"Kau hanya wanita cupu, sebaiknya diam dan jangan melawan." Ketus seseorang yang menunjuk Eve.
"Apa kesalahanku? Kenapa kalian selalu saja mengerjai ku?" ucap Eve yang menatap mereka satu persatu seraya mengerutkan kening.
"Karena kau sasaran empuk, dasar gadis cupu!" bentak Freya seraya mengikat tangan Eve ke belakang yang sedang bersandar di bawah pohon.
"Lepaskan kan aku!" Bentak Eve sambil berusaha untuk memberontak.
"Tidak." Tolak Freya yang tertawa, diikuti oleh dua sahabatnya. Mereka menyukai jika Eve si gadis cupu tersiksa, bergegas pergi meninggalkan wanita malang itu yang masih terikat di batang pohon.
"Jangan pergi, lepaskan dulu ikatan ini!" pekik Eve yang mendengus kesal. Berusaha untuk melepaskan ikatan di tangannya, walau sedikit sulit baginya. Usaha tidak menghianati hasil saat berhasil meloloskan diri membuatnya tersenyum cerah.
"Hah, akhirnya aku bebas." Monolognya seraya melirik jam berwarna pink yang melingkar. "Astaga…aku terlambat setengah jam, sebaiknya aku pulang." Eve pergi meninggalkan tempat itu, dia tak ingin jika kedua orang tuanya mengkhawatirkan dirinya.
Sesampainya di kediaman Wijaya, terlihat sepasang mata yang menyorot dengan penuh penyelidikan. "Kau darimana saja?" tanya sang ayah yang sangat mencemaskan putri semata wayangnya. Eve membenarkan kacamata tebalnya, tersenyum memperlihatkan gigi yang di pagar. "Ada tugas di kampus, Dad!"
"Benarkah?"
"Aku mengatakan yang sebenarnya," ucap Eve tak ingin mengadukan sikap teman-temannya yang selalu membully di kampus.
"Hubungi Dad kalau terjadi masalah denganmu!" Abian menghela nafas sambil menatap putrinya.
"Baiklah, aku ke kamar dulu." Tanpa menunggu jawaban, Eve melengos pergi menuju kamarnya. Di saat menuju kamar, seseorang menarik rambutnya dengan kasar, dengan cepat melihat siapa pelaku yang tak lain adalah kakak sepupunya, Niko.
"Kenapa kau pulang terlambat?" tanya pria tampan yang masih menarik rambutnya.
"Lepaskan cengkraman tangan kakak dari rambutku!" ketus Eve yang kesal dengan pria tampan itu.
"Baiklah," sahut Niko enteng dan menyingkirkan tangan di rambut Eve yang menatap tajam dirinya, dia tidak menyukai kakak sepupu yang selalu saja mengganggu juga mengusiknya. "Aku tidak ingin berdebat, menyingkirlah!" cetusnya yang berlalu pergi meninggalkan pria tampan itu.
"Ada apa dengannya? Hah, ya sudahlah…sebaiknya aku menemui teman kencanku." Monolog Niko yang mengangkat bahu dengan acuh dan pergi meninggalkan tempat itu.
Eve melempar tasnya sembarang arah, berjalan mendekati cermin besar di hadapannya sembari melihat penampilannya. "Kenapa semua orang di kampus selalu menindasku? Apa salahnya berdandan seperti ini?" gumamnya yang sedikit murung. Penampilannya yang cupu berasal dari sang ayah, mendandaninya dimulai saat dia menginjak bangku sekolah. Kasih sayang kepada sang ayah membuatnya tidak marah, penampilan cupu membuatnya merasa nyaman. Alasannya cukup sederhana, mengingat kakak sepupunya yang bernama Niko seorang cassanova, membuat Abian tak ingin jika putrinya di jadikan mainan dari pria hidung belang.
