Saat itu usianya delapan tahun. Dia baru saja merayakan ulang tahunnya bersama kedua orangtua dan adiknya. Namun kejadian yang sangat membuatnya ketakutan itu terjadi begitu cepat. Sebuah truk besar tiba-tiba datang dari arah berlawanan dan menghantam mobil mereka yang sedang dikendarai sang Ayah. Seketika dia berteriak, bersamaan dengan teriakan-teriakan Ayah, Ibu dan Adiknya yang sesaat masih terdengar jelas, hingga semua menjadi gelap dan hening.
Dia terbangun di sebuah ruangan berwarna putih dengan dinding yang dihiasi lukisan kartun winni the pooh. Sepertinya bukan kamarnya. Aroma khas yang dia sudah kenal. Rumah sakit. Saat dia hendak menggerakan badannya, semua terasa sakit. Tangannya di pasang jarum yang terhubung ke selang yang mengarah ke kantung yang berisi darah di atas tiang di samping tempat tidurnya. Dia tahu bahwa itu adalah kantung darah untuk transfusi. Karena dia sering melihat di buku-buku atau majalah tentang kedokteran di perpustakaan rumah milik ayahnya yang seorang dokter. Dia berarti kehilangan banyak darah.
Seketika dia teringat kejadian terakhir sebelum dia tertidur.
"Ayaaah, Ibuuu, Marino..."Tapi suaranya sangat lemah. Bahkan nyaris tak terdengar. Dia seperti tidak punya tenaga. Akhirnya dia hanya bisa menangis.
Dia ketakutan. Dia ingin ayah, ibu dan adiknya Marino. Dimana mereka?
Seorang suster datang menghampirinya.
"Syukurlah. kamu sudah bangun gadis manis" ucap suster itu.
"Namaku Daisy, bukan gadis manis" ucapnya.
Suster itu tersenyum. "Ooh oke. Namamu Daisy, gadis yang manis"
"Ayah, Ibu, Marino..dimana mereka?" Dia bertanya.
"Nona Daisy sudah sadar, syukurlah" seorang wanita muda bergegas menuju tempat tidurnya.
"Miss Aneth, dimana ayah, ibu dan Marino?" dia bertanya kepada wanita muda itu.
Wanita muda itu hanya diam. Lalu duduk di sampingnya.
"Nanti kalau Nona sudah sehat, bisa bertemu dengan ayah, ibu dan Marino" ucapnya.
"Sepertinya aku sehat. Aku tidak sakit. Aku tidak flu, aku tidak batuk, aku juga tidak demam"
Wanita muda itu mengelus tangannya seraya tersenyum.
"Nona terluka. Di kepala, tangan dan kaki. Tunggu sampai sembuh dulu" ucap wanita muda itu.
"Apakah mereka baik-baik saja?" tanyanya.
Wanita itu tersenyum lagi.
"Ayah, Ibu dan Marino sedang beristirahat. Mereka sedang tidur. Nona Daisy juga sekarang istirahat dulu ya. Supaya lekas sehat"
Dia tersenyum senang. Rupanya orangtua dan adiknya tidak apa-apa. Mereka sedang tidur sekarang.
"Aku baru saja terbangun. Aku tidak mengantuk. Bisakah miss Aneth bacakan aku buku cerita?" pintanya.
Wanita muda itu meraih buku di rak buku yang tersedia di kamar perawatan VVIP itu.
Dibacakannya sebuah cerita tentang putri salju. Karena masih kuatnya pengaruh obat tidur, membuatnya kembali terlelap.
***
Tiga pusara ada di hadapannya. Dia terduduk lemas di tanah. Matanya menatap ketiga pusara itu tidak berdaya dengan berjuta rasa sedih yang dia tak sanggup untuk luapkan. Hanya air mata mengalir deras di pipinya. Melihat tiga gundukan tanah merah itu membuatnya ingin ikut masuk ke dalamnya. Dia ingin ikut bersama mereka. Dia tidak mau sendiri.
Miss Aneth benar. Ayah, ibu dan Marino sedang tertidur. Selamanya. Mereka semua tidur selamanya dan tidak akan bangun lagi. Air matanya masih mengalir deras.
"Nona Daisy, kita pulang ya. Sudah gelap, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi" Miss Aneth merengkul Daisy mengajaknya berdiri.
"Aku tidak mau pulang. Aku mau di sini" Dia menangis tersedu-sedu.
"Mereka pasti sedih jika nona seperti ini. Mereka di sana ingin nona bahagia. Mereka akan selalu menemani nona kapanpun. Meskipun tidak terlihat".
