FLASHBACK.
Suatu hari, pertumpahan darah terjadi di tiga kerajaan sekaligus memakan korban jiwa cukup banyak yang dilakukan oleh Raja Carles dari Kerajaan Penyihir Hitam untuk memperluas kekuasaan. Kerajaan Golbin, Kerajaan Duyung, dan Kerajaan Naiad telah menjadi korban keganasan peperangan tersebut.
Mereka kalah dan masing-masing raja dikerajaan tersebut dipenggal kepalanya oleh kekuatan sihir hitam yang dilakukan oleh Mark, yaitu tangan kanan Raja Carles yang terkenal sadis dan kejam. Rakyat yang masih bertahan hidup dijadikan budak oleh para penyihir hitam.
Berita ini sudah terdengar ke penjuru belahan Auresta, bahkan sudah sudah masuk ke telinga Raja Azka dari Kerjaan Penyihir Putih yang tak lain adalah musuh dari Raja Carles itu sendiri.Ketika kerajaan lain takut dirampas wilayahnya oleh Raja Carles, berbeda halnya dengan Raja Azka yang merasa tersaingi.
Ia sebenarnya juga memiliki hasrat untuk memperluas wilayahnya, tetapi apalah daya kalau penyihir putih terkenal sebagai penyihir yang suci di Auresta ini. Tidak mungkin jika ia merusak reputasi yang ada, tetapi keiriannya telah memuncak dalam dirinya.
Ketika malam yang sunyi, cahaya rembulan menembus jendela kaca sebuah ruangan kerja dan terdapat Raja Azka yang sedang duduk terdiam sendirian sembari memikirkan bagaimana cara menghancurkan musuhnya. Entah dari mana ilham itu tiba- tiba muncul di benak kepalanya.
"Memanfaatkan kejadian yang ada adalah kunci kemenangan. Bersatu dan menciptakan kekuatan yang hebat untuk mengalahkannya."
Itulah isi pemikirannya dan teringat satu nama pada saat itu, yaitu Raja Juftin, sahabat masa kecilnya dari Kerajaan Zarqo, ia hanya manusia yang tidak memiliki kekuatan, tetapi terkenal berketurunan jiwa suci, yaitu orang-orang yang mampu menyatukan semua kekuatan atas izin Tuhan dengan media pohon gaib yang dijaga langsung oleh Blue si serigala berbulu putih kebiruan dan terdapat warna biru di ke empat kakinya.
Ia memutuskan untuk menulis surat undangan rapat di istananya untuk Raja Juftin dan Raja Thaison dari Kerajaan Polip, yaitu kerajaan yang menguasai sebagian besar langit Auresta dimana penduduknya memiliki sayap seperti burung dan berwujud seperti manusia. Undangan tersebut disebarkan pada saat itu juga melalui asistennya bernama Zefron. Dengan tongkat sihrnya, Zefron membuat portal sihir yang langsung terhubung pada ke dua kerajaan tersebut.
Pagi yang cerah, Raja Thaison datang berserta ke empat pengawalnya datang dari langit dan turun tepat dihadapan Raja Azka yang sedang menunggu bersama Zefron berserta pengawal raja di depan istananya. Beberapa detik kemudian, datanglah Raja Juftin dengan kelima Tim Pasukan Elit menggunakan kuda.
"Jarak istanamu dengan istana ini sangat jauh. Bagaimana kau bisa secepat itu, Raja Juftin?" tanya Raja Thaison.
Dengan nada bercanda ia menjawab, "Apakah kau sudah pikun dengan kerajaanku?"
"Kenapa kalian selalu saja ribut ketika ketemu?" kata Raja Azka menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku dua raja itu
Kerajaan Zarqo adalah kerajaan yang penuh dengan keunikan, kerajaan ini dihuni oleh makhluk yang beragam-ragam dan hanya di kerajaan inilah manusia biasa bisa tinggal di Auresta, tetapi mereka semua hidup dengan berdampingan dan tidak pernah mendeskriminasi suatu makhluk tententu di kerajaan ini. Inilah alasan selanjutnya kenapa ia tidak mengundang banyak kerajaan di Auresta.
Ketika Raja Azka mengetahui salah satu Tim Pasukan Elit ada Sarah, yaitu kapten sekaligus memiliki kekuatan menghentikan waktu, telepati, dan yang paling berbahaya adalah membaca pikiran. Sontak saja ia memalingkan pandangannya dan berusaha tetap seperti biasa saja lalu ia mempersilahkan masuk para raja ke ruang rapat di istananya. Disana mereka disodorkan makanan dan minuman yang lezat oleh para pelayan istana.
"Apa yang membuatmu mengundang kami kemari?" tanya Raja Juftin.
"Kalian pasti sudah mendengar tentang raja Carles, bukan? Aku mengundang kalian untuk membantuku mengalahkannya serta melepaskan perbudakan di kerjaan itu," kata Raja Azka menyeruput teh hangat di atas meja rapat yang panjang.
"Kau memang baik sekali, tetapi bagaimana caranya?" tanya Raja Thaison memandangi Raja Azka dengan tatapan serius.
"Kita akan mengorbankan orang-orang untuk mengambil kekuatannya lalu menggabungkannya."
