Halo semua, ini karya keduaku. Karya pertama sebenarnya bukan karya sih hehe, karena itu isinya cuman curhatan aja.
Selamat membaca yaa😘
Rama:
Hari ini Aku akan menemui seseorang yang begitu spesial bagiku. Setelah bertahun- tahun kami putus komunikasi karena kesalahpahaman, akhirnya Aku memberanikan diri untuk menghubunginya terlebih dahulu. Aku meminta kesediaannya untuk bertemu denganku, LAGI. Aku sangat bersyukur dia bersedia menemuiku, padahal jika dia mau, dia bisa menolak permintaanku itu. Dia bisa membenciku sampai kapan pun dia mau, namun kenyataannya, dia tidak pernah melakukannya. Dan itu membuatnya semakin spesial di hatiku.
Irene,
Nama yang singkat, dan padat, namun cukup membuat duniaku jungkir balik.
***
Irene:
Aku sudah lama berusaha melupakan nama itu, namun semakin Aku berusaha justru nama itu semakin memenuhi otak dan hatiku. Belum tuntas Aku berusaha, Dia datang kembali. Ada apa? Semua sudah berbeda, walaupun rasa itu masih sama.
***
"Mengapa kamu kalau di kelas senang sekali senyum sendiri sambil liatin saya?" Tanya Rama tanpa basa basi. Irene tersenyum canggung. Dia hendak berpamitan setelah kegiatan les usai, malah jadi seperti ini.
"Hehe, Sebenarnyaa...." Iren tampak malu- malu mau mengatakan sesuatu, dia memegangi jilbab warna maroon yang dia gunakan. Jantungnya sejak tadi sudah berdegub tak karuan.
Rama masih menunggu Irene menjawab,
"Sebenarnya Bapak mirip sama Mendiang Ayah saya.. hehe". Irene melengos karena saking malunya. Bukan itu jawaban yang seharusnya dia ucapkan, dia pun memukul mulutnya yang tidak bisa dikontrol. Sedangkan Rama tertegun. Kaget bukan main. Dia disamakan dengan Bapak- Bapak???
Walaupun dia terbiasa dipanggil Bapak saat di sekolah, bukan berarti umurnya sudah tua kan?🥴.
"Maaf pak, Saya pamit dulu, terima kasih atas bimbingannya, Assalamu'alaikum".
Irene segera meninggalkan teras rumah bercat biru itu segera. Dia tidak mau berlama- lama, atau dia akan semakin malu.
Sedangkan Rama yang masih berdiri, masih tidak percaya dengan yang dikatakan Irene, murid di SMA tempat dia mengajar.
"Apakah aku perlu berkaca?" Tanyanya pada diri sendiri. hmmm,
***
Dua muda mudi sedang duduk di sebuah bangku taman. Di depan mereka terdapat hamparan bunga, entah bunga apa namanya, yang jelas itu tampak indah. Semakin mendukung suasana yang tercipta bagi muda mudi itu.
“Selesaikan pendidikanmu di sana dengan baik, Saya akan menjadi orang pertama yang datang di saat kelulusanmu” Kata Rama.
“Iya, Pak”. Jawab Irene bersungguh- sungguh. Gadis itu tampak bahagia, begitu juga si Pria yang ada di sebelahnya.
"hmm kebiasaan manggilnya PAK loh kamu itu". Protes si Pria. Irene hanya nyengir, lidahnya masih kaku untuk membiasakan diri memanggil Pria itu dengan panggilan 'KAK', seperti permintaannya.
***
"Kita dapet kejutan niiih dari guru paling most wanted di SMA kita. Beliau akan mengakhiri gelar lajang yang selama ini tersemat. wooowww". Suara gemuruh terdengar dari segala penjuru ruangan. Murid kelas 3 SMA XXX sedang mengadakan acara kelulusan, acara yang dirancang oleh OSIS dan siswa kelas 3 sendiri. Bukan acara resmi, namun cukup meriah. Apalagi ditambah kabar heboh tentang pernikahan salah satu guru mereka.
