Mikayla, gadis berusia 17 tahun ini sedang riang menggunakan seragam musim yang baru ia beli bersama sang bundanya kemarin.
Mereka kemarin baru berbelanja dengan uang gaji pertama Mika untuk sang bunda. Walaupun ia masih sekolah namun ia sudah mencari part time kerja menambah uang jajannya.
Setiap hari diselingi oleh kebahagiaan yang tiada habisnya. Mika menuruni tangga dan melihat sang bunda sudah selesai membuat bekal makanannya untuk dirinya.
"Sudah bangun nak?"
"Ya, selamat pagi bunda tersayangku!"
"Tidur nyenyak?"
"Sangat nyenyak." ujarnya dengan senyuman manis semanis gula.
"Makanlah sarapanmu, Rayhan tadi menelpon bahwa dirinya tidak bisa mengantarmu karena harus ke rumah sakit menemani ayahnya yang drop kembali."
"Ah begitu? Apa penyakit paman belum diketahui?" Bunda menggeleng, "sepertinya belum."
"Mengapa bawaanmu sangat banyak?"
"Aku kemungkinan akan pulang malam. Ada mata pelajaran tambahan."
"Baiklah hati hati. Jangan lupa dihabiskan, bunda memasak bento kesukaanmu."
"Uwah!! Terima kasih bunda! Kalau begituaku berangkat terlebih dahulu!"
"Sampai jumpa nak! Hati hati! Perasaan bunda tidak enak hari ini!"
"Bunda tenang saja, aku akan baik baik saja. Muach!"
Mika berjalan keluar rumah setelah mencium pipi sang ibu, ia melangkah ringan menuju halte bus dan menaikinya setelah bus itu datang.
Tapi, dipertengahan jalan ada kecelakaan yang cukup buruk membuatnya lebih memilih turun dari pada terjebak macet dan terlambat.
Mika bukannya tidak peduli dengan manusia yang terluka akan kecelakaan tersebut, namun jika ia hanya menunggu ia akan dihukum. Dengan segera ia menyebrang dan berjalan dipinggir jalan.
Tiba tiba langkahnya terhenti saat mendengar suara teriakan, membuat beberapa orang berlari menjauh dari lokasi tersebut.
Ia mengernyit dan menoleh betapa terkejutnya ia melihat beberapa orang diserang oleh sosok aneh dan menggigit orang yang didekatnya.
Sampai otaknya bekerja dan memberi tanda bahaya membuat dirinya secepatnya berlari kencang menjauhi kejadian itu entah kemana tujuannya hanya satu bersembunyi.
Kemudian ia menemukan tempat gedunh tak berpenghuni yang sangat sepi dan terkenal seram. Namun hanya ini yang ia tuju untuk tempat sembunyinya, ia mengunci pintu tersebut dan beristirahat sebentar lalu mengunci semua pintu yang ada di gedung tersebut.
Ia menatap sekitar dan mengecek keseluruh ruangan agar ia merasa aman dan tak terancam. Setelah aman ia mencari ruangan untuk ia tinggali selama beberapa hari kedepan.
Ia mencoba menduduki dirinya karena kakinya sudah merasa lemah dan ia langsung memeluk tubuhnya yang terasa gemetar.
"apa yang terjadi?"
"Bagaimana dengan bunda? Apa bunda baik baik saja?"
"Aku takut... Bunda aku harus apa?" gumamnya dengan isakkan kecilnya. Sampai suara ketukan membuatnya menghentikan tangisnya dan berdiri keluar dari ruangan itu.
Ia mengernyit, namun tidak tau pintu mana yng di ketuk sampai suara itu semakin kencang membuatnya berlari dan mengintip ada beberapa kumpulan remaja yang sedikit panik.
"Gimana ini? Pintunya tak bisa dibuka."
"Ketuk lagi, atau buka paksa!"
"Tidak bisa Reza!"
Mendngar itu, Mika langsung membuka kunci pintu dan membukanya membuat mereka reflek masuk dan menutup pintu itu bertepatan dengan sosok seram yang ingin ikut menerobos masuk.
Tak!
Klik!
Brugh!!
Huh.. Huh.. Huhh.. Hah...
Suara nafas terengah engah mengisi suasana, Mika berdiri di belakang pria yang menutup pintu tersebut, "makhluk apa itu?" gumamnya membuat semuanya menatap dirinya, sadar ditatap ia langsung menunduk, "maaf aku lama membukanya."