Mendengarkan jawaban dari Raja Azka membuat Raja Juftin tidak ada lagi selera untuk mencicipi secangkir teh yang dihadapannya dan meletakannya kembali. "Menggabungkan kekuatan tidak semudah apa yang dibayangkan. Aku tidak menyetujuinya karena terlalu banyak memakan korban jiwa."
"Bukankah orang yang mati demi kedamaian adalah pahlawan?" tanya Raja Azka.
"Raja Azka memang benar dan bagiku tidak masalah jika ini untuk kebaikan," bela Raja Thaison.
"Aku mohon bantuanmu, Raja Juftin, Kau pasti bisa melakukan ini sama seperti Raja Aivan yang telah menciptakan kekuatan hebat di dalam diri Kapten Sarah," ucap Raja Azka.
"Sudah cukup! Jangan sebut dia lagi dihadapanku!" kata Raja Juftin yang tiba-tiba tersulut emosi.
"Apakah kau sudah gila? Apakah tidak ada cara lain?" sambungnya.
"Kita berfikir dengan logika, raja Carles bisa mengalahkan tiga kerajaan sekaligus. Apakah mereka melawan? Pastinya mereka melawan. Tetapi apa hasilnya? Tetap kalah, kan? Kalau kita menyatukan kekuatan yang hebat, pasti dia bisa dikalahkan."
Raja Juftin memikirkan kembali apa yang dibicarakan oleh sahabatnya si Raja Azka dan akhirnya ia berdiri seraya berkata, "Aku akan membantumu, tetapi jangan pernah kau bicara lagi. Minggu depan kalian membawa sukarelawan yang mau menyerahkan kekuatannya ke kerajaanku. Dan ingat, aku ingin sukarelawan dan tanpa ada paksaan."
"Tetapi kau harus ikut bersimpati dalam ini. Jadi, aku harap kau juga membawa rakyatmu yang ingin kau ambil kekuatannya," pesan Raja Azka.
Raja Juftin tidak menjawab sepatah katapun dan keluar dari ruangan rapat tersebut sehingga menimbulkan tanda tanya dipikiran Raja Thaison. "Ada apa dengan dia?"
"Dia hanya memiliki trauma dengan masa lalunya. Jadi, sebenarnya ide ini agak sedikit sensitif dengannya, tetapi tenang saja karena ia mendukung kita."
"Kenapa dia trauma?"
"Raja Aivan telah menciptakan penggabungan kekuatan dengan cara kejam, makanya ia trauma dengan korban yang berjatuhan."
Raja Azka menyudahi rapat karena kedua raja itu menyetujuinya dan mengantarkan Raja Thaison keluar ruangan rapat sampai ke depan istananya. Mereka tidak melihat lagi keberadaan Raja Juftin beserta Tim Pasukan Elit.
"Aku rasa Raja Juftin telah kembali ke kerajaannya," ujar Raja Thaison.
"Kalau gitu, sampai jumpa minggu depan." Menjabat tangannya Raja Thaison dengan senyuman lebar yang penuh dengan makna keberhasilan terhadap rencananya.
Saat Raja Thaison telah pergi, ia menyuruh Zefron untuk mencarikan penyihir yang terbaik untuk di ambil kekuatannya dengan imbalan koin emas putih sekarung besar jika berhasil diambil kekuatannya. Mendengar perintah rajanya, dia merasa keanehan. "Apakah tuanku telah yakin?"
"Aku yakin sebab diambil atau tidaknya kekuatan, mereka akan sama-sama mati. Jadi, aku tidak rugi sama sekali."
Seminggu kemudian, Raja Azka datang dengan Zefron bersama dua pengawalnya membawakan penyihir putih yang terbaik di kerajaannya. Kedatangan Raja Azka disambut hangat oleh Raja Juftin yang didampingi oleh Kapten Sarah, Raja Azka sangatlah tidak suka kepada Kapten Sarah karena ia takut rahasianya terbongkar.
"Kita menunggu Raja Thaison sambil jalan-jalan di tamanku," kata Raja Juftin.
"Lebih baik kita mengenang masa kecil kita tanpa ada hambatan." Menyindir Kapten Sarah yang berada di samping Raja Juftin.
Raja Juftn seolah mengerti maksud perkataan sang sahabatnya dan menyuruh Sarah untuk pergi dan mereka berdua jalan ke arah taman Istana Kerajaan Zarqo yang sangat luas, rindangnya pepohonan dan bunga yang cantik tumbuh disekitar jalan setapak yang mereka lewati, serta kebersihan taman tetap terjaga dengan baik. Di tengah-tengah taman terdapat kolam air mancur yang jernih serta pondok kecil di dekatnya.
Suasana taman istana itu membuat Raja Azka kagum dan iri dalam hatinya. Ia mengetahui jika Kerajaan Zarqo adalah kerajaan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan memiliki pemandangan yang sangat indah sehingga disebut dengan 'Surga Auresta'.
Saat kekuatan itu berhasil ia dapatkan, ia akan menyerang Kerajaan Zarqo setelah mengalahkan Raja Carles dengan begitu, ia langsung mendapatkan lima kerajaan sekaligus, mengingat ke tiga kerajaan yang dikuasai oleh Raja Carles telah tewas semuanya. Didalam hatinya ingin sekali menguasai Kerajaan Zarqo karena menguntungkan bagi kerajaannya dan ia tidak peduli lagi jika Raja Zarqo adalah sahabatnya.