"Jadi selamat untuk kelulusan kita semuaaa, dan selamat juga untuk Bapak Ramaaaa". Murid kelas 3 bersorak sorai memanggil nama Pak Rama untuk maju ke panggung.
Semua bersorak sorai, kecuali satu orang. Irene. Gadis itu terpaku di tempatnya. Dia terpana dengan nama yang MC sebutkan tentang siapa guru mereka yang akan menikah.
'Bagaimana bisa.. Diaa??'. Tak terasa setetes air bening meluncur dari mata Irene.
Fifi yang melihat tingkah aneh Irene, menyenggol lengan sahabatnya itu. Irene kaget dan menengok ke arah Fifi. ada apa? Irene bertanya tanpa mengeluarkan suara.
"Kamu yang ada apa? kenapa kayak kaget gitu sih?" Tanya Fifi heran.
"Ini pesta buat kita loh, Ren.. Happy- happy yukkk". Fifi menggeret lengan Iren untuk mendekat ke panggung, sementara gadis yang diseret itu hanya pasrah. Dia masih shock.
Irene sudah berada sangat dekat dengan panggung, Matanya tidak berhenti menatap sosok yang berada di panggung. Dia memperhatikan seseorang yang tengah memberikan sambutan. Entah sambutan dalam rangka apa, Irene tidak tahu, karena dari daftar acara yang dibagikan panitia, tidak ada bagian sambutan dari guru. Acara ini murni untuk siswa kelas 3.
Beberapa detik pandangan mata Irene dan Rama, sosok di panggung, bertemu. Irene menatap dalam mata itu, menanti sebuah penjelasan.
'Ada apa ini?' Begitu yang akan mata Irene ucapkan jika bisa berbicara pada mata Rama. Sementara itu, Rama mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan itu membuat Irene semakin bersedih, dia pun meninggalkan acara ini dengan berlinangan air mata.
***
Author:
Jadi kisah ini berisi flashback kisah Rama dan Irene, dahulu kala. Berlatar di tahun 2011, Saat pertama kali mereka bertemu, yaitu pada saat Irene menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Kisah Ini murni khayalan Penulis yaa..
Penulis harap kisah ini bisa menjadi hiburan untuk pembaca sekalian, dan semoga suka yaaa🥰🥰
Terimakasih yang sudah berkenan membaca🥰
# Tahun 2011
Seorang siswi tampak masuk ke sebuah ruangan dengan tergesa- gesa. Bel masuk sekolah sudah berbunyi saat Dia bahkan belum memasuki gerbang sekolah. Nalurinya berkata dia harus berlari agar tidak terlambat masuk kelas. Akan berbahaya jika guru terlebih dahulu yang masuk kelas dibandingkan muridnya.
'hufhh hufhhh', gadis itu bernafas dengan cepat. Lelah juga berlari dari gerbang menuju ruang kelas yang berada di lantai dua.
"Heiii hari pertama dah telat aja kamu tu, untung gurunya belum masuk". Kata teman sebangku siswi tadi.
"hmhh iya niihh, tadi Aku nunggu Nenek selesai buatin sarapan hehe". Kata siswi tadi pada temannya sambil nyengir.
"Kebiasaan dari orok, nggak pernah berubaah". Gerutu si teman, pura- pura sebal.
"Ya gimana lagi, Aku kan paling nggak bisa pergi sekolah tanpa sarapan". Siswi itu membela diri.
"hmm Irenee.. irenee". Si teman geleng kepala. Tidak habis pikir. Dia sendiri terbiasa berangkat sekolah tanpa sarapan, dan semua baik- baik saja.
"Eh Fi.. Ini masih perwalian kan? belum mulai pembelajaran.. Masa hari pertama dah pembelajaran yaa..". Irene, siswi yang tadi terlambat, mencolek lengan Fifi sahabatnya.
"Nggak tahu juga Aku.." Fifi mengendikkan bahunya, tanda dia tidak tahu apa- apa.
"Eh fiii..". Irene mencolek lengam Fifi lagi. Yang dicolekpun akhirnya menyempatkan diri untuk menatap si sahabat. Apa??? tanya Fifi tanpa bersuara. Dia tadi sedang membaca novel, agak sebal juga dicolek- colek terus.
