dan sulit diajak bercanda. Tapi yang dia lihat Tari tampak senang keluar dari ruangan bos bahkan terus terkekeh entah apa yang lucu Mala tidak tahu.

"Ya sangat lucu sampai aku sulit berhenti menertawakannya" jawab Tari.

Mala membiarkan Tari dengan senyum senang sendirinya. Dia akan melanjutkan kerja sesuai yang Tari berikan tadi sebelum masuk keruang bos.

"Oh iya La, nanti kamu gantiin Mbak temani bos makan siang dengan klien ya" Tari memberi tahu Mala.

"Kenapa bukan Mbak Tari saja. Mala takut salah Mbak. Solanya belum pernah" jawab Mala jujur.

"Aku suka mual dengan beberapa makanan, takutnya disana ada makanan yang tidak sesuai dengan perutku. Bisa berabe kalau sampai aku kenapa-napa disana. Klien kita bisa ilfiil nanti" jelas Tari.

"Lagian itu makan siang biasa, hanya saja orang dan tempatnya yang buat suasananya berbeda. Kamu tidak perlu banyak bicara, cukup memberikan apa yang dibutuhkan Pak Galih saja" jawab Tari mencoba membujuk Mala.

"Baiklah Mbak demi kamu dan calon keponakanku" jawab Mala. Tanpa dia sadari ucapannya tentang anak yang dikandung Tari adalah kebenaran bila dia kelak jadi istri Galih.

Pada akhirnya Mala mau tidak mau harus menerima permintaan Tari, dia diminta Tari untuk jadi asistenya memang untuk mengantikan tugas Tari yang tidak bisa dilakukan wanita itu karena kehamilannya. Alasan Tari sangat kuat, dia tidak mau membuat malu perusahaan bila sesuatu hal terjadi pada ibu hamil itu.

Waktunya makan siang dengan klien tiba. Mala benar-benar tidak menyangka kalau dia akan menemani bosnya yang ternyata orang yang melamarnya tadi malam. Ada perasaan canggung yang meyelimuti hatinya, apa lagi harus berjalan beriringan dengan bos didepan karyawan lain.

Berbeda dengan Galih, dia terlihat biasa saja. Terlebih lagi setelah ditinggal Tari dia langsung mencari berkas lamaran magang Mala yang diberikan Tari beberapa minggu yang lalu. Sedikit banyak Galih tahu siapa Mala, calon istrinya ini wanita cerdas. Dia bisa melihat dari nilai yang dilampirkan Mala di berkas lamarannya.

Sepanjang jalan tidak ada yang bicara. Galih dan Mala tidak ada yang berniat untuk memulai percakapan. Mala sibuk membaca pesan dari sahabatnya di group.

Zoya send picture [siapa tu?]

Ardi [Dia bos ya La]

Tias [Dia ngajak lo kencan La?]

Zoya [Apa gue melewatkan sesuatu?]

Ardi [Perasaan gue pernah lihat tu cowok. Dimanaya?]

Mala [Gue disuruh Mbak Tari nemenin dia nemuin klien]

Zoya [Jadi benar dia bos kita]

Tias [Itu modus dia biar lo cepat luluh dan nerima permintaanya La. Hati-hati! Ingat kita masih harus tahu kehidupan dia]

Zoya [Gue kok nggak ngerti apa yang ditulis sama Tias]

Ardi [Gue ingat siapa dia]

Mala [Siapa]

Ardi [Bos kita]

Tias [kirim emoticon tepuk jidat]

Mala [stiker orang ketawa sambil memegang perut]

Zoya [Sumpah gue nggak ngerti apa yang kalian bahas]

"Apa ada yang lucu?"

"Ha" Mala kaget begitu sadar Galih sudah duduk didekatnya dan melihat chat yang ada digroupnya. Secepat kilat dia menekan tombol menggelapkan layar.

"Kamu senyum-senyum sendiri. Chat dari pacar?" Mala menggeleng.

"Saya tidak punya pacar" jawab Mala jujur.

"Lalu?" tanya Galih.

"Lalu?" beo Mala.

"Iya, kalau kamu tidak punya pacar lalu kenapa kamu tidak langsung menerima lamaran papa semalam?" Mala mendesah.

"Bukankah yang aneh Bapak? Masih punya kekasih tapi sudah main setuju menerima perjodohan"

"Aku calon suamimu bukan calon bapakmu" ucap Galih yang tidak mau dipanggil bapak.

"Kita masih jam kantor" jawab Mala apa adanya.

"Tapi kita tidak sedang dikantor Mala"

"Kamu bisa panggil saya mas, abang, kakak atau..." Galih menghentikan ucapannya.

"Atau apa?" tanya Mala penasaran.

"Suamiku"

"Kita belum menikah ya Mas. Ingat aku belum memberikan jawaban" ucap Mala tegas.

"Baiklah"

Setelahnya mereka kembali diam, sopir yang sedari tadi mendengar percakapan mereka hanya bisa menerka-nerka sebenarnya ada hubungan apa antara bos dan asisten sekertarisnya tersebut. Asisten sekertaris itu satu-satunya karyawan yang berani membatah ucapan bosnya selain Tari yang memang dia kenal masih saudara.

"Pak Galih bawa sekertaris baru? Yang lama kemana?" tanya Pak Wira klien yang ditemui Galih siang ini.

Galih tidak langsung menjawab pertanyaan Pak Wira, dia menatap Mala sekilas sambil tersenyum. Sementara yang dilihat tidak mengerti sama sekali.

"Dia calon istri saya" jawab Galih.

Galih tersenyum lembut pada Mala sementara Mala membulatkan matanya. Dia tidak terima Galih mengenalkanya pada klien sebagai calon istri. Dia belum memberi jawaban tapi Galih sudah berani mengatakan dia calon suami. Mala akan membuat perhitungan dengan bos yang menyebalkan disampingnya ini.

"Benarkah? Selamat kalau begitu Pak Galih" Pak Wira mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Galih memberikan selamat.

"Jadi rumor yang beredar itu..." Pak Wirya tidak melanjutkan ucapannya.

"Lupakan, biarkan kali ini saya yang mentraktir Pak Galih dan calon istri sebagai ucapan selamat"

Tanpa Galih dan Mala sadari, Asisten Pak Wira telah mengabadikan moment mereka berdua. Galih terlihat sangat perhatian dengan Mala, dia memberikan Mala piring steak miliknya yang sudah dipotong dan menukarnya dengan milik Mala.

Momen manis itu tidak luput dari kamera asisten Pak Wira. Mereka tidak akan melewatkan berita ini untuk acara infotaiment di televisi milik Pak Wira.

...⚘⚘⚘⚘⚘...

...Biarkan Aku Bahagia...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!