Raja Thaison dengan pengawalnya dan membawa begitu banyak sukarelawan yang turut serta menyumbangkan kekuatannya telah datang ke Istana Kerajaan Zarqo. Kapten Sarah menyambut Raja Thaison dan mengantarkan Raja Thaison ke taman untuk bergabung dengan para raja.
Kehadiran Kapten Sarah dan Raja Thaison ditengah-tengah pembicaraan membuat mereka berhenti berbicara, lalu Kapten Sarah pergi setelah mengantarkannya. Mereka bertiga berbincang sedikit dan Raja Juftin memutuskan untuk melakukan ritualnya secepat mungkin.
________________________________________
BACK TO SCENE.
"Tamat," ucap pemuda yang bercerita berusia dua puluh tiga tahun berparas menawan bernama Kapten Jeffry yang berkulit kuning langsat, berbadan kekar sekaligus tinggi dan bermata hitam sama seperti rambutnya. Sang kapten memiliki kekuatan bisa melihat masa lalu dan ia ahli dalam ilmu bela diri, memanah, dan bermain pedang.
Kapten Jeffry duduk dibawah rindangnya pepohonan di pinggir lapangan yang biasa digunakan olehnya untuk mengajari keahliannya kepada seorang gadis dengan rambut hitam dan bermata hitam legam. Memiliki kulit yang putih, bibir mungil berwarna merah muda, bulu mata yang lentik serta alis yang tebal dan rapih mambah kecantikan di wajahnya. Gadis itu berada disampingnya yang sedang berbaring di rerumputan dan memandang wajahnya dengan penuh kekecewaan.
"Yah ... kenapa sampai sini saja? Aku ingin mendengarkan cerita lengkapnya!" rengek gadis berusia enam belas tahun yang bernama Blue, anak dari Raja Juftin dan Ratu Gloria. Ia mendapatkan gelar putri pada usia dua bulan setelah dilahirkan dan biasanya di Auresta penobatan seorang putri pada usia minimal sepuluh tahun. Dan ini salah satu faktor ia tidak terkenal wajahnya dilingkungan rakyatnya maupun di kerajaan lain di seluruh penjuru Auresta selain ia tidak bisa bergaul.
Gadis itu hidup dengan peraturan tidak boleh keluar dari gerbang istana serta membocorkan kekuatannya. Seluruh hidupnya ia gunakan untuk berlatih dan terus berlatih bersama Kapten Jeffry untuk melindungi Kerajaan Zarqo dari kejahatan yang mengancamnya.
"Tuan putri, aku harus kembali ke markas Tim Pasukan Elit."
"Dasar sok sibuk," gumam Putri Blue.
Kapten Jeffry itu mengelus lembut kepala Putri Blue dan berkata, "Nanti aku akan cerita lagi jika tuan putri mengalahkanku bermain pedang lagi."
Sang putri hanya menghela nafas lalu melakukan rolling eyes dan memasang muka cemberutnya yang dianggap imut oleh semua orang jika melihat secara langsung. Dan itu membuat Lapten Jeffry menghentikan tangannya yang sedang mengelus rambut panjang milik sang putri dan memalingkan muka karena pipinya yang langsung kemerahan.
"Menurutmu, kapan aku bisa belajar sihir hitam, sihir putih, sihir duyung, sihir peri, berenang, dan terbang menggunakan sayap periku?" tanya Putri Blue.
"Apakah tuan putri mengiginkan belajar itu?"
"Ah ... sudahlah," kata Putri Blue. "Katanya aku harus belajar semua kekuatanku untuk melindungi kerajaan ini dari Kerajaan Penyihir Hitam dan Putih, tetapi kenapa kau kembali bertanya?"
Si kapten tersenyum ke langit dan menampakan giginya yang putih serta lesung pipitnya menambah kemanisan wajahnya. Sang putri terheran dengan senyuman sang kapten.
"*Jangan-jangan dia tersenyum penuh dengan arti sama seperti Raja Azka*," batin Putri Blue.
"Aku teringat tentang sesuatu, apakah tuan putri tidak merasa bersalah?"
Putri Blue langsung bangun dan menatap wajah Kapten Jeffry. "Apa maksudmu?"
Kapten Jeffry menatap mata Putri Blue dan memberi tahu jika Nyonya Anna mengeluhkan sikap Putri Blue yang pernah memasuki batu krikil ke kue mangkuk miliknya saat belajar tata cara makan seorang putri. Sontak saja, ekspresi wajah sang putri berubah turun dratis yang tadinya penasaran menjadi kaget dan itu membuat sang kapten tersenyum dengan sendirinya.
"Dasar nenek sialan," batin Putri Blue.
"Tuan putri harus memiliki sifat maupun sikap yang baik jadi, aku belum bisa mengajarimu." Sambil mengambil pedangnya yang terletak di atas rerumputan lalu ia berdiri.
"Aku rasa sampai disini saja pertemuan kita hari ini dan Putri Blue silahkan lari 100 kali berkeliling di tempat latihan ini," sambungnya.
"Eh ... kau bercanda? Tempat latihan ini sangat luas."
