...Prolog...
Hidup itu indah tapi tidak seindah yang kita inginkan namun tidak sesulit yang kita bayangkan.
Banyak orang yang berambisi yang ingin sekali mendapatkan apa yang dia mau namun tanpa di sangka hal itu merenggut nyawa orang lain hanya karena dia tak mau apa yang dia lakukan di ketahui oleh semua orang.
Dia psikopat yang tidak di ketahui apa motifnya membunuh orang sedangkan aku anak yang memiliki kelebihan di luar nalar terjebak di dalamnya.
Aku di datangi oleh mereka-mereka yang di bunuhnya aku bekerja sama dengan geng Brion untuk memecah misteri ini namun siapa sangka dia yang tak lain GP (gril psikopat) ingin sekali membunuh ku.
Aku tak tau apa maksudnya apa karena aku telah berani terjun langsung untuk mengungkap kasus ini aku masih tidak tau semuanya akan terungkap dengan seiring berjalannya waktu.
Inilah kisahnya kisah penuh duka dan air mata serta bau anyir darah yang terus tercium di setiap harinya.
...Awal mula...
Namaku Mentari Mavenza, aku hidup di dua dunia, aku tidak punya ayah aku tidak punya ibu aku hanya punya Abang namanya Satria.
Aku punya ibu tapi aku tidak pernah merasakan dekapan hangatnya, saat umur ku menginjak 1 tahun ibu ku hilang terbawa arus sungai yang deras dan tidak pernah di temukan.
Ayah ku terus saja mencarinya tapi hasilnya nihil ibu ku tidak pernah di temukan, tidak ada cara lain kecuali mengikhlaskannya dan berdoa di manapun dia berada semoga Allah selalu melindunginya.
Aku masih berharap jika ibuku masih hidup meski terdengar mustahil.
Saat umur ku menginjak 5 tahun aku sering bermain dengan anak-anak yang mengajak ku namun anak-anak itu berbeda dari anak biasa, mereka tidak terlihat oleh kakak ku yang berstatus manusia normal, awalnya aku tidak percaya akan hal itu namun aku tersadar saat Nori teman ku itu berubah menjadi makhluk menyeramkan saat aku tidak mau ikut ke rumahnya.
Dia marah dan tidak pernah mendatangiku setelah itu sampai pada masanya aku bersekolah, di sekolahan ku banyak sekali mereka-mereka yang berlarian seperti manusia biasa pada umumnya.
Aku yang saat itu tidak bisa membedakan mana manusia dan mana makhluk halus tak sengaja ikut bermain bersama mereka yang tak kasat mata sejak saat itu teman-teman manusia ku tidak mau berdekatan dengan ku, awalnya aku menangis karena di benci sama mereka.
Namun ayah ku menguatkan ku jika tak apa tak punya teman yang penting air mata berharga itu tidak boleh terjatuh hanya karena mereka.
Sejak saat itu aku pun menjadi indigo pada umumnya, kala itu aku tidak pernah sekalipun mau membantu mereka yang tak kasat mata meski mereka hilir mudik berganti mendatangi ku, aku tidak pernah mempedulikan hal itu.
Lambat laun umurku semakin dewasa saat ini aku berumur 17 tahun kelas 2 SMA aku tidak punya teman, teman terbaikku hanya Abang ku setelah cinta pertama ku pergi untuk selamanya.
Dia meninggalkan ku ketika umurku 10 tahun, kala dia pergi aku baru menangis setelah sekian lama aku lupa caranya menangis.
Saat dia pergi kala aku teringat dengannya kadang aku tidak sadar jika sebening kristal terjatuh tanpa aba-aba.
Aku kehilangan seseorang yang memberiku semangat saat aku patah namun hal itu telah di gantikan oleh Abang ku, dia sangat menyayangi ku, dia tidak pernah membuat ku menangis malahan dia mendidik ku agar tidak menjadi perempuan yang lemah.
Aku berhasil lolos dalam didikan yang dia berikan aku tumbuh menjadi Mentari yang kuat, cuek, dingin dan tidak peduli dengan mereka yang mengataiku anak sialan, kutukan, gila, dan sebagainya.
Telingaku mendadak tuli tapi itu bisa membuat ku hidup bahagia di era pertempuran yang sesungguhnya.
Aku anak broken home yang bahagia meski kehidupan ku tidak baik-baik saja.
Aku hidup di dua dunia antara dunia manusia dengan dunia gaib.
Teet
Bel berbunyi yang menandakan jam pertama telah usai.
Mapel kedua kali ini adalah ekonomi dan guru yang mengajarnya sangatlah garang.
