Namanya Zena Asara. Gadis 21 tahun yang baru saja lulus kuliah. Penampilannya tidak begitu menarik.Wajahnya culun dan memakai kacamata tebal dengan rambut berkepang dua. Dia selalu memakai pakaian longgar dan tidak modis sama sekali.
Zaka Alyno, CEO sekaligus pemilik hotel bintang lima di kota B. Cool dan mudah marah. Tidak tertarik pada wanita karena dia sudah memiliki calon tunangan.
Sinta, rekan kerja Zaka sekaligus teman masa kecil Zaka yang diam-diam mencintainya. Meski akhirnya semua orang tahu, namun Zaka pura-pura tidak tahu selama hal itu tidak mengganggu dirinya.
***
Zena tinggal bersama seorang nenek yang baik hati. Namanya nenek Warti. Meskipun dia bukan cucu kandungnya, Zena sudah dianggap keluarga sendiri.
Tak seorangpun tahu darimana Zena berasal. Dia bagai sesosok misterius yang tidak ingin orang tahu keberadaannya.
Untuk dapat bertahan hidup dia berusaha mencari pekerjaan yang tidak mempermasalahkan soal penampilan. Bertemulah Zena dengan Maya, saudara jauh nenek Warti.
Maya mengajak Zena untuk bekerja sebagai office girl di sebuah pusat perkantoran sebuah hotel. Tentu saja Zena sangat senang sekali, terlebih dia tidak perlu harus lulusan sarjana karena dia hanya punya ijazah SMA saja saat ini yang dia bawa.
Pertama kali masuk kerja, bukan hanya orang-orang tidak peduli tetapi mereka tersenyum sinis. Mungkin karena mereka belum pernah melihat ada orang seperti Zena. Namun Zena berusaha tenang dan tetap tersenyum.
"Selamat pagi kakak-kakak semua. Saya Zena, OG baru. Mohon bimbingannya," kata Zena memperkenalkan diri.
"Siapa kakak kamu?Tak salah tuch...emak,"kata salah satu karyawan.
"Emak...kenapa datang kemari. Lagi cari anaknya ya?!" sahut yang lain.
"Emak datang...takut," sambung yang lain lagi.
Namun tiba-tiba suasana berubah ketika datang seorang wanita cantik, anggun dan elegan. Mereka semua terdiam.
"Ada apa ini, kenapa ramai sekali. Apa kalian kurang pekerjaan. Nanti aku akan tambah lagi," kata wanita itu yang ternyata namanya Sinta.
"Kamu, OG baru?"tanya Sinta pada Zena.
"Benar bu," jawab Zena.
"Apa Maya sudah menjelaskan apa saja tugas kamu?" tanyanya lagi.
"Sudah bu," jawab Zena.
"Selamat bergabung dan selamat bekerja."
Sinta menjabat tangan Zena sebagai tanda selamat datang. Zena sangat senang,ternyata di disini masih ada orang baik selain Maya yang tidak mempersoalkan penampilannya yang jelek.
Zena berusaha rajin bekerja agar tidak mendapatkan kesan buruk. Tapi seberapa besarpun usaha Zena, mereka tetap memandangnya sebelah mata.
Suatu hari, Zena berangkat pagi-pagi sekali seperti biasanya. Dia menata dan membersihkan semua meja sehingga semua terlihat rapi dan terasa nyaman mata melihatnya.
Zena sedang membersihkan meja Zaka ketika ada yang berteriak komputernya rusak. Zena hanya menghela nafas mendengarnya. Zena keluar setelah selesai membersihkan ruangan CEO. Tak berapa lama seseorang memanggilnya.
"Maak Zen, sini..." teriak Mely.
Zena sebenarnya tidak ingin menoleh ketika dipanggil 'maak Zen', tetapi jika Zena tidak menoleh mereka akan terus memanggil sampai Zena mau mereka panggil 'maak Zen'. Julukan yang masih cukup bisa diterima tetapi bagi Zena itu adalah sebuah tamparan keras yang membekas di hatinya.
" Maak Zen, tadi maak Zen kan yang membersihkan meja-meja kita? Kok komputer Nita bisa rusak. Tadi maak Zen apain tuch komputer Nita," tanya Mely.
"Aku hanya membersihkan saja," jawab Zena.