"Tidak, memasukan batu krikil ke dalam kue termasuk pelanggaran serius, bagaimana jika ia termakan dan mati karena batu krikil itu tersangkut di krongkongannya? Nyawa tidak bisa di tukarkan oleh berlian sekalipun. Lagi pula, fisik tuan putri harus kuat sebab Anda adalah pelindung kerajaan ini," jelas Kapten Jeffry lalu ia pergi meninggalkan Putri Blue yang sendirian di bawah pohon.
Putri Blue segera berdiri dan berlari mengelilingi tempat latihannya hingga datang dinginnya malam dengan membawa bintang serta rembulan berhiasan dilangit. Putri Blue mulai kelelahan, matanya mulai berkunang-kunang, kakinya terasa sakit dengan wajah pucat pasi.
Ia terkapar di tengah-tengah rerumputan. "Melindungi kerajaan ini? Memangnya aku bisa? Aku tidak yakin."
Dia mengucapkan perkataan itu dengan ngos-ngosan lalu tangannya keatas seakan ingin meraih bintang.
“Bintang, aku iri denganmu. Kau bisa melindungi Auresta dari kegelapan di malam hari dibantu teman-temanmu dan sedangkan aku hanya sendirian. Apakah aku bisa melakukannya?”
“Tuan putri, bangun. Kenapa Anda tidur disini?” kata Kapten Jeffry.
Mendengar ada suara seseorang lelaki yang membangunkannya, dengan cepat ia membuka matanya, dan langsung duduk dengan keadaan setengah tersadar lalu melihat sekelilingnya. Suasana pagi yang hangat karena mentari sedang bersahabat hari ini.
HOAAAM
Suara menguap sang putri yang sedang melawan kantuknya yang tak kunjung pergi. Ada rasa sakit sekali ketika menggerakkan kakinya. Ia memejamkan mata seraya mencoba bediri, tetapi ia terjatuh.Kapten Jeffry dengan sigap menangkap tangan dan memegang pinggang Putri Blue agar tidak jatuh, tetapi selanjutnya mereka tidak sengaja saling bertatapan saru sama lain.
“Tuan putri tidak apa-apa?”
“Aku baik-baik saja."
Tangan kapten langsung melepas genggaman tangan putri dan memegang belakang lutut kaki sang putri lalu mengangkatnya dengan tiba-tiba. Putri Blue terkejut dan tersipu malu. "Kumohon, jangan lakukan ini karena terlalu banyak pasang mata yang akan melihatnya."
"Aku tidak peduli dengan itu karena tuan putri adalah muridku dan itu tanggung jawabku."
Sang kapten membawanya ke kamar dan benar saja ketika menuju lorong istana semua pelayan serta petugas penjaga istana melihat sang kapten menggendong Putri Blue di depan, mereka semua hanya diam tanpa berani berbisik-bisik. Sang putri hanya bisa menatap wajah kapten dari bawah dan tidak berani menatap yang lain, ia memerhatikan setiap detail wajah kapten.
Hidung yang mancung dan bulu mata yang panjang, itulah yang dipikirannya. Dan ketika sang kapten menatap kembali, dengan cepat ia memandang kearah yang lain dengan rasa takut jka ketahuan. Kapten Jeffry hanya tersenyum, ia tahu dari tadi Putri Blue selalu menatapnya dan ia memberikan senyuman manis lalu melihat kedepan lagi.
"Bodoh, kenapa dia memberikan aku senyuman?" batin Putri Blue.
Setelah berada di kamar, Kapten Jeffry menurunkan sang putri dengan sangat hati-hati dan lembut ke kasur. Ia melepaskan sepatu yang terbuat dari baja yang biasa untuk dijadikan lathan para prajurit istana maupun Tim Pasukan Elit.
Tak disangka saat di buka sepatunya, kaki sang putri berwarna merah akibat darah yang mengering maupun darah yang masih keluar dari permukaan kulitnya, di bagian kulit jari kelingking dan kulit pinggiran kakinya terkelupas serta punggung kaki dan pergelangan kakinya yang terluka. Dan juga terdapat lebam pada betis dan diatas lututnya. Putri Blue hanya diam ketika melihat kondisi kedua kakinya itu berbeda dengan Kapten Jeffry yang terlihat panik.
"Aku akan mendatangkan tabib yang paling terbaik disini. Jadi, tetap dikasur dan jangan bergerak," perintah Kapten Jeffry yang merasa bersalah atas hukumannya.
Sang Kapten pergi keluar kamar, ia bertanya-tanya kepada dirinya karena tidak menyangka akan seperti ini, sebab tidak ada kejadian ini sebelumnya.
"Apakah sepatunya kekecilan?" batinnya.
Sang putri berjalan pergi menuju kamar mandi ketika kapten telah pergi, ia membuka keran air dan membiarkan air itu mengalir disela-sela lukanya. Seketika air yang sudah berbekas kakinya itu berwarna merah darah, lalu menggosokan menggunakan tangan agar tidak ada lagi darah yang menempel di kakinya. Dia tidak menangis walaupun rasanya sangat menyakitkan dan ia menahan teriakan yang ingin keluar dari dalam mulutnya dengan cara memingkem mulutnya sendiri disertai mengkerutkan alisnya dan memejamkan matanya.
Tidak lama kemudian, datanglah kapten bersama tabib ke kamar dan melihat Putri Blue di kasur yang memamerkan wajah sumringah kepada kapten. Sang kapten melihat kaki Putri Blue telah bersih dari darah.
"Apakah tuan putri membersihkan luka kakimu?"