Bahunya di tepuk pelan, "tidak apa. Karena kami selamat. Kau pasti takut juga bukan?"
Mika mengangguk pelan, "Kau sendiri?" Mika mengangguk kembali. "Makhluk apa tadi?"
Huh.. "Jangan kaget, mungkin kamu akan merasa tidak percaya namun ini nyata,"
Mika mengernyit dan sedikit memiringkan kepalanya tanda ingin tau. Namun aksi geraknya membuat semua menahan gemas jika tidak melihat situasi sekarang mungkin Mika sudah jadi sasaran tangan mereka.
"Mereka Zombie, makhluk yang otaknya mati namun mereka tidak bodoh."
Mata Mika terbelalak lebar serta mulutnya menganga lebar tanda tak percaya namun itu nyata, "zom..bie?"
...*Bersambung.....
Like.
Komen.
Dan mohon dukungannya.
Love me.
🖤*
"Ya Zombie, awal kejadian katanya di sebuah rumah sakit namun kita tidak tau itu dimana. Yang kita hanya tau disanalah berawal hancurnya manusia."
Mika terdiam lalu membalikkan badannya melangkah masuk kedalam ruangan yang ia tinggali tadi dan duduk memeluk lututnya erat.
Sedangkan orang baru itu mengikutinya dan duduk disamping dan didepannya. "Kenapa?"
"Bagaimana dengan bundaku? Apa dia baik baik saja?" lirihnya.. membuat semuanya menyendu, mereka juga penasaran dengan takdir orang tua dan adik kakaknya. Apa mereka baik baik saja?
"Kami tidak tau, doakan saja semoga mereka tidak kekurangan apa pun."
Mika mengangguk lalu menatap mereka semua ada empat cowok dan satu cewek. "Boleh ku tahu siapa namamu dan berapa umurmu?" tanya cewek tomboy nan cantik itu disampingnya. Mika mengangguk, "namaku Mikayla, umur 17 tahun."
"Wah pantas saja kamu sangat imut. Ah perkenalkan aku Dahlia, kamu bisa panggil aku ka Lili karena aku umur 21 tahun."
Mika mengangguk kembali, "salam kenal ka Lili."
"Ah berarti aku bisa panggil kamu, Lala?"
"Tentu. Panggil aku senyaman kaka."
Ehem..
Mika dan Dahlia mengalihkan pandangan dan menatap pria yang tepat disamping Ka Lili. "Bisa kalian hentikan pembicaraannya sebentar, aku harus mengatakan sesuatu karena kita mendapatkan anggota baru disini." jelasnya yang diangguki oleh Dahlia.
"Tentu silahkan, tapi sebelum bicara sebut namamu agar dik Lala tidak bingung."
"Oke, panggil kaka Reza, umur lebih tua setahun dari Lili."
Mika mengangguk, "oke ka Reza, silahkan.."
"Kita akan tinggal disini setelah Mika berlatih bela diri, Mika, apa kamu bisa bela diri?" tanyanya pelan yang diangguki. "Aku bisa tapi baru pemula."
"Bagus, nanti kamu akan berlatih lagi bersama ka Ethan yang ada disampingmu itu serta ka Lili. Ethan akan melatihmu yang tentang bela diri berat namun Lili akan melatihmu yang ringan, keberatan?"
Mika menggeleng, "tidak."
"Good, setelah kita berlatih mungkin kita akan segera pergi dari sini. Akan kemungkinan tempat ini tidak aman lagi bagi kita."
"Aku Ka Damar, saat kamu sudah berlatih nanti kamu akan melangkah keluar ruangan yang tak lain kamu akan mencoba keluar ditemani Ethan dan Rizki, pria yang berdiri disana."
"Dan aku akan pergi bersama Dahlia dan Reza mencari bahan bahan makanan yang masih layak untuk kita makan kedepannya."
"Apa kalian akan mencari peralatan obat?"
"Oh itu sudah kita dapatkan, ada apa? Kau terluka?"
Mika mengangguk lalu menunjukkan sikut lengannya yang memang sedari tadi terasa perih, " aku tidak tau kapan luka ini muncul."
"Astaga, lala. Mengapa lebar sekali?" heboh Dahlia. "Aku tidak merasakannya ka."
