Suasana khidmat ijab kabul di sebuah pernikahan tiba-tiba berubah jadi sedih. Tatkala seorang anak perempuan secara tiba-tiba mendekat ke arah pengantin pria sambil menangis. Anak perempuan itu memaksa ingin duduk dipangkuan pengantin pria dan berniat untuk membatalkan pernikahan tersebut.
Sepasang pengantin yang sedang menikah itu adalah Papa dari gadis kecil yang menangis itu dan wanita lain yang bukan ibu kandungnya. Jeritan anak perempuan yang menangisi Papa nya yang dengan wanita lain ini pun sontak membuat suasana berubah sedih.
"Papaaa, Papaaaa," jerit anak perempuan itu merengek dan memeluk pengantin pria.
Dia adalah Dara Alexandra. Anak perempuan berusia 4 tahun dengan tubuhnya yang gemuk. Ia mendekap tubuh sang Papa, seolah tak ingin melepaskannya agar tak menikahi wanita yang duduk bersanding disamping sang Papa.
Dara baru saja kehilangan Ibu kandungnya karena kanker rahim satu tahun yang lalu disaat ia masih berusia 3 tahun. Kematian merupakan hal tersulit untuk dibicarakan dengan anak kecil. Tapi kematian merupakan hal yang tak terelakkan dan diusianya yang masih 3 tahun, Dara bisa memahaminya.
Satu tahun lalu, Dara kecil benar-benar kehujanan. Deras sekali. Ia basah oleh air mata.
Menangis memang tidak membuat takdir berubah, tapi paling tidak bisa membantu menerima takdir, setidaknya Dara kecil meyakini hal tersebut. Tidak ada yang benar-benar siap akan kehilangan.
Dalam gendongan sang Papa, Dara kecil berjalan melewati koridor rumah sakit menuju ruangan dimana Mama nya dirawat. Namun, kenyataannya Mama nya memang sudah tiada saat ia tiba di rumah sakit. Dara kecil menangis tersedu, melihat sosok Mama yang disayanginya sudah terbujur kaku dengan tertutup kain putih.
"Papa, Mama mati ya?" Tanya Dara kecil pada sang Papa yang juga menitikkan air mata karena kehilangan cintanya.
Kehilangan memang tidak pernah menyenangkan. Puncak patah hati seorang anak adalah saat ibunya pergi, dan tidak pernah kembali lagi.
Papa Dara tak dapat menjawab apapun. Ia memilih diam.
Anak prasekolah usia 3-4 tahun sudah sedikit paham tentang kematian, begitu halnya dengan Dara. Ia mungkin pernah mendengarnya dari cerita atau menontonnya dari tayangan televisi. Beberapa anak lain bahkan telah melalui kondisi kematian anggota keluarga atau binatang peliharaannya.
“Dulu ketika malam, Mama sering bertanya besok masak apa ya?”
“Biasanya kalau jam segini, Mama sudah bangun dan mulai masak." Ucap Papa Dara.
Ingatan-ingatan akan kenangan mulai dilampiaskan oleh Papa Dara.
Sementara bagi Dara yang masih berusia 3 tahun, meski ia sudah sedikit mengerti tentang kematian sang Mama, tapi dia tidak memahami bahwa kematian itu bersifat permanen dan terjadi pada setiap orang. Dara juga tidak mengerti bahwa kematian membuat tubuh tidak lagi berfungsi.
Dara kecil masih meyakini bahwa Mama nya yang telah meninggal, masih bisa makan, tidur, dan melakukan hal yang normal. Meski sudah berkali-kali dijelaskan oleh sang Papa, Dara tetap tak bisa mencerna apa yang menyebabkan kematian. Dara menganggap kematian bersifat sementara.
"Pah. Mama kapan balik dari surga?"
"Pah. Mama udah makan belum ya?"
"Pah. Mama tidurnya nyenyak gak ya?
Hal itu terus terjadi selama berbulan-bulan. Dara bahkan mulai berperilaku janggal, misalnya ia berpura-pura mati.