"Kelak nona akan bertemu mereka kembali. Jika Tuhan sudah mengijinkan" ucap Miss Aneth merangkul bahunya.
Perlahan dia melangkahkan kakinya meninggalkan ketiga pusara orang-orang yang sangat di cintainya. Sesaat kemudian dia terkulai tak sadarkan diri.
***
Dia adalah Daisy Fiorella Alessio. Berkacamata lebar, rambut cokelat keemasan berkepang dua dengan poni menutupi dahi.
Dia lahir dan tumbuh di sebuah kota kecil di balik pegunungan bernama kota Amber. Kota yang sangat sejuk dan nyaman. Tidak ada hiruk pikuk bising dan polusi di sana. Hamparan pertanian bunga potong dan perkebunan buah serta perkebunan teh di atas bukit membuat kota kecil ini seperti surga kecil di balik bukit.
Masa kecil dilaluinya dengan sangat bahagia bersama ayah, ibu dan adik kesayangannya.
Ayahnya, Alessio Edoardo adalah seorang dokter pemilik rumahsakit Alessio di kota Amber. Ayahnya adalah anak terakhir dari keluarga bangsawan kaya di negara Lotus bernama Edoardo. Keluarga besar ayahnya tinggal di kota Brown, ibukota negara Lotus. Meskipun Daisy dan adiknya belum pernah bertemu keluarga besar ayahnya, namun ayah sering bercerita tentang keluarganya.
ibunya bernama Bella Benvollio. Adalah penduduk asli kota Amber. Anak tunggal dari Keluarga kaya Benvollio, pemilik perkebunan buah, teh dan bunga terbesar di kota Amber. Hanya saja, saat Daisy berusia lima tahun sang Kakek meninggal dunia. Sang nenek pun meninggal setahun kemudian.
Akhirnya Ibu lah yang mengelola semua bisnis peninggalan kakek.
Daisy senang sekali jika saat panen buah. Dia seringkali ikut memetik buah berbaur dengan para pekerja. Sesekali dia ikut ibu ke pabrik pengolahan teh dan buah. Atau melihat ke tempat pengemasan bunga potong yang akan dikirim ke kota Brown.
Dia sangat menikmati hari-harinya yang menyenangkan.
Sampai akhirnya kecelakaan itu terjadi. Merenggut semua kebahagiaan Daisy. Membuatnya sendirian di dunia ini.
Karena usia Daisy masih delapan tahun, Maka pengadilan memutuskan hak asuh dan perwalian atas dirinya jatuh kepada kakek Edoardo, Ayah dari Ayahnya.
Karena hanya keluarga dari ayahnya lah satu-satunya keluarga Daisy. Akhirnya Daisy meninggalkan rumah milik orangtuanya dan kota kelahirannya. Namun Daisy yakin, suatu saat dia pasti akan kembali.
Semua hal yang berkaitan dengan runahsakit milik ayahnya dan perusahaan milik ibunya dikelola oleh kuasa yang ditunjuk dari pengadilan. Hingga nanti saat usianya lebih dari 17 tahun dia bisa mengambil hak penuh untuk menjalankan bisnis peninggalan orangtuanya.
Daisy tahu tentang keluarga besar kakek Edoardo hanya dari cerita ayah dan foto-foto beserta video. Daisy berpikir mereka pasti sangat baik dan akan menyayanginya seperti kedua orangtuanya. Karena kakek dan nenek Benvollio pun sangat menyayanginya.
Dia datang ke kediaman Edoardo dijemput oleh seorang sopir dan dua bodyguard. Miss Aneth menemaninya. Miss Aneth adalah baby sitternya sejak dia bayi.
Sesampainya di kawasan kediaman Edoardo, Daisy dibawa masuk ke sebuah rumah yang halamannya penuh dengan bunga. Di depan rumah nampak sebuah papan ukir bertuliskan RUMAH FIORE.
"Di sini tempat tinggal Nona Daisy. Saya Anie, pelayan di sini. Siap melayani nona Daisy" Seorang wanita seusia dengan miss Aneth memperkenalkan diri.
"Dimana kakek dan nenek?" Daisy bertanya. Karena dia berpikir Kakek dan neneknya akan menyambutnya saat dia tiba.
"Tuan dan nyonya besar tinggal di rumah utama. Kemungkinan sudah beristirahat. Karena ini sudah malam. Mungkin besok Nona Daisy akan bertemu"
Lalu Miss Anie, begitu Daisy memanggilnya, mengajak Daisy dan miss Aneth berkeliling rumah. Dan menunjukan kamar tidur Daisy yang sangat mirip dengan kamar tidurnya di rumah orangtuanya di kota Amber.