"Pagi" sapa pak Herman.
"Pak pak" jawab mereka semua kecuali aku yang tetap diam dan terus melihat sosok berpakaian seragam seperti ku dan terlihat di lehernya terdapat seutas tali yang mengikatnya.
Sosok itu tak lain adalah adiknya pak Herman yang terus saja mengikutinya kemanapun.
Selama pelajaran di mulai tidak ada yang berani mengeluarkan suara hingga pelajaran pun usai pak Herman berlalu meninggalkan kelas.
"Alhamdulillah" teriak anak-anak lega.
"Gile tuh guru garang amat" kata Gevin.
"Aku sampai sulit untuk bernafas saking tegangnya meski pak Herman tidak melakukan apa-apa hanya ngajar doang" kata Rafa.
"Sungguh ketegangan ini tidak bisa di ajak berkompromi saat pak Herman yang mengajar" kata Bian.
"Bukan kalian doang aku juga sama merasakan ketegangan yang terhakiki sejak tadi" kata Aris.
"Eh Brion Minggu depan sekolah SMA Al-Qais bakalan tanding basket dan sekolah kita yang jadi tuan rumahnya aku gak mau kita kalah sama SMA Tofanza bisa-bisa harga diri kita mau kita taruh di mana nanti" kata Rafa.
"Kita juga kagak mau kali nanti pulang sekolah jangan lupa kita ketemuan di stadion untuk latihan dulu" jawab Aldi.
"Iya kita akan langsung datang kok kalian jangan sampai lupa pertandingan ini sebentar lagi waktu kita mepet tau" kata Gevin.
"Iya kita harus latihan keras agar bisa memenangkan pertandingan ini" jawab Andre.
"Itu harus kita gak boleh kalah pokoknya kalian tau kan kalau SMA Al-Qais hanya akan mengeluarkan murid terbaiknya untuk mengikuti pertandingan maka dari itu jangan sampai gelar terbaik ini mengecewakan sekolahan" kata Bian.
"Iya kami tau kalau SMA Al-Qais ini tak sembarang memilih anak-anak untuk mewakili sekolahan bahkan anak miliader saja tidak bisa semena-mena karena pemilik yayasan ini adalah ketua geng Brion" jawab Fandi.
"Aku tau jika geng kalian adalah geng terkenal dan terkuat di sini setelah geng Lonery" akui Gevin.
"Eh jangan samakan geng Lonery yang kejam dengan geng Brion bego" tak terima Andre.
"APA kalian bilang geng kami kejam?" tanya Alexsa sang anak kepala sekolah + ketua geng Lonery.
"Lah emang fakta kan kalau geng situ masuk dalam kategori geng terkejam satu sekolahan ini" jawab Andre.
"Tap-
"Udah kau gak usah mau membela diri percuma juga orang yang aku bilang itu fakta kok" kata Andre menyela.
"Iiih nyebelin kamu jangan menghina geng Lonery aku gak suka" teriak Wina.
"Bodo amat gak suka gpp aku gak ngurus juga" jawab Aldi.
Wina hendak bicara.
"Udah-udah kalian gak usah berantem mending kita ke kantin aja" ajak Fandi.
"Yuk lest go" jawab Ali sang wakil Brion.
"Li awas kamu jangan sampai kelupaan nanti yang latihan basket" peringatan Aris.
"Kamu tunggu aja kita di sana aku gak bakal lupa kok tenang aja aku masih muda ingatan ku masih bagus enggak pikun" jawab Ali.
"Sip" kata Aris.
Senyap hanya aku di sini sendirian.
"Akhirnya mereka semua keluar juga hmm waktunya makan" kata ku mengeluarkan kotak bekal.
Aku sengaja membawa bekal dari rumah untuk menghemat uang jajanku saat aku sedang makan tiba-tiba.
"Hay" sapa seorang gadis pucat yang berdiri di depan ku.
Dia memakai baju yang sama dengan ku bagian kening terlihat sebuah luka yang cukup besar dan menghitam.
Nama lengkap sosok itu adalah Tiara Putri dia meninggal di depan sekolah saat mau nyeberang di samping kiri sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan naas Tia meninggalkan dengan cara itu.
Sekolah sempat di liburan 3 hari karena kasus itu.
Aku membuang muka ke arah lain.
"Bisa gak sih kau merubah penampilan mu menjadi lebih layak gitu asal kamu tau kedatangan mu ke sini dengan bentuk yang juga seperti ini itu sudah berhasil membuat selera makan ku hilang seketika" kesal ku.