"Guru yang waktu itu, Aku dah tau dia ngajar apa di SMA ini.. hihiii". Irene tertawa pelan sambil menutup mulutnya. Dia sangat girang sekali. Fifi melebarkan matanya.
"Seriuss? ihh kapan kamu tau? bener- bener yaa kamu tu kalo kepo keterlaluan bangett". Fifi mencubit lengan Irene. Gemas.
"Iam seriousss". Irene mengangguk mantap. Dia kemudian berbisik pada sahabatnya, dan yang dibisiki hanya bisa melongo. Takjub. (sambil ngencess wkkk)
***
Pov Rama
Pagi ini Aku berangkat ke tempat kerja seperti biasa. Setelah liburan beberapa hari, yang sebenarnya jika boleh mengeluh, itu bukan benar- benar liburan. Bagaimana mungkin, saat liburan harus menghadiri rapat?. Tetapi bagaimanapun, demi tugas yang kuemban, Aku selalu bersedia. Tugas adalah amanah.
Aku seorang Guru di sebuah Sekolah Menengah Atas, mata pelajaran yang ku pegang adalah Matematika. Selain sebagai guru Matematika, Aku juga Pembina Pramuka. Baru- baru ini, untuk tahun ajaran baru, Aku diberi tambahan tugas sebagai wali kelas sepuluh. Sesuatu yang besar menurutku. Karena selama mengabdi di SMA ini, kurang lebih tiga tahun, Aku hanya memegang mata pelajaran, tidak memegang kelas.
'Baiklah, Ayo lakukan yang terbaik'. Aku menyemangati diriku sendiri.
Setelah mengambil presensi kelas yang menjadi tanggung jawabku, Aku segera menuju ruang kelas. Dari jarak jauh, Aku sudah mendengar suara riuh di dalam kelas. Begitu Aku menjejakkan kakiku di ambang pintu, suara riuh menghilang. Berganti dengan suara hening. Aku memasuki kelas dengan penuh percaya diri. Kemudian duduk di meja guru yang berada di depan kelas. Sekilas Aku menyapukan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan. Mereka adalah siswa siswi baru, semoga tingkah mereka sebelum masuk SMA cukup terkontrol. Batinku.
Aku mengambil nafas dalam sebelum menyapa mereka dengan salam, kemudian Aku meminta salah satu dari mereka untuk memimpin doa.
"Jadi Bapak yang akan menjadi wali kelas kalian selama dua semester ke depan.. Bapak berharap kalian bisa melakukan yang terbaik untuk pendidikan kalian.. Ingat, masa depan kalian adalah tanggung jawab masing- masing". Aku memulai orasi.🤭
"Jika sebelum masuk ke SMA kalian tidak begitu peduli dengan masa depan, maka mulai saat ini, mulailah langkah pertama kalian..". Aku melihat mereka menganggukan kepala. Baguslah jika mereka mendengarkan nasehatku, dan melaksanakannya tentu saja.
"Pertama bertemu harusnya kenalan dulu kayaknya yaa..". Aku mengeluarkan ide candaanku. Yaa Aku belajar bahwa guru yang disukai murid itu bisa membagi antara serius dan bercanda. Jika serius terus, kelas akan berjalan kaku, Sedangka jika bercanda terus, kelas tidak akan kondusif.
Aku melihat mereka semua begitu antusias. Aku melihat beberapa dari mereka bahkan berbisik- bisik dengan teman sebangkunya sambil tertawa pelan. Aku menggelengkan kepalaku samar.
Aku mengambil spidol di laci meja guru, kemudian mulai menulis di whiteboard. Aku mulai menuliskan nama, tanggal lahir, alamat, serta nomor hapeku.
RAMA ARKANA
14 JULI 1987
NUSAINDAH RT 25
085641XXXXXX
Aku masih memegang spidol dan beralih menghadap murid- muridku.
"Apa kenalannya cukup?? Kalau ada yang mau bertanya silahkan Anak- anak".
