Aku merindukanmu,
Setiap saat, setiap detik, setiap menit hanya dirimu yang hadir dalam benakku,
Aku tak sanggup hidup tanpa adanya kehadiranmu,
Kamu membuat diriku tergila-gila padamu dan janganlah kamu pergi meninggalkanku,
Kumohon agar kamu selalu berada disisiku dan percaya padaku,
Kamu merupakan sebuah harapan baru bagiku dan kita akan memulai awal perjalanan baru bersama-sama.
Aku bukan apa-apa tanpa cinta dan kasih sayangmu, tolong buatlah aku sadar, agar aku mengerti kehadiranmu dalam hidupku ini,
Aku sangat bersyukur akan hadirnya dirimu dalam hidupku, tanpa dirimu aku bukan apa-apa dan tidak berguna,
Aku ingin kamu selalu disisiku di setiap waktu selama hidupku, aku tahu ini sangat egois, tapi aku tak berdaya bila tiada dirimu disisiku,
Aku tahu mungkin kamu merasa muak dengan sikapku, tapi ini memang diriku yang sebenarnya,
Aku berharap kamu menerimaku dengan apa adanya, jangan berpaling dariku dan selalu bersamaku.
S.E.K.
***
Hai... Semuanya...
Selamat datang di cerita romantis yang pertama kali aku buat.
Semoga kalian suka dan memberikan semangat untuk author 😉.
Eits... panggil aku Kakak atau Kak im 😁, jangan author atau Thor, aku bukan Avengers yaa...
Salam kenal semuanya ❤️
Ini cerita pertamaku yang bengenre romance
Semoga kalian suka! Jangan lupa beri like dan komentar biar aku semangat.
Happy Reading!
***
Seorang perempuan berumur dua puluh tiga tahun beberapa bulan lagi menghela nafas entah untuk keberapa kalinya, dia termenung menatap pagar di depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tetapi dia masih duduk dikursi rotan di teras rumahnya yang terbilang lumayan mewah.
"Kamu belum tidur, nak?" pertanyaan bernada lembut disampingnya itu membuatnya menoleh, dia melihat wanita hebat yang sudah membesarkannya menatapnya hangat. Aura keibuan semakin terpancar di wajah lelahnya itu.
"Belum, Mama kenapa belum tidur?" Tanyanya balik kepada sang mama yang sudah duduk di kursi rotan di sampingnya.
"Masih nunggu Papa mu, katanya sebentar lagi sampai," jelasnya membuat perempuan itu tersenyum senang, papanya akan pulang.
"Papa sudah selesai urusannya diluar kota, Ma?"
"Iya, sudah—ah itu Papa," pancaran bahagia terdengar dari suara sang mama, membuatnya mau tak mau tersenyum bahagia menatap sang mama menghampiri papanya yang baru turun dari mobil setelah supir membukakan pintu.
Perempuan itu menghampiri keduanya setelah mereka selesai berpelukan, dia kemudian memeluk sang papa yang sudah sangat dirindukannya. Mereka berjalan memasuki rumah, berbincang sebentar di ruang tengah.
"Kamu besok bekerja kan? Sebaiknya kamu istirahat! Jangan sampai sakit, ini sudah sangat larut dan tidak baik untuk kesehatanmu," nasihat papanya membuatnya tersadar dan manatap jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
"Ya sudah, kalau gitu aku naik ke atas dulu. Papa juga harus istirahat habis perjalanan jauh, Mama juga istirahat sudah seharian sibuk dan makasih untuk semuanya, aku ke kamar dulu, selamat malam," pamitnya kepada kedua orang tuanya.
"Semoga dia dapat menemukan kebahagiaannya, Papa sedih melihat keadaannya waktu itu," lirih sang papa menatap punggung anaknya yang semakin jauh itu.
"Iya Pa, Mama juga merasa sedih dan kecewa waktu itu. Tapi, saat melihat perjuangannya Mama merasa bersalah sudah memarahinya, dia bahkan tetap mempertahankannya meskipun dia merasa terpukul waktu itu. Tapi, sekarang yang Mama lihat dia sudah mulai kembali bangkit lagi," suara sang Mama yang mulai bergetar menahan tangisannya.
"Sstt—dia anak kita satu-satunya dan yang paling hebat, kita harus selalu ada untuk memberinya semangat. Cukup sudah semua yang dialaminya, dia harus bisa terus bahagia dan Papa janji akan membuat orang itu menyesal sudah membuat anak kita jadi begini," amarah sang Papa mulai terdengar dengan cepat istrinya mengusap lengannya untuk meredakan emosinya.
