NovelToon NovelToon

Dipaksa Arus Kehidupan

Perkenalan

Jam menunjukkan pukul 05.45 namun masih terlihat remang. Matahari masih enggan untuk memancarkan sinarnya. Ya maklumlah pagi itu cuaca mendung.

"Hosh hosh hosh... syukurlah," ucapnya ngos - ngosan.

Seorang gadis remaja terbangun dari mimpi tidur sambil mengelus-elus dadanya. Dia terengah-engah seperti habis lari maraton 10 Km (lebay). Entah kenapa dia selalu bermimpi itu di saat - saat tertentu.

"Hoam.." Karena dirasa masih terlalu dini untuk bangun, Nisa memilih kembali tidur lagi.

"Nisaaa.... bangun nak, udah siang.!" teriak sang mamak dari dapur sambil menyiapkan sarapan keluarga.

Ya, Mamak adalah ibu rumah tangga dan mamak sering membantu bapak menggarap sawahnya. Mamak bangun pagi lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Setelah itu ia akan pergi ke sawah. Kadang mamak akan menyusul bapak setelah pekerjaan rumah selesai tetapi kadang mereka berangkat ke sawah bersama - sama.

"Haisst anak ini lama banget nyahutnya. Jangan jangan masih tidur dia." geruntu mamak kesal.

"Nisaaaaa...." teriak Mamak lebih keras lagi.

klontang klontang

Terdengar bunyi spatula yang berdentingan dengan wajan penggorengan. Sungguh melodi indah khas dapur di pagi hari.

"Iya mak, bentar" sahut Nisa dengan suara serak khas bangun tidurnya. Tak disangka Nisa malah kembali membenahi selimutnya dan memilih untuk mengabaikan teriakan mamaknya.

"Cepat Nis udah siang nih!!" teriakan mamak untuk yang kesekian kali dengan nada cemprengnya.

"Iya mak iya" jawab Nisa masih setengah sadar dengan nada malas.

"Ishh mamak kagak sabaran amat." geruntu Nisa setengah kesal.

Nisa duduk di ranjang. Nisa mengucek matanya pelan. Tangannya pun dia tarik ke atas, merenggang otot - otot yang kaku karena aktivitas gerak yang terbatas selama lebih dari 8 jam.

"Hoammm..." Nisa menguap lagi karena kantuknya belum hilang. Kemudian Nisa membuka mata sempurna dan menoleh ke jam dinding. Nisa membelalakan matanya. Panik.

"Astogeng udah jam 6 kurang ini hiyaaaaa" suara teriakan kaget Nisa terdengar.

Nisa menyibakkan selimutnya kemudian berlari keluar sambil menyampirkan handuk di pundaknya dan membuka pintu kamar. Ia merasa kesiangan karena dia harus bersepeda untuk ke sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 5 km. Karena jalannya bergelombang maka membutuhkan waktu tempuh selama 17 menit dengan bersepeda.

"Mak kok baru bangunin aku to mak? Akhh... udah kesiangan banget nih mak," keluh Nisa tanpa sadar malah menyalahkan mamaknya.

"Haiss kamu ini. Dibangunin dari tadi nggak bangun - bangun. Makanya kalau tidur jangan kayak kebo!" mamak kesal.

"Sudah salah sendiri malah nyalahin sini." geruntu mamak.

"Lah perasaan aku nggak denger lho Mak," ucap Nisa sambil mengingat-ingat dia mendengar teriakan mamak atau tidak.

"Makanya kalau punya kuping itu digunakan dengan baik jangan hanya dijadikan cantolan panci." jawab mamak. Nisa hanya menyengir.

"Cepat sana mandi!!" perintah mamak gemas karena Nisa tidak melaksanakan perintahnya segera.

"Siyap bos mami. Ohhh iya Mak... jangan marah- marah mulu. Cepet tambah tua lho ntar mak hehehe" ucap Nisa cengengesan sambil berlari keluar rumah menuju kamar mandi takut mamaknya mengeluarkan suara emas ala emak - emaknya.

Rumah yang keluarga Nisa tempati memang sederhana. Rumahnya berdinding batako dan belum dicat. Luas rumah itu sekitar 9m x 12m. Hanya memiliki 1 ruangan agak luas untuk ruang tamu dan ruang keluarga, 3 ruang kamar tidur, 1 ruangan untuk dapur dan ruang makan serta 2 kamar mandi luar. Makanya dia harus keluar rumah kalau mau mandi.

