“Uuugh, ee—enak, sayang, pelan-pelan sedikit dong!” suara memekakkan telinganya.
Gadis tersentak! Berdiri mematung di ambang pintu kamar sang tunangan. Tubuhnya masih bergetar hebat.
Dia ingin meyakinkan pendengarannya salah. Mencoba memberanikan diri membuka pintu. Mendapati apa yang dilakukan oleh sang tunangan, dengan seorang wanita yang jelas. Dia sangat mengenali wajah wanita tersebut.
Brukk! Bungkus makanan yang dibawanya berserakan. Kakinya masih mematung saat melihat Mona—sahabatnya sedang berada di atas tubuh sang tunangan. Berpagut mesra melakukan adegan panas tanpa mengenakan sehelai benang pun.
Mereka berdua terlihat begitu menikmatinya dan terkejut melihat kehadiran Nayra. Gadis itu menutup mulut. Menggeleng tidak percaya menyaksikan sebuah penghianatan dihadapannya.
"Nay, tunggu! Aku bisa jelaskan semua!" teriak Giondra. Laki-laki itu mendorong tubuh wanita yang sedang berada
diatasnya. Menarik selimut dan mencoba mengejarnya.
Namun, Nayra tidak mendengarnya. Dia, terlanjur berlari. Menangis meninggalkan mereka.
Apa aku tidak salah lihat? Mengapa ada Mona di sana? Kenapa mereka melakukan ini padaku?
Pertanyaan menghujam pikirannya berkali pun dicerna. Dia masih saja belum menemukan jawaban. Bahkan sore tadi dia masihmenyiapkan segalanya dengan penuh kegembiraan. Anniversary dua tahun mereka. Hancur berantakan.
Dia bahkan sudah berdandan cantik berharap mendapatkan sesuatu hal yang romantis untuk hubungan mereka. Sebuah kejutan yang sangat manis, mungkin. Bukan seperti saat ini.
Rasa panas membakar seluruh dadanya. Ingin rasanya dia menampar dan menjambak rambut Mona atau mungkin bergulat di lantai mempertahankan semuanya. Namun, dia tidak melakukannya karena dia sangat mencintai Giondra.
Nayra terus berlari keluar apartemen sang tunangan tanpa arah. Kakinya berbelok ke arah taman. Tak sengaja dia
bertabrakan hingga tubuhnya terjatuh.
"Kamu, baik-baik saja?" tangan seseorang terulur membantu Nayra bangun.
"Mmm ... aku baik-baik saja." Nayra berbicara menahan tangis, tetapi matanya bercucuran air mata. Tanpa perduli apa pun. Dia pergi begitu saja.
Dia memeluk tubuhnya yang tiba tiba mengigil padahal dia tidak sedang demam. Pikirannya kacau dengan kejadian yang baru saja dia saksikan. Dia merasa tak memiliki kesalahan. Selama ini hubungan mereka pun baik baik saja.
Brukkk! Kembali seseorang menabraknya, membuat tubuhnya kembali terjatuh.
“Aw!” ringgis Nayra. Kali ini terasa nyeri karena lututnya sedikit tergores.
Dia mencoba bangkit. Namun, dia menyadari tas selempang yang dia kenakan sudah berpindah tangan.
Dia berbalik, “Jambrett!” setengah kesadarannya pulih saat dia melihat penjambret tadi berlari membawa tasnya.
“Ah, jangan lari!!” Dia berteriak sambil berlari tertatih.
Namun, naas bagi sang penjambret. Nayra menghentikan langkahnya saat penjambret tadi sedang dipukuli bergantian seperti samsak tinju oleh empat orang di belakangnya.
Bagh! Bugh! Suara jerit dan teriakan kesakitan dari penjambret menyayat hati. Ingin sekali dia menolongnya. Namun, dia hanya bisa menatap saat penjambret tadi dipukuli.
Ada sedikit rasa puas di hatinya saat seseorang melampiaskan semua kekesalan yang sedang dia rasakan.
