NovelToon NovelToon

Tentang Bintang & Galaksi

Apa Harus Cantik untuk Mengikuti Lomba?

Matahari siang itu sedang tidak bersahabat, cahayanya mengiringi langkah seorang gadis dalam balutan seragam putih abu-abu. Ia tersenyum lebar karena berhasil mewakili sekolah untuk mengikuti lomba baca puisi. Langkahnya seringan kapas saat menyusuri koridor menuju ruang kelas. Namun, kakinya berhenti di depan toilet.

Seseorang menarik lengan gadis itu, kemudian mendorong tubuh kurusnya sampai tersungkur di atas lantai. Saat mendongak, barulah ia tahu siapa orang yang bertindak sekasar itu. Dia adalah Bulan Purnama, salah seorang teman sekelasnya, dan siswi tercantik di SMA Negeri 1 Andromeda.

“Aku muak banget lihat mukamu!” teriak Bulan sambil menunjuk muka gadis itu dengan jarinya yang lentik.

“Bulan, apa salahku?” Gadis itu berusaha berdiri, tapi Mega menahan bahunya.

“Kamu itu nggak pantas ikut lomba! Berkacalah! Lihat wajahmu yang buruk itu! Dipenuhi bercak putih nggak jelas! Aku rasa itu adalah alasan, kenapa kamu dicampakkan sama keluargamu sendiri!" Bulan melipat lengannya di depan dada sambil memandang gadis kurus di hadapannya dengan tatapan sinis.

“Aku ....” Ucapan gadis itu menggantung di udara karena guyuran air pel membuatnya gelagapan. Setengah mati ia berusaha menghirup oksigen untuk bernapas. Jemari lentiknya mengusap sisa air yang masih menetes.

“Mundur dari lomba itu!” teriak Bulan.

“Mundur atau kamu akan menyesalinya seumur hidup!” timpal Mega.

Bulan berjongkok kemudian mencengkeram pipi gadis itu dengan jemarinya. Dia menyipitkan mata dan tersenyum miring. “Aku bakal memperlakukanmu jauh lebih buruk dari hari ini!” ancam Bulan.

Entah mendapat keberanian dari mana. Gadis itu justru melemparkan tatapan tajam ke arah Bulan. Bibirnya mengatup erat dengan rahang yang mulai mengeras. Perlahan, gadis itu mulai buka suara.

"Jika bisa memilih, aku juga ingin memiliki wajah cantik sepertimu, Bulan. Mengenai lomba ini aku hanya mengikuti lomba baca puisi! Bukan lomba kecantikan! Apa orang sepertiku tidak pantas memiliki prestasi walau hanya secuil?" Suara gadis itu sedikit bergetar namun terdengar dingin dan menusuk.

“Lihat perempuan sialan itu, Bulan!" Venus menunjuk gadis itu dengan dagunya.

Melihat tingkah gadis di hadapannya membuat Bulan naik pitam. Dia menarik rambut gadis itu kuat-kuat, lalu menyeretnya hingga masuk ke dalam bilik toilet paling ujung. Bulan mengunci pintu kemudian menenggelamkan wajah gadis itu ke dalam bak yang penuh dengan air.

"Mati saja sana! Udahlah, kalau jelek, buat apa hidup! Merusak tatanan kehidupan yang sempurna saja!" Bulan berulang kali menenggelamkan kepala gadis itu ke bak mandi.

Gadis malang itu hanya bisa menahan napas saat berada di dalam air. Ketika Bulan mengangkat kepalanya ke udara, ia menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paru. Belasan kali Bulan memperlakukan gadis itu layaknya sedang membilas pakaian kotor. Kini bukan hanya kepalanya yang basah, tetapi seragam gadis itu sudah basah kuyup karena tetesan air.

"Bulan! Ayo pergi! Ada yang datang ke sini!" seru Venus sambil mengetuk pintu toilet.

"Ya! Sebentar!" Bulan menjambak rambut gadis itu hingga kepalanya mendongak.

"Mundur dari lomba atau kamu akan menanggung akibatnya!" ancam Bulan. Dia melepaskan cengkeramannya, lalu melangkah keluar toilet. Bulan, Venus, dan Mega lari tunggang langgang sampai menabrak seseorang.

