Gendis meringis kesakitan saat sebuah tangan besar tiba-tiba mencengkeram rahangnya dengan keras. Perempuan itu mendongak dengan kedua mata berkaca-kaca, menatap tak percaya pada pria tampan di depannya.
"Kau pikir, selama ini aku benar-benar mencintaimu? Dasar bodoh! Memangnya siapa dirimu sampai kau berpikir kalau aku tergila-gila padamu?"
"A-a-pa maksudmu?" Suara Gendis terbata. Air mata membasahi kedua pipinya. Bibirnya meringis menahan rasa sakit saat pria di depannya itu semakin mengeratkan cengkeraman tangannya.
"Dengar, gadis jelek! Apa selama ini kau tidak berkaca?" Arga melepaskan cengkeramannya dengan kasar, kemudian mendorong tubuh besar Gendis ke depan cermin.
"Coba lihat dirimu di sana!" teriak Arga dengan marah.
"Wajahmu jelek penuh jerawat. Tubuhmu segede gajah. Seluruh tubuhmu penuh dengan lemak dan sekarang kau dengan begitu pedenya menyebut dirimu adalah kekasihku di hadapan semua orang?" teriak Arga penuh kemarahan.
"Ta-tapi Arga, bukan-kah ka-u sendiri yang bi-lang kalau kita ber-pacaran?" ucap Gendis terbata-bata sambil meringis kesakitan karena detik itu juga pria di sampingnya itu langsung menarik rambut panjangnya. Gendis berteriak sambil menangis.
"Sa-sakit, Ar-ga!" Gendis kembali berteriak saat sebuah tamparan mendarat di pipinya. Dia sungguh masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Pria ini ....
Gendis kembali berteriak, saat pria itu kembali menarik rambutnya hingga wajahnya mendongak menatap Arga. Sorot mata itu memancarkan kemarahan. Kedua netra berwarna cokelat yang biasanya sangat lembut saat menatapnya, kini tidak ada lagi.
"Kau lihat di sana?" Rega kembali mendorong tubuh besar Gendis ke depan cermin. Tangannya masih berada di rambut Gendis, menjambak dengan kasar.
"Kau lihat sendiri seperti apa diriku bukan?"
"Lihat baik-baik!" teriak Arga membuat perempuan di depannya itu semakin menangis.
"Apa menurutmu pria sempurna seperti diriku ini pantas berada di sampingmu dan menjadi kekasihmu?" Arga mencibir. Kedua netranya menatap ke arah cermin.
Tubuh kekar, atletis. Alis tebal, rahang tegas dengan wajah yang sangat tampan. Tidak kalah dengan artis-artis tampan yang sering berseliweran di televisi atau di film dan drama yang sering Gendis tonton selama ini. Pria itu sungguh sangat sempurna, tidak ada cela sedikit pun.
Arga Demian, idola kampus yang membuat semua gadis di kampus itu berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
"Jangan pernah bermimpi apalagi sampai mengatakan pada semua orang kalau kau adalah kekasihku, Gendis, karena kau tidak pantas!" Arga kembali menarik rambut gadis jelek bertubuh gendut itu. Gendis berteriak sambil menangis merasakan perih kepalanya. Rasanya seluruh rambut gadis itu seolah akan terlepas karena Arga menariknya dengan kuat.
"Tapi kamu sendiri yang bilang kalau kamu adalah kekasihku bukan? Kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu juga mencintaiku?" Gendis memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. Namun, detik berikutnya pria itu mendorong tubuh Gendis ke arah cermin.
Benturan yang cukup keras antara cermin dan tubuh besar Gendis akibat dorongan Arga, membuat cermin itu seketika retak dan pecah. Suara pecahan kaca saat membentur lantai terdengar nyaring.
Mendengar ucapan gadis itu, seketika tawa Arga pecah. Pria itu tertawa terbahak-bahak. Sementara Gendis semakin menangis. Apalagi, saat darah mengalir di keningnya akibat tergores pecahan kaca karena cermin itu langsung pecah saat wajah Gendis membenturnya dengan keras.