"Sebaiknya aku membersihkan diri dan turun ke bawah, atau daddy akan cemas." Monolognya melangkahkan kaki menuju kamar mandi.
Keesokan harinya, Eve bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Kacamata tebal, rambut di kepang dua menjadi ciri khasnya selama ini. Mengambil tas yang biasa ia kenakan, bergegas keluar dari kamar, menuruni tangga. "Pagi Mom…pagi Dad!" sapanya dengan senyum cerah di pagi hari.
"Pagi, Sayang!" jawab Lea dan Abian serentak. Eve berjalan menghampiri kedua orang tuanya di meja makan, bergabung bersama keluarga untuk sarapan.
"Ada yang ingin Dad katakan kepadamu!" celetuk Abian yang melirik putrinya dengan sekilas.
"Katakan saja!" sahut Eve yang lebih tertarik dengan makanan di atas meja.
"Nanti malam, Dad memutuskan untuk pergi ke luar kota berasa Mommy."
Seketika Eve tersedak mendengar kabar yang mendadak. "Kenapa mendadak? Jika Dad pergi, tempat ini akan sunyi."
"Apa kau pikir aku ini hantu?" sela Niko dari belakang, membuat Eve tersenyum.
"Ya begitulah."
Pletak
"Auh…kakak selalu saja menjitak kepalaku." Eve mengusap kepalanya yang terasa panas akibat jitakan dari Niko, mengerucutkan bibir menatap pria itu dengan tajam.
"Itu hukuman untukmu!" Niko tersenyum puas bisa membalas adik sepupunya.
"Jika kau terus menjitak kepala putriku, bisa-bisa dia geger otak." Protes Abian. "Karena Daddy ada urusan bisnis dan mommy juga ikut, Eve tinggal di sini bersama dengan Niko. Dan kau! jaga putriku dengan baik, atau aku akan menggantungmu di tiang!" ucap Abian yang melirik putrinya dengan penuh cinta, mengalihkan perhatiannya kearah Niko dengan penuh ancaman.
"Hah, Paman selalu saja mengancamku. Aku akan menjaga Eve, apa Paman puas?"
"Tentu saja," jawab Abian santai
Sementara Niko menghela nafas berat, menurutnya menjaga Eve sama saja mengurangi waktu kencannya bersama beberapa wanita. "Hah, terserah. Aku mau ke kantor dulu, dan kau! habiskan makananmu, aku menunggu di dalam mobil. Hanya lima menit!" tekan Niko yang lagi dan lagi mengerjai Eve, sementara Lea dan Abian hanya menggelengkan kepala melihat keusilan keponakannya. Sepanjang perjalanan, Eve terus saja mengumpati kakak sepupunya.
Di kampus, kekesalan Eve semakin menjadi saat beberapa orang mencegat jalannya. "Eit…kau mau kemana?" tanya wanita yang kemarin mengikatnya di batang pohon.
"Menyingkirlah!" ucap Eve dengan santai.
Freya tersenyum mengejek, memegang rambut sang target dan menyentaknya dengan keras. "Auh…sakit!" ucap Eve meringis, sedangkan Freya dan teman-temannya malah tertawa.
"Ups…maaf. Aku terlalu menyukai kepangan rambutmu yang sangat tebal, aku hanya mengecek itu rambut palsu atau bukan. Ternyata itu rambut asli!" ujar Freya tanpa rasa bersalah.
Eve tak terima dan ingin melawan ketidakadilan yang terjadi kepadanya, namun mengingat pesan dari sang kakek untuk tidak memperlihatkan kelebihannya. "Sebaiknya aku harus bersabar, aku tidak akan melupakan janjiku kepada kakek." Batinnya.
Diamnya Eve membuat Freya semakin menjadi, mengambil telur dan melemparkannya mengenai wajah gadis malang itu. Semua pelajar melihat kejadian memalukan bagi Eve, menertawainya seakan mendapat tontonan yang menarik.