"Woy! Asem kalian! Bikin kaget aja!" teriak seorang siswa laki-laki. Dia adalah Galaksi Milkyway, playboy cap jempol yang menjadi incaran para wanita.

Bibir Gala tidak berhenti menggerutu, sampai akhirnya dia mendengar isak tangis dari dalam toilet. Gala melangkah ragu, takut diteriaki lelaki cabul, karena memasuki area terlarang bagi kaum Adam itu. Akan tetapi, rasa penasaran memenuhi hatinya. Dia terus masuk ke dalam toilet. Cermin panjang di dinding sebelah kiri memantulkan dirinya yang tengah berjalan menuju sumber suara.

Langkah Gala berhenti di toilet paling ujung. Di dalamnya ada seorang siswi dengan seragam yang basah kuyup, sedang menangis sesegukan. Tangisnya lirih dan terdengar memilukan. Gadis itu mendongak karena mengetahui kehadiran Gala. Mata lelaki itu melebar ketika mengetahui bahwa gadis itu adalah Bintang.

"Apa mereka yang membuatmu seperti ini?" Gala menatap nanar ke arah Bintang yang masih terus menangis.

"A-apa aku sebegitu jeleknya sampai mereka menyuruhku mati? Aku hanya ingin menunjukkan sedikit saja kelebihanku. Apa itu terasa mengganggu mereka? Aku juga tidak menginginkan penyakit ini! Tapi, Tuhan memilihku untuk mendapatkannya! Aku bisa apa?" tangis Bintang semakin pecah. Dia memukul dada yang terasa sesak, berharap beban hatinya sedikit berkurang.

Gala jongkok, kemudian memiringkan kepala untuk melihat wajah Bintang dengan jelas. Dia mengusap air mata gadis itu dengan ujung jari.

"Kamu itu tidak aneh, tapi unik! Nggak usah dengerin apa kata orang. Pura-pura tuli dan buta, terkadang bisa menjadi alternatif terbaik untuk menjaga hatimu sendiri. Setiap orang dilahirkan spesial, dan kamu adalah salah satunya!" Gala tersenyum lembut kemudian berdiri dan keluar dari toilet. Tak lama kemudian, ia kembali dan membawa seragam putih abu-abu dalam kantong plastik.

"Pakailah. Segera masuk ke kelas, jangan bolos sepertiku." Gala tersenyum tipis, lalu keluar dari toilet wanita, dan masuk ke toilet pria untuk merokok seperti niatnya di awal.

Mendapatkan perlakuan manis dari Gala, membuat hati Bintang sedikit menghangat. Pipinya bersemu merah, dan sebuah senyum tipis terukir di bibir gadis itu. Bintang kembali masuk ke bilik toilet, kemudian mengganti seragam kotornya dengan seragam pemberian Gala.

Setelah selesai mengganti pakaian, Bintang keluar dari bilik toilet, kemudian membasuh mukanya. Dia melihat pantulan dirinya dari dalam cermin. Bercak putih menghiasi sebagian besar wajahnya. Dua bagian besar di pipi, dan ada beberapa bercak di dahi dan juga telinga. Hal itu juga membuat kepala Bintang ditumbuhi oleh beberapa helai rambut putih. Bintang menderita kelainan pigmen kulit yang disebut Vetiligo. Kondisi dimana sel penghasil pigmen kulit mati atau berhenti berfungsi.

***

Sejak hari itu, Bintang dan Gala sering menghabiskan waktu bersama. Gala lebih sering belajar dan mengerjakan tugas berkat dorongan dari Bintang. Di sisi lain, Bulan tidak pernah lagi mengganggu Bintang karena Gala terus melindunginya saat berada di sekolah.

Suatu hari, Bintang berniat menyatakan perasaannya kepada Gala. Dia menemui lelaki itu saat sedang berlatih voli.

"Gala, bisa bicara sebentar?" Bintang memilin ujung kemejanya yang keluar dari rok.

"Baiklah, kita ke sana." Gala menunjuk bangku di pinggir lapangan.