Pada akhirnya, setelah satu tahun berlalu semenjak kepergian sang Mama, Dara harus menerima bahwa ada sosok wanita lain yang menggantikan peran Mama nya, yaitu wanita yang sudah resmi dinikahi sang Papa, Susan Amelia. Janda beranak satu, Gea yang berusia 7 tahun.
Bu Susan kembali melahirkan seorang puteri setelah satu tahun pernikahannya dengan Papa Dara dan diberi nama Jennifer. Dara harus merasakan yang namanya hidup dengan Ibu tiri dan saudara tiri yang tidak pernah akur dengannya.
Ibu tiri banyak dikenal dengan sebutan ibu yang jahat. Dan, itu memang benar terjadi. Selama tinggal bersama ibu tiri dan saudara tirinya, Dara selalu dijahati. Meski begitu, Dara selalu menyabar-nyabarkan perasaan, tak ingin melukai hatinya. Menjadi jahat mungkin bukan keinginan banyak orang, tetapi watak. Itulah watak yang tergambar dari wajah ibu tiri Dara.
Bertahun-tahun berlalu, Dara tetap saja diperlakukan buruk oleh ibu tiri serta saudara tirinya itu. Terlebih Jennifer yang merasa paling berhak atas diri Papa Dara karena dirinya yang merupakan anak bungsu dan ingin selalu dimanja.
Dara yang memiliki tubuh gemuk sejak kecil, selalu menjadi bahan bullyan oleh Gea dan Jennifer, baik di rumah maupun di sekolah.
"Heh gendut, kerjain PR ku." Titah Jennifer pada Dara yang saat itu sudah kelas 6 SD, sementara ia baru saja masuk SD.
Dara mengikuti saja ucapan Jennie karena tak ingin ribut. Apalagi jika sampai diketahui oleh Ibu tirinya. Dara akan diperlakukan semakin buruk. Belum lagi di sekolah, Dara juga selalu menjadi bulan-bulanan teman-teman sekelasnya yang selalu mengejeknya, dan selalu membanding-bandingkan nya dengan Jennie yang memang cantik.
"Eeh gendut. Kamu itu paling cuma anak pungut. Masa iya kamu kakaknya Jennie. Lihat aja Jennie itu cantik, beda sama kamu yang udah gendut, jelek lagi." Ucap seorang siswa pada Dara saat ia sudah menginjak sekolah menengah.
Dara yang menjadi korban bullying dari saudara dan teman-temannya sejak kecil mengembangkan perasaan tidak berdaya dan terasing. Ia juga akan merasa sendirian untuk menghadapi perasaan bingung, frustasi, dan tidak berdaya. Karena ia merasakan, rasa sakitnya diabaikan oleh sang Papa, membuatnya menarik diri dari keluarga.
Sejak menikah lagi, Papa Dara memang lebih sering pergi ke luar kota untuk menjalankan bisnis dan meninggalkan Dara dengan Ibu dan saudara tirinya yang kejam.
Dan hari ini, tepat di ulang tahun Dara yang ke 17 tahun, sang Papa pulang dari luar kota dan meninggalkan proyek yang sedang ia kerjakan demi hadir di hari ulang tahunnya.
Dara dibuat terkejut oleh kehadiran sang Papa yang tiba-tiba bisa ada di dalam kamarnya dengan memegang sebuah kotak kado. Dara pun berhamburan di pelukan sang Papa.
"Papa kapan pulang?" Tanya Dara. "Bukannya Papa lagi sibuk di Bali?"
"Kamu kan ulang tahun sayang. Gak mungkin dong Papa gak hadir di hari istimewa kamu."
"Makasih Pa." Dara memeluk erat sang Papa yang selalu ia rindukan itu.
Dara mendapatkan hadiah berupa ponsel keluaran terbaru. Mengingat ponselnya yang sudah usang dan rusak karena layarnya yang retak. Hal itu karena ulah adiknya, Jennie yang dengan sengaja melempar ponselnya karena kesal.
