Zahia tersadar dari pingsannya, Ia melihat langit-langit kamar rumah sakit dan mengingat peristiwa sebelum ia pingsan. Begitu ia tersadar sepenuhnya ia langsung terlonjak duduk menoleh ke ranjang dimana suaminya di rawat. Namun ia tidak lagi melihat jasad suaminya di sana. Hal itu membuatnya kembali histeris memanggil-manggil namanya.
"Mas Attar... Mas Attaaaarrr..." Zahia berlari keluar mencari kemana dokter membawa jasad suaminya.
Zayd segera berlari mengejar Zahia dan kembali menenangkannya. Namun Zahia terus memberontak menyingkirkan tangan Zayd yang berada di pundaknya.
"Lepaskan Aku, Lepaskan Aku!" triak Zahia.
"Zahia tenangkan diri mu, Sekeras apapun kamu berteriak itu tidak akan mengembalikan nyawa suami mu."
"Kamu tidak tau rasanya kehilangan orang yang kamu cintai, Kamu tidak akan pernah memahami diri ku!"
"Tuan Zayd, Jenazah Tuan Attar sudah siap di makamkan," ucap petugas rumah sakit menyela pembicaraan mereka.
"Tidaaaakkk...!!!" Zahia kembali histeris dan berlari memeluk jenazah suaminya.
"Zahia, Ini sudah cukup, Jangan biarkan suami mu terlalu lama menunggu."
Zahia yang mendengarnya merasa begitu emosi dan menarik kerah jas Zayd.
"Kamu pikir kamu siapa berani memerintahkan Dokter melakukan ini, Jangan mentang-mentang kamu sudah membiyayi operasi suamiku lalu kamu bisa seenaknya mengatur ku dan suamiku!"
"Tidak seperti itu Zahia, Suami mu sudah meninggal sejak semalam, Kita harus mensegerakan pemakamannya."
"Aku tidak akan memakamkannya Aku akan membawanya pulang dan menemaninya hingga Aku ikut menyusulnya!"
"Zahia, Sadarlah!" triak Zayd yang membuat Zahia tersentak dari ketidaksadarannya.
"Kamu mencintai suami mu?"
Zahia mengangguk dengan bercucuran air mata.
"Dengarkan, Sesungguhnya Allah tidak mengadzab orang yang meninggal itu lantaran tetesan air mata, dan Allah pun tidak mengadzab jenazah lantaran hati yang sedih, Akan tetapi Allah mengadzab atau merahmati mayat tersebut lantaran ini (lisan). Dan beliau memberi isyarat pada lisannya. (Muttafaqun ‘alaih)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa tidak ada larangan untuk menangisi orang yang telah meninggal, dan tidak ada azab bagi mayat atas tangisan orang kepadanya. Tetapi Rasulullah ﷺ melarang menangis yang disertai dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan kepada mayat. Jika kamu mencintai suami mu tangisilah dengan di sertai Do'a dan istighfar."
Zahia membenamkan wajahnya di dada Zayd dan kembali menumpahkan air matanya. Zayd memejamkan mata merasakan sesuatu yang tidak seharusnya ia rasakan diatas kesedihan Zahia. Namun perasaan itu di luar kendalinya, Dalam hatinya, Ia sama sekali tidak bahagia dengan kematian suami Zahia. Namun perasaan tertarik sejak pertama kali ia melihat Zahia membuat perasaanya semakin tak bisa di jabarkan dengan kata-kata.
Perlahan Zayd mengangkat tangan dan memegang kedua pundak Zahia untuk mengurai pelukannya, Dengan suara yang sangat lembut, Zayd membujuk Zahia agar mau melepaskan suaminya untuk di makamkan.
"Cinta ada dalam hati, Tidak peduli kita bersamanya atau tidak, Cinta itu akan tetap ada dan bisa di rasakan dalam hati, Seperti kamu mencintainya, Allah juga lebih mencintainya, Allah tidak ingin membuat suami mu lebih menderita lebih lama lagi, Maka dari itu Allah memanggilnya, Percayalah jika suami mu orang baik kini dia tidak akan lagi merasa kesakitan."
Zahia mengangguk-anggukkan kepalanya dan terlihat lebih tenang.
"Sekarang kamu ikhlas suami mu di makamkan?"
"Ya." ucapnya lirih.
"Kemana kita harus membawa suami mu untuk di shalat kan?"
"Mesjid dekat kontrakan kami tinggal." saut Zahia pasrah.