"Kamu terlalu bodoh dan naif, Gendis! Mana mungkin pria sempurna seperti diriku mencintaimu?"
"Kau pikir ini negeri dongeng? Di mana seorang putri yang dikutuk menjadi jelek akan kembali berubah cantik setelah dicintai oleh seorang pangeran?" Arga kembali tertawa. Tanpa belas kasihan dia kembali mendorong tubuh besar Gendis.
Gadis itu terjatuh. Tubuhnya kembali mengenai pecahan cermin itu. Gendis meringis merasakan sakit. Sementara dengan kejam, Arga kembali mencengkeram rahang perempuan malang itu.
"Kau dan aku, seperti langit dan bumi! Jadi, jangan pernah bermimpi kalau aku benar-benar menyukaimu apalagi mencintaimu!" Sorot mata Arga menatap tajam penuh amarah pada perempuan di depannya itu.
Tangannya semakin erat mencengkeram rahang Gendis saat dirinya kembali mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di kampus.
Gendis dengan begitu percaya diri mengumumkan pada semua orang kalau saat ini dirinya sedang berpacaran dengan Arga.
Gadis jelek dengan berat badan over dosis itu mengatakan kalau dia sudah lama berpacaran dengan idola kampus yang membuat semua gadis di kampus itu tergila-gila.
"Kamu adalah perempuan terjelek yang pernah aku lihat. Aku benar-benar muak melihatmu, Gendis!"
"Selama ini aku sengaja berpura-pura mencintaimu agar aku bisa mendapatkan semua yang aku inginkan. kalau bukan karena kau banyak uang dan mau memberikan semua kebutuhanku aku tidak akan sudi mendekatimu apalagi sampai berpura-pura menjadi kekasihmu!" Suara Arga menggelegar. Sementara Gendis ternganga, menatap tak percaya mendengar semua kata-kata pria di depannya itu.
"Dengar, Gendis! Semua yang terjadi antara kita adalah kebohongan. Apa yang pernah kukatakan padamu semuanya palsu!" teriak Arga dengan lantang.
Sementara Gendis memegangi dadanya saat rasa nyeri menusuk jantungnya.
"Asal kau tahu, aku tidak pernah menyukaimu apalagi mencintaimu!" Kata-kata itu keluar dari mulut Arga dengan cukup jelas.
Tubuh Gendis bergetar. Air mata semakin mengalir deras di pipinya. Sampai detik ini, dia benar-benar masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada pria ini.
Arga melepaskan cengkraman tangannya pada rahang Gendis. Laki-laki itu berjalan menuju tempat penyimpanan obat. Arga meraih kotak obat kemudian melemparkan ke arah perempuan itu, hingga isi dari kotak itu berjatuhan di depan Gendis.
"Cepat obati lukamu! Kalau tidak, aku tidak akan memberimu makan hari ini!"
Arga berlalu dari hadapan Gendis. Pria itu keluar dengan membanting pintu membuat Gendis terlonjak kaget. Gadis malang itu menangis sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Rasa sakit di tubuhnya yang penuh luka, tidaklah sesakit hatinya saat mendengar ucapan kasar dan juga makian pria itu.
Pria yang selalu menemani hari-harinya selama ini. Meskipun pria itu menyembunyikan hubungannya dengan Gendis di depan umum, tetapi gadis bertubuh tambun itu tidak mempermasalahkannya.
Dia justru sangat senang karena dengan begitu, hubungannya dengan Arga akan aman. Aman dari fans-fans Arga yang terkadang bertindak di luar nalar.
Arga adalah pria yang sangat dicintainya dan pria itu pun mengatakan kalau dia sangat mencintai dirinya. Namun, seketika semua berubah saat dirinya tanpa sengaja mengungkapkan hubungannya dengan Arga di depan beberapa teman kampusnya beberapa hari yang lalu.