"Gimana? Kamu suka gak?" Tanya sang Papa.
"Suka banget Pa." Jawab Dara.
Jennie dan Gea yang mengetahui bawa Dara diberikan hadiah ponsel baru semakin merasa kesal. Padahal sang Papa tidak pernah membedakan kasih sayang yang diberikan kepada mereka bertiga. Bahkan, Jennie dan Gea pun sudah lebih dulu memiliki ponsel yang paling canggih. Walaupun itu sebenarnya dibelikan oleh Mama mereka. Tapi, setidaknya uang yang didapatkan Bu Susan juga merupakan uang yang diberikan Papa mereka.
Saat Papa mereka keluar rumah, dengan cepat Bu Susan beserta Jennie dan Gea memulai aksi mereka untuk menyakiti Dara. Dimulai dengan meminta Dara membersihkan seluruh rumah menggantikan pekerjaan pembantu, sampai mencuci pakaian ketiganya.
Dara ingin sekali melawan, tapi ia kalah jumlah. 1 banding 3, tentu saja tidak akan mungkin menang. Meski Jennie masih berusia 11 tahun, tapi ia sudah memiliki sifat yang begitu jahat. Ia tak segan untuk menjambak rambut Dara atau bahkan mendorongnya hingga tersungkur.
Jika Dara melawan, Jennie bisa langsung berteriak dan membuat Bu Susan dan Gea yang datang menghajar Dara.
Semua perlakuan kejam itu sudah ia dapatkan sejak kecil. Tak ada yang bisa menolongnya, bahkan pembantu yang ada di rumah sekalipun mengikuti perintah Bu Susan selaku Nyonya rumah. Dan mereka semua akan memperlakukan Dara dengan baik, hanya jika saat sang Papa berada di rumah.
Memasuki usia 20 tahun, Dara belum juga terlepas dari jeratan kekejaman Ibu tiri dan saudara tirinya. Memiliki tubuh gendut bahkan semakin membuatnya menjadi bulan-bulanan mereka. Dara pikir, keluar dari rumah untuk sekedar berkuliah bisa membuat pikirannya tenang, tapi yang ada di kampus juga tak ubahnya di rumah. Ia juga menjadi bahan bullyan orang lain karena bentuk tubuhnya yang gemuk.
"Awas, ada tong sampah lewat...."
"Minggir-minggir, ada truk gandeng lewat. Ntar ketabrak."
"Itu perut atau tong drum."
Dara sering menerima pandangan menjijikkan dari banyak orang di sebuah restoran ketika melihat dirinya makan semua makanan yang ada. Hal itu membuatnya sangat terluka.
Bersambung.....
Hari libur yang seharusnya bisa digunakan untuk istirahat bagi banyak orang, nyatanya menjadi hari yang super sibuk bagi Dara. Pekerjaannya berlipat ganda. Ia hanya akan bisa menikmati waktu untuk bersantai jika Papa nya ada di rumah. Tapi hari ini, Papa Dara masih berada di Bali dan belum ada kabar kapan ia akan pulang.
Seharian Dara disibukkan dengan segala macam pekerjaan rumah yang menguras tenaga. Tubuhnya yang gemuk membuat pekerjaannya terhambat dan menjadi sangat lambat. Keringat mengucur deras dari keningnya. Saat ia begitu lelah mengepel ruang keluarga, Ibu tiri dan saudara tirinya justru tengah bersantai dengan duduk ongkang-ongkang kaki sambil menikmati cemilan dan menonton televisi.
Dara yang sudah sejak pagi tidak makan, hanya bisa menahan lapar dan menelan ludah saat melihat ketiganya makan. Dan yang lebih menyakitkan lagi, saat Bu Susan dengan sengaja meminta 3 orang pembantu ikut duduk dengan memijit kaki mereka masing-masing sambil sesekali semuanya mengejek Dara termasuk para pembantu.