Perabotan yang ada di rumah itu pun juga hanya seadanya. Barang berharga yang ada di sini hanya sebuah TV sebesar 14 inch yang terletak di ruang keluarga. Tapi jangan salah. Walaupun hanya sederhana, rumah itu sangat nyaman untuk ditempati. Kesan pertama menginjakkan di rumah Nisa itu rindang dan asri.

Benar dugaan Nisa, mamaknya berteriak sambil mengacungkan spatula yang dia bawa.

"Heeii lha dala anak kurang ajar ngatain mamaknya tua."

Nisa tidak memperdulikan teriakan mamaknya. Dia langsung mandi.Tak lupa dia menyenandungkan lagu favoritnya. Dan anehnya semua lagu yang Nisa bisa adalah lagu favoritnya. Lumayan konser gratis tanpa protesan pemirsa. Komenan netizen nyatanya gerahin haha, pikir Nisa.

"Wolhaaa ni anak..... Tapi memang sih aku sudah tua, anaknya aja udah gedhe - gedhe," ucap mamak pada dirinya sendiri.

"Mas Setyo!" teriak mamak membangunkan putra sulungnya. Dia tetap memanggil Setyo dengan sebutan mas karena dia ingin Nisa memanggil Setyo dengan sebutan mas.

"Mas bangun jangan ikutan ngebo!!" teriaknya kembali pada putra sulungnya.

"Heem...," erang Setyo. Dia hanya menggeliat dan membenahi selimutnya.

"Dasar anak jaman sekarang nggak cowok nggak cewek semua sama saja. Pada susah dibangunin," geruntu mamak yg masih sibuk menyiapkan sarapan.

"Cepet mas,,, kagak bangun tak siram air segayung lho! Satu..... Dua..... Tiga..... em...," teriakkan mamak terjeda dengan sahutan Setyo.

"Iya iya makk, " jawab Setyo.

"Yahh mamak baru jam segini aja udah dibangunin. Gak asik lah mamak," gumam Setyo acuh dengan teriakan Mamak. Rasa kantuk yang melanda menarik Setyo tidur kembali sambil ngelonin "si kesayangannya". Apa lagi kalau bukan guling.

Nisa Lestaria Kinanthi

Seorang gadis remaja sederhana yang saat ini duduk di bangku akhir SMP. Dia bisa dibilang cantik, hidung mancung, rambutnya bergelombang (jika panjang) dan berwarna cokelat seperti permen cokelat. Jangan lupa, kulitnya bersih. Tinggi badan? Nggak terlalu tinggi. Tingginya hanya sekitar 156 cm. Dia anak kedua dari 2 bersaudara.

Nisa merupakan anak yang cuek, periang dan energik (petakilan) namun tertutup. Nisa juga tergolong gadis tomboy. Dia dikatakan cuek karena dia selalu bodo amat sama ucapan orang lain tentang dirinya. Dia selalu ceria entah hatinya benar benar ceria atau malah hanya tipu belaka. Selalu bersemangat dan nggak bisa diem itulah orangnya. Meskipun begitu Nisa termasuk orang yang tertutup. Dia hanya punya satu sahabat dari orok.

Oktavia Shinta namanya. Gadis berambut hitam halus dengan tinggi 163 cm dan berkulit putih. Dia kerap dianggap lidi orang sekitar karena saking kurusnya. Okta termasuk anak yang mudah bergaul dengan siapapun. Okta juga termasuk orang yang keras. Dia adalah sahabat yang setia dalam situasi apa pun.

Nisa tidak bisa menceritakan permasalahannya dengan sembarang orang. Bahkan dengan sahabatnya dia jarang menceritakan masalah pribadinya. Terkesan menutup diri. Tapi jangan salah. Sekali cerita mah beuhh kayak kereta panjangnya. Untung Okta itu pendengar yang baik.

Setyo Nugroho Jati adalah kakak laki-lakinya yang tergolong jahil dan perhatian. Dia agak sedikit cuek dan santai tapi sebenarnya dia orang yang hangat. Tingginya 178 cm, hidungnya lebih beruntunglah dari adeknya. Punya lesung pipit di pipi sebelah kanan. Namun siapa sangka, gitu-gitu banyak yang ngejar ternyata.