Arga sangat marah. Pria itu tidak terima karena ia mengungkapkan hubungan rahasia mereka di depan semua orang. Semenjak hari itu, Arga berubah kasar dan selalu menyiksanya. Pria itu bahkan kini menyembunyikannya di apartemen.
Apartemen milik Gendis yang tanpa perempuan itu sadari telah berganti menjadi milik Arga.
Gendis menangis meratapi nasibnya. Perempuan itu kemudian mencoba bangkit dengan susah payah. Tubuhnya yang terlalu besar, membuatnya kesulitan untuk bangun.
Gendis meringis, merasakan perih saat pecahan kaca itu kembali menggores kulitnya. Gadis itu saat ini terduduk di lantai, dikelilingi pecahan kaca yang berasal dari cermin yang beberapa menit lalu pecah akibat tertimpa tubuhnya.
Gendis Laura, gadis dengan paras jauh dari kata cantik dengan berat badan lebih dari seratus kilo. Postur tubuhnya yang tinggi, membuat tubuh Gendis yang beratnya over dosis terlihat semakin besar.
Fisik Gendis memang selalu menjadi bahan bullyan. Akan tetapi, kekayaan gadis itu membuat banyak orang mendekati dan memanfaatkan Gendis.
Termasuk Arga. Pria yang selama ini dia pikir tulus mencintainya. Kini, Gendis menyadari, kalau pria itu ternyata juga mendekatinya karena ingin mendapatkan kemewahan yang selama ini ia berikan.
Pria itu, ternyata adalah pria berhati iblis berwajah malaikat.
.
.
Hai teman-teman, aku bawa novel terbaruku nih! Intip dan kepoin yuk!
Jangan lupa like, komen, hadiah dan votenya ya 🙏
''Gendis dengan pelan mengobati satu persatu luka robek akibat serpihan kaca tadi siang. Gadis itu kini meringkuk di atas tempat tidur. Perutnya terasa lapar, seluruh tubuhnya terasa sakit, apalagi hatinya. Lengkap sudah semua penderitaan Gendis.
Ia sungguh tidak menyangka kalau nasibnya akan berubah seperti ini. Gendis ingin menghubungi orang-orang di rumahnya, tetapi Arga merampas ponselnya.
Gendis adalah yatim piatu. Selama ini dia tinggal di rumah besar warisan dari nenek angkatnya. Gadis itu tinggal bersama dua orang pembantu, tukang kebun dan seorang sopir pribadi. Mereka berempat adalah sepasang suami istri yang selama ini menemani Gendis setelah majikan mereka meninggal.
Semenjak majikan mereka meninggal, semua harta warisan sang nenek jatuh ke tangan Gendis. Majikan mereka yang hidup seorang diri itu merasa berhutang budi pada kedua orang tua Gendis yang pernah menyelamatkannya. Oleh karena itu, dia memberikan seluruh hartanya pada Gendis.
Usia Gendis memang sudah dua puluh tahun. Akan tetapi, dia belum bisa bersikap dewasa. Perempuan itu juga mudah percaya sama orang, apalagi dengan seseorang yang menurutnya baik.
Arga adalah salah satu contohnya. Gendis sangat percaya pada pria itu karena dia sangat mencintai Arga, tetapi kenyataannya pria itu adalah orang yang sangat jahat. Arga telah memanfaatkan Gendis demi mendapatkan semua yang diinginkannya.
Kini, pria itu menyembunyikan Gendis di apartemen. Gadis itu sangat yakin, kalau orang-orang di rumah itu saat ini pasti mengira kalau dirinya sedang bersenang-senang. Apalagi, mereka tahu kalau Gendis pergi bersama kekasih dan juga sahabat baiknya, Arabella Alexa.
Gendis langsung terbangun saat terdengar suara pintu terbuka. Wajah tampan Arga muncul di sana sambil membawa nampan berisi makanan dalam porsi besar.
Wajah Arga terlihat garang. Sungguh sangat berbeda dengan Arga yang selama ini dia kenal.