Setelah sampai di bangku itu, mereka duduk berdampingan. Bintang menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Jemarinya saling meremas satu sama lain. Keringat dingin mengucur di balik kemeja putihnya.

"Gala ... sebenarnya ... aku menyukaimu." Wajah Bintang layaknya udang rebus karena menahan malu.

"A-aku tidak berharap lebih. A-aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan, agar hatiku terasa ringan setelahnya," imbuhnya.

Mendengar pernyataan Bintang, Gala tersenyum lebar. Waktu seakan berhenti. Jantung Bintang berdebar lebih kencang. Dia menanti respon dari sang pujaan hati yang ada di hadapannya itu.

"Bintang, sebenarnya ...."

Bersambung ...

Apa Harus Cantik untuk Menyukai Seseorang?

Jantung Bintang seakan hampir meledak karena berdebar lebih cepat. Tangannya mulai berkeringat dan perutnya terasa mulas karena menanti jawaban dari Gala. Gadis itu sebenarnya hanya ingin menyatakan perasaannya. Namun, jika ternyata Gala memiliki perasaan yang sama dengannya, hati Bintang akan lebih bahagia.

"Bintang, sebenarnya ...." Gala menggantung ucapannya di udara. Lelaki itu menoleh ke samping, kemudian tersenyum miring.

Beberapa detik kemudian, Gala kembali menatap Bintang. Tatapannya terlihat serius. Dia menarik napas panjang kemudian menghembuskannya kasar.

"Sebenarnya aku enggan mengatakan hal ini. Namun, aku tidak mau kamu berharap kepadaku lebih jauh. Aku mendekati dirimu karena kasihan. Jangan terlalu percaya diri jika ingin menyukaiku. Sebaiknya buang saja perasaan itu." Ucapan terdengar dingin dan menusuk jantung.

"Kasihan? Karena aku jelek?" Suara Bintang bergetar karena menahan tangis di dalam tenggorokan.

"Bagaimana ya menjelaskannya? Aku tahu bagaimana rasanya kesepian. Dijauhi teman, sendirian, dan juga ada tapi tak terlihat. Aku memahami hal itu. Jadi, aku menemanimu agar tidak kesepian. Tapi sepertinya kamu sekarang, ada di posisi yang biasa disebut tidak tahu diri."

"Tidak tahu diri? Jadi maksudmu ... menyukai seseorang itu adalah hal yang tidak pantas untuk diriku yang tidak cantik ini?" Mata Bintang mulai berkaca-kaca, hatinya terasa nyeri karena ucapan Gala.

"Kamu pernah berkata bahwa setiap orang terlahir dengan keunikan masing-masing. Tapi apa ini? Sepertinya keunikan itu tidak berlaku untukku bukan? Aku bukan unik, tapi aneh." Air mata Bintang akhirnya lolos.

Seakan ada batu besar yang menghalangi tenggorokannya saat ini. Jika bisa, ia ingin berteriak sekencang-kencangnya di depan Gala. Memaki lelaki itu, dan menghujaninya dengan sumpah serapah. Akan tetapi, Bintang mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin mengotori bibirnya dengan melakukan semua itu.

Bintang menyeka air matanya. Dia menatap Gala kemudian tersenyum miring. "Terima kasih karena sudah menemaniku ketika aku merasa kesepian."

Gala hanya menatap tajam ke arah Bintang. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Bintang balik badan, kemudian melangkah meninggalkan Gala yang masih mematung di pinggir lapangan voli.

Tiupan angin menerbangkan dedaunan kering. Matahari tiba-tiba redup terhalangi oleh gumpalan awan hitam. Rintik air hujan mulai membasahi bumi. Aroma tanah yang basah menguar ke udara dan tercium oleh dua anak manusia itu.

***

Keesokan harinya, Bintang dikejutkan oleh tatapan sinis semua siswa SMA 1 Andromeda. Mereka saling berbisik satu sama lain dan tertawa cekikikan saat Bintang melintas.

Ketika hendak masuk ke dalam kelas. Bulan menarik lengannya. Dia menyeret Bintang masuk ke gudang belakang sekolah. Kebetulan hari itu para guru sedang mengadakan rapat, sehingga siswa-siswi sekolah itu terlihat bebas berkeliaran.