"Besok pagi ada acara pesta kebun di rumah utama. Acara dimulai jam sembilan. Sekarang silahkan nona istirahat" miss Anie pamit meninggalkan Daisy.
"Semua pasti akan baik-baik saja, Nona. Semua orang di sini pasti menyayangi nona", Miss Aneth menenangkannya, sesaat sebelum Daisy terlelap dalam tidurnya.
***
.
Di pagi hari yang cerah di hari minggu. Saat pesta kebun akan dimulai. Kakek dan nenek memperkenalkan Daisy kepada semua anggota keluarga.
"Perkenalkan ini adalah Daisy, putri dari Alessio. Anak bungsuku yang selama ini tinggal di kota Amber. Alessio dan istrinya beserta anak laki-lakinya meninggal dalam kecelakaan, maka mulai sekarang Daisy tinggal bersama kita. Dia menempati rumah Fiore, yang memang sudah disediakan untuk Alessio dan keluarganya."
"Kuharap, kalian bisa menerima Daisy dengan baik. Buatlah dia nyaman tinggal di sini"
Ucap kakek Edoardo memperkenalkan Daisy. Lalu dilanjut dengan memperkenalkan para paman, bibi dan sepupu kepada Daisy. Walaupun Daisy belum langsung bisa mengingat mereka satu persatu
Beberapa orang dari mereka memasang wajah tidak bersahabat. Daisy tidak menemukan kehangatan seperti yang dia rasakan jika bersama ayah, ibu dan adiknya.
Cara mereka memperkenalkan diri juga terkesan kaku. Hanya ada satu orang paman dan bibi beserta anak-anaknya yang memberinya senyuman hangat saat perkenalan itu.
"Namamu Daisy ya? jadi...kamu seorang anak yatim piatu?" tanya Marie, kakak sepupunya. Dia jauh lebih besar dari Daisy.
Daisy mengangguk. Marie masih menatapnya dengan senyum licik terukir di bibirnya.
Mereka sedang berkumpul di dekat ayunan di area bermain.
"Namamu seperti nama kekasihnya Donald bebek, Daisy" celetuk Cleo. Yang Lain tertawa.
"Daisy duck itu bebek yang cantik. Kalau dia bebek buruk rupa. Karena dia tidak cantik sama sekali" ucap Marie sambil mencopot kacamata milik Daisy. Lalu memakaikannya lagi di wajah Daisy dengan posisi terbalik.
Semua sepupunya tertawa. Marie tersenyum usil.
Daisy segera memperbaiki posisi kacamatanya.
"Bagaimana kalau kita panggil dia bebek saja. Sangat cocok sepertinya. Berjalan pun tadi kulihat dia lambat seperti bebek," ucap Marie lagi.
"Namaku Daisy. Aku tidak mau dipanggil bebek" Sahut Daisy lantang.
"Tapi nama itu terlalu bagus untuk kamu, bebek" Kali ini Marie memainkan poni Daisy. Daisy menepis tangan Marie. Marie terkekeh.
"Namaku Daisy Alessio. Dan jangan pernah menyentuhku seperti itu" ujar Daisy menatap Marie.
"Waaaw. Kamu berani juga ya. Nona bebek" Marie kembali mendekati Daisy, lalu berjalan memutar mengelilingi Daisy. Menatap Daisy dari ujung kaki ke ujung rambut.
"Jadi selama ini kamu tinggal di desa? Pantas saja pakaian dan rambutmu seperti itu" Joane memegang rambut kepang duanya Daisy.
Daisy menepis tangan Joane dari rambutnya. Menggeser kakinya menjauh dari mereka. Tiga kakak sepupu perempuannya itu membuatnya terganggu.
"Sepertinya dia cukup berani melawan. Kita lihat saja nanti, apakah dia bisa terus melawan kita?" Marie bergumam.
"Apakah kamu bisa bermain musik atau bernyanyi? Hari ini siapapun boleh menunjukan bakat dan keahliannya" tanya Zayn. Seorang sepupu laki-laki bertanya. Dia nampak bersahabat.
"Tidak mungkin dia bisa. Di desa tidak ada guru musik seperti di kota" ucap Joane.
"Aku rasa suaranya juga sangat jelek jika bernyanyi" Cleo terkekeh mengejek.
"Jangan ganggu dia" Clarissa datang lalu meraih tangan Daisy. Mengajaknya pergi meninggalkan kerumanan para cucu keluarga Edoardo.