Keluarga

Di meja makan mamak menyajikan menu sarapan sederhana. Di saat yang bersamaan Nisa pun keluar dari kamar dengan seragam lengkapnya. Sungguh kilat. Hanya dalam beberapa menit mampu mandi dan bersiap diri sekaligus. Senandung paginya selalu terdengar dari mulutnya. Kata mamak sama bapak ocehan Nisa itu menandakan bahwa dia sehat lahir batin.

"Pagi mak," sapa Nisa menghampiri mamaknya.

"Pagi juga nis," sapa mamak sambil membawa wadah berisi nasi goreng.

"Bapak mana mak?" tanya Nisa.

"Tadi subuh dah berangkat ke sawah, mau semprot hama," jawab mamak. Nisa hanya ber- oh ria.

"Ohh iya panggilkan masmu. Kalau masih belum bangun, bangunkan lagi masmu dan suruh keluar sarapan. Keburu telat juga ngantornya," perintah mamak.

"Siyap komandan," Nisa memberi hormat pada mamaknya. Dia pun dengan cepat berlari ke kamar kakaknya.

Setyo memang berotak cerdas. Dia lulus kuliah di usia 20 tahun. Karena kecerdasannya ia bisa masuk di perusahaan besar dengan gaji yang cukup besar. Sekarang dia bekerja sudah satu setengah tahun lamanya.

brak brak brak brakk

"Mas bangun, disuruh mamak sarapan," teriak Nisa sambil menggedor - gedor pintu kamar Setyo.

"Bentar dek. Sampaikan ke mamak bentar lagi keluar," sahut Setyo dengan suara serak khas bangun tidur.

"Hemm," jawab Nisa kemudian bergegas ke ruang makan.

"Mak bentar lagi mas keluar katanya," Mamak hanya menganggukan kepalanya tanda mengiyakan.

Nisa menarik kursi lalu duduk. Beberapa saat dia menunggu Setyo, namun Setyo tak kunjung datang. Padahal hari sudah semakin siang untuk berangkat sekolah.

"Mas cepetan, keburu telat ntar akunya," kalimat sewot Nisa keluar juga haha.

"Iya iya dek. Nggak sabaran amat sih," geruntu Setyo. Kemudian dia keluar dari kamar ke ruang makan dengan tampilannya masih berbaju tidur dan rambut juga masih berantakan.

Srekk

Setyo menarik salah satu kursi untuk duduk, kemudian ia meraih segelas air putih dan menenggaknya hinggak habis. Nisa melirik sinis kakaknya itu karena Setyo kelamaan.

"Nisa tadi udah mandi?" tanya Mamak heran.

"Perasaan belum lama Nisa pamit mandi kok udah siap saja," batin mamak yang baru menyadari kecepatan bersiap Nisa.

Mamak sibuk mengambilkan makanan untuk Setyo. Disodorkannya piring itu ke Setyo. Namun Nisa menyerobot piring untuk Setyo.

"Yaelah dek, jatah mas tuh," sungut Setyo.

"Wlek," Nisa menjulurkan lidahnya. Mamak hanya berdecak dan menggelengkan kepalanya heran. Mamak mengambil piring kosong lalu mengisinya lagi.

"Udah dong mak, udah wangi gini kok," ujar Nisa kemudian memasukkan satu suapan penuh nasi goreng. Karena memang menu sarapannya nasi goreng.

"Kilat amat mandinya dek? Awas dakinya masih nempel tuh," tunjuk Setyo ke muka Nisa.

"Biarin. Yang penting sudah kena air dan pake sabun. Dan buktinya aku masih cantik kok," jawab Nisa menjulurkan lidahnya lagi.

"Helehh cantik apaan, rambut aja kayak rumput kering gitu. Gak ada bagus - bagusnya," cerca Setyo semakin menjadi.

"Iiihh mas ini tu anugerah Tuhan mas. Harus disyukuri," kedua tangan Nisa menengadah sambil terus mengunyah sarapannya.

"Diluar sana banyak cewek rambutnya lurus aja malah digelombangin dan diwarnai. Bayar pula? Nih aku malah dapet yang geratis. Lebih enak kan? Gak perlu keluar uang hahaha," imbuh Nisa.

"Emang ya anak kupon tetep anak kupon," ejek Setyo lagi.

"Yeee biarin. Dari pada buat kek gitu (nyalon) mending ditambahin buat uang jajan. Ya kan mak?" ujar Nisa mencari pembelaan pada mamaknya. Si mamak hanya tersenyum sambil menggeleng - gelengkan kepalanya mendengar perdebatan anak-anaknya.