"Lepaskan, Bulan! Sakit!" Bintang terus meronta dan mengibaskan lengannya agar lepas dari cengkeraman tangan Bulan.

"Aku mau memberimu pelajaran karena sudah berani mendekati Gala!" seru Bulan.

"Apa salahku? Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan! Aku tidak pernah berharap lebih kepada Gala!"

Bulan melepaskan cengkeraman tangannya setelah masuk gudang. Mata Bintang melebar, karena ternyata di dalam gudang sudah ada belasan siswi lain yang menunggunya.

"Ka-kalian mau apa?" Bintang mundur beberapa langkah sampai tubuhnya menabrak dinding gudang.

"Mau apa? Kami hanya ingin memberimu pelajaran!" ucap seorang siswi berambut pirang.

Bintang tidak dapat mengenali mereka satu per satu. Dia hanya bisa mengenali Bulan, Venus, Mega, dan dua teman sekelasnya yang lain, yaitu Jingga dan Violet.

"Makanya, jadi orang itu sadar diri! Berkacalah sebelum melakukan tindakan bodoh yang memalukan!" seru Violet.

"Apa maksud ucapanmu, Vio?

"Apa kami harus mengulanginya lagi? Kamu itu tidak pantas berada di dekat Gala! Untuk apa kemarin kamu menyatakan perasaan kepadanya?" Mega menatap sinis ke arah Bintang sambil tersenyum miring.

"Apa harus menjadi cantik supaya boleh menyukai seseorang?" Bintang menyipitkan mata. Suaranya kembali bergetar karena menahan sesak di dalam dada.

"Oh, tentu saja boleh. Tapi, harus tahu diri! Jika orang cacat sepertimu menyukai seorang Gala, itu namanya penghinaan bagi kami yang normal ini!" Venus melipat kedua lengan di depan dada.

"Aku tidak cacat! Aku hanya memiliki kelainan pada kulitku!" teriak Bintang.

"Iya, kelainan itu sama dengan cacat! Tidak normal!" Jingga mendekati Bintang kemudian mendorong dadanya dengan jari telunjuk.

Tiba-tiba Bulan melempari Bintang dengan telur busuk. Gadis dengan wajah belang itu sontak mendongak. Aroma tidak sedap dari telur itu, kini melekat di tubuh Bintang. Semua yang ada di gudang juga melakukan hal yang sama.

Air mata Bintang tertahan, sehingga membuat mata gadis itu memerah. Setelah puas dengan semua perbuatan keji itu, mereka meninggalkan Bintang di dalam gudang. Aroma busuk membuat perut Bintang bergejolak. Gadis itu hanya bisa memuntahkan angin karena sama sekali belum mengisi perutnya sejak kemarin malam.

Bintang malu jika harus berjalan menyusuri koridor dengan kondisinya saat ini. Gadis itu memanjat pagar tembok sekolah, dengan bantuan bangku usang yang ada di gudang. Setelah berhasil melewati pagar sekolah, Bintang berjalan sambil menundukkan kepalanya.

Setiap orang yang ia lewati menutup hidung mereka. Langkah kaki Bintang terasa berat. Tanpa ia sadari, kakinya melangkah menyebrangi jalan ketika lampu lalulintas berwarna hijau. Dia baru tersadar ketika sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.

Mata Bintang melebar, begitu juga dengan bibirnya. Kaki gadis itu seakan terpaku di atas aspal. Badan kurusnya tertumbuk oleh mobil sedan berwarna hitam itu hingga terpelanting ke udara. Dia sempat menghitung berapa kali tubuhnya terguling di atas badan mobil sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

***

Sinar matahari mengintip dari balik tirai berwarna putih. Suara mesin pendeteksi denyut jantung terdengar oleh telinga Bintang. Gadis itu perlahan mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan cahaya sekitarnya.

Siluet seorang perempuan paruh baya tertangkap oleh netranya. Ia mendekati Bintang, kemudian menggenggam jemarinya.

"Kamu sudah sadar?" Sebuah senyum terukir di bibir perempuan anggun itu.