"Cepat makan! Setelah ini, aku akan melakukan sesuatu yang seharusnya dari dulu aku lakukan!"
"A-apa maksudmu, Arga?"
"Makanlah! Kalau tidak, aku akan kembali membawa makanan ini dan membuangnya!"
"Jangan! Aku mohon, jangan dibuang. Perutku sangat lapar ...." Gendis menatap Arga dengan sorot mata memohon.
Arga menatap Gendis dengan sinis kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar gadis itu. Pria itu tersenyum smirk setelah keluar dari kamar itu.
"Siapkan semuanya. Jangan sampai gagal! Dia sudah datang, bukan?" Arga menatap orang suruhannya yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Gendis.
"Sudah, Bos."
"Bagus!"
Arga menatap pintu kamar Gendis, kemudian berlalu meninggalkan tempat itu.
Sementara di dalam kamar, Gendis makan dengan lahap. Perempuan gendut itu menghabiskan semua makanan yang ada di hadapannya. Perutnya sangat lapar karena dari pagi Arga tidak memberinya makan.
Beberapa saat kemudian, Arga datang sambil membawa beberapa berkas di tangannya. Lelaki itu menatap Gendis yang baru saja selesai makan. Terdengar suara sendawa dari mulut Gendis.
Perempuan gendut itu kekenyangan setelah menghabiskan semua makanan yang diberikan Arga dalam porsi besar. Gendis tersenyum sambil mengusap perutnya. Sementara itu, Arga menatap perempuan itu dengan pandangan jijik.
Sudah cukup selama ini dia berpura-pura baik di depan Gendis. Ia memang selalu berpura-pura saat di depan perempuan itu.
Meskipun terkadang Arga merasa malu saat berjalan di sebelah Gendis, tetapi demi semua rencananya, lelaki tampan itu menahan semua kemarahan dan kekesalannya selama ini.
Kini, semuanya akan segera berakhir. Dia tidak perlu lagi berpura-pura atau bersandiwara di depan perempuan jelek itu. Sebentar lagi, Arga akan mengakhiri semua permainan ini.
Arga mendekati Gendis, kemudian tanpa basa-basi memberikan beberapa dokumen penting di depan gadis gendut itu.
"Apa ini?" Gendis menatap Arga dengan bingung.
"Kau bisa lihat sendiri apa itu!" Arga menatap tajam pada perempuan itu.
Tanpa menunggu, Gendis membaca satu demi satu beberapa dokumen yang diberikan oleh Arga.
"I-ini ...." Kedua bola mata Gendis membola, saat mengenali beberapa dokumen yang sedang dipegangnya.
"Bukankah ini dokumen milikku? Kenapa semua dokumen ini ada padamu?" Gendis sungguh terkejut.
Kenapa sertifikat rumah dan surat-surat penting juga berkas kepemilikan semua asetnya ada pada Arga? Dari mana dia mendapatkan itu semua?
"Katakan, Arga! Dari mana kau mendapatkan semua dokumen milikku?"
"Tidak penting dari mana aku mendapatkan semua itu, Gendis. Cepat tanda tangani semua dokumen itu!" Suara Arga meninggi.
"Tidak! Aku tidak akan menandatangani semua berkas-berkas ini. Aku tidak rela jika semua milik nenek jatuh ke tanganmu!" Gendis menatap Arga dengan penuh amarah.
"Kau tidak mau menandatanganinya?" Arga menatap wajah Gendis yang penuh dengan jerawat dan terlihat sangat jelek. Sorot matanya bagaikan serigala kelaparan yang ingin memakan mangsanya.
Tangan besarnya kemudian mencengkeram leher Gendis.
"Kau benar-benar tidak mau menandatanganinya?" Arga menatap penuh amarah. Sementara Gendis mendongak, napasnya tersengal akibat cengkeraman tangan Arga di lehernya.
"Ar-ga, le-le-pas-kan ak-u." Gendis memegangi tangan besar Arga, mencoba melepaskan tangan pria yang dicintainya itu dari lehernya.