Putri Blue menganggukkan kepalanya mengisyaratkan 'iya' kepada sang kapten. Putri Blue melihat tabib yang sekitar badannya dikelilingi cahaya putih.
"Jangan-jangan itu yang dimaksud dengan aura." batinnya.
Lalu tabib itu memeriksa kedua kaki sang putri dan memunculkan tongkat sihir di tangan kanannya. Tongkat itu mengeluarkan aliran listrik berwarna putih ke kaki kanannya dan tiba-tiba kaki kanannya di selimuti oleh cahaya putih itu.
"Apakah Anda penyihir, tuan?" tanya Putri Blue kepada tabib yang sedang menyembuhkan kaki sebelah kiri.
"Iya, apa ada yang masih sakit?"
"Tidak. Kenapa sihir Anda berwarna putih sama seperti warna auranya?" tanya Putri Blue yang penasaran terhadap sihir.
"Bagaimana Anda tahu warna sihir saya?" Tabib mulai curiga sebab saat ia melihat gadis itu, tidak ada aura penyihir sama sekali didalam dirinya.
"Aku hanya menebak saja, seperti kita tahu kebanyakan penyihir berprofesi sebagai tabib. Aku penasaran tentang sihir."
Kapten Jeffry sungguh was-was dengan percakapan ini sehingga ia menyela pembicaraan mereka dan menyuruh Putri Blue untuk berhenti berbicara kepada tabib.
Tabib yang sudah menyelesaikan pengobatan kaki kiri Putri Blue menjelaskan bahwa ia adalah penyihir putih, di Auresta sihir dibagi menjadi dua yaitu sihir hitam dan putih. Sesuai dengan namanya sihir putih, maka aura sang pemiliknya berwarna putih serta sihirnya berwarna putih dan begitu pula sebaliknya. Dan hanya seorang penyihir yang bisa melihat aura dan warna sihir.
Setelah dijelaskan, sang putri tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Putri Blue berdiri dan mengantarkan tabib dan kapten ke depan pintu kamar.
"Aku baru pertama kali melihatmu disini? Apakah Anda anak bangsawan yang tinggal di kastil ini?" tanya tabib sambil berjalan.
Putri Blue hanya tersenyum mendengar pertanyaan tabib itu tanpa membuka sepatah katapun dari mulutnya. Setelah sampai didepan pintu, mereka berpisah, sang kapten akan pergi mengantarkan tabib itu kembali walaupun ia merasakan masih sakit ketika berjalan.
Kapten Jeffry ingin sekali berbicara, tetapi ia bingung karena ia terbiasa memanggil 'tuan putri' dan saat ada orang lain, pasti mau tidak mau ia harus memanggilnya dengan yang lain karena harus menyembunyikan identitas sang putri.
"Aku rasa, aku akan di kamar saja, jangan khawatir. Aku tidak akan keluar kamar," ucap Putri Blue.
"Baiklah, aku akan kembali."
Sang putri menutup pintu kamarnya dan berbaring di kasurnya yang nyaman.
"Aku rasa dia sempat kebingungan," kata sang putri sambil tersenyum.
Sang putri hidup di kastil sejak kecil dan terpisah dari Orang tuanya. Ia tidak tahu wajah Orang tuanya seperti apa sekarang karena sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan mereka, tetapi saat usia lima tahun ia pernah bertemu dengan mereka. Yang ia tahu, ia diasingkan karena demi keamanan dirinya sendiri dan Kerajaan Zarqo. Tetapi tetap saja ia terkadang berfikir jika Orang tuanya itu melantarkannya sebab ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang. Ia dibesarkan oleh para pelayan di kastil, tetapi semenjak usia sepuluh tahun, Orang tuanya memberhentikan pelayan-pelayan tersebut, tetapi ada satu pelayan yang menolaknya, yaitu Nyonya Anna.
Mengingat kejadian masa lalunya, ia sadar jika hukuman tadi sangat pantas diberikan kepadanya, tetapi tetap saja ia tidak menyukainya karena Nyonya Anna sangat galak dan cerewet.
"Tapi Kapten Jeffry terkenal kejam jika ia mengajar pasukan junior," pikirnya yang tidak sadar telah menjadi korban kekejaman Kapten Jeffry.
TOK TOK TOK
"Ah ... itu pasti Kapten Jeffry." Mendengar ketokan pintu dan segera ia membukanya dan seorang perempuan berusia tiga puluh tujuh tahun berada tepat dihadapannya.
"Nyonya Anna?" kata Putri Blue yang mulanya tersenyum lebar menjadi memudar.
Nyonya Anna adalah penyihir hitam, Nenek moyangnya sudah lama tinggal di Kerajaan Zarqo dan tidak kembali ke Kerajaan Penyihir Hitam karena tidak menyukai Raja Carles. Raja Carles memang disebut dengan penyihir hitam abadi jadi, ia telah hidup sudah lama sekali dan posisi raja tidak dapat digantikan sama sekali.
Kerajaan Zarqo dulu sangat hangat menerima pendatang baru jadi, banyak sekali penduduk yang pindah ke kerajaan ini sehingga rakyatnya sangat beragam. Rakyat asli Kerajaan Zarqo adalah manusia biasa dan manusia yang memiliki kekuatan dalam dirinya sendiri, yaitu bertelepati, membaca masa depan, dan lain-lain.