"Penampilan yang cocok untukmu, Eve si boneka Annabelle! telur itu hadiah dariku." Freya berlalu pergi karena sangat puas mengerjai si cupu. Eve menatap punggung Freya dengan tajam, perhatiannya menuju ke arah para pelajar yang menertawainya.
"Penampilan Freya dan si boneka Annabelle sangat jauh berbeda, bagai bumi dan langit." Celetuk Vira.
"Kenapa kau menyamakan mereka, tentu saja yang paling cantik di kampus ini adalah Freya sang primadona kita." Sambung Mira yang memuji temannya, menatap Eve dengan sinis seraya mengejar Freya yang mulai menjauh.
Eve menatap kepergian ketiga wanita itu, melempar tatapan tajam. "Jika kesabaranku habis, maka aku akan memberikan mereka hadiah sekaligus bunganya!" gumamya, dan berlalu pergi dari tempat itu. Berjalan menuju koridor membuatnya menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak? Jika sekarang tubuhnya bau amis membuat orang yang berselisih dengannya merasa mual. Eve menghentikan langkahnya, saat mendengar perkataan beberapa orang yang membicarakan dirinya.
"Wah…ternyata julukan Annabelle sangat pas untuk si cupu!" ucap salah satu pelajar yang melirik dirinya.
"Kau benar, kasihan sekali dia. Orang miskin berlagak seperti orang kaya, dia pantas menerimanya!" sambut yang lainnya.
"Tidak penting! Sebaiknya aku pergi saja, percuma menghadapi orang yang hanya menilai seseorang dari luar saja!" batin Eve yang memutuskan untuk melanjutkan langkah kakinya. Karena kejahilan Freya membuat Eve mendapatkan julukan baru, dia tidak menghiraukan perkataan orang-orang yang menghina penampilannya, terus berjalan menuju toilet untuk membersihkan diri.
Eve menghela nafas berat, melihat kondisinya yang cukup memprihatinkan. "Tidak mungkin aku memakai pakaian ini, sangat bau amis. Freya sangat keterlaluan." Gumamnya yang masih menahan rasa kesal. Cukup lama dia berada di toilet, melangkahkan kakinya menuju keluar dari tempat itu dan memutuskan untuk membeli pakaian baru, mengingat pakaiannya yang sangat bau.
Baru saja dia keluar, seseorang menarik tangan Eve dengan kasar membuat sang empunya terkejut. "Apa yang kau lakukan?" cetus Eve yang menatap orang itu yang tak lain adalah Freya.
"Diamlah, apa kau ingin merusak gendang telingaku?" ketus Freya.
"Apa kau masih belum puas mengerjaiku?" ujar Eve yang berusaha untuk tetap tenang.
"Tentu saja, karena di kampus ini penampilanmu yang paling aneh. Persis seperti boneka Annabelle," sahut Freya di sela-sela tawanya. Terus menarik tangan Eve tanpa menghiraukan perkataan dari gadis malang itu, hingga langkah mereka berhenti saat melihat pintu di depannya. Freya melirik kedua sahabatnya, tersenyum saat ketiganya yang akan merencanakan sesuatu.
Vira membuka pintu dengan lebar, dengan cepat Freya mendorong tubuh gadis malang itu dan menguncinya dari luar. Eve terjerembab saat tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, menoleh ke belakang saat mendengar suara pintu yang tertutup dan ruangan menjadi gelap. Berlari ke arah pintu dan mengetuknya dengan keras. "Buka pintunya, keluarkan aku dari sini!" teriak Eve.
"Baiklah, permintaan dikabulkan!" sahut suara dari luar ruangan. Eve sangat senang mendengarnya, namun pintu hanya terbuka sepersekian detik serta guyuran air seember membasahi seluruh tubuhnya. "Ups…sepertinya aku berubah pikiran, tetaplah di sana!" ujar Freya yang sengaja melakukannya. Ketiga gadis itu berlalu pergi meninggalkan Eve yang mulai kedinginan.
