Hamparan lampu remang yang menerangi lorong-lorong bawah tanah gelap dengan dinding yang dipenuhi papan iklan kecil berderet lurus.
Decitan langkah kaki yang cukup mengganggu telinga terulang disepanjang lorong. Dua orang wanita dengan perbedaan usia uang cukup jauh berjalan perlahan melewati deretan lampu kecil berkelip tidak karuan.
Wanita dengan tinggi badan jangkung nyaris 190 senti terlihat dewasa. Kedua lengan dilipatnya di dada dan tatapan matanya berputar-putar.
"Kakak enggak nyangka loh Gab, kok kamu bisa sih ikut tanding tandingan itu?"
"Kakak bolehin kamu ikut komunitas bela diri itu biar kamu bisa jaga diri kalau di jalan ada apa apa, bukannya buat berantem di ring tinju!"
Seru wanita jangkung tadi dengan nama Sassi Antania dan adiknya yang berjalan mengekor, Gabril Antania.
"Liat sisi positif nya kak, aku ada di peringkat 4 klasemen, berarti aku jago kan."
"Hehh??.... Kakak udah enggak tau lagi gimana caranya bilangin kamu, kita udah dua kali pindah rumah gara gara kamu loh, jadi pliss banget Gab dirumah baru kita kamu jangan sampai bikin onar lagi."
"Hufftt." cetus Gabril dengan wajah kesal, kemana komitmen kakak nya itu, Sassi berjanji tidak akan melarang Gabril melakukan hal yang dia sukai.
Tidak seperti kedua orang tua mereka yang selalu mengekang kakak beradik itu didalam jeruji peraturan, namun Sassi perlahan memiliki sifat yang sama seperti orang tuanya.
Wajah kesal gadis itu perlahan berubah, alisnya yang menukik tajam kebawah perlahan kembali naik.
Gabril menurunkan alis panjang nya perlahan, kedua bola matanya terpaku dengan sebuah bangunan lusuh dan tua.
"Hey, enggak usah sampe kayak gitu kali, segitu bagusnya ya rumah yang kakak sewa?"
"Tu... Tunggu apa?... Bagus?.. Mata kakak rabun? Ini bahkan enggak bisa disebut rumah kak."
Sassi hanya tertawa kecil ketika Gabril mengoceh tentang rumah baru mereka, rumah itu memang terlihat kecil, posisi nya yang diapit minimarket dan toko roti membuat kesan rumah itu terlihat sedikit buruk.
"Yaa.... Dengan ekonomi kita yang berantakan kakak hanya dapat yang ini... Lihat sisi positif nya Gab, kakak hanya perlu membayar 350k untuk sewa sebulan." wajah gadis dengan rambut cepol berwarna hitam pekat itu dipenuhi tawa.
Gabril melangkahkan kakinya mendekati gagang pintu. Dengan alis sinis yang menempel di wajahnya. Ketika hendak masuk kedalam rumah, terdengar suara sapaan dari arah samping mereka, itu adalah pria pemilik toko roti di samping rumah.
Hanya dengan melihat gestur pria itu, Gabril langsung sadar kalau itu adalah tahap pertama untuk memperkenalkan diri.
"Ahh jadi kalian yang akan menempa-," belum pria itu menyelesaikan kalimat nya, Gabril langsung nyelonong masuk kedalam rumah tanpa memikirkan pria itu.
Melihat adiknya yang sudah membuat masalah di hari pertamanya pindah, Sassi langsung menarik tangan Gabril dan merangkul lehernya dengan senyuman canggung.
"Ahh... Iya kami berdua yang akan menempati ini, dan tolong maafkan tingkah laku adikku ini, dia memang pembuat onar."
"Tidak apa apa, oh iya betapa jahat nya aku, perkenalkan namaku Rio, aku pemilik kedai roti ini."
"Wajahnya tidak sekeren namanya." bisik Gabril di telinga Sassi.
BUKK!!
"Oh ya, dan saya Sassi Antania, kalau ini adik saya Gabril Antania." ucap Sassi sembari menyikut perut Gabril dengan lumayan kencang. "He.. Hey itu sakit tahu." ucap Gabril dengan wajah kesal dan ngilu.