"Aku akan melepaskanmu kalau kau mau menandatangani surat-surat itu!"
Gendis menggeleng, kedua matanya yang berlinang air mata menatap Arga dengan tatapan memohon.
"Ti-tid-ak." Gendis hampir kehilangan napas, seiring tangan Arga yang semakin mencekiknya dengan kuat.
"Tidak?" Arga menggeram marah.
Sementara wajah Gendis terlihat pucat, napasnya terputus-putus. Dalam hati, Gendis sudah pasrah seandainya ia harus mati detik itu juga.
Namun, saat napas Gendis hampir saja berhenti, pintu kamar terbuka dengan kasar. Wajah Arabella, sang sahabat yang sedari kemarin tidak terlihat, muncul dengan raut wajah terkejut.
"Apa yang kau lakukan, Arga? Kau bisa membunuhnya!" Suara Arabella melengking memekakkan telinga, membuat Arga melepaskan cengkeraman tangannya pada leher Gendis.
Gendis terjatuh, gadis itu terbatuk, kemudian dengan rakus menghirup oksigen. Gendis menetralkan napasnya yang tersengal sambil memegangi lehernya yang terasa sakit. Netranya menatap Arga yang wajahnya hampir tidak dia kenali.
Wajah tampannya terlihat menyeramkan. Sorot matanya seolah akan menerkamnya hidup-hidup.
Benarkah dia Arga? Pria lemah lembut yang selama ini selalu bersamanya? Benarkah itu dia?
Arabella dengan cepat mendekati Gendis.
"Gendis, kamu nggak apa-apa kan? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian bertengkar? Kena-" Ucapan Arabella terhenti saat tiba-tiba Arga menarik tangannya kemudian menodongkan senjata tajam ke arah leher gadis itu.
Arabella berteriak kaget. Perempuan itu terlihat ketakutan, sementara Gendis menatap tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Arga.
"Arga! Apa yang kau lakukan? Kenapa-"
"Diam!" bentak Arga membuat perempuan itu langsung menutup mulutnya. Apalagi, saat benda tajam yang berkilau itu menempel di leher mulusnya.
Gendis terlihat panik melihat sahabat baiknya berada dalam bahaya. Apalagi bahaya itu di sebabkan olehnya.
Kenapa sahabatnya itu datang di saat yang tidak tepat?
Bagaimana pun, Gendis tidak ingin membuat sahabat baiknya itu terluka.
"Lepaskan, Arabella, Arga! Jangan libatkan dia dalam masalah kita! Aku mohon ...."
"Aku akan melepaskan dia, tapi dengan satu syarat!" Arga masih menatap perempuan gendut itu dengan tajam dan penuh amarah.
.
Bersambung ....
Jangan lupa like, komen, hadiah dan votenya ya teman-teman.
Terima kasih
"Aku akan melepaskan dia tapi dengan satu syarat!" Arga menatap perempuan gendut di depannya dengan penuh amarah.
Gendis terlihat panik saat melihat Arabella ketakutan karena benda tajam itu semakin menempel di lehernya.
"Lepaskan Arabella, Arga! Kau bisa membunuhnya!" Gendis berteriak panik, dengan susah payah dia bangkit dari lantai.
"Lepaskan Arabella, Arga!" teriak Gendis lagi. Namun, Arga tidak mendengarkan teriakannya. Laki-laki itu tersenyum smirk dan semakin menempelkan benda tajam itu pada leher Arabella.
"Tandatangani semua surat-surat itu, kalau tidak, aku akan melenyapkan sahabatmu!"
Arabella berteriak saat benda tajam berkilauan itu menggores lehernya. Gadis itu kembali berteriak saat melihat darah segar mengalir dari lehernya.
"Hentikan, Arga! Lepaskan Arabella!" Gendis berteriak panik dan ketakutan.
"Lepaskan dia. Aku mohon ...."
"Aku akan melepaskan dia kalau kau menuruti semua keinginanku."