"Sebaiknya kita istirahat," ucap sang istri yang langsung disetujui oleh suaminya itu.
***
"Friska?" panggilnya kepada salah satu pelayan yang melintas di depannya.
"Iya, mbak?" Tanya Friska sambil mengahampir seorang perempuan yang duduk di salah satu kursi di dalam Kafe yang cukup ramai ini, karena memang sekarang waktunya makan siang.
"Kamu ini, sudah dibilang jangan panggil seperti itu cukup namaku saja!" ketusnya membuat Friska meringis, dia lupa kalau mereka seumuran dan dia tidak suka dipanggil seperti itu kalau memang mereka seumuran. Karena, dia merasa tua dengan panggilan itu.
"Hehe—maaf, Lys," tawa canggung keluar dari mulut Friska.
"Duduk dulu!" perintahnya menunjuk kursi di depannya. Segera Friska mendudukan diri disana, sebelum kembali membuat salah.
"Tugas yang aku suruh kemarin sudah selesai?" lanjutnya yang menatap lurus kearah Friska.
"Sudah, tinggal di tempel saja, Dimas sedang mencari lem untuk menempelnya," jelas Friska membuatnya manggut-manggut mengerti.
"Oke, kamu diperbolehkan kembali bekerja!" perintahnya yang langsung dibalas anggukan cepat Friska, tapi sebelum dia berdiri dari duduknya. Dia menatap sengit perempuan di depannya itu saat menertawakannya.
"Eh—tadi wajahmu lucu sekali, haha. Lain kali santai saja bicara denganku, aku tidak akan memecatmu," jelasnya membuat Friska ingin memukulnya dengan mampan yang dia pengang. Tapi, dia masih ingat kalau di depannya ini adalah sang boss, dia tidak bisa melakukannya. Dia memang boss, tapi dia tidak mau diperlakukan seperti seorang boss. Dia memang orang yang sangat baik kepada semua karyawan yang sudah dia anggap sebagai temannya bukan bawahannya, padahal dia adalah pemilik Kafe ini.
"Aellys sumpah, kamu buat aku takut aja lihat wajahmu tadi," sergahnya menatap jengkel orang yang masih tertawa itu.
"Sekali-kali dong buat kamu tegang," tukasnya membuat Friska menahan emosi untuk tidak melayangkan mampannya itu.
"Bodo, aku balik kerja," pamit Friska kepada Aellys yang sudah meredakan tawanya saat melihat wajah masam Friska.
"Ah—syukurlah, Kafe ini selalu ramai. Aku tidak menyangka, ternyata Tuhan masih memberiku sesuatu yang sangat menakjubkan selain kehadirannya," gumam bahagia Aellys menatap begitu ramainya pengunjung di Kafe nya ini. Meskipun tidak begitu luas dan besar, tetapi Kafe ini sangat cocok untuk anak didatangi oeleh setiap kalangan, desain interior yang menarik ini selalu menarik perhatian orang-orang untuk singgah. Menu yang ditawarkan juga sangat bervariasi dan tidak membuat pelanggan bosan.
Aellys melangkah kearah kasir untuk meminta data keuangan bulan ini, dia melihat kedua penjaga kasir begitu kesusahan saat menangani pelanggan yang hendak memesan makanan atau minuman.
"Mbak Dina aku bantu saja," kata Aellys saat berdiri di samping orang yang disebutnya itu.
"Eh? Tidak usah," tolak Dina yang langsung dibalas gelengan cepat dari Aellys.
"Sudah tidak apa-apa, biar kita tidak kewalahan," sahut lelaki yang menjaga kasir bersama Dina.
"Benar kata mas Fahri, sini aku bantu," Aellys mulai membantu mereka dengan menggunakan komputer cadangan yang disediakan dalam keadaan ramai seperti ini, dia memilih pesanan yang pelanggan sebutkan di dalam komputernya dengan senyuman ramah kepada setiap pelanggannya.
"Sudah lumayan, aku mau ambil laporan keuangan dan mengeceknya di ruanganku. Segera kirimkan ke email ku ya!" perintah Alleys sebelum meninggalkan kasir saat pelanggan yang akan memesan tidak seramai tadi.
Aellys sudah selesai dengan semua data Kafe nya ini, dia menatap jam dinding di ruangannya ini sudah menunjukkan pukul empat sore. Satu jam lagi Kafe akan tutup, dia mengemasi barang-barangnya sebelum kembali mengecek keadaan Kafe, dia memang membuka Kafe dari pukul delapan pagi sampai pukul lima sore. Karena, dia tidak mau bekerja sampai malam seperti kantoran, dia juga ingin menghabiskan waktunya dengan keluarga.