Dia dihampiri seseorang dan membawa tasnya kembali.
“Punya-mu?” dengan wajah sembab dia hanya mengangguk dan menerimanya.
“Te-terima kasih!” suara Nayra terdengar parau ditelinga orang tadi.
“Are you okay?” ucapnya lagi. Matanya terus menatap Nayra dengan tajam. Dia seolah dapat membaca yang sedang terjadi saat melihat wajah sembabnya.
“Aku? Ah, ti-tidak, terima kasih!” Dia tidak menjawab hanya membungkuk sebagai tanda terima kasih lalu pergi.
Hahhh, ada apa dengan hari ini? Sudah melihat Giondra berselingkuh. Tasku malah hampir kena jambet.
Dia berbalik merutuki kesialannya yang bertubi. Baru saja beberapa langkah dari orang tadi,
Blash Byuurr!
“Arrggghhh!!” Dia berteriak histeris.
Gaun cantik yang dikenakannya terciprat kubangan air kotor saat bajaj melitas di depannya. Nayra meraung keras seperti anak kecil. Manangis sejadinya, memukuli tubuh seseorang yang kini sedang mendekapnya seperti anak kucing.
“Ah, dasar bajaj gila. Resek! Kenapa sih kamu juga harus merusak hariku. Benar benar sial! Huhuhu.” Dia masih tak menghentikan tangisnya, mengelap air mata dan cairan yang mengalir deras dari hidungnya.
***
Hallo readerku yang baik hati. Silahkan mampir dengan karya terbaruku. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, terima kasih banyak :)
Nayra menghentikan tangisnya. Dia merasakan sebuah tangan hangat mengusap dipunggungnya. Menenangkan dirinya. Dia menaikkan wajahnya, menatap perlahan wajah dihadapannya.
“Aarrgghh!!” Kembali dia berteriak. Mendorong kasar tubuh orang yang memeluknya.
“Dasar pria mesum. Gila. Cabul. Pergi sana!” ketus Nayra mengerucutkan bibirnya. Berbalik dan meninggalkannya sambil berjalan setengah pincang.
Huwaa ... kau gila Nay, bagimana bisa kau berada dalam pelukan orang yang tak dikenal. Dia memaki dirinya sendiri dengan kesal.
Pria tadi menautkan alisnya. Bingung dan terkejut. Namun, seberkas senyuman mengembang dibibirnya.
Benar benar gadis manis dan imut. Dia memang tipeku.
***
Sampai di apartemen. Nayra mengurung diri di kamar mandi. Tidak peduli dengan ponselnya yang terus berbunyi dari dalam tas.
Di kamar mandi, dia menyalakan shower. Membiarkan air turun membahasi seluruh tubuhnya. Gadis itu menangis
diketerpurukannya. Terlintas semua ucapan Rasti—teman sekantor yang memperingatkan tentang kedekatan
Gio dan Mona. Rasti menuduh mereka berselingkuh.
Hatinya bertambah sakit ketika melihat jari manisnya tersemat cincin pertunangan mereka. Dia masih belum mempercayainya.
“Huhuhu. Gioo, kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku? Huhuhu.” raungan kesedihan menyayat hati.
Tubuhnya terasa panas saat dia berbaring di ranjang. Dia meraung kembali dengan sangat keras, air matanya sudah membasahi ranjang. Memukuli dada yang terasa kebas seperti mati rasa hingga dia tertidur.
Pagi harinya, gadis itu terbangun. Tertegun sesaat, merasakan tubuhnya yang terasa remuk.
Ponselnya terus berbunyi, dengan malas dia meraih tasnya. Melihat nomor yang memanggil. Saat dia tahu dari kantor, gadis itu bangkit dari tempat tidur.
Masuk ke kamar mandi setelah melemparkan ponsel ke tempat tidur. Dia lupa. Hari ini di kantor ada rapat pengalih jabatan pada putra pemilik perusahaan.