"Sudah - sudah nanti tambah kesiangan loh kamu Nis. Kamu juga mas. Jangan meledek adikmu terus," mamak melerai perdebatan mereka berdua. Kalau nggak dilerai mah sampai tahun depan nggak bakalan kelar, pikir mamak.

Mereka akhirnya pun memakan sarapan dengan tenang. Hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar.

********

"Mak aku berangkat dulu ya," pamit Nisa seraya mencium punggung tangan mamak.

"Mas berangkat dulu," tengok Nisa beralih pada kakaknya.

"Heem. Sono - sono, belajar yang bener," usir Setyo.

Nisa hanya bergeming. Dia masih berdiri di depan kakaknya. Tangannya menjulur seakan meminta sesuatu.

"Apa?" tanya Setyo dengan wajah curiga.

Nisa masih tetap berdiri dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Setyo pun akhirnya paham. "Kagak - kagak. Minta tambah aja sana sama Mamak."

Wajah Nisa seketika cemberut. Dia gagal dapat uang jajan tambahan dari kakaknya.

sejenak....

"Yaudah nih - nih ambil." Setyo tidak tega melihat wajah cemberut adiknya. Ia mengambil selembar uang dari dalam saku baju tidurnya.

"Pelit amat sih mas!! " Nisa melongo tak percaya.

Seorang karyawan di perusahaan terkenal dengan gaji cukup besar tapi pelitnya kebangetan sama adiknya. Hanya selembar uang seribuan yang Nisa dapat. Setyo tertawa jahil.

"Biarin wlee," Setyo menjulurkan lidahnya.

"Ihh mass..... " wajah Nisa semakin menekuk.

"Hahahaha lucu amat mukamu dek," Setyo tertawa terbahak - bahak sambil memegangi perutnya.

"Nih dek, begitu aja marah hahahaha," imbuh Setyo masih belum bisa menghentikan tawanya. Ia memberikan uang selembar dua puluh ribuan kepada Nisa.

"Nah gini dong mas," ucap Nisa menerima uang tambahan dari Setyo dengan wajah sumringah. Setyo hanya menggelengkan kepalanya.

"Dasar bocah," batin Setyo.

"Oh iya mas. Jangan lupa mandi, jangan lupa gosok gigi mas. Biar gak bau jigong. Ntar gak laku lagi hahahaha," ujar Nisa sambil mengibas - kibaskan tangan di depan hidungnya.

"Jangan salah dek, gini - gini banyak cewek di luar sono yang ngantri sama masmu ini," dengan bangga Setyo menegakkan tubuh sambil menepuk - nepuk dadanya.

"Terserahlah Mas terserah. Auk ah gelap," Nisa jengah dengan kenarsisan kakaknya itu. Sedangkan Setyo hanya terkekeh melihat tingkah adiknya tersebut.

"Berangkat dulu semua, bye," pamit Nisa melambaikan tangannya.

"Hati hati Nak, gak usah ngebut," ucap mamak.

"Iya Mak," Nisa pun mengeluarkan sepeda bututnya dari dalam rumah. Nisa menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah.

Setyo juga beranjak untuk bersiap - siap pergi ke kantor perusahaan tempat dia bekerja.

*** Sementara di dapur ***

"Punya anak 2 aja bikin pusing sembilan keliling... wes wes," gumam mamak heran dengan kedua anaknya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Jarak usia Nisa dan kakaknya sekitar 6 tahun. Cukup jauh memang. Tapi kelakuan? Gak pernah akur mereka.

Mamak bernama Christina, biasa dipanggil Bu Tin. Umurnya 40 tahun. Dulu mamak nikah muda. Meskipun kadang bawel, tapi justru itulah yang membuat Nisa dan Setyo merasa disayangi.

Sedangkan bapak namanya Agustiman, biasanya dipanggil Pak Man. Bapak adalah sosok yang bijaksana dan hangat sama keluarga.

Yah begitulah suasana keluarga mereka. Sederhana namun penuh warna.

.

.

.

.

.

.

.

Terima kasih para readers yang sudah berkenan mampir ke lapakku

Jangan lupa klik favorite, baca, like, komen dan vote ya ka 😉😉

Ikuti terus ceritanya. Terimakasih

Pak Kemit

Di jalan depan rumah Nisa, ia berhenti sejenak.

"Eh bentar deh. Okta dah berangkat belum ya? Apa aku SMS aja ya dianya? Siapa tau belum berangkat kan bisa bareng," batin Nisa.