Eve mengetuk pintu dengan sekuat tenaga, dia tidak bisa berlama-lama di dalam gudang dengan pakaian basah. Rasa dingin seakan menusuk tulangnya, terus mengetuk pintu dan berteriak minta tolong, tidak ada seorangpun yang menolongnya. Setengah beberapa lama membuatnya sangat lelah berteriak, tapi tidak menyerah dengan keadaannya. Terlukis senyuman indah di wajahnya, saat terlintas ide untuk pergi dari gudang itu.
"Untung saja aku selalu memakainya!" gumamnya sembari mengambil penjepit rambut dan membentuk sedemikian rupa. Sedikit sulit, namun usahanya berjalan dengan sempurna saat pintu terbuka. Berjalan keluar dari gudang, perasaannya sangat kesal karena tak bisa menahan amarah yang terselip di hati.
"Jika bukan karena kakek, aku pasti menghajar ketiga wanita itu." Batin Eve yang mengepalkan kedua tangannya.
Sesampainya di Mansion, Eve hanya terdiam membuat sepasang mata menatapnya dengan penuh penyelidikan. "Kau pulang terlambat, aku tau jika hari ini hanya ada satu mata kuliah saja." Ucap Niko.
"Astaga…kenapa kakak menatapku begitu? Aku hanya terlambat sebentar saja."
"Sepuluh menit, kau terlambat sepuluh menit." Niko menghampiri adik sepupunya dan mencium aroma yang tidak sedak. "Kau sangat bau," ucapnya seraya menutup hidung. Eve tersenyum dan memperlihatkan deretan giginya yang putih nan rapi.
"Cepat bersihkan dirimu, bulu hidungku seakan rontok mencium bau yang sangat menyengat."
"Baiklah." Sahut Eve santai.
"Kenapa kau terlambat?"
"Ayolah, Kak. Aku hanya terlambat sepuluh menit saja, terlambat bukan sembarangan terlambat, karena ada tugas di kampus yang harus aku selesaikan."
"Hem, aku harap begitu!"
"Aku sarankan Kakak agar bekerja, dan berhentilah mengencani para wanita bodoh itu!" protes Eve yang membalas tatapan tajam dari kakak sepupunya.
Pletak
"Auh…Kakak hanya bisa menjitak ku saja!" Eve mengusap kepalanya yang terasa panas, memanyunkan bibir beberapa sentimeter.
"Kau selalu saja membuat aku kesal dan itu hukuman untukmu, jangan menceramahiku mengenai kebiasaan mengencani para wanita cantik. Entah kenapa paman Abian membuatmu seperti boneka hantu yang sering di tonton Niki," jelas Niko yang melirik penampilan Eve dari atas hingga bawah.
"Ini bentuk dari kasih sayang daddy," ujar Eve dengan bangga.
"Hah, untung saja selera ku sangat tinggi. Mempunyai beberapa kekasih yang seperti model, tidak sepertimu!" Niko tersenyum mengejek, membuat Eve mendengus kesal.
Berlalu pergi meninggalkan pria itu, menaiki anak tangga dan menoleh beberapa saat. "Aku mengutukmu, Kak! Kelak, kakak mendapatkan seorang wanita seperti diriku." Ucapnya dengan lantang dan kembali menaiki tangga, sementara Niko hanya tertawa geli karena meyakini dirinya.
"Sumpah itu tidak akan berlaku padaku!" yakin Niko di sela-sela tawanya.
Eve sangat kesal, menyusuri pandangan ke sekeliling kamar. Dengan langkah gontai, pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
****
Hari berikutnya di kampus, Eve berjalan seorang diri karena tak ada yang ingin berteman dengannya karena mempunyai penampilan yang sangat cupu. Mereka sebenarnya takut berteman dengan Eve, karena setiap orang yang dekat pasti akan diancam oleh Freya dan teman-temannya. Eve tak menghiraukan orang-orang yang menjauhinya, dan fokus untuk menyelesaikan kuliah dengan nilai yang memuaskan.