Saat menyisir rambut, mata Nayra melirik jari manisnya yang masih tersemat cincin menyebalkan itu. Perlahan dan pasti, tangan satunya melepaskan cincin tadi dan meletakkan di atas meja rias. Hati Nayra hancur, dia masih belum bisa menerima kejadian semalam.
Sampai di depan kantor, gadis itu membawa banyak berkas. Menyeberang dan setengah berlari memasuki gedung kantor.
Sebuah mobil berbelok ke arah Nayra dan hampir menabraknya. Pengendara mobil dengan cepat menginjak rem. Nayra terkejut, refleks menjatuhkan berkas yang dibawa.
Pengendara mobil keluar dan membantu gadis itu membereskan berkas. Dia sempat melirik berkas itu, sedangkan Nayra hanya fokus membereskan sisa berkas lain yang masih berceceran tanpa melihat si pengendara mobil.
"Terima kasih, maaf saya yang salah waktu berbelok tidak melihat jalan."
Nayra meminta maaf berulang, sambil menerima sisa berkas yang dibereskan orang tadi. Kemudian segera pergi dengan berlari. Orang tadi hanya bisa menatap kepergian Nayra penuh arti.
Cih, apa dia selalu seperti itu? Hanya berterima kasih lalu pergi tanpa menatap siapa orang yang menolongnya? Benar-benar tak menatapku, apakah aku kurang tampan di matanya?
Orang tadi berbisik sewot dalam hatinya.
Rasti sudah menunggu kedatangan Nayra sambil mondar-mandir di depan lift. "Akhirnya datang juga. Gue panik nungguin lo. Sudah telpon tidak di angkat, huh ... untung orangnya belum datang. Mana berkas-berkasnya? Sini biar gue bawa dulu ke ruang rapat!"
Nayra menyerahkan berkas tadi. "Sorry ... ya, Ras, gue bukan sengaja."
"Ok, ok! Yang penting sekarang kita harus bergabung dengan yang lain.Mereka sudah menunggu, jangan lupa presentasi sebaik mungkin!" ujar Rasti mengingatkan dan bergegas ke ruang rapat.
Di dalam ruangan semua sudah menempati posisi masing-masing. Kebetulan posisi bangku Nayra di samping bangku bos. Tidak lama terdengar pintu di buka.
Mereka semua langsung berdiri, bos besar yang benar benar berperut besar masuk dengan seorang pria yang well ... beruntungnya benar benar berbeda dengan si bos.
"Perkenalkan, ini putra saya, Alexander Gajendra. Selamat bekerja sama!" ujar Bos Besar memperkenalkan pria di
sebelahnya.
"Mohon bantuan dan kerjasamanya semua!"
Terdengar sopan, kemudian bos besar memperkenalkan mereka satu per satu. Tak berapa lama Nayra sudah mempresentasikan isi berkasnya. Gadis itu tidak sadar, sejak Alex masuk ke ruangan mata pria itu langsung tertuju kepadanya.
Huh, kita bertemu lagi gadisku, ini ketiga kalinya kita bertemu. Berarti kita berjodoh. Aku pastikan kau hanya akan
menjadi milikku!
***
Terima kasih untuk para readerku yang baik hati. Jangan lupa mampir untuk meninggalkan jejaknya...
Setelah rapat usai, Rasti menghampiri Nayra. Dia terlihat lesu dan tidak bersemangat di meja kerjanya.
"Sssttt!" Nayra hanya melirik sekilas.
"Loo ... lihatkan, ternyata anaknya bos kita ganteng banget! Huh ... kalau saja belum ada Leon, dia pasti sudah aku
gaet!" Rasti mulai bergosip. Namun, Nayra masih saja cuek.
"Lo dengar gue, 'kan? Gue ngomong apa barusan?" Rasti mulai kesal merasa dicuekin oleh temannya.
"Eh, iya."
"Eh, apa Ras, barusan lo ngomong apa?"
"Ish, kenapa sih lo? Tumben, lo sakit? Muka lo pucat banget."