"Maak Zen, ngaku saja. Atau kita laporkan kamu pada bu Sinta," kata Nita yang ikut memarahi Zena.
"Sudah aku katakan, aku tidak merusak komputer itu. Aku harus mengaku apa? Mengakui apa yang tidak pernah aku lakukan?" kata Zena kesal.
"Hei...Maak Zen, jangan bikin kami kesel ya. Kamu itu udah jelek, miskin, bodoh lagi. Kamu pasti belum pernah lihat komputer apalagi memegangnya. Maak Zen pasti penasaran kan gimana mengoperasikan komputer?" kata Nita semakin menghina Zena.
Orang-orang berdatangan mendengar suara keras seperti orang bertengkar. Mereka saling berbisik dan tersenyum sinis melihat Zena dimaki-maki teman mereka.
"Maak Zen, apa setelah ini kamu mau mencuri satu. Udah ada rencana belum? Pasti udah dong..." kata yang lain.
Kepala Zena mendadak pening. Dia jatuh terduduk dilantai. Sungguh semua ini bagai sebuah mimpi. Mimpi yang sangat buruk. Zena yang hanya seorang diri harus menerima fitnah dan hinaan dari begitu banyak orang di kantornya.
Hanya satu pertanyaan yang ingin Zena tahu jawabnya. 'Mengapa mereka begitu membencinya?'
"Ada apa ini?!"
Semua langsung bubar setelah mendengar suara Sinta. Semua memang lebih takut pada Sinta karena Sinta seperti tangan kanan bos.
Sinta mendekati Zena yang masih duduk lesu di lantai dan membantunya berdiri.
"Zena, pulanglah dulu saja. Besok baru kembali bekerja lagi," kata Sinta pelan.
Zena mengangguk pelan lalu melangkah pergi dengan pikiran yang masih shok. Zena kaget menghadapi kerasnya hidup di luar rumah, jauh dari orangtua.
Tapi inilah pilihan hidupnya yang harus dia tanggung konsekuensinya.
Sementara Sinta sangat marah dengan kejadian hari ini. Sinta memanggil Nita ke kantornya untuk meminta penjelasan.
" Nita, coba kamu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi hari ini."
"Begini bu Sinta. Komputer saya rusak pagi ini, setelah dibersihkan Zena. Saya menduga dia yang sudah mengotak atik komputer itu," kata Nita.
"Apa kamu yakin?" tanya Sinta lagi.
"Yakin bu Sinta," jawab Nita cepat dan terdengar sangat meyakinkan.
***
Zena pulang dengan mata bengkak karena menangis. Nenek Warti sangat khawatir dengan keadaan Zena. Terlebih hari ini belum bisa dibilang siang, tapi Zena sudah pulang kerja. Nenek Warti mendekati Zena yang sedang duduk termangu di dalam kamarnya.
"Zena, ada apa? Apakah ada masalah dalam pekerjaanmu?" tanya nenek Warti pelan.
"Tidak nenek, Zena hanya kurang enak badan saja. Kepala Zena agak pusing," jawab Zena sambil tersenyum kecil.
"Sini biar nenek pijit."
Zena membiarkan nenek Warti memijit kepala Zena dengan lembut.
"Bagaimana, sudah agak baikan?" tanya nenek Warti.
"Sudah nek, nenek memang hebat."
"Lain kali jika Zena merasa pusing, bilang pada nenek. Biar nanti nenek pijit."
"Nenek, Zena selalu merepotkan nenek,"kata Zena sambil memeluk nenek Warti.
"Sudahlah, jangan selalu berkata seperti itu. Nenek jadi tidak enak hati," kata nenek sambil menepuk badan Zena yang mulai berguncang karena menangis.
Bagi Zena, nenek Warti adalah keluarga kedua bagi Zena setelah kedua orangtuanya. Tapi hari ini, Zena teringat ayah dan ibunya. Hal itu membuat tangis Zena makin keras dan lama.
Kangen dan ingin sekali mengadu tentang apa yang terjadi hari ini pada dirinya. Pastilah hati Zena akan sangat lega bisa melepaskan kegalauan yang dia rasakan. Tapi...
Zena hanya bisa berangan-angan dan menghibur diri sendiri agar tidak terlalu lama dalam kesedihan. Esok semua akan kembali normal.