Dia mengambil gawai jadulnya (yang kalau ngetik pesan bunyinya cetok cetok tapi sudah ada kameranya) kemudian mengetikkan pesan untuk sahabatnya.

Dia membawa gawainya ke sekolah. Sekolahnya memperbolehkan membawa gawai namun saat pelajaran hp siswa akan dibawa oleh wali kelas masing - masing. Nisa tidak malu walaupun gawainya masih jadul, beda dengan punya teman - temannya yang sudah punya gawai pintar.

to: Okta Via Apaaja 🔪 💨

Eh Ta dah berangkat belum? Bareng yuk kalau belum.

send

Nisa menunggu balasan SMS sambil mengecek ban sepedanya, ada yang kempes atau tidak. Sedari tadi rasanya tidak enak saat dia pakai. Ternyata ban sepedanya agak kempes. Dia memutuskan untuk mencari pompa di tempat tetangganya untuk memompakan ban sepedanya.

Diwaktu yang bersamaan, Okta baru selesai sarapan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.

ting klun ting

Notifikasi tanda pesan masuk berbunyi di ponsel Okta. Dengan cepat Okta segera menyambar ponselnya. Ada sebuah pesan masuk dari Nisa.

from: Nisa Fiesta 🍗

Eh Ta dah berangkat belum? Bareng yuk kalau belum.

"Waahh untung aku tadi ada panggilan alam dulu jadi malah bisa bareng nih," ucapnya dengan diri sendiri

to : Nisa Fiesta 🍗

Oke Nis, nih baru mau berangkat. Ketemu di pertigaan dekat pom bensin depan aja ya.

from : Nisa Fiesta 🍗

Okelah 👌

Okta segera bergegas mengambil sepedanya. Tak lupa Okta pamit pada orang tuanya. Ia kemudian mengayuh sepedanya ke sekolah.

*****

Di pertigaan

"Hai Ta udah sampai aja kamu," Nisa melambaikan tangannya ke Okta, "Udah lama?"

"Hai juga Nis. Belum lama sih Nis. Yuk cuss!"

ajak Okta kemudian mereka mengayuh sepedanya beriringan menuju sekolahnya, SMP Cahaya Bersinar. Mereka bersekolah di tempat yang sama.

"Tumben Nis sampainya tadi lebih lama?" tanya Okta. Dia penasaran kenapa Nisa datang lebih lama padahal jarak rumah mereka dengan pertigaan jalan bisa dibilang hampir sama.

"Tadi ban sepedaku kempes Ta, jadi aku pinjem dulu deh pompa di tempat tetangga. Untung mereka punya," jawab Nisa, Okta pun mengerti.

Di perjalanan mereka bersepeda sambil bercengkerama seperti biasa. Ada aja yang mereka bicarakan. Canda tawa sesekali mengisi perjalanan mereka. Tapi yang membedakan kali ini mereka mengayuh sepedanya lebih cepat karena waktu mereka semakin mepet.

Rumah Nisa dan Okta terbilang cukup dekat. Mereka juga bersahabat sejak mereka masih kecil. Walaupun waktu TK dan SD sekolahnya berbeda, tapi entah mengapa mereka selalu kompak.

Nisa berasal dari keluarga sederhana sedangkan Okta berasal dari keluarga berada. Segala perbedaan yang ada tak menjadi pembeda diantara mereka. Yang ada malah semakin lengket. Mereka sering bermain bersama sepulang sekolah.

************

06.45

SMP Cahaya Bersinar

"Seluruh siswa kelas 7, 8 dan 9 segera ke lapangan upacara!" teriak Pak Tiyo dengan tegas memberikan instruksi kepada para siswa.

SMP Cahaya Bersinar mengadakan apel di setiap paginya pada pukul 06.40 untuk melatih kedisiplinan siswa serta memberikan wejangan- wejangan untuk kepribadian siswanya. Pelajaran tetap akan dimulai pukul 07.00. Namun kali ini pelaksanaannya terlambat 5 menit karena pagi ini para guru mengadakan pengarahan bulanan. Apel diadakan setiap hari masuk sekolah kecuali Hari Senin. Kalau di Hari Senin apel pagi sudah digantikan dengan upacara bendera.

(Jadi kaum jomblo gak perlu ngiri karena di SMP Cahaya Bersinar masih bisa apel hahahaha)

Di waktu yang bersamaan Nisa dan Okta baru sampai. Mereka mempercepat laju sepeda karena gerbang hampir ditutup oleh satpam yang bertugas.