"Hehe iya aku ngerti kalau kamu enek lihat bentuk asli ku aku hanya iseng aja ngerjain kamu, kamu jangan marah" jawab Tia.
"Kalau sudah tau kenapa masih melakukannya sih sungguh iseng mu sangat meresahkan" kata ku kesal.
"Iya maaf kamu jangan marah bentar aku mau merubah penampilan ku dulu" jawab Tia.
"Kek hantu baru aja sukanya membuat orang kesal" kata ku.
"Maaf jangan marah aku sudah ganti penampilan kok kamu bisa lihat sekarang tada" kata Tia.
Aku melihatnya kembali.
"Nah kan sedap mata memandang kalau kayak gini gak seperti tadi yang sudah berhasil membuat mata cantikku ini ternodai hanya karena melihat kamu yang berbentuk seperti itu" kata ku.
"Iya udah kan aku udah menuruti apa yang kamu inginkan jadi sekarang kamu gak boleh marah lagi nanti cantiknya ilang loh" rayu Tia.
"Bodo amat aku gak peduli dan ya mau apa kamu menghampiri ku pasti ini ada maunya" tebak ku.
"Ya iyalah Tiara gitu loh aku gak akan datangi kamu tanpa adanya udang di balik batu" jawab Tia.
"Dasar kau ini ya apa yang kamu inginkan?" tanya ku.
"Bantuin aku tari" jawab Tia memelas.
Aku menghela nafas.
"Setiap hari kau mendatangi ku hanya ingin minta tolong aja gak ada yang lain apa?" tanya ku.
"Gak ada hanya itu aja ku mohon bantuin aku pliss" mohon Tia.
"Hadeeh" kesal ku.
"Ayolah tari kamu gak kasihan sama aku, aku ini udah setengah tahun gentayangan di alam manusia ini bayangin setengah tahun itu bukan waktu yang sebentar dan kamu tidak sekalipun mau membantu setelah 6 bulan lamanya aku memohon padamu aku ingin kembali ke alam ku plisss bantuin aku" mohon Tia.
Aku menghela nafas.
"Seperti yang setiap hari aku katakan kalau aku gak bisa bantuin kamu dan kamu cari aja anak indigo yang mau membantu mu" jawab ku.
"Gak mudah nyari anak yang punya kemampuan seperti mu hanya anak-anak tertentu saja yang bisa memiliki kelebihan seperti itu ayolah tari ya ya ya" mohon Tia.
Aku hendak menolak.
"Aku cepat gentayangan di alam manusia ini aku juga mau balik seperti mereka yang sudah meninggal dengan tenang hikshiks" tangis Tia tapi bukan air mata yang keluar melainkan darah.
Terlintas rasa iba saat aku melihatnya seperti ini.
"Yaudah-yaudah apa yang bisa aku bantu?" tanya ku.
Seketika tangisnya berhenti bola mata itu menatap ku tak percaya.
"Beneran kamu mau bantuin aku?" tanya Tia menyakinkan kembali.
"Ho'oh" jawab ku.
Reflek Tia langsung memeluk tubuhku saking senangnya.
"Yeayyy makasih Tari" bahagia Tia.
"Iya sama-sama tapi bisa lepasin enggak tubuh mu itu dingin kayak es batu bisa-bisa beku lah aku nantinya" kata ku.
Tia melepaskan pelukan.
"Hehe maaf kesenangan sampai-sampai aku tidak punya cara lain lagi untuk mengungkapkannya" jawab Tia.
"Apa yang bisa aku bantu perasaan orang yang menabrak mu udah di tangkap kok masa kamu masih belum tenang juga?" tanya ku.
"Aku hanya ingin minta maaf ke seseorang" jawab Tia sedih.
"Siapa orang tua kamu perasaan mereka udah ikhlas atas kepergian mu?" tanya ku mengerutkan alis.
Tia menggeleng.
"Bukan orang tua ku tapi seseorang" jawab Tia lirih.
"Coba kamu cerita deh biar aku tau apa yang membuat mu tak tenang selama ini" suruh ku.
Sebelum bicara Tia menarik nafas dalam-dalam.
"Jadi gini waktu itu satu hari sebelum aku meninggal aku sempat janjian sama Rifal mau jalan-jalan sehabis pulang sekolah" jelas Tia.
"RIFAL? Rifal kakak kelas kita itu?" tanya ku kaget.
"Iya" jawab Tia singkat.
"Ada hubungan apa kamu sama dia?" tanya ku.
"Aku pacaran sama dia" jawab Tia dengan berkaca-kaca.
"Terus-terus" suruh ku.