"Status paakk.. status..". Aku tertawa mendengar pertanyaan iseng mereka. Yaa ini bukan pertama kalinya, setiap Aku memasuki kelas baru dan berkenalan, selalu ada saja yang bertanya statusku. Lucu saja menurutku. Dulu saat Aku SMA sepertinya tidak pernah kepo dengan status guruku.😁
"Ah iyaa.. Bapak masih single, jadi tidak ditulis tadi". Jawabku sambil tersenyum lebar. Bagiku meladeni kejahilan mereka menjadi hiburan tersendiri.
Mereka kembali bertanya, ada yang serius bertanya, ada yang hanya bersenang- senang. Dan Aku meladeni semuanya.
Setelah usai memperkenalkan diri, Aku mengambil presensi kelas. Aku akan memanggil nama mereka satu persatu, agar Aku juga bisa mengenal mereka.
"Arina Fitri". Kulihat seorang siswi mengacungkan jari.
"Alamatmu mana Fit?". Tanyaku.
"Panggil saja FIFI pak.. saya dari Desa Angin". Desa Angin? ohh iya daerah itu yaa. Aku mengangguk, tahu dimana letak desa itu.
"ohh iya Fifi yaa" Aku tersenyum.
Kemudian Aku beralih ke siswa selanjutnya.
"Bagaskara Aji"
"Saya pak, saya dari xxx". Seorang siswa mengacungkan jari, dan langsung menjawab tanpa Aku bertanya. Padahal belum tentu Aku bertanya alamat loh.
"Irene". Aku melanjutkan mengabsen murid- muridku. Seorang siswi mengacungkan jari.
"Namamu hanya Irene?" Aku bertanya. Sebenarnya ini pertanyaan gurauan saja, sebab dari sekian muridku, dia yang namanya hanya satu suku kata.
"Hehe iya pak, nama saya Irene saja". Jawabnya. Aku mengangguk- angguk.
"Tidak masalah mau nama kita pendek atau panjang, Itu adalah doa terbaik dari orang tua kita". Aku mengeluarkan kata mutiara. Aku sebenarnya agak khawatir dia salah paham dengan pertanyaanku, namun ternyata kekhawatiranku tak beralasan, dia biasa saja saat menjawab, malah terlihat sangat gembira.
Tunggu dulu.. Anak itu terlihat tidak asing, Apa Aku pernah melihat dia sebelumnyaa???🤔🤔🤔
.
.
.
.
bersambung😘
(Aku mau curhat, sebenarnya Aku nulis ini agak bimbang, sebab Aku harus menjadi sosok lelaki dalam cerita ini. Ya karena sudut pandang pertama yang Aku gunakan adalah versi pria. Padahal Aku kan cewe🥲.
hmm Tapi Aku akan berusaha biar gaya Pria tetep ada yaa.. Semoga kalian suka dengan cerita ini🙏)
Terimakasih yang sudah berkenan membaca karya remahan ini😘🙏
.
.
.
(Masih pov Rama yaa.. ganti pov kalo udah saat nya😁)
Aku memasuki ruangan guru, setelah jam mengajar selesai. Belum mengajar, hanya perwalian (biasanya kalau hari pertama masuk sekolah setelah kenaikan kelas, wali kelas akan memasuki kelas terlebih dahulu, nah ini yang disebut perwalian).
Aku menaruh presensi di Meja ku, bersama tumpukan berkas lain. Aku menghembuskan nafas berat. Adakah pekerjaan yang tidak melelahkan? Tinggal duduk, lalu awal bulan mendapatkan gaji. Ku rasa tidak. hehe. Àpalagi menghadapi murid- murid di usia mereka yang bisa dikatakan sedang mencari jatidiri. Jiwanya berkobar. Seorang Guru harus punya tenaga, dan kesabaran ekstra. Seperti yang selalu Aku rasakan sejak mengabdi menjadi Guru di SMA ini. Tiga tahun lalu, persis setelah Aku menamatkan pendidikan sarjanaku.