"Baiklah, Kita kesana."
Zayd meraih tangan Zahia yang masih berdiri mematung.
Kemudian Zayd mengantar Zahia masuk ke mobil ambulance untuk menemani jenazah suaminya. Sementara dirinya mengikuti di belakang dengan mobilnya.
Setelah di shalat kan di masjid dekat kontrakan Zahia dan suaminya tinggal, Kini para warga setempat mengantar jenazah Attar ke peristirahatan terakhirnya.
Zayd terus mendampingi Zahia yang terlihat kembali meneteskan air mata saat melihat jenazah suaminya di masukan liang lahat.
Setelah di Adzankan tubuh Attar mulai ditutup dengan tanah sedikit demi sedikit, Zahia kembali tak dapat menahan air matanya dan kembali histeris ketika jenazah suaminya semakin tertutup dengan tanah.
"Mas Attttaaaaaaaarrrrrrrrr..." Zahia mencoba mendekati makam dan menggalinya kembali. Namun dengan cepat Zayd memegangi kedua pundaknya dan menariknya mundur.
"Mas Attar... Mas Attar..." Zahia menangis menatap Zayd seoalah mengadukan kepedihan hatinya
Zayd menganggukkan kepalanya dengan tetesan air mata sembari mengusap air mata Zahia yang terus mengalir deras.
"Kamu ingat kata-kata ku di rumah sakit?"
Zahia mengangguk-anggukkan kepalanya dan memeluk Zayd.
Ia tidak tahan lagi menahan kesedihan di hatinya, Sedangkan hanya Zayd yang terus berada di sisinya. Meskipun Zahia baru mengenalnya Namun setiap kata yang Zayd ucapkan mampu mengurangi kepedihan hatinya untuk melepaskan kepergian suaminya.
Bersambung...
📌 BUAT YANG BELUM BACA BAB SEBELUMNYA, SILAHKAN MAMPIR KE NOVEL "PERJALANAN CINTA SANG DUDA 🤗❤️
Setelah semua orang pergi, Zahia masih belum mau meninggalkan makam suaminya yang kini penuh dengan taburan bunga. Ia masih memeluk makam meratapi kepergian suami yang begitu ia cintai, Hatinya benar-benar terluka, Ia merasa sangat bersalah karena tidak berhasil menjual ginjalnya untuk membiyayi operasi suaminya dengan cepat hingga operasi yang di lakukan sudah terlambat menyelamatkan nyawa suaminya. Terbersit dalam ingatannya saat calon pembeli ginjalnya mengatakan kenapa tidak menjual tubuhnya agar mendapatkan uang banyak dengan mudah.
Mengingat hal itu Zahia mengangkat kepalanya dari atas makam suaminya, Kemudian menatap Zayd.
"Seharusnya Aku menjual tubuh ku untuk mendapatkan uang banyak dengan mudah."
Zayd tercengang mendengar ucapan Zahia.
"Jika Aku menjual tubuhku Aku tidak perlu menunggu waktu lama dan pasti sekarang suami ku masih hidup."
"Itu tidak benar Zahia, Jangan katakan ini di makam suami mu, Dia akan menangis mendengarnya."
Zahia kembali menangis di lengan Zayd. Pikirannya seolah tak berfungsi dengan baik menerima kenyataan yang harus ia hadapi di usianya yang belum genap 19th.
"Dengar Zahia, Jangan pernah berfikir seperti itu, Meskipun kamu melakukan itu, Belum tentu suami mu dapat selamat, Karena sebelum kita lahir, Rezeki, Jodoh, Maut sudah tertulis di lauhul mahfudz."
"Tapi setidaknya Aku tidak akan menyesal karena terlambat menyelamatkannya."
"Tapi bagaimana dengan suami mu? Apa kamu fikir dia akan rela kamu melakukan itu? Tidak Zahia, Suami mu akan merasa sangat merasa bersalah seumur hidupnya, Mungkin jika bisa memilih dia lebih baik mati daripada istri yang begitu ia cintai menjual tubuhnya demi kesembuhannya."
Zahia hanya bisa menangis tak bisa lagi berkata-kata.
"Sekarang sudah hampir magrib, Mari kita pulang, Aku sudah menyuruh warga untuk mengadakan tahlil di kontrakan mu."
Zahia menghapus air matanya dan menganggukkan kepalanya.
Ia beranjak dari duduknya dengan di bantu Zayd yang memegangi tangannya. Ia mulai melangkah meninggalkan makam meskipun pandangannya masih terus menoleh ke belakang seolah belum rela meninggalkan peristirahatan terakhir suaminya.