Kerajaan Zarqo juga terkenal dengan pertahanannya yang kuat dan aman dari konflik atau peperangan. Ini juga salah satu alasan pendatang ingin bergabung ke kerajaan ini. Semenjak kelahiran anak Raja Juftin yang dipilih memiliki kekuatan dari pengorbanan, yaitu Putri Blue.
Sang raja memutuskan untuk tidak menerima lagi pendatang dan memperketat penjagaan kerajaannya mulai dari langit kerajaan ini dilindungi sihir ghaib, penjagaan di pintu setiap perbatasan, hingga portal sihir untuk memasuki kerajaan ini telah dihalang oleh sihir penyegel.
Nyonya Anna datang dan langsung memeluk erat sang putri. "Aku dengar gosip para pelayan disini jika tuan putri sakit."
"Kata siapa? Aku sehat kok ..."
Putri Blue melihat dengan jelas kepanikan dan kekhawatiran Nyonya Anna ke sang putri. Ia mengerti jika Nyonya Anna sangat menyayanginya dan berusaha mencurahkan kasih sayangnya kepada sang putri.
Saat Nyonya Anna melepas pelukannya, ia membelai wajah sang putri dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Sang putri merasakan jari-jari yang lembut dan hangatnya belaian, ia hanya tersenyum sambil berkata, "Aku meminta maaf atas kejadian lusa lalu, aku memang salah. Tetapi ini ini bukan separtuhnya kesalahanku."
Seketika Nyonya Anna menghentikan belaiannya dan ekspresinya tidak enak dipandang.
"Jadi, tuan putri menyalahkan aku?"
Putri Blue mencoba uji nyali dengan mengeluarkan pendapatnya. "Iyalah, seandainya waktu itu Nyonya Anna tidak cerewet masalah pisau yang digunakan untuk membelah daging itu, pasti aku tidak akan melakukannya dan Kapten Jeffry tidak akan menghukumku. Menurutku, makan itu tidak usah banyak aturan yang penting makan menggunakan tangan kanan lalu masuk ke mulut."
"Jadi begitu ya ..."
Nyonya Anna langsung menepak lengan Putri Blue. "Aku mengajarimu cara berjalan, cara makan, sopan satun, dan tata krama itu hanya untuk kebaikan dirimu!"
Putri Blue tidak bisa mengindarinya dan menerima rasa sakitnya. "Aduh... hentikan!"
"Dasar anak ini, benar-benar harus diberi pelajaran," kata Nyonya Anna yang menepak lagi lengan sang putri.
"Ampun ... tadi bercanda ... Awww ... sakit!"
"Bagaimana jika bertemu dengan Raja Juftin, Ratu Gloria, dan Putri Alonia? Bikin malu saja." sambungnya yang membuat Nyonya Anna berhenti berbicara dan menepak.
Sontak saja Putri Blue terkejut. "Putri Alonia? Aku pikir hanya aku seorang putri. Kenapa mereka tidak memberi tahuku jika aku memiliki adik?"
"Ada beberapa hal yang tidak bisa tuan putri ketahui, dan ini salah satunya."
"Umur berpakah adikku?"
Nyonya Anna bingung harus menjawab apa tidak, ia takut jika Putri Blue menangis. Tetapi Putri Blue tetap menyakinkannya jika ia akan baik-baik saja.
"Lima belas tahun."
"Pantas saja mereka hanya mengunjungiku hanya sekali saja," batin Putri Blue.
Rasa kecewa terukir jelas di hati kecil sang putri saat mendengar jawaban demi jawaban dari Nyonya Anna. Nyonya Anna mengelus lengan sang gadis malang itu. Ia mengerti perasaan sang putri yang sangat merindukan kedua Orang tuanya dan hangatnya kasih sayang keluarga. Tetapi ia tahu takdir seorang Putri Blue bukan menjadi sepenuhnya putri dan akan menjadi ratu, tetapi takdirnya sebagai pelindung Kerajaan Zarqo.
"Aku baik-baik saja, terima kasih sudah memberi tahuku."
Putri Blue menyembunyikan rasa kecewanya dengan tersenyum kepada Nyonya Anna dan menutup kembali pintu kamarnya.
Nyonya Anna pergi didalam perjalanannya saat di lorong kastil, ia bertemu dengan Kapten Jeffry.
"Kapten Jeffry," panggil Nyonya Anna.
"Ada apa?" tanya Kapten Jeffry yang sedang membawa sebuah kotak di tangannya.
"Aku tidak sengaja memberi tahunya tentang Putri Alonia kepada dirinya, aku khawatir kepadanya dan dia juga belum makan," ucap perempuan itu bermata coklat.
"Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja."
"Terimakasih."
Langkah kaki Kapten Jeffry semakin cepat untuk menuju kamar Putri Blue, perasaan tidak karuan menyelimuti pemikirannya setelah mengetahui kondisinya dari Nyonya Anna.
Setelah sesampainya di depan pintu, ia ragu untuk mengetuknya apalagi memanggil namanya, mengingat sang putri dari kecil hidup di kastil tanpa kasih sayang dan pengawasan dari Orang tuanya apalagi ia tidak pernah mencicipi kemewahan istana. Sedangkan adiknya hidup dengan sebaliknya.