Ethan yang dekat di tas Dahlia langsung membuka dan mencari kotak lalu menarik pelan lengan kanan Mika.
Ia membersihkan dan mengobatinya secara detail dan pelan, sekali kali ia meringis saat obat merah itu ditekan ke lukanya. "Apa baru terasa sakit?" Mika mengangguk, "bisa tidak diobati sekaligus di tiup? Ini perih sekali."
pintanya kepada Ethan yang langsung dituruti begitu saja. "Setelah ini kita lebih baik makan, kalian bawa bekal kan? Kamu bawa bekal kan Mik?"
"Aku bawa kok." ujarnya setelah tangannya sudah diperban oleh pria datar itu. "Bagus jika begitu, lebih baik sekarang aja kita makan. Setelah itu kita buat api untuk menghangatkn kita."
"Ka,.." panggilnya membuat Reza yang ingin melangkah terhenti, "kenapa?"
"Sepertinya disini tidak bisa sembarang tempat, karena gedung ini bekas gudang minyak."
"Begitu kah? Kalau begitu kita harus mencari tabung untuk tempat pembakarannya."
Mika mengangguk, lalu meraih ranselnya yang berada dibelakang Ethan, pria itu yang sedang merapihkan kotak obat langsung membantu dengan sigap, "jika perlu bantuan, katakanlah."
"Hem, maafkan aku yang merepotkan kaka."
"Disini semua orang pantas direpotkan."
Mereka mulai memakan bekal masing masing, "bisa ceritakan pertama kali kamu melihat zombie itu?" pinta Damar yang penasaran.
"Em, sebenarnya tadi pagi aku ingin pergi sekolah menggunakan bus seperti biasa, namun di pertengahan jalan macet dan katanya ada kecelakaan. Bukannya gak mau peduli sesama manusia tapi karena aku sudah telat aku lebih menjauh dari kerumunan manusia itu.
Tapi aku mendengar suara teriakan dan melihat manusia yang di lahap habis habisan oleh zombie itu tepat di mataku. Karena otakku berbunyi nyaring mengatakan ada tanda bahaya aku langsung lari dan bersembunyi di tempat ini." jelasnya yang diangguki paham oleh yang lain.
"Apa kamu mencurigai sesuatu?"
"Tadi sih tidak, namun setelah kaka bilang berawal dari rumah sakit aku pun sedikit curiga. Karena pamanku. Yang katanya tidak diketahui sakit apa yang jelas kriterianya sama mata memerah dan beberapa urat keluar dari pelipisnya."
"Apa mungkin ada virus buatan oleh seseorang?" lanjut Mika.
--
*Bersambung..
Like.
Komen.
Mohon dukungannya.
Love me*.
"Kau benar, ada seseorang yang membuat Virus tersebut." ungkap Rizki membuat Mika menoleh kearahnya.
"Siapa?"
"Dia seorang profesor yang gila ambisi."
"Bagaimana kau tau tentang itu?"
Reza menghela nafas, "kami semua kenal dengan profesor tersebut yang tak lain dosen kami."
"Kami adalah mahasiswa yang sedang meneliti virus penyakit dari beberapa rumah sakit, namun kami tidak dapat bekerja mengikuti dosen kami. Kami hanya tinggal di rumah skit dekat kampus." jelas Reza.
"Virus buatan itu awalnya hanya untuk di selidiki dari zat mana saja virus itu dibuat. Kami hanya mempelajarinya sampai kami melihat transaksi ilegal milik dosen kepada seseorang yang tidak kita ketahui." lanjut Damar membuat Mika mengerjapkan kedua matanya tanda imposible.
"Lalu virus itu akan di percoba kepada pasien rumah sakit tempat dosen bekerja, ada satu pasien yang cocok dan sepertinya ini berawal dari sana."
"Lalu pasien yang tidak cocok?"
"Mereka meninggal. Dengan alasan, pendarahan." jujurnya.
"Kenapa dosen kaka jahat sekali? Sampai memusnahkan manusia tak tau apa apa seperti kami."
"Maka itu kami juga kecewa kepada beliau karena secara tidak langsung beliau membunuh keluarga kami semua. Walaupun aku tidak tu apa mereka selamat atau tidak."
"Dan maafkan kami, karena kami adalah anggota yang menjaga pembuatan virus dan racun berbahaya itu sampai dosen kami mengambilnya hanya untuk uang."