Bintang mengangguk perlahan. Kerongkongannya terasa kering. Dia merasakan tubuhnya remuk redam dan sulit untuk digerakkan.

"Jangan tergesa-gesa untuk bergerak. Pelan-pelan saja. Kamu mengalami beberapa patah tulang di kaki dan tubuhmu. Kami sudah meminta pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan terbaik untukmu." Perempuan itu meraih jemari Bintang dan mengusapnya lembut.

Hati Bintang menghangat mendapatkan perlakuan lembut perempuan itu. Tanpa terasa ujung mata gadis itu basah karena air mata.

"Jangan bersedih. Mulai hari ini, panggil aku Bunda. Bunda Pelangi. Aku dan suamiku berniat untuk mengadopsimu. Kami sedang mengurus dokumen untuk memproses semuanya."

"Bunda ... Bunda ... Bunda ...." Bintang mengucapkan panggilan itu dengan suara lemah, hampir tidak terdengar.

Bu Pelangi menangis haru, kemudian memeluk tubuh kurus Bintang. Gadis itu terus menyebutkan kata 'Bunda' berulang kali. Ini adalah momen pertama kali ia merasa benar-benar dicintai. Bintang berharap apa yang sedang ia alami ini bukanlah mimpi.

Bersambung ...

Aku Sudah Cantik Sekarang!

Layar televisi di sebuah rumah mewah, sedang menampilkan sosok perempuan muda yang tengah diwawancarai. Senyum gadis itu terlihat cantik, menyempurnakan parasnya yang jelita. Suara televisi itu menggema memenuhi ruangan.

Di depan layar televisi dalam ruangan, seorang perempuan berumur lima puluhan, menatap kagum ke arah gadis itu. Di atas meja, sudah tersaji dua cangkir Kopi Cap Musang dan dua potong Strawberry Cheescake.

"Aduh, Bintang memang putriku yang cantik! Lihat hidung mancungnya! Kulit itu benar-benar tanpa pori-pori!" Bu Pelangi menatap layar televisi tanpa berkedip sedikit pun.

Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki seseorang yang mendekat. Lelaki dalam balutan kemeja berwarna ungu tua dan bawahan celana formal slimfit, sedang sibuk membenarkan dasi yang menggantung di leher.

"Bun, asyik sekali lihat acara gosip. Sampai-sampai lupa sama suami sendiri!" Dokter Langit melayangkan protes kepada sang istri.

"Ayah nih, nggak setiap hari juga 'kan Bunda lihat acara gosip?" Bu Pelangi memonyongkan bibir, lalu beranjak mendekati Dokter Langit. Dia membantu sang suami mengikatkan dasi dengan motif garis zig-zag itu.

"Tuh kan? Sudah seperti nama acara gosip Kak Peniti Bros?" Dokter Langit menjepit bibir sang istri dengan jari jempol dan telunjuknya.

"Apaan sih, Ayah!" Bu Pelangi menarik lengan suaminya agar berhenti menjepit bibir seksinya.

"Ya kan, judul acaranya Lambe Monyong? Sama kayak bibir Bunda sekarang." Dokter Langit terkekeh melihat sikap sang istri.

"Bukan, Ayah. Itu nama akun Instakilo-nya! Kalau nama acara televisinya, Ghibah, No Secret!" jelas Bu Pelangi sambil melipat kedua lengannya di depan dada.

Dokter Langit kembali terkekeh. Lelaki itu meraih cangkir di atas meja, meniup cairan kopi di dalamnya, lalu menyesapnya perlahan. Setelah itu, ia mengecup puncak kepala sang istri, dan pergi meninggalkannya. Sejujurnya, dia malas berdebat dengan sang istri, karena semua akan berakhir sama. Menguras isi dompet untuk membujuk Bu Pelangi yang merajuk.

***

Di studio 4 stasiun televisi Ikan Terbang, Bintang sedang diwawancarai oleh pembawa acara kondang Peniti Bros. Gadis itu sudah dicecar berbagai pertanyaan sejak satu jam terakhir. Dia bisa bernapas lega karena sesi wawancara hampir berakhir. Kak Bros mengajukan pertanyaan terakhir untuk Bintang.