Tiba-tiba seseorang menyenggolnya dengan keras, membuat kacamata terjatuh dan ingin mengambilnya. Tapi terlambat, saat seseorang menginjak kacamatanya hingga pecah. Eve mendongakkan kepada, melihat sang pelaku.
"Kau!" geram Eve yang kesal.
"Kenapa? Sayang sekali, kau tidak mempunyai teman karena penampilanmu seperti boneka Annabelle. Gelar yang diberikan Freya sangat cocok kepadamu." Ejek pria itu bernama Liam. Pria yang selalu mengganggunya dan tidak membiarkan Eve hidup tenang.
"Ganti kacamataku sekarang juga!" sahut Eve datar.
"Tidak!" tolaknya enteng. Beberapa orang di sana, hanya melihat tanpa berniat menolong Eve yang mulai ditindas oleh Liam. Mereka tak berani dengan Liam dan Freya yang berkuasa di kampus.
"Apa ini? Rambut dikepang dua, gigi di pagar, dan menggunakan kacamata kuda. Apa kau ingin menakuti semua orang, bisa-bisa anak kecil akan sawan melihat penampilanmu, boneka Annabelle!" Ucap Liam menertawakan Eve, memegang rambut gadis malang itu dan menyentak dengan kasar. Eve berteriak kesakitan, kesabarannya mulai pudar saat menghadapi pria di hadapannya.
"Selama ini aku cukup bersabar dengan sikapmu yang terus membullyku, tapi kesabaran itu sirna, saat kau melampaui batas."
"Apa? Kau mengatakan sesuatu?" Liam sengaja tidak mendengar perkataan Eve, mendekatkan wajahnya dan memegang daun telinga. Eve menarik nafas dalam, melayangkan pukulan yang berhasil mendarat di wajah pria tampan itu. Liam terkejut dengan serangan mendadak, membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Wanita sialan, kau memukul wajahku." Karena tak terima, membuat pria itu membalas. Kejadian itu membuat para mahasiswa dan mahasiswi berdatangan, mereka sangat terkejut dengan kemampuan Eve yang luar biasa.
"Aku sudah muak denganmu, bahkan aku tidak mempunyai kesalahan apapun kepadamu, tapi kau terus membullyku. Jadi, nikmati lah!" balas Eve yang menangkis pukulan pria itu, membalas dengan memukul perut. Gerakan memutar menendang punggung Liam, hingga terjerembab ke lantai tak berdaya. Semua orang terkejut dengan aksi itu, Eve mengalahkan Liam merupakan suatu keajaiban yang sangat nyata. Dia mendengar sayup orang yang berbisik-bisik membicarakan nya.
Eve menjadi pusat perhatian semua orang, beberapa orang yang pernah membullynya menelan saliva dengan susah payah. Ketakutan saat melihat Eve, sorot mata yang sangat tajam.
"Oh ya tuhan…aku dulu pernah membullynya sekali. Mulai saat ini aku tidak akan pernah mengusik wanita itu." Bisik salah satu pria dengan raut wajah plongo.
"Benar, aku bahkan pernah menempelkan rambut jeleknya itu dengan permen karet." Sahut seorang gadis di sebelahnya.
"Dia terlihat seperti Eve yang sangat berbeda, seakan mempunyai kepribadian ganda."
"Huss, diamlah atau dia akan mendengarkan ucapanmu itu. Apa kau ingin bernasib sama dengan Liam?" ucap Gadis itu mengingatkan teman prianya.
"Kau benar."