Esoknya Zena kembali masuk kerja dengan semangat baru. Tapi ternyata hari ini Zena tidak diperbolehkan melakukan kegiatan seperti biasanya.
Zena sangat sedih dan khawatir dia akan dipecat. Saat ini sangat sulit mencari pekerjaan apalagi hanya bermodalkan ijazah SMA. Dia butuh biaya hidup dan juga untuk nenek Warti yang sudah semakin tua.
Zena duduk menunggu di ruang ganti dengan cemas sampai akhirnya dia dipanggil untuk menemui Santi. Zena berjalan gontai menuju ruang manajer. Zena tertegun sesaat sebelum dia mengetuk pintu.
"Masuk...," suara Santi lembut.
"Selamat pagi bu Santi..." sapa Zena sopan.
"Selamat pagi Zena. Begini, aku sudah mendengar semua tentang masalah kemarin. Mungkin ini hanya salah faham saja. Jadi jangan dimasukkan kehati," kata Sinta berusaha membuat Zena tidak sedih.
Zena hanya mengangguk saja agar tidak salah bicara.
"Zena, aku akan menaikan jabatanmu menjadi asisten. Apa kamu bersedia?"
"Asisten...apakah saya bisa?" jawab Zena.
"Kamu akan menjadi asisten pribadi pak Zaka. Pekerjaannya mudah karena pak Zaka juga sudah memiliki sekretaris sendiri."
Zena bingung. Ini anugerah atau malapetaka. Dari yang Zena dengar, pak Zaka ini orangnya sangat dingin dan pemarah. Bisa bertahan berapa lama pekerjaan ini untuknya. Tapi Zena tidak punya pilihan lain selain menerima.
"Saya bersedia," jawab Zena tanpa ragu lagi.
Biarlah semua sesuai takdirnya saja. Zena mulai menjalani hari-harinya menjadi asisten Zaka. Pertama kali Zaka bertemu Zena, Zaka agak kaget juga.
"Kamu asisten yang baru?" tanya Zaka.
"Benar pak Zaka," jawab Zena.
"Saya tidak peduli dengan tujuan Sinta menempatkan kamu di posisi asisten, aku minta kamu bisa melakukan tugas kamu dengan baik," kata Zaka lagi.
"Siap pak," jawab Zena berusaha tegas.
Zena tidak peduli meski dirinya tidak dianggap oleh Zaka atau siapapun. Yang terpenting saat ini pekerjaan masih ada, jadi dia masih bisa makan.
Pada akhirnya Zena mengetahui bahwa dia sengaja di tempatkan sebagai asisten Zaka hanyalah karena wajah dan penampilannya yang buruk. Sinta tidak ingin Zaka dikelilingi wanita cantik yang menggoda lelaki yang dicintainya itu.
Zaka memang tidak pernah memandang Zena ada. Setiap hari bertemu Zaka membuat Zena mulai mengagumi Zaka.Perasaan itu tumbuh dan berubah menjadi cinta. Zena mulai panik dengan perasaan ini.
Mencintai seseorang yang sama sekali tidak pernah menganggapnya ada adalah suatu hal yang menyakitkan. Sampai, orang-orang menyadari bahwa Zena jatuh cinta pada bos mereka. Mereka mulai membully Zena kembali.
" Maak Zen, kamu sadar nggak sih dengan penampilan kamu. Cantik nggak, pinter nggak, muak iya. Berani sekali kamu menyukai pak Zaka. Kamu itu pantesnya jadi kesetnya tahu," kata Nisa yang kesal dengan Zena.
"Ngaca dulu maak Zen sebelum berani menyukai bos. Orang yang pantas sama bos itu ibu Sinta, kamu mana bisa dibandingkan dengan bu Sinta," kata Meli sambil mendorong tubuh Zena tepat didepan cermin di toilet.
Zena melihat dirinya dengan tatapan campur aduk. Marah, sedih, kesal, dan pingin menampar mulut si comel dua itu. Giginya gemeretuk menahan amarah.
"Penasaran juga, seperti apa orangtua yang sudah melahirkan anak seperti maak Zen. Sama jelekkah kayak maak Zen dan sama tidak tahu malu juga kali ya hahaha..." kata Nisa sambil tertawa.
Plaakkk...