"Kalian sepertinya akur ya, oh iya kalian pasti ingin membersihkan rumah itu, jadi hanya itu saja yang ingin saya sampaikan, semoga kalian betah disini dan jangan lupa mampir ke toko ku ya." ucap Rio tersenyum.
Sassi kemudian menyeret Gabril masuk kedalam rumah dengan senyuman canggung miliknya. Mereka berdua mengemasi barang barang dan membersihkan seisi rumah, meskipun Gabril kerap kali mengeluh, sang kakak hanya tertawa saat mendengar keluhan adiknya perempuan nya itu.
Selesai beberes, mereka berdua beristirahat di toko roti milik Rio, disana Sassi terlihat saling lempar gurauan dengan Rio, tetapi tidak dengan Gabril, dia memilih duduk ditempat yg berbeda dengan mereka.
Setiap kali Rio menatapnya dengan maksud ingin mengajak bicara, Gabril dengan cepat memasang mata sinis dan wajah seramnya kehadapan Rio.
"Hey Sassi, adikmu itu memang tidak suka berkenalan dengan orang baru ya." tanya Rio dengan senyum kecilnya.
"Eh enggak kok, dia emang gitu, jutek sama orang yang baru dikenalnya, tapi dia baik kok, kamu jangan diambil hati aja omongan dia."
Rio tertawa mendengar omongan Sassi, "Eh iya Gab, kamu sekarang siapin baju sana, besok kan kamu harus sekolah, kakak sudah daftarin kamu."
Gabril hanya diam mendengar ucapan kakaknya, lalu beranjak dari dari kursi dan mendekati Rio dengan wajah sinisnya.
"Gue mau kedalem sebentar, pas enggak ada gue jangan coba coba cari kesempatan sama kakak gue!" ucapnya kepada Rio dengan wajah jutek dan kepalan tangannya.
BUUKK!!
Sassi melempar sebuah kaleng minuman kearah kepala adiknya. "OUCH.. KAKAK KENAPA SIH?" teriak Gabril.
"Yang sopan makanya, orang enggak salah apa apa kok, maen ancem ancem aja, udah buruan masuk."
Rio tertawa melihat hal itu
***********
Keesokan harinya
Gabril tengah bersiap berangkat kesekolah nya, semua berjalan normal sampai Gabril berteriak histeris, seolah olah tengah melihat penampakan sosok gaib.
"Kok model rambut aku jadi gini sih kak, kakak bisa nata rambut gk sih?" cetusnya ketika Gabril melihat hasil tataan rambutnya di cermin yang berubah jadi berponi. "Udah deh, nurut aja, enggak usah banyak protes, masih mending kakak mau nata rambut kamu."
"Tapi kak aku jadi keliatan nerdy banget kalau kesekolah pake rambut modelan kayak begini."
Sassi hanya diam mendengar ocehan adiknya dan pergi mengambil tas.
"Kak, denger enggak sih, masa aku kesekolah kayak gini sih, aku udab SMA kelas 3 kak, bukan anak sd." ucapnya sembari memainkan poni rambutnya.
Sassi lagi lagi diam, kemudian dia memberi uang kepada adiknya dan menunjukkan gestur tangan mengusir Gabril.
********
Sampai disekolah, Gabril menatap bangunan sekolahnya seperti dia menatap rumahnya kemarin. "Wow, sekolahnya lebih besar dari yang aku bayangkan." serunya dalam hati.
Gabril kemudian berjalan masuk kedalam sekolah, di perjalanan beberapa menatapnya dengan tatapan yang aneh, Gabril berrfikir itu karena dia murid baru disini, tapi tidak jarang dia menggrutu tentang model rambut poni nya.
Gabril menelusuri lorong lorong sekolah bersama seorang guru yang mendampingi nya. "Fiuhh, untung aja ketemu guru kelas dibawah, coba aja enggak ketemu, bisa nyasar aku disini." ucap nya.
Mereka berdua kemudian masuk kedalam salah satu kelas di lantai 4 sekolah, keadaan kelas yang gaduh, seketika berubah sepi ketika bu guru itu masuk kedalam kelas.
"Anak anak, mungkin hari ini merupakan hari baru untuk kalian, karena ada anak baru yang akan masuk di kelas kita, ayo nak silakan masuk."