"Kita janjian mau jalan-jalan ke taman tapi ya gini gak kesampaian coba aja waktu itu aku nyebrangnya hati-hati mungkin aku gak akan kayak hini" tangis Tia.
"Oh karena janji itu kamu tidak bisa tenang sampai sekarang" kata ku paham.
"Iya gara-gara janji itu Rifal sampai saat ini terus merasa bersalah atas kematian ku kan waktu itu dia yang ngajakin aku janjian" jawab Tia.
"Ya aku mau aja bantuin kamu tapi masalahnya aku gak punya pengalaman membantu makhluk seperti kamu jadi tidak terlintas ide apapun untuk membantu mu menyelesaikan masalah ini" kata ku.
"Kamu coba aja dulu kalau gagal kamu coba lagi sampai berhasil" saran Tia.
"Aku juga yang akan capek kalau kayak gitu, gimana ya semisal aku bilang gitu ke Rifal kalau dia gak usah merasa bersalah atas kematian kamu terus apakah Rifal akan percaya? oh tentu saja tidak bener kan?" tanya ku.
"Ahaa aku punya ide gimana kalau kamu pertemuin aku sama Rifal bilang aja kalau aku ada di depannya pasti dia percaya" ide Tia.
Aku mengernyitkan dahi.
"Hallo nona dia akan nganggep aku gak waras Rifal itu taunya kamu udah meninggoy terus kalau aku bilang kamu ada di depannya gitu heis mengade-ngade lah ide kau ini bah" kata ku.
"Apanya yang mengade-ngade aku yakin kok kalau rifal akan percaya" jawab Tia tetap dengan pendiriannya.
Aku menepuk jidat.
"Masya Allah nih orang gak paham juga hadeeh gini ya mbknya, iya nanti kalau aku bilang kayak gitu Rifal akan percaya tapi cuman 10% kerena apa? karena dia pasti minta bukti dari ucapan ku nah sedangkan dia tidak bisa melihat ENTE" jawab ku kesal.
"Oh iya ya kok aku lupa hehe" cengir Tia seperti biasa.
Aku mengernyitkan dahi.
"Hantu bisa lupa juga?" tanya ku tak percaya.
"Yaaa entah" jawab Tia dengan entengnya.
Aku menepuk jidat.
"Allahu akbar lindungilah hamba mu ini dari makhluk astral ini ya Allah kenapa takdir harus mempertemukan aku dengan makhluk paling menyebalkan ini dosa apa aku ini ya Allah" kata ku tak habis pikir.
"Terus gimana dong aku gak tau bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah ini" kata Tia.
"Nanti aku pikirin btw biasanya Rifal ada di mana?" tanya ku.
"Di taman kota" jawab Tia.
"Apa dia selalu ke sana dan apa yang dia lakukan di sana?" tanya ku.
"Iya aku sering liat dia di taman ya kalau gak ngelamun ya dia nangis aku gak tega melihat Rifal yang selalu bersedih gara-gara kematian ku gimana ini Tari" jawab Tia.
"Nanti kita ketemuan di taman aja aku mau liat segalau mana Rifal ketika di tinggalin kamu mungkin ada cara yang bisa aku lakuin agar Rifal bisa ikhlasin kamu aku ingin melihat keadaan terlebih dahulu mungkin saja otak ku bisa memecahkan masalah mu nantinya lagian aku juga penasaran masa iya seorang lelaki menangis seumur-umur aku tidak pernah melihat seorang lelaki menangis loh" kata ku.
"Ishh kok kamu kayaknya mau menghina Rifal" tak terima Tia.
"Sejak kapan aku bilang kalau aku mau menghina Rifal aku hanya ingin melihat keadaan dulu begitu jangan asal kira saja kau ini mah nanti tak ku bantuin tau rasa kau" kata ku.
"Ya maaf ya sudah aku tunggu di taman ya bye" Tia menghilang dari hadapan ku.
"Beh dasar nih bocah main ngilang aja" kata ku kaget.
Teeet
Suara bel berbunyi.
"Alhamdulillah akhirnya masuk juga aku pengen cepat-cepat ke taman buat melihat bagaimana lelaki menangis haha" batin ku bahagia.
"Astaghfirullah gak boleh loh Mentari bagaimana di atas penderitaan orang lain tapi sekali-kali juga gpp kok haha" batin ku tergelak.
Jam terakhir berjalan dengan lancar setelah sepi aku berjalan keluar dari dalam kelas lalu melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki.
Sore ini aku sudah siap berangkat ke taman kota untuk melihat lelaki menangis.