Hal yang tak terduga terjadi. Kala Papa Dara tiba-tiba sudah berdiri di ruangan itu tanpa ada yang menyadari. Papa Dara melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Dara di perlakukan dan diejek. Ia pun menjadi murka dengan melempar vas bunga yang ada disampingnya hingga pecah, tepat ke arah depan Bu Susan.
Bu Susan yang kaget sontak saja berdiri diikuti Gea dan Jennie serta para pembantu saat melihat Papa Dara berdiri dengan wajah penuh emosi. Sementara Dara sendiri masih dalam posisi berjongkok karena sedang mengepel lantai dengan kain di tangannya.
Papa Dara berjalan mendekatinya dan membantu Dara untuk berdiri.
"Apa kalian sudah melakukan semua ini sejak lama?" Tanya Papa Dara.
"Mas, aku bisa jelasin." Balas Bu Susan.
"Apalagi yang ingin kau jelaskan?" Bentak Papa Dara. "Pantas saja selama ini aku selalu melihat Dara seperti menutupi sesuatu. Setiap kali aku melihat ada barang-barangnya yang rusak, dia selalu mengatakan bahwa semuanya kecelakaan. Pasti kalian semua kan yang melakukannya?"
"Pah, Dara bohong. Apapun yang dikatakannya pada Papa adalah kebohongan. Kami tidak pernah melakukan apapun padanya. Dia pembohong Pa." Ucap Jennie.
"Dara tidak pernah mengatakan apapun pada Papa." Ucap Papa Dara seraya menatap Dara yang menunduk. "Papa kecewa dengan apa yang kalian lakukan padanya. Dan untuk kalian bertiga, Tuti, Inem, Siti. Kalian dipecat. Mulai hari ini keluar dari rumah ini, sekarang juga." Lanjut Papa Dara tegas.
"Mass......"
"Diaaam." Teriak Papa Dara. "Dengarkan Papa baik-baik. Jangan berharap Papa akan melupakan masalah ini begitu saja. Mulai hari ini, jangan lagi mengharapkan semua yang Papa miliki, akan Papa wariskan pada kalian. Karena semuanya akan Papa berikan pada Dara seorang." Ucap Papa Dara seraya berjalan dengan menggandeng Dara keluar dari ruang keluarga.
Bu Susan, Gea dan Jennie tak dapat berkata apa-apa. Papa Dara terkenal tegas dalam hal apapun, apalagi menyangkut Dara. Bagi ketiganya, Dara memang selalu menjadi yang utama sang Papa.
"Mah, sekarang gimana dong? Aku gak mau semua fasilitas yang Papa kasih ke aku diambil lagi." Ucap Gea.
"Iya Mah. Papa kalau udah marah sama Kakak dan aku, pasti hukumannya begitu. Apalagi ini menyangkut si Dara itu. Aku gak mau Ma, kalau semuanya ditarik sama Papa. Apalagi aku udah mau lulus bentar lagi."
Bu Susan menghela nafas panjang. Terlihat berpikir, bagaimana caranya untuk menenangkan hati sang suami.
"Hanya 1 hal yang harus kita lakukan."
"Apa itu?" Tanya Gea dan Jennifer bersamaan.
"Minta maaf pada Dara."
"Apa!!!" Seru Jennie tak percaya. "Gak mau Ma. Aku ogah."
"Aku juga." Sambung Gea.
"Kalian gak mau semua fasilitas yang kalian punya ditarik kan?" Tanya Bu Susan yang dibalas anggukan kedua anaknya itu. "Ya kalau begitu, kalian harus minta maaf. Kita harus mulai bisa bersikap baik pada si gendut itu. Tapi tenang saja, semuanya hanya untuk sementara. Mama punya rencana bagus untuk mengamankan posisi kita di rumah ini." Bu Susan menyeringai.
Dan seperti yang direncanakan Bu Susan, ketiganya meminta maaf pada Dara dan sang Papa. Meski pada awalnya Papa Dara meragukan kesungguhan mereka, namun pada akhirnya dirinya dan Dara mulai merasakan bahwa mereka bertiga memang sudah berubah.