Gabril memasuki kelas dengan wajah canggung dan tersipu malu ketika melihat orang orang dikelasnya. Seisi kelas yang memandangi Gabril tanpa henti membuat Gabril sedikit tidak nyaman.
"Kenapa mereka mandangin aku sampe kayak gitu sih, orang orang yang nontonin aku pas tanding aja perasaan enggak sampe segininya."
Ucap Gabril dalam hati.
Sapaan angin lembut dengan sinar matahari pagi belum begitu terang, dikala orang disekitarnya berjalan bersama teman mereka, Gabril hanya terdiam beku di depan gerbang sekolah yang besar.
Hari pertama masuk sekolah terkadang menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa orang, termasuk Gabril.
Penampilan barunya benar benar membuat gadis itu tidak nyaman, Gabril tidak bisa berhenti bergumam kesal disetiap langkah kakinya.
Koridor sekolah yang semakin sepi diikuti oleh bel masuk yang berbunyi keras, hanya ada beberapa guru dan penjaga sekolah yang mondar - mandir sekarang.
***
"Ayo nak, perkenalkan diri kamu."
Seorang guru wanita dengan baju coklat dengan buku besar yang dia genggam meminta Gabril memperkenalkan diri.
Semua bola mata tertuju pada gadis itu. Rambut panjang lengkap dengan poni di bagian depan, sweater hitam polos berarsis garis putih.
"Emm.. Perkenalkan nama saya Gabril Antania dan... Semoga kita bisa berteman." ucap Gabril didepan kelasnya.
Beberapa orang tersenyum kecil saat mendengar kata itu, entah tersenyum karena suka atau bermaksud meledek nya.
"Itu saja Gabril?"
"Iy.. Iya bu."
"Yaudah kamu duduk disamping Viona ya, yang ditengah itu." jari guru itu menunjuk sebuah bangku yang berada di tengah kelas.
Disana hanya ada satu wanita yang berpenampilan mirip dengan Gabril, hanya saja dia menggunakan kacamata dengan frame hitam yang cukup tebal, dan rambut pendek nya jangan lupa.
Gabril berjalan menuju mejanya, saat ia berjalan Viona yang duduk sendiri terlihat melayangkan senyuman kepada Gabril, Gabril yang kebingungan harus merespon apa hanya menganggukan kepalanya.
Suasana kelas yang yang tadinya ramai kini menjadi sunyi, gadis itu benar benar diperhatikan, semua pandangan mengarah kepada dirinya.
Setelah duduk, Viona menyapa Gabril dengan senyuman yang manis diwajahnya. "Hey namaku Viona, salam kenal yah."
" Emm iya heheh... Ak... Aku Gabril." perkenalan canggung mereka berjalan sukses
"Baik anak anak, ibu ada rapat pengurus dibawah, jadi kalian baca baca saja ya, dan jangan berisik."
"Asik freeclass." jawab murid murid dengan senang gembira, termasuk Gabril. "Baguslah, aku enggak belajar di hari pertama."
Suasana kelas menjadi agak ramai setelah guru tadi keluar, Gabril dan Viona juga terlihat beberapa kali berbicara.
Semuanya berjalan lancar dan normal sampai beberapa murid wanita berjalan menuju meja Gabril dan Viona.
Gadis mengelilingi mereka berdua, dan salah satu gadis itu menaruh wajah cantik namun terlihat sedikit jahat, alisnya tebal.
"Ikut kita yuk."
"Ehh..?? Mau kemana." Gabril mengeluarkan ekspresi bingung nya.
"Ikut aja, sekalian keliling sekolah, gk ada guru kan."
Viona menatap kumpulan wanita itu dengan tatapan sinis, seolah olah menyuruh mereka semua menjauh, namun mulut nya tetasa dikunci, tidak ada sepatah kata yang keluar.
Wanita itu menarik tangan Gabril, dengan sedikit memaksa nya untuk berdiri dari bangku tempat dia duduk beberapa menit lalu.
Gabril bisa melihat Viona yang beberapa kali mencoba menangkap lengannya, menggelengkan kepalanya. Gadis itu tidak ingin para wanita itu membawa Gabril.
Kamar mandi sekolah, bukan hanya tempat untuk mencontek atau lari dari kelas.
"Kita mau ngapain kesini."