"Tunggu sebentar pakkkk.... " teriak Okta sambil terus mengayuh sepedanya dengan cepat disusul Nisa di belakangnya. Teriakan Okta menghentikan kegiatan pak satpam menutup pintu gerbang sekolah yang hanya menyisakan seperempat celah gerbang.

"Haduh neng sudah telat. Tulis nama kamu dan temanmu di buku pelanggaran!" ucap pak satpam.

"Pak jangan dong pak," Okta memohon.

"Gak bisa. Makanya kalau berangkat itu lebih pagian, jangan mepet," tutur pak satpam.

"Hehehehe iya - iya pak. Lain kali nggak deh. Boleh masuk ya pak. Bapak ganteng loh." ucap Okta dengan wajah memelas.

Okta mengedip - kedipkan kedua matanya. Lalu ia menggaruk- garuk tengkuknya yang tak gatal. Karena malu atas apa yang sudah dia lakukan. Setelah itu tangan Okta juga mengatup di depan dada.

"Ck dasar Okta, ada-ada aja ngrayunya pak satpam. Tapi kalau boleh masuk bonus besar juga sih haha," batin Nisa dengan tersenyum dalam hati.

Pak satpam berpikir sejenak.

"Heem ya ya ya. Ya udah cepetan masuk," ketus pak satpam terpaksa membuka pintu gerbangnya kembali. Dia tidak tega melihat muka memelasnya Okta.

"Yess berhasil juga," batin Okta tersenyum penuh kemenangan.

"Makasih ya pak," wajah sumringah Okta pun diperlihatkan.

Di belakangnya, Nisa hanya mengangguk dan tersenyum menyapa pak satpam. Ya begitulah. Kalau udah keluar dari dunia asalnya, Nisa selalu mengaktifkan mode irit bicaranya.

Mereka bergegas menuju parkiran sepeda.

"Haiss dasar si kembar upin ipin beda pabrik. Kemana - mana bedua terus," batin pak satpam.

Dia sering melihat mereka berdua kemana - mana bersama, bahkan seperti tak terpisahkan. Semua teman - temannya juga demikian. Mereka menjuluki Nisa dan Okta "si kembar upin ipin".

****

Di parkiran sepeda

"Hufft untung kita masih bisa masuk ya Nis," ucap Okta.

"Heem bener Ta. Tadi terlambat beberapa menit aja pasti udah gak bisa masuk Ta. Kalaupun masuk udah dipastikan hukuman Pak Tiyo mendarat dan point sebagai bonusnya." ucap Nisa.

"Btw rayuanmu manjur Ta tadi. Sampai geli aku geli Ta lihatnya," Nisa tertawa.

"Yee malah tertawa. Jurus jitu itu Nis," ucap Okta ikut tertawa.

"YANG MASIH DIPARKIRAN SEGERA KE LAPANGAN.! DALAM WAKTU 10 HITUNGAN KALAU BELUM SAMPAI TERIMA AKIBATNYA!!! "

Agak samar Okta dan Nisa mendengar suara teriakan lantang dari Pak Tiyo. Ternyata Pak Tiyo mengetahui kalau mereka baru sampai.

Pak Tiyo itu termasuk guru yang super tegas dan galaknya beuhhh (kebangetan). Beliau juga guru yang tingkat kedisiplinannya tinggi. Makanya beliau juga jadi guru pembimbing kesiswaan di sekolah tersebut.

"Aduh gawat Nis," ucap Okta panik. Mereka segera meninggalkan parkiran dan berlari ke lapangan.

"Pantesan dijuluki 'Pak Kemit' orangnya aja menyambar dan menyengat-nyengat kayak tawon kemit ckckck," batin Nisa sambil berlari ke lapangan.

"Yang baru datang taruh tas kalian di belakang barisan dan segera masuk barisan!" perintah Pak Tiyo.

Nisa dan Okta menaruh tasnya dan segera masuk ke barisan. Apel pagi ini biasanya dimulai dengan merapikan barisan murid kemudian berdoa bersama sebelum memulai kegiatan pembelajaran. Setelah selesai berdoa, jika ada wejangan-wejangan atau pengumuman maka akan disampaikan saat itu juga.

//

*Tawon Kemit merupakan jenis tawon/lebah yang berukuran kecil dengan warna yang sedikit lebih “ngejreng” dibanding tawon-tawon yang lain. Tawon ini kalau menyengat siyap siyap bengkak lah *_*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!