Kehidupan Dara menjadi berubah karena akhirnya ia bisa diperlakukan dengan baik oleh Ibu tiri dan saudari tirinya. Namun tidak dengan lingkungan luar, terutama kampusnya. Orang-orang masih saja terus mengolok-oloknya karena tubuhnya yang gendut.
Meski begitu, Dara mulai terbiasa dengan semua olokan yang diterimanya. Yang terpenting baginya adalah cinta dari keluarganya. Bu Susan dan kedua puterinya yang mulai bersikap baik padanya sudah cukup bagi Dara.
*************
2 tahun berlalu....
Belakangan ini seorang pria mulai gencar mendekati Dara, Robby Anggara namanya. Awalnya Dara tak terlalu menghiraukannya karena berpikir bahwa pria seperti Robby tidak mungkin tertarik pada wanita bertubuh gempal dan jelek seperti dirinya.
Namun, pada kenyataannya Robby terus saja mengejarnya dan mengungkapkan cinta padanya.
"Aku sungguh mencintaimu Dara. Izinkan aku untuk menikahi mu." Ucap Robby pada Dara saat keduanya bertemu di taman kota.
Dara yang sudah berusia 22 tahun, untuk pertama kalinya mendapat ungkapan cinta dari seorang pria. Dara menjadi gugup dan tidak tahu harus berkata apa.
"Aku serius Dara." Ucap Robby lagi saat melihat keraguan yang terpancar dari wajah Dara.
"Tapi kenapa? Aku ini gendut, jelek dan tidak menarik. Sementara Mas Robby itu pria yang tampan. Mas Robby bisa menikahi wanita yang cocok dan serasi dengan Mas. Bukan seperti aku yang selalu diolok gentong oleh orang banyak."
"Dara.... Cinta itu tidak memandang fisik seseorang. Kalau sudah cinta ya cinta."
Dara terdiam, hingga Robby berkali-kali berusaha untuk meyakinkannya.
Pada akhirnya pertahanan Dara pun runtuh setelah Robby berulang kali melamarnya bahkan pada sang Papa. Bu Susan dan yang lainnya pun mendukung untuk Dara menikah, meski harus melangkahi Gea yang lebih tua.
"Gimana menurut Papa?" Tanya Dara.
"Papa lihat, sepertinya Robby memang pria yang baik dan bertanggung jawab. Papa sih setuju-setuju saja, tapi semuanya kembali kepada kamu sendiri sayang. Karena bagaimanapun, kau sendiri yang akan menjalani biduk rumah tanggamu."
Setelah berulang kali menimbang semuanya, Dara pun setuju untuk menikah.
Pernikahannya digelar begitu meriah. Papa Dara begitu bahagia karena puteri kesayangannya akhirnya bisa menikah dengan seorang pria yang bisa menerima Dara apa adanya.
Air mata kebahagiaan terpancar dari wajah Dara dan Papa nya kala ijab qabul selesai. Sementara Bu Susan, Gea dan Jennie tersenyum penuh makna. Ketiganya seperti tengah menyembunyikan sesuatu.
Di malam pernikahan yang seharusnya menjadi malam yang indah dan penuh cinta, Dara malah dibuat terkejut karena melihat suaminya beradegan panas di ranjang pengantinnya bersama Gea, sang kakak tiri. Dara berteriak membuat seisi rumahnya berhamburan menuju kamarnya.
"Tidaaaaakkk......" Teriak Dara.
"Ada apa ini?" Teriak Papa Dara dan melihat ke arah dalam kamar pengantin Dara dimana dua pasang manusia dengan santainya bergumul tanpa memperdulikan orang-orang yang melihat mereka.
"Kurang ajar kau Robby." Teriak Papa Dara lagi hendak masuk ke dalam kamar, namun ia lebih dulu merasakan sakit di dadanya.
Dara yang terduduk menangis semakin membuat dada Papa nya merasa semakin sakit. Sementara Bu Susan dan Jennie hanya berdiri dengan melipat tangan mereka dengan tersenyum.