"Gue nggak apa-apa, cuma kayaknya kecapekan menyusun laporan semalam."
"Benaran Nay? Lo, nggak lagi cari alasan doang, 'kan? Soalnya gue ngerasa ada yang lo sembunyikan." Rasti melirikan mata, masih penasaran.
"Benar Ras, gue nggak apa-apa. Nanti juga kalau sudah makan siang, it was be better." Menyakinkan Rasti yang terlihat khawatir. Akhirnya, walau setengah tidak percaya Rasti pun pergi dari meja kerjanya.
Hati Nayra masih tak tenang. Dia memutuskan beranjak dari duduknya. Masuk ke dalam pantry.
“Sepertinya coklat hangat bikin aku rileks.” Nayra meraih gelas dan menyeduh coklat kemasan siap seduh.
Tring! Tring! Tring! Dia mengaduk perlahan gelas yang berisi coklat panas.
Berdiri mematung, pikirannya melayang entah kemana. Hingga, dia tak menyadari kehadiran seseorang dihadapannya. Menatapnya sambil melipat kedua tangan didada.
‘Gadis ini? Apa yang sedang dia lamunkan?’ Dia menatapnya yang tak bergeming atau pun terusik oleh
kehadirannya. Dia kesal. Merasa seperti hantu kasat mata yang tak terlihat.
“Ehem.” Dia berdeham.
Tak ada reaksi apapun. Nayra masih fokus mengaduk gelas berisi coklat panasnya.
“Ehem. Ehem.” Suaranya tambah kesal. Entah telinga Nayra sedang bermasalah atau memang dia sedang berada dalam dunia lain, dia tetap tak bergeming.
“Jika memang kau memiliki banyak waktu, kau bisa membantu office girl kantor untuk membersihkan toilet wanita, sekarang!” bisiknya, Nayra mengangguk. Matanya mendadak membulat lebar.
“To-toilet?”
“Iya. Bersihkan hingga mengkilap sampai seekor lalat pun tak bisa masuk!” perintahnya penuh tekanan. Marah dan mendelikkan matanya pada Nayra yang melonggo seperti sapi ompong.
Nayra mengkrejapkan kedua matanya, “Ish, itu kan bukan tugas sa-“ bibir Nayra menciut ketika delikan berubah menjadi kacak pinggang padanya.
“Waktumu, hanya satu jam dari sekarang. Aku akan mengeceknya.”
Pemilik suara bariton dengan wajah tampan. Tubuh atletisnya berdiri tegap bagai seorang model. Mata hitamnya menatap Nayra, seolah menelannya hidup hidup.
Jiwanya kembali tersadar sepenuhnya, "Ah, ba-baik, saya kerjakan sekarang!" Nayra tersentak. Memberikan gelas berisi coklat hangat yang dia buat ke tangan orang tadi. Bergegas keluar dari pantry.
Itu hanya hukuman kecil dariku. Di wilayahku, kau masih berani memikirkan hal lain.
Dia meneguk coklat hangat yang diberikan Nayra sambil memberikan senyuman smirknya.
Bisa bisanya kepergok melamun sama bos. Haduh, Nay ... untung saja hanya disuruh membersihkan toilet, bagaimana kalau sampai kau tadi dipecat. Dia meremas kasar wajahnya sambil berjalan kearah toilet wanita.
Saat makan siang, Nayra duduk menyendiri, "Lo tadi kemana, Nay? Gue samper ke meja nggak ada?" Rasti menepuk pundaknya.
"Sstttt, jangan berisik." Nayra celingak celinguk melihat sekitar. Menarik tangan Rasti duduk disebelahnya.
“Apaan sih, Nay? Eh, bau apa ini?” Rasti mengendus tubuh temannya. Dia mencium seperti bau air comberan.
“Ish, di bilang jangan berisik. Pinjamkan aku baju ganti, kau bawa ‘kan?” ujar Nayra kasak kusuk setengah berbisik di telinga Rasti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!