"Menurut lo?"
Nina, Arsya, Nadila, dan Suzzy. Keempat wanita itu mengelilingi Gabril. Senyuman mereka benar-benar bukan sebuah simbol keramahan.
"Makan." Nina mengambil sebuah kotak berisi makanan sisa dari tempat sampah di belakang pintu.
Gabril tidak bisa berhenti kebingungan, apa maksud mereka, merundung Gabril? Serius?
"Enggak tuli kan, makan." Nina mempertegas perkataan nya. Dirinya menyodorkan kota dengan sisa tulang ayam dan nasi yang berair.
Arsya dari belakang mendorong kepala Gabril, memaksa nya untuk melahap hidangan tidak sedap itu.
Mulut merah pudar Gabril hanya beberapa senti dari kumpulan makanan sisa itu, dia mencoba menahan kepalanya, berusaha untuk tidak melawan.
Namun keadaan memaksa dirinya, dirundung tentu bukan pilihan semua orang yang datang ke sekolah, apalagi Gabril.
Dengan tenaga nya Gabril mendorong balik kepalanya, melawan kedua lengan Arsya yang masih mencoba menundukan kepalanya.
"Lo berani ya nolak perintah gue, eh anak baru, lo itu sama kayak Viona, anak culun, jadi jangan berani beraninya lo cari masa-,"
BUUKK..
Belum sempat Nina menyelesaikan kata katanya, Gabril melayangkan kakinya tinggi, tepat mengenai dagu Nina dengan sangat keras.
Sangking kuatnya sampai sampai membuat Nina terjungkal jatuh celentang didepan tiga temannya yang lain.
Nina yang terjatuh mencoba berdiri sambil memegangi kepalanya.
"SIALAN LO!!" teriak Nina sambil berlari menuju Gabril. Dengan kedua tangannya, Nina mencoba menarik rambut Gabril.
Disisi lain cengkraman tangan Arsya belum lepas dari pundak nya. Dengan tenaga yang dimiliki nya, Gabril mendorong dirinya kebelakang hingga mengenai wastafel.
Wastafel yang agak runcing mengenai punggung tinggi Asrya dan membuat genggaman tangan nya hilang.
BRUAAKK!!!
Mereka berkelahi di kamar mandi hingga membuat suara yang cukup keras.
Nina dan temannya memang unggul, mereka bertiga mampu mengobrak abrik penampilan Gabril.
Gabril melawan sesekali, membuat empat orang wanita itu kesulitan.
Bel pulang sekolah berbunyi di tengah tengah kegaduhan mereka, Gabril yang mendengar hal itu mencoba keluar dari cengkraman empat wanita itu.
"GABRIL!"
Teriakan seorang wanita berambut pendek lengkap dengan kacamata nya.
Viona membuka pintu kamar mandi, disamping nya berdiri satu orang lagi gadis yang menemani nya.
Nina dan teman nya seketika terdiam ketika melihat gadis yang berdiri di samping Viona, entah kenapa, namun Gabril menghempaskan Nina dan berlari menjauh dari kamar mandi.
Dia tidak menghiraukan Viona yang menatap nya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Gabril dengan cepat meninggal kamar mandi yang masih heboh dan ramai. Gabril berjalan menuruni tangga sekolahnya dan bergegas pulang tanpa memikirkan kejadian yang ia alami.
***
Gabril berlagak seolah olah tidak terjadi apa apa di sekolah, dia masuk kekamarnya, menaruh tas nya dan merapikan baju sekolahnya, dan melakukan kegiatan favorit semua pelajaran di belahan dunia manapun. Berbaring di kasurnya.
Gadis itu tidak ingin kakak nya sampai tahu kalau dia baru saja memukuli orang - orang di sekolah barunya.
Ingin sekali rasanya gadis itu kembali kedalam kamar mandi tadi dan mengubah rentetan kejadian yang dia alami.
Dia bisa saja melawan membalikkan keadaan, keempat wanita perundung itu bukanlah masalah besar jika dibandingkan orang yang menjadi lawan nya di ring mma jalanan itu.
Namun dia tidak bisa berbuat banyak, jika kakak nya sampai tahu, dia bisa saja kembali dipulangkan kepada orang tuanya dan kembali merasakan hidup dalam kurungan.