"Aku tidak mungkin menandatangani semua dokumen itu karena semua aset itu adalah milik nenekku! Aku tidak mungkin memberikan semua harta itu pindah ke tangan pria licik sepertimu!" teriak Gendis.
"Kalau kau tidak mau menandatanganinya, nyawa sahabatmu ini akan menjadi taruhannya!"
"Arga!"
"Kenapa? Kau pikir aku main-main?"
"Arga, kau!"
"Laki-laki itu tertawa, sementara Arabella terlihat ketakutan. Sedangkan Gendis semakin panik karena sepertinya Arga memang tidak main-main dengan ucapannya.
"Gendis, tolong aku. Aku mohon ...."
"Tenang Arabella. A-ku pasti a-kan menolongmu," ucap Gendis gugup.
Saat ini dia benar-benar dilema. Netranya melirik ke arah dokumen yang masih tergeletak di ranjang.
"Cepat tanda tangani semua dokumen itu, kalau tidak, aku benar-benar akan melenyapkan perempuan ini!"
"Arga!" Gendis kembali berteriak.
"Gendis, aku mohon tolong aku. aku masih ingin hidup, aku belum mau mati." Arabella menangis ketakutan.
Perempuan itu menatap benda tajam yang masih menempel di leher jenjangnya. Leher mulusnya itu masih mengeluarkan darah saat Arga menggoreskan benda tajam itu di sana.
"Gendis ... aku takut Arga benar-benar akan membunuhku. Aku taku-"
"Diam!" Arga berteriak marah. Kedua matanya menatap tajam Arabella
"Tenang Arabella, aku tidak akan membiarkan Arga melukaimu." Gendis menatap sahabatnya itu dengan perasaan campur aduk.
"Cepat tanda tangani semua dokumen itu, Gendis, atau aku benar-benar akan membunuh perempuan ini!"
Arabella kembali berteriak sambil menangis ketakutan saat Arga kembali menggores kulit lehernya.
"Arga! Aku mohon, lepaskan Arabella! Dia tidak bersalah. Arabella tidak ada sangkut pautnya sedikit pun dengan masalah kita!"
"Aku tidak peduli, cepat tanda tangani semua dokumen itu, Gendis!"
"A-aku ti-"
Arabella kembali berteriak membuat Gendis bertambah panik.
"Lepaskan Arabella, Arga. Aku mohon ...."
"Cepat tandatangani!"
"Gendis ...." Arabella menangis menatap sahabatnya.
"Aku mohon selamatkan aku, Gendis. Aku belum mau mati. Aku mohon ...."
"Ara ...."
"Cepat tandatangani, Gendis!" Arga kembali berteriak marah. Pria itu menatap Gendis dengan amarah yang memuncak.
"Jordan! Cepat paksa dia untuk menandatangani semua berkas-berkas itu!"
"Siap, Bos!" Laki-laki yang sedari tadi berdiri di belakang Arga itu melangkah mendekati Gendis.
Pria itu memaksa Gendis memegang pena yang sudah disiapkan oleh Arga.
"Cepat tandatangani!"
"Tidak! Aku tidak mau menandatanganinya!" Gendis bersikeras dengan keputusannya.
Namun, Arabella kembali berteriak saat benda tajam itu kembali menggores lehernya.
"Hentikan, Arga! Aku mohon, hentikan!" Gendis menangis, tubuhnya gemetar ketakutan.
Ingatannya dipaksa kembali ke masa lalu. Saat itu ....
"Gendis, aku mohon, selamatkan aku." Suara tangisan Arabella kembali menyadarkannya.
"Kamu hanya perlu memilih, Gendis. Tanda tangani dokumen itu, atau aku akan melenyapkan sahabat baikmu ini di hadapanmu!" ancam Arga.
Pria itu memberikan pilihan yang sangat sulit baginya. Gendis tidak mungkin melepas semua semua harta milik nenek angkatnya begitu saja pada Arga.