"Mbak Adela, aku pulang duluan ya. Kuncinya satunya sudah ada di mbak kan? Jangan lupa nanti dikunci kalau semuanya sudah beres!" kata Aellys sebelum meninggalkan Kafe kepada salah satu karyawannya yang rumahnya dekat dengan Kafe ini, dia juga yang membuka Kafe kalau Aellys akan datang terlambat.
"Iya, sudah ada di aku. Kamu hati-hati pulangnya!" ingat Adela yang dibalas acungan jempol oleh Aellys.
"Semuanya aku pamit duluan!" teriak Aellys kepada semua karyawannya yang masih membersihkan Kafe ini, memang mereka pulang jam enam sore untuk membersihkan Kafe terlebih dahulu. Semua yang bekerja di sini sudah mengganggap Aellys saudara atau adiknya sendiri, karena kebaikan Aellys mereka tidak menjadi penggangguran dan bisa membiayai keluarganya. Aellys yang menawarkan mereka pekerjaan dan dengan senang hati membatu mereka jika ada masalah keuangan, dia tidak segan untuk meminjamkan uangnya.
"Hati-hati Aellys!" seru mereka hamper bersamaan yang dibalas acungan jempol dari Aellys sebelum memasuki mobilnya.
***
New York City...
Seorang lelaki dengan tatapan tajamnya berdiri di balkon hotel mewah di New York menatap gedung-gedung tinggi dihadapnnya, dia menghela nafas panjang. Dia sudah menunggu seseorang daritadi, namun sampai sekarang orang itu belum datang. Dia mendengar langkah kaki mendekat kearahnya, dia masih tetap dalam posisi dan menunggu orang tersebut berbicara.
"Pesawatnya sudah datang tuan," lapor orang itu membuatnya memutar tubuhnya dan melangkah mendekati orang itu.
"Bagus, kita berangkat sekarang!" perintahnya melangkah lebar keluar dari kamar hotel dan diikuti oleh orang tadi.
"Kamu sudah menemukan keberadaannya?" tanyanya saat mereka sudah di dalam pesawat pribadinya.
"Sudah tuan," sahutnya membuat sang tuan tersenyum kecil yang hanya dia yang tahu, sudah lama dia tidak merasa seperti ini, hampir tiga tahun.
"Bagus, setelah mendarat aku ingin melihatnya. Siapkan segala yang aku butuhkan!"
"Siap tuan, saya permisi," pamitnya meninggalkan sang tuan yang menatap kearah ponsel digenggamannya yang menampilkan sesosok orang tersenyum disana.
"Maafkan aku," gumamnya menatap foto itu dengan sebutir air yang jatuh dari matanya, segera dia mengusapnya dan memjamkan matanya yang mulai memerah itu.
"Aku akan membuatmu kembali padaku!"
TBC...
***
See You Next Part...
Jangan lupa like and Comment
Folow ig: MTMH18
Aellys memperhatikan karyawan perempuan sedang duduk di kursi panjang dekat kasir yang digunakan pelanggan untuk menunggu pesanan untuk di bungkus. Dia mengamati isi Kafe memang sedikit yang datang, karena baru buka dan ini masih pukul setengah sembilan pagi. Aeelys memperhatikan karyawannya yang sedang menatap kursi pengunjung di paling pojo, dia melihat dua orang lelaki yang sedang berbincang.
“Lagi gosip apaan?” Tanya Aellys yang sudah berdiri dihadapan mereka, mereka menatap Aellys dengan wajah seriusnya membuat Aellys bingung.
“Kenapa?” bingungnya saat Friska menariknya untuk ikut duduk dengan mereka.
“Itu—tuh!” tunjuk Friska kepada pengunjung yang dilihat Aellys tadi, memang ada apa dengan mereka. Dia melihat mereka memesan kopi, bukannya wajar lelaki meminum kopi.
“Apaan sih?” Aellys tambah tidak mengerti dan menatap Friska yang menggigit kukunya.
“Itu dua orang tampan banget, sumpah. Tapi, sayang wajah yang lagi munggungin kita itu dingin banget. Mana gak bersuara dari tadi, hanya yang satunya aja,” keluh Friska membuat Aellys kembali menatap dua orang itu dan benar saja, yang berbicara hanya orang yang dia ketahui wajahnya itu.