Tubuh Papa Dara mendadak tumbang, ia memegang dadanya. Dara sontak berteriak saat menyadari ternyata Papa nya terkena serangan jantung yang membuat nyawanya tak terselamatkan.
Semua yang terjadi ternyata memang sudah di rencanakan Ibu tiri Dara dan juga saudara tirinya termasuk sang suami.
Malam itu juga mereka semua berusaha membunuh Dara agar harta warisan yang ditinggalkan oleh Papa Dara bisa mereka kuasai. Tangan Dara diikat dan dipaksa masuk ke dalam mobil meninggalkan tubuh Papa nya yang terbujur kaku didepan kamarnya.
"Tega kamu Mas. Apa yang sebenarnya sudah aku lakukan hingga kamu mempermainkan aku seperti ini." Isak Dara saat mereka tiba di sebuah tebing.
"Kau pikir pria tampan seperti aku mau menikah dengan truk gandeng sepertimu? Hahahaha, Dara.... Dara. Coba lihat dirimu, jadi pembantuku saja kau sama sekali tidak layak. Aku hanya mencintai Gea. Dan sekarang harta yang ditinggalkan Papa mu mutlak menjadi milik kami." Ucap Robby.
"Kalian semua manusia laknat, terutama kau Jennie. Kita ini saudara kandung, kau bahkan tega untuk membunuhku dan merencanakan semua ini demi mendapat warisan Papa. Anak macam apa kau ini."
"Aku tidak perduli, yang penting aku jadi orang kaya dan tidak perlu lagi melihat wajah jelek mu." Ucap Jennie.
"Selamat tinggal gendut." Sambung Gea.
Dara di buang ke dalam jurang oleh Robby dibantu Gea dan Jennifer.
Tubuh Dara yang gendut, menggelinding jauh ke dalam jurang dan terhempas ke dalam sungai berbatu. Ajaibnya Dara masih hidup dan diselamatkan oleh seorang kakek tua yang membawanya ke gubuk reot dan dirawat oleh kakek itu bersama dengan isterinya.
Bersambung....
Tubuh Dara yang penuh luka tergeletak tak berdaya di tepian sungai. Darah mengalir deras dari keningnya. Kaki kiri dan lengan kirinya patah, ada begitu banyak luka goresan di sekujur tubuhnya yang berlemak itu.
"To-long....." Ucap Dara lirih dengan semua sisa tenaga yang ia punya.
Suatu kebetulan seorang Kakek berusia 60 tahun tengah menyusuri sungai untuk mencari ikan. Kakek bernama Parman itu, sontak kaget saat melihat sesosok tubuh manusia terlungkup disisi sungai. Dengan cepat Kakek Parman mendekati tubuh Dara yang berukuran besar itu.
"Ya Tuhan...." Kakek Parman memeriksa nadi Dara dan menaruh tangannya di depan hidung Dara mencoba memeriksa apakah Dara masih hidup atau tidak.
Saat memastikan Dara masih bernapas, Kakek Parman segera memanggil isterinya di rumah. Rumah mereka tak terlalu jauh dari lokasi dimana Dara ditemukan.
Kakek Parman dan sang isteri Nek Aminah, memang hanya tinggal berdua di dalam hutan, jauh dari warga yang tinggal di kampung berjarak 1 kilometer dari gubuk mereka. Mereka berdua tinggal di sebuah gubuk bambu yang halamannya dilengkapi dengan perkebunan berupa sayur-sayuran dan bermacam-macam buah.
Kakek Parman berteriak memanggil Nek Aminah yang tengah memberi makan bebek di pekarangan belakang rumah.
"Bu.... Bu.... Cepat sini...." Teriak Kakek Parman.
"Ada apa sih Pak? Kenapa teriak-teriak? Apa ada yang datang beli sayur atau bebek atau ayam?"
"Bukan itu Bu." Jawab Kakek Parman.
"Terus apa toh Pak. Bapak itu mengganggu saja."
"Cepat ikut Bapak bawa gerobak ini ke tepi sungai."