•••
Setelah orang-orang selesai membaca tahlil kini hanya tinggal Zahia dan Zayd di kontrakannya. Zahia memeluk kedua lututnya di lantai beralaskan tikar, Sedangkan Zayd berdiri di depan pintu yang sengaja di buka untuk menghindari fitnah dari para tetangga.
Zayd tidak tau apa yang harus ia lakukan, Meninggalkannya sendirian ia tidak tega, Mengajaknya ke rumah? Zayd bergerak dari posisinya memikirkan hal itu, Kemudian ia berjongkok di depan Zahia untuk membujuknya. Karena tidak mungkin semalam suntuk mereka akan terjaga setelah lebih dari dua hari mereka tidak tidur dengan benar.
"Zahia, Maukah kamu ke rumah ku?"
Mendengar pertanyaan Zayd, Zahia mengangkat kepalanya dari atas lututnya dan menatap Zayd.
"Apa kamu memintaku untuk meninggalkan semua kenangan suami ku?"
"Bukan begitu Zahia, Kamu perlu istirahat, Di sini tidak ada siapapun, Kamu akan larut dalam kesedihan mu, Sedangkan di rumahku ada banyak orang yang akan menemani mu, Kamu bisa beristirahat atau meluapkan keluh kesah mu kepada Mama atau adik ku."
Zahia terdiam seolah mempertimbangkan tawaran Zayd.
"Besok kita kembali ke sini, Kita Akan terus mengadakan tahlil sampai tujuh hari, Empat puluh hari, Seratus hari dan sampai selesai, Aku akan memgurus semuanya, Percayalah."
Mendengar hal itu, Zahia mengangguk-anggukkan kepalanya.
Zayd terseyum lega dan mengulurkan tangannya untuk membantu Zahia yang terlihat begitu lemah karena sejak kematian suaminya tidak mau makan.
Kemudian Zayd menitah Zahia meninggalkan kontrakannya dan menyuruhnya masuk ke mobil.
•••
Begitu sampai di rumah Zayd membukakan pintu mobil untuknya dan menitahnya masuk ke rumahnya.
Alia yang mendengar suara mobil Zayd segera turun dan menyebutnya. Alia begitu khawatir karena sejak tigaa hari terakhir, Zayd hanya datang dan pergi tanpa menjelaskan apa yang membuatnya begitu sibuk hingga tidak pernah memiliki kesempatan untuk bicara dengan keluarganya. Namun begitu sampai bawah Alia terkejut melihat Zayd datang dengan seorang gadis yang belum pernah ia kenal. Tatapan Alia mengisyaratkan tanda tanya pada Zayd. Namun Zayd segera mendekati Mamanya dan membisikkan sesuatu padanya.
"Jangan tanyakan apapun, Aku akan menceritakannya nanti, Sekarang Zayd minta tolong pada Mama, Tolong temani dia, Suapi dia makan dan bujuklah untuk istirahat."
Alia menganggukkan kepalanya meskipun masih bingung masalah apa yang gadis itu hadapi dan ada hubungannya apa dengan putranya.
Bersambung...
Zayd mundur dua langkah dari Mamanya dan menatap Zahia yang masih berdiri dengan tatapan kosongnya.
"E.. Mama dia Zahia, Zahia ini Mama ku."
Zahia hanya mengangguk pelan menatap Alia.
Alia terseyum ramah dan meraih kedua pundak Zahia untuk mengajaknya ke kamar tamu.
"Kita istirahat," ucap Alia dengan lembut.
Zahia hanya menurut mengikuti Alia yang menitahnya ke kamar.
Zayd yang melihatnya bisa sedikit bernafas lega karena akhirnya Zahia mau beristirahat.
"Duduklah." titah Alia.
Zahia hanya menurut dan duduk di tepi ranjang masih dengan kesunyiannya.
"Tunggu sebentar, Aku akan segera kembali,"
Zahia hanya mengangguk pelan dan kembali terdiam dengan tatapan kosongnya.
Alia yang keluar dari tangan Zahia melihat Zayd yang akan masuk kamarnya, Alia yang begitu penasaran langsung mengejar Zayd untuk menanyakan siapa sebenarnya Zahia.
"Zayd ceritakan pada Mama, Siapa Zahia, Apa hubungan kalian?"
"Ma, Zayd baru mengenalnya tiga hari ini, Dia tidak memiliki siapapun dan baru kehilangan suaminya."