Aku mengalihkan pandanganku pada kertas yang sengaja ku tempelkan di permukaan meja, jadwal mengajar guru- guru. Aku menunjuk jadwal yang berisikan namaku.
"Oh hari ini.. ada jadwal di kelas sebelas jam ketiga.. oke baiklaah.. kita istirahat dulu". Aku berbicara sendiri.
Bukan istirahat tidur pastinya yang kulakukan, Aku membuka bahan Ajar untuk kelas 11. Membaca apa yang nanti akan disampaikan. Menulis poin penting yang sekiranya perlu disampaikan. Ini kebiasaanku sejak dulu kala, Aku senang membuat catatan penting tentang apa saja. Bagiku itu mempermudah. Dan Aku selalu mengatakan pada murid- muridku untuk melakukannya juga.
"Nah.. hm..". Aku membaca, kemudian menuliskan poin penting di secarik kertas.
Aku melirik arloji di tangan kiriku, 10 menit lagi waktu pembelajaran akan dimulai. Masih ada waktu untuk ke toilet Aku bergegas ke toilet. Aku melewati beberapa ruang kelas kemudian belok kiri, Aku hendak meraih daun pintu toilet namun dari dalam pintu itu sudah dibuka oleh seseorang. Aku menarik kembali uluran tanganku.
Rupanya Salah satu siswi SMA itu baru saja menggunakan toilet. Siswi itu tersenyum canggung ke arahku, sambil mengangguk lemah.
Aku mundur berapa langkah agar dia bisa keluar,
"Permisi pak". Dia kemudian melewatiku, dan baru berapa langkah saat Aku sekilas melirik sebelum memasuki toilet, dia sudah tidak terlihat. Apa dia larii?? Aku membatin.
ah sudahlah..
Selesai melakukan ritual alam, Aku mendekati kran air untuk membasuh wajahku, supaya segar kembali. Saat membasuh wajah, Entah mengapa memoriku berputar pada kejadian beberapa bulan yang lalu. Seperti dejavu.
Saat itu Aku hendak membuka pintu toilet, setelah selesai membasuh wajahku. Saat pintu terbuka seorang siswi SMP terlihat mengulurkan tangan. Sepertinya dia baru saja akan membuka pintu, namun keduluan Aku. Dia terlihat kaget, kemudian tersenyum. Beberapa detik dia diam di tempatnya sambil menatapku, Aku merasa aneh saja. Saat kesadarannya kembali, dia reflek mundur ke belakang untuk memberiku jalan. Aku mengangguk dan tersenyum pada siswi itu.
Aku baru berjalan tiga langkah, saat dia memanggilku,
"Pak..". Aku berhenti dan memutar tubuhku, menghadap siswi itu.
"Bapak mengajar di SMA kan?". Tanya nya, Aku mengangguk dan tersenyum ramah, walaupun Aku merasa aneh dengan pertanyaannya.
"Iya betul".
"Bapak mengajar apa?" Tanyanya lagi, dia terlihat kepo sekali. Dasar bocah.
"Matematika.. Kamu mau melanjutkan ke SMA?" Tanyaku. Yaa walaupun ini terasa aneh, tetapi Aku menghargainya, siapa tahu dia akan menjadi muridku suatu saat. Kan tidak enak jika dianggap Guru judes, padahal baru pertama bertemu.
"Iya pak". Dia mengangguk mantap. Baiklah, apa sudah selesai??? Aku membatin.
Aku tersenyum sendiri saat mengingat itu, Aku mem-puk puk wajahku dengan air. hmm, rasanya syaraf- syarafku seperti kembali hidup. hehe.
Jadi itu terjadi LAGI???, Bertemu di depan pintu toilet. Pantas saja seperti tidak asing dengan wajah siswi itu, ternyata, pertama bertemu di depan toilet. Seperti barusan.
Aku segera kembali ke ruang guru untuk mengambil bahan mengajar dan presensi kelas 11 yang akan ku masuki. Aku segera menuju ruang kelas sebelum terlambat.