"Huuu si tomboy merusak acara saja" Cleo berteriak. diikuti Marie dan Joane dengan menyeru "huuuuuu" bersama-sama.
"Aku Clarissa. Namamu Daisy kan? jangan dekat-dekat Marie. Dia memang seorang pembully ulung" Clarissa mengajak Daisy duduk di bangku dekat tempat memanggang jagung. Lalu mengambil dua batang jagung, satu dia berikan kepada Daisy, satunya dia makan.
"Makanlah. ini enak sekali, rasanya manis. Jagungnya baru dipanen tadi pagi dari kebun menurut para pelayan" Clarissa menggigit jagung bakar itu dengan nikmat. Daisy lalu menggigit jagung bakar itu perlahan.
Hmmhh. benar. Rasanya sangat enak. Manis dan gurih.
"Tiga anak perempuan itu adalah Marie, Joane dan Cleo. Tapi pemimpin para gadis adalah Marie. Karena dia lebih tua dari kita. Tapi aku tidak pernah mau ikuti kata-kata dia." ucap Clarissa
"Yang duduk di bangku taman, itu Maxi. Cucu tertua Kakek Edoardo. Kakak dari Marie dan Joane. Dia sangat sombong dan lebih banyak diam. Sekalinya bicara sangat menyeramkan, galak sekali. Jangan dekat-dekat dengan dia juga" ucap Clarissa lagi bersamaan dengan Maxi menatap dingin mereka dari duduknya. Memperhatikan Daisy lalu membuang tatapannya ke lain arah. "Seperti itu, sombong sekali cara menatapnya" lanjut Clarissa berbisik seraya tertawa pelan. Daisy masih melihat sekilas ketika Maxi meliriknya.
Mungkin Maxi sudah sekolah di sekolah menengah pertama. karena badannya lebih tinggi dibanding yang lain. Pikir Daisy.
"Yang sedang di depan kandang kelinci, itu Yazid dan Zayn. Mereka kakak lelakinya Cleo. Maxi tidak suka dengan Yazid, begitupun sebaliknya. Mereka selalu bersaing dalam segala hal. Tidak pernah akur. Padahal mereka seumuran", lanjut Clarissa.
"Yang sedang duduk di atas pohon itu adalah Cedro kakakku. Dia sering menyembunyikan boneka kesayanganku. Sangat usil. Naah yang sedang asik makan es krim itu Caesar, adikku. Masih sangat manja. Lihatlah gayanya masih seperti bayi" Clarissa terkekeh.
"Cedro sebenarnya baik. Hanya saja dia sangat senang mengganggu anak perempuan. Jika bisa membuat anak perempuan menangis, dia seperti mendapat hiburan"
"Jangan pernah menangis di depan dia. Karena itu akan membuatnya ketagihan untuk membuatmu menangis lagi" ucap Clarissa lagi.
Daisy sedari tadi hanya menganggukan kepala sambil mendengarkan Clarissa.
"Kita nanti bersekolah di sekolah yang sama. Aku satu tahun di atasmu. Tadi aku dengar kakek berbicara dengan Paman Richard, pengacara keluarga" ucap Clarissa lagi disela sela kesibukannya mengunyah jagung bakar.
"Bagaimana kamu tahu soal itu?" gumam Daisy bertanya. Sedari tadi dia tidak melihat orang lain selain para paman.
"Aku memang agak nakal. Suka menguping, tadi pagi aku menyelinap ke ruang kerja Kakek dan mendengar percakapan kakek dan paman Richard. Sssstttt......jangan bilang siapa-siapa ya!" Clarissa mengerti kebingungan Daisy. Dia tertawa pelan mengingat kenakalannya sendiri.
"Aaahh, iya" Daisy menatap Clarissa seraya mengangguk.
Mereka berbincang tentang sekolah, pelajaran yang disukai dan tidak, makanan kesukaan, jenis permainan, hobi dan banyak lagi. Daisy merasa senang bisa mendapatkan teman di tempat barunya.
Itu hari pertama dia bertemu keluarga besar Edoardo.
***
Setelah dua bulan tinggal di kediaman Edoardo, Daisy mulai hafal bahwa ada kegiatan-kegiatan keluarga yang harus diikuti. Kecuali sedang sakit, ada pengecualian untuk boleh tidak hadir.
Setiap senin pagi jam enam, semua anggota keluarga harus sudah hadir di ruang makan rumah utama untuk sarapan bersama Kakek Edoardo dan Nenek Luisa.
Setiap jumat malam jam tujuh semua anggota keluarga harus hadir untuk makan malam bersama Kakek Edoardo dan Nenek Luisa.