Zena menampar wajah Nisa denagn keras. Zena bisa menerima jika hanya dirinya yang dihina, tapi jika melibatkan orangtuanya, Zena tidak akan pernah bisa memaafkanya.
Nisa kaget dengan tamparan Zena. Nisa lalu membalas dengan menjambak rambut Zena yang dikepang dua itu. Lalu temannya ikut membantu memegangi Zena. Terjadilah pertarungan yang tidak seimbang antara Zena dan kedua wanita itu. Zena terpojok dan hanya bisa menjerit menahan rasa sakit.
Pertengkaran itu berhenti ketika satpam datang melerai mereka setelah ada yang melapor.
Zena melangkah debgan rambut acak-acakan semakin menambah kumal penampilannya. Saat itulah Sinta melihat Zena dengan tatapan marah. Zena heran, biasanya Sinta sangat baik dengan Zena. Mungkin memang benar Sinta mencintai Zaka. Selain mereka rekan kerja,Sinta adalah sahabat masa kecil Zaka.
"Zena, apa-apaan kamu. Dengan penampilan seperti ini berani menggoda atasan?" tanya Sinta di depan rekan-rekan kerjanya.
"Maaf bu Sinta, maksudnya apa ya saya kurang mengerti?!" tanya Zena balik.
"Dasar bodoh. Kamu mau berusaha menarik simpati Zaka dengan rupa kamu yang memelas seperti ini? Apa kamu berharap Zaka simpati sama kamu, lalu kamu ingin menjadi cinderella? Kamu nggak bakalan bisa jadi cinderella. Atau cinderella tak berbudi," kata Sinta sambil tersenyum sinis.
"Tidak bu Sinta, saya tidak seperti itu," kata Zena sambil memperbaiki rambutnya.
"Ingat Zena, aku menjadikanmu asisten pak Zaka karena aku yakin kamu bisa bekerja secara profesional. Bukan untuk menarik simpati dan perhatian," kata Sinta tegas.
"Saya mengerti bu Sinta."
Sinta melangkah pergi dengan senyum puas sudah meluapkan kekesalan hatinya pada Zena. Gadis jelek yang dia harapkan tidak akan berani jatuh cinta pada Zaka malah kini semua orang tahu Zena mencintai bosnya.
Gosip yang menyebar bak bola salju bergulir dsn sangat cepat. Sinta memberanikan diri bertanya pada Zaka tentang masalah ini.
Di ruangan CEO hanya ada Sinta dan Zaka.
"Zaka, apa kamu sudah mendengar gosip tentang kamu?" tanya Sinta .
"Kamu tahu aku. Aku tidak suka mendengar gosip murahan seperti itu," jawab Zaka cuek.
"Dengar-dengar Zena jatuh cinta padamu."
Zaka menghentikan aktivitasnya mendengar perkataan sahabatnya itu.
"Mana mungkin, mereka salah menyebar gosip."
"Bukan begitu, bagaimana jika itu benar. Apakah kamu akan terpengaruh?" tanya Sinta lagi.
Zaka tertawa mendengar pertanyaan Sinta.
"Zaka, jawablah. Aku ingin mendengar pendapatmu."
" Aku...bukankah bisa dicintai itu hal yang bagus," kata Zaka.
"Itu kalau yang mencintai wanita cantik. Tapi ini Zena yang biasa dipanggil maak zen si buruk rupa itu. Aku sungguh tidak rela dia mencintai kamu. Aku akan memecat dia," kata Sinta pada sahabatnya itu.
"Sudahlah Sinta, seandainya di dunia ini hanya ada aku dan dia, aku akan memilih 'mimi' kucing piaraaanku untuk hidup bersamaku," kata Zaka meyakinkan Sinta bahwa Zaka sama sekali tidak tertarik denagn Zena.
Perkataan Zaka tersebut membuat Zena yang kebetulan berada di depan pintu menjadi tidak jadi masuk. Zena shok dan sedih mendengar perkatan Zaka pada Sinta. Sekalipun dia buruk dan jelek setidaknya dia tetaplah manusia yang masih lebih berharga dari binatang. Tapi Zaka membuat Zena lebih rendah dari seekor kucing.