Tidak lama, kakaknya masuk kedalam kamar. "Eh udah pulang, gimana sekolahnya, lancar?" tanya Sassi penasaran.
"Lancar kak, enggak ada masalah."
"Kamu enggak buat onar di kelas kan Gab?"
" Ya engg.. Enggak lah, aku kan pelajar yang baik dan bersopan santun."
"Hehe, yaudah, kalau mau makan udah kakak siapin di meja." Sassi kemudian keluar dari kamar.
Gabril mengambil handphone miliknya, membuka aplikasi perpesanan dan baru sadar kalau nomornya sudah dimasukkan kedalam grup kelas, Gabril teringat dengan Viona, dengan cepat dirinya mencari nomor Viona dengan melihat foto profil anggota grup
"Bingo." ucapnya ketika menemukan nomor telp Viona. Gabril tanpa lama langsung mengirim chat, sembari menunggu balasan ia melihat halaman profil milik viona.
"Orang ini terlihat lebih cantik di foto profil nya." Gabril membandingkan foto profil dirinya yang hanya memakai foto salah satu karakter series animasi.
BEEP BEEP
Suara notifikasi berbunyi dari handphone Gabril.
"Ini Gabril yah?" tanya Viona.
"Iya, kok langsung tahu sih."
"Yaa soalnya siapa lagi yang mau chat aku selain kamu hihi."
"Lho memangnya kenapa Vi?"
"Hmm... Panjang ceritanya Gabril, besok deh aku ceritain."
"Aku mau minta maaf soal tadi, aku pergi gitu aja, padahal kamu udah mau nolongin."
"Enggak papa kok, yang penting kamu baik baik aja kan."
"Iya, aku enggak papa, besok kita ketemu lagi ya."
Gabril menaruh ponsel nya, dan berbaring di kasurnya. Dia memikirkan hal disekolah nya tadi. "Aku kelewatan gk sih? Tapi kan ya dia duluan yang mulai toh, aku kan cuman bela diri."
Tidak ingin memikirkannya Gabril mengambil bantal dan guling kesukaannya dan memilih untuk beristirahat. Gabril berharap tidak akan ada anak yang mengganggu nya lagi besok, itupun kalau ada yang berani.
“GILA KAMU GABRIL, KAMU BERANI BANGET NGELAWAN NINA KEMARIN.” Teriak Viona dengan semangat di atas motor matic nya.
Hari ini mereka berdua berangkat bersama kesekolah, dengan motor milik Viona yang bisa dibilang sudah sedikit ditelan jaman, tetapi Viona dan Gabril tidak mempedulikan hal itu.
“Yaahhh…habis mau gimana lagi, yakali Vi, aku dibuly di sekolah.”
“Tapi kamu berani banget Gab, kamu malahan sampai mukulin si Nina lho.”
“Kalau cuman anak modelan kayak dia mah gampang Viona.” Ucap Gabril menyombongkan diri.
Viona tertawa kecil dengan ucapan Gabril, “Eh iya, kemarin kan kamu bilang ke akutuh, emangnya kenapa enggak ada yang mau chat kamu Viona?”
“Hmm…panjang cerita nya Gabril.”
“Perjalan kita lebih panjang lho.”
“Aku malu deh ceritanya, lain kali aja yah hehe..” seru Viona mencoba menghindari pertanyaan Gabril.
Bukan Gabril namanya kalau gampang menyerah. Gabril dengan sepenuh hatinya ternyesum lebar dan mencoba merayu Viona. “Ayo dong Viona, cerita ke kawan baikmu ini.” Bujuk Gabril.
“Ughh..wajahnya creepy itu muncul lagi.” Gumam Viona dalam hatinya. Karena tidak ingin melihat senyuman Gabril atau bisa disebut “EVIL SMILE” itu, Viona menceritakan masa masa awalnya masuk di sekolah mereka.
“ Jadi gini Gabril, dulu pas awal awal masuk, aku emng enggak bisa berbaur sama temen temen kelas. Yahhh….jadinya aku enggak punya temen banyak.”
“Enggak ada yang nyapa atau ajak ngobrol gitu?”