Hari Minggu pagi jam sembilan di minggu kedua setiap bulannya ada acara pesta kebun di halaman belakang rumah utama yang sangat luas. Acaranya biasanya makan-makan bebas dengan segala jenis makanan yang tersedia. Daisy paling senang dengan barbeque. Daisy lebih memilih ikut sibuk memanggang bersama Clarissa membantu para pelayan dibanding bermain dengan para sepupu yang kerap mengganggunya.
Selain acara makan-makan, ada acara hiburan seperti menyanyi atau menari atau bermain musik. Biasanya beberapa orang akan unjuk kebolehan. Karena jika berhasil membuat Kakek Edoardo terkesan, akan mendapatkan hadiah istimewa. Kecuali Daisy, yang tidak pernah sekalipun naik ke panggung.
Setelah acara makan di pesta kebun biasanya kakek dan nenek mengajak semua berkeliling ke setiap rumah. Tapi hanya sebatas di bagian halaman saja. Menikmati ciri khas masing-masing rumah. Mulai dari rumah foglia, rumah acqua, rumah legno hingga rumah fiore. Yang menyenangkan bagi Daisy adalah saat berkunjung ke rumah foglia, karena banyak sekali tanaman di sana. Macam macam pohon buah dan tanaman hias membuatnya betah berlama-lama. Selain rumahnya sendiri, rumah fiore, rumah foglia adalah tempat yang sangat disukainya. Dia seperti kembali ke masa kecil. Masa dimana dia sering menghabiskan waktu di akhir pekan bersama ayah, ibu dan adiknya di perkebunan buah, teh dan bunga.
Untuk kegiatan sehari-hari tidak ada aturan-aturan khusus yang mengekang. Setiap keluarga menjalankan kebiasaan masing-masing. Namun tetap harus menjaga nama baik keluarga Edoardo.
***
Kediaman keluarga besar Edoardo berada dalam satu kawasan yang luas dengan satu gerbang utama. Dalam kawasan itu terdapat lima bangunan di dalamnya.
Satu rumah induk dan empat rumah anak. Memiliki dua puluh petugas kemanan yang menjaga semua bangunan.
Yang berada di tengah adalah Rumah utama, tempat tinggalnya Kakek Edoardo dan Nenek Luisa. Rumah itu sangat besar. Di dalamnya ada 20 kamar tidur, aula pertemuan untuk acara acara penting, ruang cinema, perpustakaan besar dan lengkap, ruang olahraga layaknya fitness centre dan ruang makan yang luas. Di sana ada sekitar dua puluh pelayan dan sepuluh petugas keamanan khusus rumah utama.
Bangunan yang berada di paling ujung sebelah timur rumah utama adalah rumah Foglia atau rumah daun. Rumah itu ditempati oleh paman Luca, anak Keluarga Edoardo yang tertua. Di bangunan itu terdapat halaman belakang yang berupa taman luas dengan berbagai macam tanaman pohon buah dan tanaman hias. Sangat teduh dan segar suasananya. Paman Luca beristrikan seorang berkebangsaan Inggris bernama Bibi Victoria. Mereka memiliki tiga orang anak. Anak pertama adalah seorang laki-laki bernama Maxi, berusia enam tahun di atas Daisy. Yang kedua seorang anak perempuan bernama Marie, berusia empat tahun di atas Daisy. Dan yang ketiga seorang perempuan bernama Joane, berusia dua tahun di atas Daisy.
Bangunan di sebelahnya adalah rumah Acqua atau rumah air. Rumah yang di halaman depannya terdapat air mancur dan kolam ikan koi yang luas itu ditempati oleh bibi Naomi. Anak kedua keluarga Eduardo. Suami Bibi Naomi adalah seorang pengusaha dari timur tengah bernama paman Husain. Mereka pun memiliki tiga orang anak. Yang Pertama adalah Yazid, anak laki-laki berusia lima tahun di atas Daisy. Yang kedua Zayn anak laki- laki berusia tiga tahun di atas Daisy. Yang ketiga adalah Cleo, anak perempuan berusia satu tahun di atas Daisy.
Bangunan di sebelah barat rumah utama adalah kediaman Paman Roger dan istrinya seorang berkebangsaan Amerika bernama bibi Kelly. Rumah mereka mirip dengan galery. Karena banyak sekali barang-barang dan pernik kerajinan kayu. Makanya rumah itu disebut sebagai rumah Legno atau rumah kayu. Mereka memiliki tiga orang anak. Yang pertama Cedro anak laki-laki berusia tiga tahun di atas Daisy. Yang kedua Clarissa anak perempuan berusia satu tahun di atas Daisy. Yang ketiga Caesar, anak laki-laki berusia satu tahun di bawah Daisy.