"Uang segalanya, namun jika sudah begini uang bukanlah apa apa."
"Ya, uang bukan apa apa saat ini."
Dua Bulan Kemudian.
Mika, gadis itu sudah berubah menjadi jago bela diri dengan wajah imut namun bodynya sangat goals.
Dia juga sudah tidak takut lagi dengan sosok diluar sana, ia juga memiliki jiwa petarung dengan pakaian yang pas di tubuhnya berwarna hitam serta jaket hitam milik Ethan.
Saat ini ia sedang keluar bersama ka Ethan dan ka Damar. Mereka keluar karena ingin mencari makanan atau minuman untuk bekal mereka di perjalanan nantinya.
Minimarket itu sudah sangat berantakan hanya beberapa makanan dengan tanggal yang beberapa hari lagi sudah kadarluasa.
"Ini hanya beberapa doang yang kudapat dari sana." gumamnya pelan lalu ia melangkah pelan menuju ka Ethan dan ka Damar namun langkahnya terhenti melihat makhluk itu didekat rak daging yang baunya sudah busuk.
Ia menatap sekitar dan melihat ka Ethan sedang bersembunyi di tempat yang tak jauh darinya.
Saat Mika sudah bersembunyi, berjongkok disamping ka Ethan Zombie itu berjalan ditempatnya ia tadi. Namun dibelakangnya ada suara berisik seperti jatuhnya kaleng, sampai mereka dikejutkan kedatangan Damar.
"Ayo, kita lari!" ujarnya menarik tangan Mika dan Mika menarik tangan Ethan.
Mereka berlari sangat cepat tanpa dilihat zombie itu, Mika mendengar suara seram membuatnya merinding.. "Krrhhh! Krhh!"
Diluar gedung ternyata sudah banyak Zombie berkumpul membuat Mika mengajak kedua pria itu kearah atap gedung. "Kita harus secepatnya pergi dari sini."
"Iya, ini sudah tidak aman lagi."
Mika mengangguk, mereka sudah seperti pemain spider yang merambat, merayap dna melompat dari atap ke atap.
Sesampai di gedung tempat mereka terdiam berdiri menatap rombongan Zombie yang sudah menutupi jalanan. Mika terdiam dan sedikit memfokuskan pandangannya, ia menahan nafas sampai fokusnya diganggu oleh tepukan di lengannya.
"Ayo kita harus masuk karena ditunggu yang lain."
"Eh? iya. Ayo." ujar Mika mengikuti langkah Damar, Ethan dibelakangnya namun sebelah itu ia melirik kebawah dan menyusul gadisnya.
Mereka hening, Ethan dan Damar saling melirik menatap Mika yang terdiam seperti orang bisu. Suasana begini membuat keduanya canggung, sesampai dalam gedung, Mika melangkah masuk ke ruangannya mengejutkan Dahlia yng sedang memasukkan keperluan mereka.
Mika melepaskan ranselnya dan merebahkan tubuhnya membelakangi Dahlia, dan ka Lili melihat getaran punggung adiknya.
"Lala kenapa? Kamu nangis?"
Hiks..
"Kenapa? Sini cerita sama kaka."
Mika bangun lalu duduk menghadap ka Lili dngan mata yang sudah berair. "ka.. kaka bilang bahwa bundaku pasti selamat, tapi mengapa dia ada disana?"
"Disana? Dimana?"
"Di luar sana? bersama mereka.. Bundaku gak selamat! Aku mau ikut aja!"
Dahlia langsung memeluk tubuh mungil itu dengan erat, "menangislah.. kaka disini, kmu gak sendiri la."
"Kaka bohong.."
"Maafin kaka, karena bohong. Kaka gak mau kamu sedih, kamu harus ingat disini kamu gak sendiri. Ada kaka, ka Ethan, ka Damar, ka Rizki dan ka Reza. Kamu harus ingat, bundamu memang pergi namun beliau akan tetap dihati dan di kenanganmu. Kamu simpan semuanya di dalam sini dan sini."
ujarnya sambil menunjuk dada kiri dan kepala Mika dengan lembut. "Jadi jangan bersedih lagi kita akan keluar dari sini dan mencari kehidupan yang baru."
--
Bersambung.
Like.
Komen.
Vote.
Mohon dukungannya.
Love me.
🖤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!