Akan tetapi, di sisi lain dia juga tidak mungkin membiarkan Arga melukai Arabella, apalagi sampai membunuhnya.
"Cepat tanda tangan di sini, Nona!" Jordan yang sedari tadi gemas melihat sikap Gendis, ikut menggertak gadis gendut itu.
Seiring air mata yang mengalir deras di pipinya, Gendis akhirnya menandatangani satu persatu dokumen itu.
Maafkan aku Nek, karena aku tidak bisa menjaga amanahmu dengan baik. Aku tidak mungkin membiarkan sahabatku mati di tangan Arga hanya karena mempertahankan semua harta nenek.
"Aku sudah mendatanginya, cepat lepaskan Arabella, Arga!"
Jordan mengambil semua berkas itu kemudian memperlihatkannya pada Arga yang masih mengancam Arabella dengan benda tajam.
"Sudah semuanya, Bos. Perempuan itu sudah menandatangani semua dokumen ini." Jordan tersenyum puas begitu pun dengan Arga.
Pria itu melepaskan Arabella, membuat perempuan itu langsung mendekati Gendis dan memeluknya.
"Arabella, kau tidak apa-apa? Lehermu terluka." Gendis melihat luka goresan di leher sahabatnya.
"Aku tidak apa-apa. Kenapa tiba-tiba kalian bertengkar? Kalau kalian ada masalah bukankah kalian bisa membicarakannya baik-baik?"
Belum sempat Gendis menjawab, suara Arga mengejutkan Gendis.
"Sayang, aktingmu sungguh bagus!" Arga bertepuk tangan. Sementara Arabella tersenyum
smirk.
"Sa-sayang ...." Gendis terkejut mendengar suara Arga yang begitu lembut memanggil Arabella.
"Kamu juga bermain sangat hebat." Arabella melangkah mendekati Arga, mereka berdua saling berpelukan.
Arga mengambil kotak obat yang baru saja diberikan oleh Jordan.
Sementara Gendis menatap mereka dengan mulut terbuka. Dia sangat terkejut melihat mereka berdua begitu mesra.
Apa-apaan mereka? Arabella dan Arga, mereka ....
"Apa ini sakit?" Arga meraih plester untuk membalut luka goresan benda tajam itu di leher Arabella.
"Ini hanya luka kecil, kau tenang saja."
"Kamu memang hebat, Sayang, maafkan aku." Arga mencium leher Arabella yang terluka.
"Maafkan aku, tadi aku terlalu bersemangat." Arga menatap perempuan pujaannya itu kemudian mendaratkan bibirnya pada bibir Arabella.
Gendis menatap tidak percaya pada penglihatannya. Gadis gendut itu belum menyadari sepenuhnya apa yang terjadi.
"Ka-kalian berdua? A-apa yang kalian lakukan?"
"Arabella, kenapa kau-"
Arabella tertawa melihat wajah Gendis yang terlihat kebingungan.
"Dasar bodoh! Kau benar-benar bodoh Gendis!" Arabella kembali tertawa. Begitu pun Arga yang terlihat tersenyum mengejek.
"A-apa maksud-mu, Ara?"
Gendis sungguh tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
"Ara ...."
Plakk!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Gendis. Gadis itu menatap tak percaya pada sahabatnya.
"Ara ...." Wajah Gendis memerah akibat tamparan Arabella.
"K-kau-"
"Kenapa? Apa kau terkejut?" Arabella menatap Gendis penuh amarah.
"Kamu dan Arga-"
"Aku dan Arga bekerja sama untuk menghancurkanmu!"
"A-apa?"
***
Gendis terbangun dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Deru napasnya memburu. Gadis itu memandang ke sekelilingnya.
Seseorang datang mendekatinya.
"Kau sudah bangun?"
"Di mana aku?"
"Kamu berada di rumah temanku. Semalam, aku dan temanku menemukanmu di semak-semak dalam keadaan tidak sadarkan diri dan penuh luka di sekujur tubuhmu."
.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!