"Assalamu'alaikum, apakabar semua..". Aku menyapa murid- murid ku. Mereka tampak bersemangat. Sepertinya tidak masalah jika Aku langsung masuk ke materi setelah bertanya sedikit tentang liburan mereka.
***
Sore hari, Aku baru saja selesai mandi dan melakukan ritual sholat asar, saat ku dengar hapeku bergetar, menandakan ada pesan yang masuk. Setelah melipat sajadah yang ku gunakan, Aku segera menghampiri meja yang ada di kamarku. Aku mengambil ponsel dan membaca pesan yang masuk.
Dari nomor baru.
+6285777xxxxxx
Assalamu'alaikum pak, Sya Irene murid kelas sepuluh yang wali kelasnya Bpk.
Irene? Oh dia ya.. Ada apa memangnya, iseng ngecek nomer hape guru kah?
Aku mengetik balasan.
Waalaikumsalam, Iya Irene, Bpk simpan ya nomormu.
Pesan terkirim.
Aku meletakkan hapeku kembali. Aku punya jadwal les sore ini. Sebentar lagi Murid lesku akan segera datang. Aku bersiap- siap.
Selain menjadi seorang Guru di sekolah, Aku juga membuka les privat di Rumah. Untuk menambah penghasilan, sekaligus mengasah terus menerus kemampuanku. Murid les ku berjumlah sepuluh orang, Itu yang sedang ku bimbing saat ini. Sebelumnya juga sudah ada, namun karena sudah lulus mereka sudah tidak membutuhkan les lagi. Sepuluh orang siswa itu terdiri dari tiga orang siswa kelas 10, 2 orang siswa kelas 11, dan lima orang siswa kelas 12.
Aku tidak menggabungkan mereka, Aku sengaja membagi jadwal mereka, setelah mereka menyepakatinya. Hari ini, Rabu, menjadi jadwal kelas 10.
Beberapa menit kemudian, Tiga murid lesku datang. Mereka mengucapkan salam dan mencium tanganku. Mereka telah duduk di lantai beralaskan karpet. Lebih enak belajar sambil selonjoran, dari pada sambil duduk di kursi menurutku. Hehe,
"bagaimana kabar kalian? Nana, Farah, Dion??"
"Baik pak, alhamdulillah" Jawab mereka kompak.
"Di sekolah sudah masuk materi apa belum nih?" Tanyaku lagi.
"Yah pak, saya malah sudah di kasih PR sama gurunyaa" Dion terlihat menggerutu. Aku tersenyum lebar. Guru Matematikanya pasti sangat disiplin, di hari pertama masuk sudah diberi tugas. Bagus sebenarnya, Itu membuat Murid mengingat materi yang diberikan saat di kelas.
"Baru pendahuluan pak". Nana menjawab mewakili Farah dan dia sendiri, mereka satu sekolah dan satu kelas.
Aku segera memulai sesi belajar hari ini. Seperti biasa, Aku menanyakan bagian mana yang mereka anggap sulit, jika mereka paham, aku memberi latihan soal beberapa buah. Jika sudah, maka Aku akan membuka materi selanjutnya, agar nanti saat mereka masuk kelas, mereka sudah paham materi yang akan guru mereka ajarkan.
***
Aku membaringkan tubuhku di kasur. Tubuh ini rasanya lelah sekali. Aku meraih hape ku yang sejak sore tadi tidak ku sentuh. Ada beberapa pesan masuk.
Pesan pertama dari muridku, yang tadi sebelum Aku mengajar les, menghubungiku.
Irene: Terima kasih pak
Pesan kedua dari Teman dekatku, Raisa.
Raisa: Mas besok bisa temenin Aku ke nikahannya temen nggak?
Aku segera membalas,
Bisa, insyaAlloh ya kalo mas gak ada acara mendadak di Seklh.
Beberapa detik kemudian Raisa kembali membalas,
Raisa: Oke, Makasih mas
Aku : Sama2, Ra.
Aku meletakkan hape kembali, setelah Aku menyetting alarm untuk besok pagi. Aku memejamkan mataku segera.
.
.
.
Mimpi indah ya hehehee
Bersambung😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!