Bangunan paling ujung sebelah barat rumah utama adalah Rumah Fiore atau rumah bunga. Adalah rumah yang Daisy tempati. Di sekeliling rumah terdapat berbagai macam jenis bunga. Di belakang rumah ada bangunan khusus untuk bunga anggrek dan bunga daisy. Ternyata Nenek Luisa sangat menyukai bunga Daisy.
Mungkin itu alasan ayah memberinya nama Daisy. Nama bunga yang sangat disukai Nenek Luisa.
Keempat bangunan rumah selain rumah utama, merupakan simbol dari bisnis perusahaan-perusahaan milik keluarga Edoardo. Yaitu perkebunan buah-buahan dan pabrik pengolahannya, budidaya ikan, galery dan perusahaan pengelolaan kayu serta perkebunan bunga dan toko florist besar di beberapa kota besar di Negara Lotus.
Banyaknya bisnis keluarga Edoardo membuat mereka menjadi salah satu keluarga terkaya di negara Lotus. Keluarga mereka pun cukup di segani di kalangan sosial menengah ke atas.
***
Daisy bersekolah di salah satu sekolah dasar terbaik di kota Brown. Dia satu sekolah dengan Clarissa. Benar apa yang dikatakan Clarissa. Bahwa mereka satu sekolah dan Daisy satu tahun di bawah Clarissa.
Namun karena Daisy mengikuti program kelas khusus akselerasi. Akhirnya dia dan Clarissa lulus sekolah dasar bersamaan. Sayangnya Clarissa meneruskan sekolah menengah pertamanya di sekolah yang berbeda dan tinggal di asrama.
Daisy pun tidak ada teman lagi setelah Clarissa tinggal di asrama. Walaupun kadang Cedro atau Caesar sesekali menemaninya. Namun karena mereka berdua laki-laki, Daisy tidak bisa leluasa bermain seperti bersama Clarissa.
Pagi itu saat hendak sarapan bersama di rumah utama. Daisy sengaja datang lebih awal, dia tidak mau berpapasan dengan para sepupunya yang selalu mengganggunya. Dia berjalan perlahan menuju rumah utama. Tiba-tiba Marie dan Joane menabraknya dari belakang hingga kacamatanya terpelanting jatuh. Mereka mentertawakan Daisy dengan sangat puas.
"Percuma pakai kacamata tebal dan pintar di sekolah kalau jalan saja masih tidak terlihat jelas. Dasar bebek buruk rupa", Marie terkekeh.
"Aku terjatuh karena kalian yang menabrakku" sahut Daisy.
"Aku bukan bebek buruk rupa. Namaku Daisy"
Marie dan Joane saling berpandangan lalu tertawa seolah melihat sesuatu yang sangat lucu.
"Namamu tidak penting bagi kami, bebek" Marie menjulurkan lidahnya. Sedangkan Joane menggerak-gerakkan badannya seperti gaya seekor bebek.
Daisy meraih kacamatanya yang tergeletak di rumput di samping jalan. Tapi Marie menendangnya lebih jauh.
"Ayoo..marahlah" pancing Marie. Dia ingin membuat Daisy marah. Supaya image Daisy sebagai anak baik-baik dan tidak pernah membuat kegaduhan diragukan oleh keluarga besar, terutama kakek dan nenek. Marie sengaja memancing keributan agar dia bisa berkelahi dengan Daisy.
"Kalian berdua, pergi dan jangan ganggu dia. Atau kuadukan kepada ayah dan ibu" sebuah suara membuat Marie dan Joane ketakutan dan bergegas lari. Mereka meninggalkan Daisy dengan tatapan mengancam.
"Ini kacamatamu. Pakailah" Maxi memungut kacamata di atas rumput. Meraih tangan Daisy dan meletakkannya ditelapak tangannya.
"Terimakasih..." ucap Daisy. Tapi Maxi sudah pergi meninggalkannya dengan langkah cepat. Kakak sepupunya yang sudah duduk di kelas tiga sekolah menengah atas itu sangat tinggi dan kakinya panjang. Jadi Daisy tidak bisa mengejar langkahnya.
Daisy hanya bertemu dengan para sepupu di acara khusus di rumah kakek saja. Dan di setiap acara tersebut ada saja ulah mereka mengganggu Daisy. Beruntungnya acara itu tidak setiap hari. Jadi tingkah Marie, Joane dan Cleo yang selalu mengganggunya tidak terlalu sering dia hadapi. Mereka juga sangat pandai hanya membully Daisy saat tidak ada para orangtua atau saat orangtua sedang sibuk.