Zena merasa sakit hati dan kecewa dengan Zaka. Perasaan cinta yang pernah ada berubah benci dan dendam. Bukankah cinta milik semua orang, baik wanita cantik maupun wanita yang berpenampilan buruk cinta tetap sama. Yang membedakannya hanyalah seberapa tulus cinta yang dimiliki.
Cinta tulus Zena terkoyak dan lusuh. Seperti hatinya yang mulai dipenuhi dendam. Zena jatuh sakit karena terlalu lelah dengan hidupnya yang sekarang dia jalani. Lelah hati, lelah fikiran dan lelah badan.
Semuanya menyatu dan membentuk anak panah yang dengan cepat dan tanpa ampun menembus jantung dan hatinya.
Sakiit...dan teramat menyiksa jiwa. Semua hal yang selama ini dia tahan karena keadaan yang harus membuatnya bertahan, kini Zena berniat melepaskan topengnya.
Meskipun Zena sadar konsekuensinya seperti apa jika dia membuka diri.
Zena terbaring lemah didalam kamarnya yang kecil. Sementara sang nenek sibuk membuatkannya bubur di dapur.
Merasa capek dan lelah berjibaku dengan celaan dan hinaan orang, Zena memutuskan membuka jati dirinya yang dia sembunyikan begitu rapat selama 3 bulan ini. Nenek sangat senang ketika Zena memutuskan kembali menjadi Zena yang nenek lihat waktu pertama kali bertemu Zena di depan toko makanan.
Zena teringat kejadian 3 bulan lalu.
Seumur hidupnya, Zena diperlakukan bak putri raja. Mau minta apa tinggal bilang. Uang juga bukan masalah. Pergi kuliah dengan mobil mewah bahkan bisa gonta ganti mobil sesuka hati. Pergi belanja dengan teman yang semuanya sosialita.
Zena Asara, gadis cantik dengan tinggi 170 dan berat seimbang dengan rambut panjang tergerai. Menikmati masa muda dengan bergelimang harta.Ayahnya pemilik perusahaan tekstil terbesar di kota A.
Hari itu, setelah Zena dinyatakan lulus kuliah dan selesai menghadiri wisuda. Zena dihadapkan pada suatu masalah perjodohan. Orang tua Zena akan menjodohkan dia dengan anak sahabat ayahnya.
Zena yang sudah terbiasa hidup manja dan seenaknya, tidak mau dijodohkan dan dikekang. Zena ingin mencari cinta sejatinya sendiri tanpa campur tangan orangtuanya.
Namun ayah Zena sangat marah sehingga mengurung Zena didalam kamar sampai Zena menerima perjodohan ini. Zena sama keras kepalanya denagn ayahnya.
Meskipun dikurung dia tidak kekurangan akal. Zena sudah mempersiapkan segalanya. Dia membuat tali dari kain sprei lalu dia lempar kebawah. Karena talinya tidak cukup, dia menambahkan apa saja yang bisa digunakan termasuk bajunya sendiri.
Dia melempar tasnya kebawah terlebih dahulu baru di turun merambat melewati tali sprei hingga selamat sampai dibawah. Dia segera berlari secepat mungkin karena takut ketahuan.
Meskipun sudah berlari cukup jauh dari rumah, Zena masih belum merasa aman. Akhinya Zena memilih pergi keluar kota yang cukup jauh sekalian agar ayahnya tidak bisa menemukannya dengan mudah
Meski dengan uang pas-pasan, dia mencoba bertahan hidup dikota baru yang belum pernah dia datangi. Setelah keliling beberapa waktu, Zena masih belum juga menemukan tempat kos yang murah yang sesuai dengan keuangannya. Untunglah Zena bertemu denan nenek dan mengajaknya tinggal di rumahnya tanpa membayar sewa.
Zena merubah penampilan dari gadis cantik menjadi gadis culun yang jelek agar orang-orang suruhan ayahnya tidak mengenalinya.
***
Zena tersenyum getir mengenang kisahnya hidupnya. Kini awal babak baru kisah hidupnya akan dimulai. Kisah dendam cinta yang terkoyak akan mulai dijalankan.
Zena terbangun dari keterpurukannya dan mulai bangkit. Dengan tenang dia mulai membuka dua kepang rambutnya hingga rambutnya yang panjang terurai dengan lembut.