"Kalian boleh menjauhiku, tapi aku tidak akan tinggal diam lagi. Sudah cukup kalian membullyku, jika itu terjadi? Maka kalian akan bernasib sama dengan pria yang terkapar itu!" ucap Eve lantang, bersikap tegas terhadap orang yang membullynya." Eve pergi meninggalkan tempat itu, ekspresi tajam akibat amarahnya dengan semua orang yang bersikap semena-mena kepadanya. Sudah muak dengan ketidakadilan dan sekarang dia tidak ingin ditindas lagi.
Eve kembali ke kelasnya, tidak ada raut wajah ceria seperti biasanya. Kedua tangan yang menopang dagunya, tatapan lurus ke depan. "Maafkan aku kek, seharusnya aku tidak memperlihatkan kelebihanku di hadapan semua orang. Semoga saja kakek tidak mengetahuinya atau aku akan terkena masalah besar." Batinnya yang sedikit takut karena sudah ingkar janji.
Entah berapa lama Eve melamun, hingga tak menyadari kelas telah dimulai. Seseorang di sebelah menepuk bahunya dengan pelan. "Dosennya sudah datang," ucap gadis itu.
"Eh, terima kasih telah memberitahukan aku."
"Sama-sama, maafkan aku yang selalu menjauhimu. Itu karena Freya dan teman-temannya, mereka berkuasa di kampus ini." ucap Anita menyesal.
"Tidak masalah."
"Sejak pertama kali kita belum berkenalan, namaku Anita dan kau?" Anita mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan wanita di sebelahnya.
"Kau benar, aku Eve." Mereka saling berjabat tangan dan tersenyum cerah. Terutama Eve yang baru mendapatkan teman untuk pertama kalinya di kampus.
"Ehem," dehem seseorang yang tak lain adalah dosen. "Apa kalian ingin keluar dari kelasku?" ancam dosen berkepala plontos. Keduanya tertunduk diam dan fokus dengan materi yang diberikan dosennya.
Setelah selesai, Anita dan Eve keluar dari kelas. "Sepertinya aku harus pulang!" ucap Anita yang menatap wajah teman cupunya.
"Kenapa terburu-buru?"
"Ada urusan penting dan tidak bisa berlama-lama, maafkan aku." Jawab Anita yang memelas.
"Hai, kenapa kau minta maaf? Pergilah, apa sekarang kita teman?" ujar Eve yang meyakinkan dirinya.
"Tentu saja!" Anita tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Eve menghela nafas seraya menatap punggung temannya yang semakin menjauh.
"Anita sepertinya gadis yang tulus, semoga pertemanan kami awet. Selama ini tidak ada yang ingin berteman denganku, mereka hanya melihat kasta dan juga penampilan seseorang. Ck, sangat menjijikkan!" gumam Eve yang kembali mengingat orang-orang mengejeknya miskin dan berpenampilan cupu. Karena dia tidak pernah memperlihatkan kekayaannya kepada semua orang.
Eve pergi meninggalkan tempat itu, berjalan ke tempat biasa dia menunggu jemputan. Melihat jam tangan yang melingkar di tangan, menunggu jemputan dari supir atau kakaknya Niko. "Kemana semua orang? Apa mereka lupa untuk menjemputku," keluhnya. Mengeluarkan ponsel dan mencari nomor kontak untuk menghubunginya.
"Halo!"
"Halo nona, mobilnya mogok di tengah jalan. Paman akan menjemput sedikit terlambat, nona tunggulah di sana."
"Tidak perlu, paman. Aku akan mencoba menghubungi kak Niko, perbaiki saja mobilnya."
"Baik, nona."
Eve mematikan sambungan telepon, dan mencoba untuk menghubungi kakak sepupunya.
"Halo kak!"
"Ada apa?"
"Bisakah kakek menjemputku?"
"Aku sudah meminta supir untuk menjemputmu."
"Mobilnya mogok, jemput aku di tempat biasa."
"Aku sedang berada di kantor dan sebentar lagi rapat, aku akan menjemputmu setengah jam lagi."
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."