Putri Blue sedang menatap langit di balkon kamarnya dengan raut kesedihan di wajahnya, kedua tangannya memegang tembok pagar yang dingin. Ia tidak menyangka sama sekali bahwa Raja Juftin dan Ratu Gloria sengaja menyembunyikan berita adiknya bahkan ia saja tidak diundang dalam penobatan putri adiknya.
"Mereka pasti hidup dengan bahagia disana tanpaku," ucapnya yang sedang menunduk.
"Padahal aku juga ingin merasakan kehangatan keluarga."
Tampak matanya berkaca-kaca, tetapi air matanya enggan ingin menetes dan mulutnya berusaha untuk tersenyum dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ada suara telapak sepatu yang mendekat dan terdengar oleh Putri Blue yang langsung memutarkan badannya dan melihatnya.
Sedangkan Kapten Jeffry melihat seorang gadis di balkon yang terkena terpaan angin lembut dari samping kanan gadis itu dan mata yang kemerahan dengan berlinang air mata. Ia berjalan mendekatinya dan berada disampingnya.
"Ada apa?" tanya Putri Blue yang menoleh kesampingnya.
Si kapten itu menyerahkan kotaknya dengan senyuman lalu melihat pemandangan dari atas balkon, sikapnya itu membuat si putri ke bingungan dan menunduk kebawah.
"Tuan putri, jangan bersedih karena tuan putri adalah gadis spesial di Auresta ini."
"Huh? Apakah kau berusaha menghiburku?"
"Tidak, tetapi kenyataannya memang seperti itu," kata Kapten Jeffry. "Tuan Putri ingat dengan Kapten Sarah tentang kisah kemarin?"
"Aku ingat," kata Putri Blue dengan nada rendah.
"Aku akan melanjutkan ceritaku. Jadi, aku harap tuan putri mendengarnya baik-baik."
________________________________________
FLASHBACK.
Suatu hari, Kapten Sarah mencurigai gelagat Raja Azka saat pertama kali bertemu di Istana Kerajaan Penyihir Putih, ia berusaha menghindari tatapan dirinya. Ia menyuruh keempat anggota Tim Pasukan Elitnya untuk mewaspadai Raja Azka menggunakan telepatinya supaya makhluk lain tidak mengetahui.
Keempat anggotanya bernama Bella si kecil peri hutan atau lebih dikenal dengan dryad yang memilki sihir penumbuh tanaman, Jack si penyihir hitam, Xio si penyihir putih, dan Elle si duyung berketurunan sihir samudra hope, yaitu sihir duyung yang menggunakan aliran air dipadupadankan dengan mutiara hitam dan hanya duyung tertentu saja yang bisa menguasainya.
Kapten Sarah memang sangat cermat dalam menilai makhluk lain, ia sangat cerdas, tegas, dan berwibawa. Bahkan ia pernah menjadi tangan kanan Raja Juftin. Kekuatannya cukup menarik, yaitu membaca pikiran, menghentikan waktu, dan bisa bertelepati. Ia bisa mendapatkan kekuatan itu karena ia menjadi bahan uji coba yang dilakukan oleh Raja Aivan yaitu Ayah dari Raja Juftin.
Saat Raja Azka berada di Kerajaan Zarqo berserta pengawalnya dan para penyihir yang untuk diambil kekuatannya dan menemui Raja Juftin dengan Kapten Sarah. Raja Azka memalingkan wajahnya seperti menghindari Kapten Sarah. Kapten Sarah diam-diam menghentikan waktu dan menatap tajam mata Raja Azka sembil berjalan mendekatinya.
Ia membaca pikirannya, tetapi tidak berhasil karena Raja Azka menutupinya dengan pemikiran yang lain. Ketika ia mengantarkan Raja Thaison ke taman istana, ia mencoba lagi membaca pikiran. Alhasil ia mendapatkan pemikiran jika Raja Azka ingin mengalahkan musuhnya.
"Apa dia benar-benar ingin mengalahkan musuhnya? Tetapi kenapa dia menghindariku?" tanya kepada diri sendiri.
Ia mencoba mengembalikan waktu yang telah ia berhentikan, tetapi saat ia membalikan badan, ia melihat ada seekor burung gagak menangkring di atas dahan pohon.
"Oh ... ternyata kau disini," kata Kapten Sarah yang mendengak ke atas lalu membiarkan burung gagak itu di atas pohon.
"Kapten Sarah!" teriak Jack yang melambaikan tangannya saat melihat sang kaptennya keluar dari taman istana.
Sarah menghampirinya lalu berkata, "Dimana yang lain?"
"Mereka semuanya di dekat gerbang istana."
Jack dan Kapten Sarah berjalan bersama ke gerbang istana, dan melihat sekeliling halaman istananya yang penuh dengan sukarelawan dari dua negara tersebut.
"Aku tidak sanggup melihat kejadian mengerihkan akan muncul" ucap Bella yang terbang di samping Xio.
Xio yang sedang berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya berkata, "Aku harap juga tidak akan seperti dulu."
"Memangnya dulu seperti apa?" tanya Elle.
Dinda yang merasakan Kapten Sarah dan Jack akan hadir langsung berkata, "Diam, kapten mau kesini."
Berberapa detik kemudian, Kapten Sarah menghapiri dengan dengan wajah judesnya, tetapi ia sungguh cantik apalagi saat ia tersenyum manis yang jarang dilakukannya.