“Ada sih, Nina tau tau nyapa aku selayaknya sahabat dekat, aku pikir dia mau ngajak temenan, tapi dia malah ngerjain aku, makanya pas kemarin kamu ngehajar Nina aku agak seneng.”
“Owala, di kelas itu jagoannya dia toh.”
Mereka berdua melanjutkan pembicaraan mereka, Viona terlihat sudah mulai terbuka kepada Gabril dan Gabril juga merasa senang bisa berteman dengan wanita seperti Viona.
Disela – sela perbincangan, mereka berdua sampai di depan gerbang sekolah, Viona memakirkan motornya di ujung lorong area parkir. “Lho kok parkir disini? Kan didepan tadi kosong Vi?
“Aku males Gabril, pas pulang nanti pas pasan sama mereka.”
Gabril terdiam melihat tingkah aneh teman barunya itu. Mereka berdua naik menuju kelas mereka di lantai 4.
Saat tiba memasuki ruang kelas, semua anak anak yang sudah terlebih dahulu sampai menatap Gabril dengan tajam. “Kenapa sih mereka, dari kemarin ngeliatin aku melulu, ish.” Gumam Gabril didalam hatinya.
Saat sedang menaruh tas di kuris nya, Gabril melihat Nina yang juga tengah menatapnya. Nina memakai perban kecil di keningnya dan beberapa bagian tubuhnya juga memar.
Melihat kalau dia berhasil memberikan Nina yang sombong itu sedikit damage, jiwa Gabril tertawa puas.
Disaat sama pula datang seorang cwok yang masuk kedalam kelas mereka. Entah memiliki semacam energi magis atau tidak, begitu cwok tadi masuk kedalam kelas, seluruh wanita di kelas termasuk Nina terpesona denganya.
“Ehh??..murid murid di kelas ini punya semacam kekuatan mata spesial kah, kenapa setiap ada orang yang masuk selalu mereka sambut dengan tatapan yang aneh itu.” Gumam Gabril.
Kecuali Viona, gadis itu tidak memperhatikan sama sekali sosok cwok tampan yang baru masuk dikelas itu.
“Eh Viona, itu siapa? Kemarin dia perasaan enggak ada deh.”
“Ohh, dia namanya Fahri, kemarin dia enggak masuk Gab, makanya kamu enggak lihat.” Jawab Viona sembari menulis beberapa catatan.
KRINGGG KRINGGG
Bel sekolah berbunyi, para siswa yang tadinya ricuh seketika menjadi sepi, guru guru mulai masuk sebagaimana jadwal mereka.
“Permisi anak anak, selamat pagi.” Seru salah satu guru di kelas dengan aura penuh semangat. Guru ini berbeda dari guru yang lain, alih alih menggunakan seragam, guru ini justru memakai jersey bola klub lokal, dia adalah pak Zenus, atau biasa dipanggil pak Zen.
“Bagaimana kabar kalian semua, eitss, itu kepala kamu kenapa Nina?” tanya Pak Zen.
“Emm…saya jatuh pak kemarin.”Gabril tertawa mendengar jawaban Nina.
Pak Zen yang memang sudah lama mengajar di sekolah ini merasakan ada sesuatu yang berbeda hari ini, guru itu melihat ada wanita cantik dengan rambut poni yang tengah cengingisan.
“Hey kamu, bapak belum pernah liat deh, kamu murid baru ya?”
“Ehh..emm saya pak?” jawab Gabril linglung.
“Iyadong kalau bukan kamu siapa lagi?”
“Emm iya pak, saya murid baru pindahan dari sekolah sebrang, nama saya Gabril Antania pak.”
“Nama sama orangnya cakep yah hehe.” Seru pak Zen meledek.
“Baik anak anak, kali ini kita masuk materi bola voli, oleh karena itu bapak mau ajak kalian praktik di lapangan bawah ya, kalian akan belajar cara smash untuk hari ini, silakan ganti pakaian dulu dan langsung kelapangan.”
“SIAP PAK!!” teriak seluruh kelas dengan semangat.
Semua murid kompak keluar kelas dan menuju toilet sekolah untuk berganti baju.
Tidak perlu waktu lama untuk bergati kostum, setelah selesai mereka semua berjalan kelapangan sekolah.
Lapangan sekolah yang cukup besar dan terdapat beberapa kursi penonton layaknya lapangan sepak bola dan perpustakaan kecil yang membuat Gabril kagum.