"Buat apa Pak?" Tanya Nek Aminah lagi.
"Ikut saja, tidak usah banyak tanya."
Tanpa banyak bicara lagi, Nek Aminah mengikuti langkah sang suami mendorong gerobak kayu yang biasa mereka gunakan untuk mengangkut hasil panen singkong dari kebun.
Tiba di sisi sungai, Kakek Parman segera mengajak sang isteri untuk menarik tubuh Dara ke atas gerobak.
"Pak, jangan sembarangan angkat. Bisa jadi dia ini sudah meninggal. Nanti Bapak loh yang dituduh jadi pembunuh. Panggil polisi aja Pak." Ucap Nek Aminah khawatir
"Bu, dia ini masih hidup. Terus kalau harus lapor polisi dulu ribet Bu. Kampung dari sini jauh, entar dia keduluan mati Bu. Sudah, mending tolong Bapak sekarang juga. Kasihan dia ini."
Dengan susah payah keduanya menarik dan mengangkat tubuh Dara yang berbobot 75 kilogram itu naik ke atas gerobak.
"Aduh Pak, pinggang Ibu sakit sekali. Ibu sudah tidak kuat." Keluh Nek Aminah memegang pinggangnya saat mendorong gerobak menuju gubuk mereka.
"Sabar Bu, sedikit lagi. Kasihan dia Bu." Balas Kakek Parman.
Setelah berusaha sekuat tenaga, tubuh Dara akhirnya bisa dibaringkan diatas lantai tanah beralaskan tikar yang terbuat dari daun pandan berduri. Kakek Parman dan Nek Aminah mulai merawat Dara dengan mengobati luka yang ada ditubuh wanita malang itu.
"Kasihan sekali ya Pak dengan wanita itu. Kira-kira, kenapa ya dia bisa sampai ada di sungai dengan tubuh yang penuh luka." Ucap Nek Aminah dua hari setelah merawat Dara.
"Bapak juga tidak tahu pasti. Tapi satu hal yang Bapak tahu, semangatnya untuk bertahan hidup sangat besar. Buktinya dia mampu bertahan dengan tangan, kaki yang patah dan tubuh yang penuh luka." Balas Kakek Parman. "Kita tunggu saja sampai dia sadar. Setelah itu kita bisa bertanya padanya dan bisa menghubungi keluarganya."
Hingga, satu bulan berlalu, Dara yang hanya bisa berbaring akhirnya bisa duduk dan mengucapkan terima kasih pada pasangan kakek dan nenek yang telah merawatnya. Banyak dari tulang di tubuh Dara yang patah, hingga membuatnya harus dirawat berbulan-bulan. Tubuh Dara pun perlahan menjadi kurus.
"Terima kasih ya Nek Aminah dan Kakek Parman sudah bersedia merawat saya selama ini. Saya janji, setelah saya pulih nanti, saya akan membalas semua perlakuan baik kalian terhadap saya." Ucap Dara sopan.
"Sudah, jangan pikirkan hal itu dulu. Yang penting sekarang kamu sehat dulu." Balas Nek Aminah.
"Oh ya, besok kakek mau ke kampung terdekat untuk menjual hasil kebun. Apa kamu masih belum mau Kakek menghubungi keluarga kamu?" Tanya Kakek Parman.
Dara menggeleng, ia pun memutuskan untuk menceritakan semua yang telah terjadi padanya untuk pertama kalinya kepada kedua pasangan lansia yang sudah menolongnya itu.
Mendengar penuturan Dara tentang apa yang terjadi padanya membuat kedua pasangan lansia itu merasa iba pada Dara.
Dalam hati Dara, ia ingin membalaskan dendamnya pada orang-orang yang telah membuatnya menderita. Dara pun berniat mengubah penampilannya setelah sembuh nanti.
*************
Tahun-tahun berlalu, setelah dirawat dengan pengobatan tradisional, Dara akhirnya bisa sembuh. Dara bahkan berubah menjadi wanita yang sangat cantik dan seksi karena dapat mengatur pola makan dan sering ikut membantu pekerjaan Kakek Parman dan Nek Aminah di kebun.