“Iya, bahkan saat di Tanya mau pesan apa dia hanya natap temannya dan temannya yang mengucapkan pesanannya,” lanjut Dina yang melirik kearah mereka.
“Kayaknya dia pakai bahasa hati deh,” sahut Adela membuat Aellys tertawa.
“Mbak mana ada? Yang ada itu telepati, tapi juga bisa jadi,” bingung Aellys dan menatap mereka satu-satu.
“Ah—tau bikin pusing aja, mbak aku keluar sebentar,” pamit Aellys kemudian keluar dari pintu Kafe, dia menyebrang untuk pergi ke minimarket depan.
Aellys kembali ke Kafe setelah lima belas menitan di minimarket, dia membawa plastik yang berisi susu formula untuk anak dua tahun. Sebelumnya, dia melihat kearah dua orang tadi yang masih disana dengan makanan yang dipesannya.
“Susu buat siapa?” Tanya pelayan yang membersihkan meja didekat pintu.
“Oh—ini buat Leo, Fi,” jawab Aellys yang duduk di meja yang dibersihkan Fifi.
“Leo? Wah sudah lama bocah imut itu tidak kesini, apa kabarnya dia?” Tanya antusias Fifi saat mendengar nama Leo.
“Baik dan sehat, dia dalam masa pertumbuhan dan semakin aktif. Mama ku sampai repot mengejarnya.
Katanya Mama sedang ada di sekitar sini dan mau mampir bersama Leo, aku minta tolong buatkan mereka seperti biasanya!” pinta Aellys kepada Fifi sebelum pamit untuk kembali ke dapur.
“Leo siapa?” gumam seseorang dan menatap orang di depannya yang dibalas gelengan pelan.
“Friska! Masih belum ada yang melamar pekerjaan disini?” Tanya Aellys saat Friska selessai mengantarkan pesanan pelanggan.
“Belum Lys, kan baru kemarin di pasang. Mungkin nanti,” jelas Friska yang langsung dibalas anggukan oleh Aellys.
“Oke, kamu boleh lanjut kerja!” perintah Aellys saat melihat Kafe mulai ramai.
“Bunda!” suara cempreng yang sudah tidak asinng itu membuat Aellys berdiri dari duduk dan menghampiri Mama dan bocah lelaki kecil yang berjalan dengan langkah kecil kearahnya. Segera Aellys mengangkat tubuh mungil itu dan menghujami wajahnya dengan ciuman, membuat bocah kecil itu tertawa, karena merasa geli.
“Mama gak bisa lama-lama, karena ada urusan. Kamu gak apa-apa menjaga Leo sambil kerja?” Tanya mama Aellys.
“Enggak kok Ma, lagi pula aku sudah kangen sama anakku yang makin gembul ini. Mama duduk dulu! Aku mau ambil pesanan Mama, Leo disini sama Oma dulu ya! Bunda mauambil makanan buat Leo!” perintah Aellys kepada anaknya yang sudah duduk disebelah mamanya.
“Iya, Bunda,” sahutnya dengan suara khasnya membuat Aellys mau tak mau tertawa dan kembali menciumnya sebelum menuju ke dapur.
“Ma, ini pesanannya,” Aellys menyerahkan kantong plastic besar kepada sang mama.
“Ya sudah, Mama berangkat dulu ya. Kamu hati-hati pulangnya nanti! Leo, Oma pulang dulu ya! Kamu jangan
nakal-nakal! Kasihan Bunda kamu nantinya,” nasihat mama Aellys kepada cucunya itu.
“Iya, Oma,” sahutnya dengan memberikan ciuman dipipi oma nya itu.
“Kita di ruangan Bunda saja ya sayang, di dalam ada mainan banyak,” ajak Aellys kepada anaknya.
“Iya Bunda,” balasnya dengan menggandeng tangan Aellys, mereka melangkah kecil menuju ruangan Aellys, dia sangat bahagia anaknya menurut.
***
Aellys sedang membantu karyawannya yang sedang kesusahan saat banyaknya pengunjung yang datang. Untung saja Leo sedang tidur siang di ruangannya, sehingga dia dapat membantu untuk mengatasi pelanggan yang mulai berdatang. Dia memang kekurangan tenaga kerja dan sudah mencari karyawan baru, namun masih belum ada yang melamar.
“Mbak, disini sudah lumayan reda. Aku ke dapur dulu bantu-bantu yang masak, sekalian mau buat makan
siang untuk Leo,” ujar Aellys kepada Dina yang masih menangani pesanan pengunjung.