Dan Maxi selalu ada saat Daisy sedang diganggu ketiga kakak sepupu perempuannya itu. Meskipun tetap dengan sikap tidak bersahabat. Seperti pagi itu.
***
Suatu malam usai acara makan malam di rumah kakek. Daisy bermaksud mengambil buku di perpustakaan. Dia sudah selesai ujian kelulusan sekolah menengah pertamanya. Dia hendak mencari beberapa buku bacaan untuk mengisi waktu luangnya. Saat di tangga dia bertemu dengan Cleo yang hendak turun dan menatapnya tidak suka.
"Waaah bebek buruk rupa...bukankah kamu jenius? masih perlu baca buku?" tanya Cleo sinis. Di sekolah menengah pertama Daisy satu sekolah dengan Cleo. Mereka satu angkatan, meskipun Daisy lebih muda satu tahun dari Cleo. Cleo yang sedari awal tidak menyukai Daisy semakin membencinya. Apalagi Daisy adalah siswa terbaik di angkatannya.
Namun lagi-lagi Daisy masuk kelas akselerasi. sehingga bisa lulus sekolah menengah pertama lebih dahulu dibanding Cleo. Dan rasa benci Cleo semakin besar kepada Daisy. Apalagi karena prestasi Daisy tersebut membuat orangtua Cleo bangga kepada Daisy dan malah menuntutnya belajar lebih rajin akibat nilainya yang sangat buruk di sekolah.
Apalagi kedua kakak laki-lakinya, Yazid dan Zayn sangat mengagumi Daisy. Cleo sering melihat kedua kakaknya itu berebut perhatian dari Daisy pada saat acara keluarga.
"Bebek buruk rupa, awas jangan menghalangi jalan. Kenapa sih kamu selalu menghalangi jalan saja" bentak Cleo karena Daisy tidak menanggapi kata-kata Cleo tadi.
"Aku tidak menghalangi jalan. Kamu yang salah jalan, Cleo" ucap Daisy. Karena jelas-jelas Cleo yang sengaja berjalan dibagian arah naik. Tanda panah di aras karpet sudah jelas menunjukkan bahwa bagian yang Daisy injak adalah untuk berjalan ke arah atas.
"Iiish kamu berani membantahku ya. Jangan karena kamu bisa lulus sekolah lebih dulu dariku, kamu bisa berani kepadaku. Kamu tetap saja bebek buruk rupa, kamu tetap saja lebih kecil dariku " Cleo kembali membentak. Daisy mengalah lalu bergeser agar bisa cepat sampai ke perpustakaan. Dia malas meladeni Cleo yang keras kepala. Yang ada nanti malah membuat keributan. Daisy tidak mau mengganggu semua orang.
Saat sedang mencari buku, tiba-tiba lampu perpustakaan mati. Ruangan menjadi gelap. Daisy mencoba menenangkan diri. Lalu berbekal pencahayaan dari lampu di luar rumah utama yang masuk lewat jendela perpustakaan, Daisy berjalan perlahan menuju pintu keluar. Tapi ternyata pintu dikunci dari luar.
Daisy berteriak minta tolong. Namun sepertinya ruangan perpustakaan kedap suara. Jadi rasanya percuma dia berteriak, hanya menghabiskan tenaganya.
Dia pasrah. Mungkin harus menunggu besok pagi sampai pelayan membukakan pintu. Akhirnya Daisy hanya duduk di atas karpet di dekat pintu dalam kegelapan.
Tiba-tiba lampu kembali menyala dan pintu terbuka. Maxi menghampiri Daisy.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. Namun melihat wajah Daisy yang pucat, dia yakin Daisy sangat ketakutan.
"Tadi aku mendengar Cleo bercerita pada Marie dan Joane bahwa dia mengurungmu di sini" ucap Maxi.
"Terimakasih sudah menolongku" gumam Daisy.
"Hemm" Maxi hanya mendehem seraya menarik tangan Daisy keluar perpustakaan dan menuruni tangga.
"Lain kali berhati-hatilah dengan tiga anak perempuan itu" Maxi berkata dengan dingin.
"Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padamu karena ulah mereka" gumam Maxi. Daisy terperangah mendengarnya.
"Selalu bawa ponselmu kemanapun. Agar mudah menghubungi kepala pelayan jika terjadi sesuatu" lanjut Maxi. Daisy terdiam. Dia melapaskan pegangan tangan Maxi. karena dia bisa terseret tidak bisa mengimbangi langkah kaki Maxi yang panjang.