“Waw, sekolah ini lagi lagi berhasil ngebuat aku takjub.”
Mereka semuapun berbaris dengan rapih sembari menunggu arahan dari Pak Zen.
“Okeh kalian semua, jadi sistem nya bapak akan lempar bola voli nya dari samping, lalu kali akan lakukan smash dan harus mengenai papan yang bapak taruh disana oke, ada nilai tambahan kalau kalian bisa ngejatuhin tiang itu, itupun kalau kalian bisa hehe.” Serunya meledek.
Di tengah lapangan terdapat tiang yang lumayan besar dan agak tinggi, dibagian bawah tiang dipasangi semacam alat penyeimbang yang membuatnya akan sulit untuk dijatuhi.
Pak Zen mulai memanggil beberapa nama dan memberikan kesempatan 3 kali smash, jika berhasil melakukan 3 kali smash secara beruntun maka akan dapat nilai tambahan.
Satu persatu siswa maju untuk melakukan praktik, beberapa diantara mereka terlihat kesulitan bahkan untuk membidik bola, siswa laki laki menjadi yang paling top sekarang, itu jelas, hampir semua siswa laki laki mengenai tiang yang dipasang oleh Pak Zen.
Perhatian Gabril terpusan pada Fahri, Gabril memperhatikan Fahri dengan sangat serius, seolah olh ada sesuatu yang menarik matanya untuk selalu melihat Fahri.
Viona juga tentu ikut praktik, disaat giliran nya, Viona melewatkan beberapa kesempatan nya. “Ayo Viona, lihat dulu bolanya, baru kamu lompat.” Seru Pak Zen menyemangati Viona. Namun Viona tetap tidak bisa dan akhirnya gagal.
“Gabril Antania lalu habis itu Fahri Arsefa.”
Gabril dengan sigap langsung bergerak dan berdiri di tengah lapangan. “Siap Gabril, satu, dua, tiga!”
Bola dilambungkan tinggi di atas, Gabril dengan cepat memasang ancang ancang dan melompat kearah bola dengan penuh percaya diri.
Dia kemudian memusatkan tenaganya didalam tangannya dan-
BUUKK..
Gabril memukul bola dengan sangat kuat dan kencang, bola yang dilambungkan tadi kini tengah menuju tiang di samping net.
BRUANGGG!!!!
Semua orang kaget dengan bunyi berisik itu, guru guru dan staff sekolah bahkan sempat keluar kelas untuk memeriksa bunyi berisik itu.
Tiang yang dipasang oleh Pak Zen terjatuh akibat sambaran dari bola voli yang di smash oleh Gabril. Pak Zen, Viona, Nina dan murid lain terdiam heran dengan hal itu, termasuk Fahri.
“Emm..ayo pak, saya masih dua kali smash lagi kan.”
“Ohh iya iya, eee… Aji tolong kamu pasang lagi tiangnya ya.” Ucap Pak Zen sedikit kaget dengan smash yang dilakukan Gabril.
Bola dilambungkan kembali, Gabril lagi lagi memukul bola itu dengan kencang.
BRUUANGGG!!!
JREENGGGG!!
Tiang itu kembali terjatuh. Pak Zen yang melihat itu semakin kebingungan, bagaimana bisa seorang gadis melakukan smash sekuat itu, bukan hanya mengenai tiangnya, tetapi merobohkannya.
“Ud…udah enggak waras dia, gimana caranya coba si anak baru itu bisa rubuhin entu tiang, bahkan anak laki aja enggak bisa.” Seru Suzy, teman dari Nina.
“Sudah pak, saya bisa rubuhin tiangnya 3 kali, berarti nilai saya digandakan 3x lipat ya pak hehe…”
“Ekhem oh iya iya Gabril, kamu lebih kuat dari kelihatan nya yahh hehe..” seru Pak Zen gugup.
Gabril kemudian kembali menuju tempat duduknya dengan senyum creepy nya dan melompat lompat kegirangan.
Fahri yang melihatnya jelas kaget. “Hahh..cwek baru yang penampilannya 11 12 sama Viona itu kok kuat ya rubuhin tiang itu, anak laki yg lain aja enggak bisa loh.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!