Dara seolah terlahir kembali menjadi wanita yang berbeda. Ia bahkan berniat mengganti nama panggilannya menjadi Alexa agar tak ada orang yang mengenalinya.
Setelah sembuh total, Dara pun berpamitan pada kedua pasangan lansia itu untuk kembali ke kota.
"Terima kasih ya Kakek dan Nenek sudah menjaga saya dengan baik. Suatu hari nanti saya akan kembali lagi untuk berkunjung." Ucap Dara saat hendak menaiki bis yang akan mengantarnya ke kota.
Kakek Parman dan Nek Aminah dengan setia mengantar Dara hingga ke kampung untuk menaiki bis menuju kota. Nek Aminah memeluk Dara dengan erat, seolah enggan untuk melepas gadis yang sudah tinggal bersamanya selama kurang lebih 4 tahun itu.
Setelah berpamitan, bis yang ditumpangi Dara akhirnya meninggalkan kampung dan tiba di kota setelah 5 jam perjalanan.
Tiba di kota, orang pertama yang ditemui Dara adalah sahabatnya Lika Silvia. Saat pertama bertemu, Lika sama sekali tak mengenali Dara hingga akhirnya Dara menjelaskan semuanya dan kedua sahabat itu berpelukan.
"Aku gak nyangka kamu masih hidup Dar. Berita tentang kamu selama ini simpang siur. Bahkan kabar yang santer terdengar selama ini adalah kamu bunuh diri karena kematian mendadak Papa kamu waktu itu."
Dara menjelaskan semua yang terjadi padanya dimalam pengantinnya. Ia memberitahu Lika bahwa ia tengah merencanakan balas dendamnya pada satu persatu orang yang pernah membully nya di masa lalu dengan menjadi wanita penggoda para suami ataupun kekasih dari orang yang membully nya, terutama Gea dan Jennifer.
"Kebetulan banget Dar. Kamu pasti sudah nebak kalau suami Gea, Kakak tiri kamu itu gak lain adalah Robby. Si pria mata keranjang. Akan sangat mudah buat kamu menggoda dia sekarang, apalagi dengan penampilan kamu seperti ini."
"Kamu tahu banyak ya tentang Robby." Ucap Dara.
"Tentu aja tahu, karena aku kerja di kantor dia. Di perusahaan yang dulunya milik Papa kamu. Jadi kamu harus bisa rayu dia dan bila perlu ambil semua yang pernah mereka rebut dari kamu." Ujar Lika.
"Untuk itu, aku perlu bantuan kamu." Balas Dara. "Mulai hari ini, kamu gak boleh panggil aku Dara lagi, tapi Alexa. Aku butuh bantuan kamu untuk pertemukan aku dengan si Robby itu tanpa sengaja. Dan saat itu, aku akan menjerat dia dengan pesona yang aku punya." Lanjut Dara sombong.
"Siap Alexa." Balas Lika tertawa. "Oh ya, untuk balas dendam dengan Jennifer kamu masih perlu waktu karena dia masih berada di luar negeri. Jadi sasaran pertama kamu yaitu Gea."
Menurut informasi yang di dapat dari Lika, Dara yang kini sudah mengganti nama jadi Alexa mengetahui bahwa Gea diusianya yang 28 tahun, sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Suaminya tak lain adalah Robby Anggara, pria yang pernah menikahinya dimasa lalu.
Tak membutuhkan waktu yang lama. Alexa yang kini memiliki paras yang sangat cantik dan seksi, tak begitu sulit baginya untuk masuk di perusahaan suami Gea melalui rencana yang disusunnya bersama Lika.
Alexa mulai tebar pesona pada Robby, Robby yang memang mata keranjang begitu mudah digoda oleh Alexa. Dan tak membutuhkan waktu lama, Robby jatuh ke dalam pelukan Alexa hingga membuatnya meninggalkan Gea dan berencana untuk segera bercerai.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!