"Aku masih mencurigai tentang Raja Azka, walaupun aku sempat membaca pikirannya tetap saja rasa curigaku masih belum pudar. Jadi, aku memutuskan untuk membuat rencana."
"Apa rencananya, Kapten?" tanya Elle.
"Xio, tolong buat sihir pelindung yang melindungi semua hutan supaya tidak ada mata-mata yang masuk, Jack, kau jaga sang raja, lalu Elle, lindungi para sukarelawan, Bella, tolong buat tembok dari tanaman yang tinggi agar para sukarelawan tidak melihat betapa mengrikan proses pengambilan kekuatan ini."
"Kalian berbicara apa sih?" tanya Elle.
"Nanti juga kau akan tahu, Elle," kata Jack yang menatap wajah Elle.
"Sarah, apakah kita tidak mencari lagi sukarelawan dari kerajaan kita?" tanya Xio.
"Memangnya ada makhluk yang ingin merelakan kekuataannya diambil? Diambil dan atau tidaknya, mereka akan mati mengenaskan."
"Apa?!" teriak Elle. "Serius? Mereka semua akan mati?"
"Iya, tetapi ini rahasia kita saja sebab aku mereka tidak tahu jika hari ini adalah hari kematiannya," jawab Sarah. "Lagipula, Raja Juftin hanya memerintahkan untuk mencari sukarelawan yang sama dengan kekuatanku, aku rasa cukup jika setiap satu kekuatanku sukarelawannya hanya dua orang saja. Aku tahu Raja Juftin memiliki trauma dengan masa lalunya apalagi berhubungan denganku."
"Aku tidak mengerti hungan masa lalu Raja Juftin denganmu hingga menimbulkan trauma," cakap Elle yang menggelengkan kepalanya.
Kapten Sarah tidak bisa menjawabnya begitu pula dengan anggota timnya yang sudah mengetahui kejadian sebenarnya. Sang kapten memutarkan kepalanya ke arah kanan dan melihat pegasusnya sudah datang. "Aku rasa sampai disini saja pembicaraan kita."
"Sarah, jika aku yang menjaga Raja Juftin lalu apa tugasmu?
"Aku akan menjaga di luar hutan," kata Sarah yang pergi meninggalkan mereka di pintu gerbang untuk menghampiri pegasus kesayangannya bernama Lovies.
Sarah memberikan buah apel merah dari kantong celananya kepada Lovies, ia mengelus lehernya saat dia makan. Lovies sangat menyukai apel dan menghabiskan buah apel dengan lahapnya.
"Kenapa Kapten Sarah tidak pernah tersenyum bersama kita?" tanya Elle.
"Jangan menggosip, aku tidak memiliki nafsu untuk menggosip," kata Bella.
Para raja keluar dan mereka semua bersiap untuk pergi, ketika mereka pergi menggunakan hewan kendaraannya masing-masing menuju hutan yang ditumbuhi oleh pohon ghaib itu, si Kapten Sarah berada paling belakang di udara untuk mengawasi mereka semua.
Mereka pergi mengikuti Raja Juftin yang berkuda di paling depan dan disampingnya terdapat Jack yang menjaga Raja Juftin. Bella dan Elle menjaga barisan sukarelawan dari kerajaannya lalu Xio berada paling belakang sekali untuk menutupi hutan dengan sihirnya
Saat mereka masuk hutan dan sihir pelindung milik Xio telah aktif, Kapten Sarah memberhentikan penerbangan pegasusnya dan mendarat ke tanah. Ia turun dari pegasusnya lalu pegasusnya itu terbang lagi ke langit lagi.
Raja Juftin menunjukkan arah kemana pohon ghaib itu tumbuh, sedangkan Kapten Sarah bersembunyi di balik pohon. Didalam hutan terdapat pohon raksasa seperti pohon beringin tetapi berdaun hitam dan memancarkan aura yang menyeramkan.
“Apakah ini tempatnya?” tanya Raja Azka.
“Iya,” jawab Raja Juftin. “ Aku meminta para sukarelawan dari Kerajaan Penyihir Putih, Kerajaan Polip dan juga kerajaanku untuk datang satu persatu ke pohon ini. Dan yang lain silahkan menunggu disana.” Menunjuk arah sisi sebelah kanan hutan.
Para sukarelawan langsung pergi ke tempat yang ditunjuk oleh Raja Juftin. Sebagian pengawal dari masing-masing kerajaan juga pergi ke tempat itu untuk menjaga dan mengawasi para sukarelawan. Elle dan Bella juga ikut pergi. Lalu Bella si peri kecil mengeluarkan kekuatannya, ia menumbuhkan tanaman seperti dinding yang menjulang tinggi supaya tidak ada yang mengintip saat proses pengambilan kekuatan.
Para raja dan sebagian pengawal dari kerajaan mereka tetap berada di sekitar pohon tersebut.
Di sisi luar hutan. Burung gagak tidak dapat masuk ke hutan karena hutan dilindungi sihir. Kapten Sarah yang dari tadi bersembunyi melihat ada burung gagak yang terbang kesana-kesini.
“Oh ternyata dia yang dari tadi mengawasi situasi selama ini,” kata Kapten Sarah.
Kapten Sarah pergi ke arah pohon yang ditangkringi oleh burung gagak itu dan berteriak memanggil nama seseorang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!