Dengan baju sweater berwarna putih rok hitam dan tak lupa aku membawa tas yang isinya buku dan sebagainya aku berniat menyelesaikan tugas sekolah ku di taman itu sekalian dengan masalah Tia.
Aku melangkahkan kaki keluar.
"Dek kamu mau kemana kok udah rapi aja?" tanya Satria.
Aku menoleh ke arah Abang yang tengah duduk di teras rumah.
"Tari izin pergi ke taman ya bang" jawab ku berdiri di sampingnya.
Satria mengernyitkan dahi.
"Mau ngapain?" tanya Satria.
"Ngerjain tugas" jawab ku singkat.
"Kan bisa di rumah kenapa harus di luar?" tanya Satria.
"Anu Tari pengen nyari suasana baru bosen kalau di rumah terus begitu" alasan ku berharap bisa mengelabuinya.
"Ya udah Abang anterin" tawar Satria.
"Gak usah bang Tari bisa sendiri kok Abang jangan khawatir Tari cuman ke taman doang kok" jawab ku mencegahnya.
"Gak ada yang kamu tutupi kan dari Abang" tebak Satria.
"Tumben-tumbenan nih bocah gak mau aku anterin pasti ada sesuatu ini aku harus bisa ikut ke taman bersamanya" batin Satria.
"Gak ada kok bang Tari tidak menutupi apapun dari Abang" jawab ku gelisah.
"Bener?" tanya Satria.
"Beneran" jawab ku yang merasa Abang curiga.
"Yaudah kalau gak ada yang kamu sembunyiin Abang boleh ikut dong kalau kamu gak dibolehin Abang ikut ke sana berarti ada apa-apanya nih" kata Satria.
"Bolehh ikut gak ya tapi nanti gagal dong bantuin Tia tapi kalau gak di bolehin aku yang gak akan di izinin keluar tambah gagal total usaha ku, masa iya aku sudah rapih kayak gini usaha ku gagal kan gak mau begitu" batin ku.
"Gimana kok diam ada apa nih?" tanya Satria.
"Yah deh Abang boleh ikut" jawab ku terpaksa.
"Nah gitu dong bentar Abang mau ganti baju dulu" kata Satria berlari ke dalam rumah.
"Jangan lama-lama" teriak ku.
"Iya bentar" teriak Satria.
15 menit kemudian
"Sudah gak lama kan?" tanya Satria.
"Gak lama dari mana ini itu sudah 15 menit lamanya aku menunggu Abang ganti baju sebenarnya Abang itu ganti baju apa molor sih" jawab ku kesal.
"Hehe sekalian mandi masa iya Abang cuman ganti baju doang percuma dong baju rapi tapi badan bau" kata Satria.
"Nyenyenye ayo cepat nanti ke buru malam lagi" ajak ku.
"Iya ayo naik" jawab Satria.
Aku naik ke sepeda motor Abang 10 menit barulah kami berdua sampai di sana aku melihat Abang yang tengah memarkirkan motor.
"Aku harus cepat-cepat masuk ke dalam dan cari Tia sebelum Abang menggagalkan semua usaha ku untuk melihat lelaki menangis hari ini" kata ku berlari masuk ke dalam.
"Eeeh mau kemana hmmm" kata Satria menarik tas ku.
"Alamak" batin ku kaget.
"Mau hindarin Abang iya?" tanya Satria.
"Hehe nggak kok bang Abang aja yang salah menyimpulkan orang Tari gak mau hindari Abang kok" jawab ku bohong.
"Ayo ikut Abang" kata Satria.
Abang menarik tas ku lalu mendekati kursi panjang berwarna putih aku menggunakan kursi itu sebagai meja dan kami duduk di atas rumput.
"Tia ooh Tia kenapa kau tak muncul-muncul" batin ku mencari.
"Macam mana aku tak muncul, lihat aku di, lihat aku di sini" kata Tia melanjutkan ia duduk di samping ku.
"Kamu bisa dengar suara hati aku? kok bisa ya perasaan sejak dulu tak ada yang bisa mendengar suara hati ku kok kamu bisa?" batin ku bertanya.
"Bisa lah semua makhluk halus juga bisa tapi ketika namanya di sebut oleh mu jika kau mengumpat di dalam hati tanpa menyebutkan nama ku maka aku tidak bisa mendengarnya begitu" jawab Tia.
"Oh begitu pantas saja berbeda gak kayak teman kecil aku dulu" batin ku.
"Iya, yaudah ayo sekarang aja bantuin aku sebelum Rifal pergi" kata Tia.
"Kamu gak liat Abang ku hah?" tanya ku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!