"Apa! Suami?"
Zayd menganggukkan kepalanya.
"Dia masih terlihat sangat muda."
"Ya, Sepertinya usianya tidak jauh dari Zia."
"Kasian sekali, Di usianya yang masih begitu muda dia sudah menjadi janda."
"Maka dari itu Ma, Tolong rawat Zahia dengan baik, Dia membutuhkan orang-orang yang mendukungnya."
Alia terdiam sejenak seperti memikirkanan sesuatu.
"Baiklah Zayd juga mau beristirahat, Zayd lelah sekali." Zayd langsung pergi meninggalkan Mamanya yang masih terdiam dengan fikirannya.
Beberapa saat kemudian Alia tersentak dari lamunannya dan menatap Zayd yang sudah jauh meninggalkannya.
"E... Zayd..." Zayd tidak lagi mendengar panggilan Mamanya.
"Tidak biasanya Zayd cepat akrab dengan seseorang, Apa lagi dengan seorang gadis, Tapi dengan Zahia? Zayd baru mengenalnya tiga hari tapi dia begitu perhatian dan membawanya pulang ke rumah, Apa Zayd menyukainya?" batin Alia yang sejak tadi memikirkanan hal itu.
"Ahh entahlah." kemudian Alia pergi ke dapur untuk mengambil makanan untuk Zahia sesuai permintaan Zayd.
Setelah itu Alia kembali ke kamar Zahia. Alia melihat Zahia yang masih mematung dengan posisi yang sama.
Alia duduk di samping Zahia dan memegang lengannya denfan lembut.
Zahia tersentak dan menoleh ke arah Alia.
Alia mengukir senyum dan menyodorkan satu suap sendok makan ke mulutnya.
"Makanlah."
Zahia menggelengkan kepalanya dengan sisa-sisa air matanya.
"Jangan merasa sendirian, Ada Zayd putra ku, dan Kamu juga bisa menganggap ku sebagai ibu mu."
Mendengar hal itu Zahia menangis haru dan membuka mulutnya.
Alia terseyum menghapus air mata Zahia dan terus menyuapinya.
Zayd yang melihat dari depan pintu merasa lega sekaligus terharu karena Mamanya mau memperlakukan Zahia seperti putrinya sendiri.
"Boleh Aku memeluk mu?" tanya Zahia.
"Tentu saja sayang, Kemarilah." Alia mengulurkan kedua tangannya meraih tubuh Zahia ke pelukannya.
"Apapun cobaan yang sedang kamu hadapi, Bersabarlah, Karena tidak ada ujian yang melebihi batas kemampuan manusia." Alia terus menenangkan Zahia dengan terus mengusap punggung Zahia.
Dengan nyaman Zahia meletakkan kepalanya di pundak Alia, Ia mulai merasa tenang hingga tak lama kemudian ia tertidur di pundak Alia.
Alia yang tidak lagi mendengar Isak tangisnya dengan sangat perlahan nengurai pelukannya, Kemudian membaringkan tubuh Zahia dan menyelimutinya. Lalu Alia mengganti lampunya dengan lampu tidur dan kembali duduk mengusap-usap kepala Zahia sambil terus memikirkan nasib gadis malang tersebut.
Setelah melihat Zahia benar-bebar tidur pulas Alia beranjak dan meninggalkan kamar Zahia.
Ceklekkk...
Alia terkejut melihat Zayd yang berdiri di depan pintu.
"Zayd, Bukankah kamu bilang mau istirahat?"
"Ya, Tapi Aku tidak bisa tidur, Aku merasa..."
"Kamu menyukainya?" tanya Alia memotong ucapan Zayd.
Mendengar pertanyaan mendadak seperti itu membuat Zayd tergagap.
"A-a-apa yang Mama katakan, Tidak seharusnya Mama bertanya seperti itu, Aku kan sudah bilang kalau dia baru saja kehilangan suaminya, Bagaimana perasaan Zahia jika mendengar ini."
"Ya kamu benar, Maafkan Mama Zayd, Mama hanya merasa heran karena tidak biasanya kamu cepat dekat dengan seorang wanita."
"Zayd hanya merasa kasian Ma,"
Alia mengangguk kepalanya dan melangkah pergi meninggalkan Zayd.
Zayd menghelai nafas panjang, Ia sendiri tidak tau kenapa dirinya begitu tertarik dengan Zahia di hari pertama mereka bertemu di restoran.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!