Zena bergegas mandi dan mencuci rambutnya.Selesai mandi, Zena berdiri didepan cermin sambil mengusap rambutnya dengan handuk. Zena tampak cantik meski tanpa make up sedikitpun.
Zena, mengenakan pakaian santai yang biasa dia pake saat dirumahnya dulu. Hari ini Zena ingin membuang semua yang berhubungan dengan 'Zena as maak Zen' yang menjadi memory buruk dalam hidupnya. Pakaian dan semua asesoris dia buang semua ketempat sampah.
Zena bahagia menjadi diri sendiri, tapi dia selalu harus waspada dengan orang lain yang kemungkinan mereka adalah orang suruhan ayahnya.
Zena berjalan menuju ke sebuah lapangan basket yang tampak sepi. Zena kangen ingin bermain basket setelah 3 bulan lamanya menjadi gadis pendiam.
Zena bergerak bebas memperagakan permainan basket profesional. Lincah dan nyaris tanpa cela. Zena dengan mudah bisa memasukan bola tanpa kesulitan sedikitpun.
Saat itulah datang seseorang yang kemudian bertepuk tangan untuknya. Zena menghentikan gerakannya dan dan menoleh kearah sumber suara. Matanya terbuka lebar ketika menyadari siapa yang datang. Zena berjalan mendekati seorang pemuda yang tingginya sekitar 180, ganteng berkulit bersih dan murah senyum tapi hanya dengan Zena.
Dia adalah Zaedan, sahabat Zena. Mereka lalu mencari tempat duduk yang nyaman untuk mengobrol dengan tenang.
"Aku dengar kamu pergi dari rumah, kenapa tidak menghubungi aku?" tanya Zaedan.
"Maaf, aku tidak ada ponsel waktu itu lagi pula aku lupa nomor ponselmu," jawab Zena malu.
"Zena, tak apalah yang penting sekarang kita sudah bertemu. Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak Zaedan, aku belum bisa pulang sekarang," jawab Zena panik.
"Jika kamu tidak berani pulang karena masalah perjodohan itu, tenang saja biar aku yang bicara dengan paman dan bibi. Mereka pasti akan mengerti keinginanmu," kata Zaedan lagi.
"Bukan itu, tapi aku ingin balas dendam," jawab Zena pelan.
"Apa? Balas dendam? Dengan siapa dan kenapa?" tanya Zaedan kaget.
"Kamu tidak perlu tahu. Setelah aku selesai balas dendam, aku pasti akan kembali dan menerima perjodohan yang diinginkan ayah dan ibu," jawab Zena.
"Zena, demi bisa balas dendam kamu rela menerima pria yang belum kamu kenal sama sekali?" tanya Zaedan berharap Zena merubah keputusannya.
"Benar. Dendam ini tidak akan bisa hilang begitu saja jika aku belum membalasnya 2 kali lipat sakitnya," jawab Zena.
"Kamu masih sangat keras kepala seperti dulu dan pantang menyerah," kata Zaedan.
"Zaedan, jangan bilang ke orangtuaku jika kamu bertemu denganku di kota ini. Atau dia akan membawaku pulang," kata Zena memohon.
"Baiklah, aku akan selalu mendukungmu Jika kamu ada kesulitan, hubungi aku jangan buat dirimu susah sendiri seperti kemarin," pinta Zaedan.
"Terimakasih, Zaedan sahabatku."
Zena memeluk Zaedan sebagai tanda terimakasih. Zaedan hanya bisa tersenyum dan membalas pelukan Zena.
Zaedan berharap suatu saat Zena menyadari perasaannya pada Zena yang lebih dari sekedar sahabat. Walaupun itu entah kapan akan terwujud.
Sedangkan dalam hatinya Zena sudah mulai menyusun strategi untuk menjalankan misi balas dendamnya pada orang-orang kantor dan Sinta. Dan yang paling utama adalah pembalasan untuk Zaka.
Misi utama Zena adalah membuat Zaka jatuh cinta padanya. Walaupun ini sangat sulit karena setahu Zena, Zaka sudah memiliki tunangan yang pasti sangat cantik dan elegant. Karena Sinta saja tidak mampu membuat Zaka melirik kepadanya.
Tapi tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri buat Zena untuk memenangkan pertempuran ini. Tunangan Zaka, Sinta atau dirinya yang akan mampu keluar sebagai pemenang di hati Zaka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!