"Ayo pulang. Kamu mau semalaman di sini?"tanyanya ketika Daisy masih mematung di ujung tangga.
Daisy berjalan pelan di belakang Maxi. Sesekali dia melihat kakak sepupunya itu. Meskipun selalu bicara ketus dan terkesan sombong dan ekspresinya sangat mengerikan buat Daisy. Tapi sudah beberapa kali dia menolong Daisy.
"Aaaauuuwww...sakit" Daisy menabrak punggung Maxi yang tiba-tiba menghentikan jalannya.
"Iisssh kamu ya, memang bebek kecil jelek. Jangan melamun kalau berjalan" ucap Maxi dengan galak. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu memperbaiki letak kaca mata Daisy yang bergeser ke atas dahi akibat menabrak punggungnya.
"Namaku Daisy, bukan bebek jelek.." gumam Daisy pelan.
Maxi menghela nafas sambil bergumam tidak jelas.
"Jaga dirimu baik-baik. Hubungi pak Alberto jika terjadi sesuatu akibat ulah ketiga anak perempuan itu" ucap Maxi membuat Daisy mengangguk cepat.
"Cepat pulang sana. Jangan melamun" katanya lagi membuat Daisy bergegas pergi menuju rumah Fiore. Begitu sampai di pintu rumah, Daisy menoleh. Maxi masih berdiri menatapnya. Seperti menunggunya masuk ke dalam rumah. Betul saja ketika Daisy sudah masuk ke dalam rumah, Maxi bergegas menuju rumahnya.
"Dia selalu galak kepadaku, tapi dia selalu menolongku dari gangguan Marie, Joane dan Cleo" pikir Daisy ketika melihat Maxi yang berjalan menuju rumah Foglia. Dia mengintip dari balik jendela rumahnya.
***
Di sekolah menengah atas, Daisy masuk sekolah terbaik di kota Brown. Tidak ada satu pun sepupunya yang bersekolah di tempat yang sama. Dia dan Joane, yang usianya dua tahun di atasnya, masuk sekolah di tahun yang sama di sekolah yang berbeda. Hanya saja Daisy kembali berhasil masuk kelas akselerasi. Hingga akhirnya dia lulus sekolah menengah atas satu tahun lebih dulu dari Joane.
Saat Daisy masih di sekolah Menengah Atas, dia jarang melihat Maxi hadir di acara keluarga. Dalam sebulan mungkin hanya satu atau dia kali dia melihatnya di acara sarapan dan makan malam. Di acara pesta kebun bulanan saja dia bisa melihat Maxi. Mungkin Maxi sedang sibuk dengan kuliahnya.
"Daisy, aku bawakan vas bunga cantik untukmu. Aku buat sendiri di studio milik Ibu" Caesar, adiknya Clarissa duduk di sebelah kanan Daisy saat pesta kebun.
"Terimakasih, Caesar. Kamu sangat hebat, bisa membuat vas secantik ini" ucap Daisy.
"Aku membantunya" Cedro datang dan duduk di sebelah kiri Daisy.
"Iya betul, kak Cedro yang membantuku. Lihatlah aku menulis namamu di sini, Daisy" Caesar menunjukkan ukiran nama di bagian sisi vas bunga tersebut.
"Ehemmmm..." Maxi yang duduk di seberang mereka berdehem sambil menatap Daisy lekat.
Daisy balik menatap Maxi. Dia terlihat sudah lebih dewasa. Usianya mungkin sudah dua puluh tahun. Tubuhnya tegap dan tinggi.
"Hallo, apa kabar?" Daisy melambaikan tangannya. Karena Maxi tidak berhenti menatapnya.
Maxi menahan tawa lalu menundukkan kepalanya. Kemudian dia bergegas pergi dari kursinya.
"Mungkin kita hanya anak kecil baginya" gumam Daisy.
"Hanya kalian berdua yang anak kecil. Aku sudah dewasa. Umurku sudah tujuh belas tahun sekarang" Cedro memprotes kata-kata Daisy.
"Begitukah?" tanya Maxi yang tiba-tiba lewat di samping mereka sambil menatap loli pop yang sedang dikulum Cedro.
Cedro hanya tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Daisy melihat Maxi duduk di gazebo dekat pohon Cerry, sibuk dengan buku dan pensil. Seperti biasanya, dia memang selalu menyendiri sambil melukis. Sesekali dia menatap Daisy dari jauh dengan tatapan dinginnya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!