“Oh—ya aku lupa kalau ponakan ada disini, ya sudah cepat sana sebelum dia kelaparan,” balas
Dina.
“Mbak Ella biar aku bantu,” ucap Aellys saat melihat juru masaknya seddang kewalahan menyajikan
pesanan.
“Syukurlah ada kamu, kamu bantu Rendy sama Adela aja. Mereka yang kurang tenanga, karena banyak yang pesan,” desah lega Ella saat Aellys datang untuk membantu pekerjaan mereka.
“Sini aku bantu mbak, mas,” Aellys langsung membantu Rendy dan Adela untuk memasak.
“Lho! Aellys kok disini?” Tanya seseorang yang membuat Aellys berhenti sejenak dan melanjutkan tugasnya.
“April? Aku lagi bantu-bantu, karena Janu massih cuti jadi masih kurang tenaga,” jelas Aellys kepada salah satu juru masaknya itu.
“Duh, aku kelamaan di toilet tadi. Maaf ya, jadi kamu juga yang turun tangan,” sesal April yang mulai memasak pesanan pengunjung.
“Santai saja,” balas Aellys dengan senyum ramahnya.
“Akhirnya selesai juga,” pekik bahagia Aellys saat semua pesanan pengunjung telah selesai
dan sebagian sudah diantar.
“Kamu masak apa?” Tanya Adela.
“Makan siang untuk Leo,” jawab Aellys yang menaruh makanan di atas piring.
“Wah, ponakan ada disini? Dimana?” Tanya antusias Adela.
“Di ruanganku, mbak,” jawab Aellys yang membuat susu untuk Leo.
“Ah—mau lihat ponakan dulu!” seru Adela kemudian hilang dari pintu dapur, Aellys hanya geleng-geleng dan merasa bahagia. Begitu banyak yang menyayangi anaknya itu dan dia sangat bersyukur akan hal tersebut.
“Lys—Aellys!” panggil Adela dengan wajah bingungnya menghampiri Aellys yang baru selesai
membuat susu.
“Lho, kok cepat banget lihat Leo?” Tanya bingung Aellys dan heran menatap wajah khawatir Adela.
“I—itu, tadi aku cari Leo di ruanganmu. Tapi, dia tidak ada, aku cari di depan juga gak ada,” jelasnya membuat mata Aellys melebar.
“Mbak? Jangan bercanda!” suara Aellys mulai bergetar menahan tangis.
“Mendingan kamu cari Leo saja, biar aku yang urus sini. Kamu cari sekitar sini dulu!” usul Adela yang langsung disetujui oleh Aellys, dia berjalan keluar dengan tergesa-gesa, bahkan beberapa pegawai bertanya dia tidak menjawab dan berjalan lurus.
Aellys mencari di sekitar Kafe, namun tidak menemukan keberadaan Leo. Dia ingat Leo sangat suka dengan taman bermain, di sini juga ad ataman bermain tepat di belakang Kafe. Dengan langkah cepat Aellys menuju taman bermain dan berharap menemukan keberadaan Leo.
Aellys terus berjalan dan melihat ke kanan dan kiri, dia berharap Leo memang berada di sini dan tidak terluka. Dia terus melangkah di setiap sudut, namun tidak menemukan Leo. Saat ini dia mulai kelelahan, namun dia tetap berkeliling untuk mencari keberadaan Leo, sampai samar-samar dia mendengar suara tawa anak kecil—mirip dengan Leo. Aellys melangkahkan kakinya ke sumber suara dan semakin jelas suara itu.
“Leo!” pekik Aellys berlari menghampiri Leo yang bermain dengan seseorang yang Aellys tidak ketahui itu, dia memeluk Leo begitu erat dan menangis lega.
“Bunda, jangan nangis,” ucap Leo dengan nada sedih sambil menghapus air mata Aellys.
“Bunda takut, bunda takut kamu hilang sayang. Kenapa kamu sampai disini?” Tanya Aellys yang tangisannya sudah reda.
“Aku cari bunda, tapi tidak ketemu. Terus aku ketemu sama Om ini dan diajak main kesini,” jawab Leo sambil menunjuk seseorang yang daritadi memperhatikan mereka, Aellys segera berdiri dan menggendong Leo. Dia berbalik untuk mengetahui orang itu.
“Dia anakku kan?” Tanya orang itu dengan suara beratnya, sedangkan Aellys terkejut mendengar suara itu, dia menatap lelaki tinggi di depannya itu.
“Sa—Saga!”
TBC...
***
See you next part
jangan lupa like and comment
Follow ig: MTMH18
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!