"Hanya setengah jam saja, nanti aku telepon lagi."
Sambungan diputus secara sepihak membuat Eve mendengus kesal. "Oh ya ampun…nasibku sangat sial. Sebaiknya aku naik taksi saja," gumamnya yang berjalan mencari taksi, karena di tempat sekarang tidak ada taksi.
Di sepanjang perjalanannya, Eve terus mengumpati kakaknya dan juga nasib sialnya sekarang. "Hah, aku seperti gadis yatim piatu saja. Tidak ada yang peduli padaku, bahkan kak Niko lebih mementingkan urusannya." Racau Eve yang menghentikan langkahnya, berusaha mencegat taksi lewat.
Beberapa orang wanita menghampiri Eve, berniat untuk mengguyur tubuhnya dengan seember air. Namun usaha ketiga wanita itu sia-sia saat Eve refleks menghindar, melihat sang pelaku yang tak lain Freya dan teman-temannya. "Wow, sepertinya usaha kalian gagal total." Cibirnya dengan ketiga wanita itu yang sangat kesal dengan usahanya untuk mengerjai si cupu gagal total.
"Ck, jika saja kau tidak menghindar, mungkin rencanaku tidak akan gagal." Ketus Freya.
"Sayang sekali, aku turut simpati dengan kalian bertiga."
"Aku tidak memerlukan simpati dari wanita cupu dan miskin sepertimu!" sombong Vira dan di anggukkan kepala oleh Mira mengiyakan perkataan dari temannya.
"Hem, aku tidak peduli." Eve ingin beranjak pergi dari tempat itu, tapi Freya menghalangi jalannya.
"Kau tidak akan bisa pergi dari sini, cupu. Ups…maksudku boneka Annabelle, itu baru julukan yang pas." Kata Freya yang tersenyum puas.
"Berhentilah menyebutku dengan nama itu!" tekan Eve yang bersikap tegas.
"Tidak, itu sesuai dengan penampilan konyolmu. Memakai behel, kacamata tebal, dan rambut di kepang dua. Jadi aku tidak salah memberikan julukan itu," ujar Freya.
"Yang dikatakan Freya, benar! Kau dan temanku sangat jauh berbeda, bagai langit dan bumi." Sindir Mira.
"Tentu saja, aku ini primadona di kampus." Sombong Freya.
"Apa aku terlihat peduli?" celetuk Eve dengan jengah, tidak tertarik mengenai pembahasan ketiga wanita itu.
"Katakan saja jika kau ingin menghindar, apa kau tidak punya cermin di rumah? Aku sarankan untuk kau melihat bayanganmu sendiri di dalam cermin." Tukas Vira.
"Heh, kecantikan itu hanya relatif." Soloroh Eve jengah.
"Itu karena kau sangat jelek, sangat menjijikkan!" cetus Freya yang menatap Eve seperti kotoran.
"Dasar wanita jelek!" sambung Mira.
"Juga wanita miskin tak punya etika," tambah Vira.
Eve mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna, menatap ketiga wanita yang terus saja memanasinya. Muak dengan ucapan mereka, membuatnya tidak tahan mendengar satu kata pun lagi.
"Sepertinya si cupu terlihat kesal," ejek Mira.
"Kau benar," sahut Vira.
"Kalian begitu memuji dan menyanjung Freya 'bukan? Inilah saatnya aku memperlihatkannya kepada kalian."
"Heh, aku sangat yakin, jika kau hanya membual saja." Tukas Freya.
Eve tersenyum tipis, melepaskan kacamata, tebal, behel, dan rambut yang di kepang dua. Menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya, dan tersenyum indah menatap ketiga wanita yang melongo.
"Dia sangat cantik!"
"Benar, bahkan kecantikannya melebihi Freya." Ucap Mira yang sang takjub dengan kecantikan tersembunyi dari si cupu, sementara Freya melongo dan iri dengan kecantikan Eve.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!