"Selamat ulang tahun Bintang! Apa impian yang ingin kamu capai di usia yang ke-25 tahun ini?" Kak Peniti Bros melemparkan pertanyaan sambil tersenyum penuh arti.

"Ah, aku ingin sekali mendapatkan peran utama di film terbaru Kak Nanung Bramastyo." Mata Bintang berkilat karena semangat yang berkobar di dalam dada.

"Film yang diangkat dari novel itu?"

"Iya, Kak. Kakak tahu nggak, kalau novel itu merupakan kisah nyata dari orang terdekat penulisnya loh!" Bintang tersenyum lebar, badannya kini condong ke arah Kak Bros.

"Oh iya, aku dengar rumornya memang seperti itu. Apa judul novelnya? Boleh dong kasih tahu saya dan pemirsa di sini?" Kak Bros mengedipkan mata berusaha menggoda Bintang, demi mendapatkan informasi mengenai novel yang dimaksud.

"Sebenarnya untuk judul filmnya masih rahasia. Tapi boleh lah ya, spill judul novelnya. Second Wife karya Chika Ssi. Sebenarnya karya itu dipublikasikan di salah satu platform baca novel gratis. Kak Nanung tertarik, akhirnya beliau memutuskan untuk menghubungi si penulis dan menawarkan untuk diadaptasi menjadi sebuah film."

"Baiklah, terima kasih Bintang, sudah bersedia diundang ke acara kami! Lancar-lancar untuk casting-nya. Semoga berhasil mendapatkan peran utama!" Kak Bros beranjak dari kursi kemudian menyalami Bintang, dan acara gosip itu berakhir.

Setelah acara selesai, Bintang langsung menuju mobil pribadinya diikuti oleh sang manajer. perempuan dengan kacamata tebal itu memberitahukan jadwal Bintang selanjutnya.

"Jadi kita langsung ke lokasi casting?" tanya Bintang.

"Iya, Mbak. Apa Mbak Bintang mau makan dulu sebelum ke sana?"

"Nggak, Nja. Kita langsung pergi ke sana."

"Baik, Mbak." Senja, manajer Bintang langsung membukakan pintu dan mulai mengendarai mobil menuju lokasi casting.

Tiga puluh menit kemudian, mereka sampai di rumah produksi milik Kak Nanung Bramastyo. Bintang berjalan melewati beberapa artis lain yang ikut casting. Sebagian besar dari mereka menatap kagum pada kecantikan Bintang, sedangkan sebagian lagi menatap penuh rasa iri dan dengki.

Salah satu orang yang tidak suka dengan kehadiran Bintang adalah Bulan Purnama. Musuh bebuyutan Bintang sejak berada di bangku SMA. Perempuan itu memicingkan mata, melihat setiap gerak-gerik yang Bintang lakukan dengan tatapan penuh amarah.

"Awas ya! Kali ini kamu bakalan kalah! Aku yang bakal jadi pemeran utamanya!" Bulan berbicara lirih sambil mengatupkan giginya kuat-kuat. Sejak Bintang debut di dunia hiburan, posisi Bulan memang semakin terancam. Hampir semua perusahaan ternama yang menunjuk Bulan menjadi Brand Ambassador, berpaling dan mulai saling bersaing memperebutkan Bintang. Hal itu tentu saja membuat Bulan semakin meradang.

Asisten sutradara mulai memanggil satu per satu dari mereka. Sampai akhirnya tiba giliran Bintang. Gadis itu melangkah ke ruangan yang digunakan untuk seleksi pemain. Matanya melebar karena mendapati seorang dari masa lalunya kembali hadir. Gala terlihat semakin tampan sejak pulang dari Paris.

Lelaki itu mengubah warna rambutnya menjadi abu-abu gelap. Di area atas bibir Gala ditumbuhi oleh bulu halus. Rambutnya juga terlihat jauh lebih panjang dari terakhir kali mereka bertemu. Pesona Gala memang tidak bisa terbantahkan.

"Sebenarnya, aku sudah memilih Gala sebagai pemeran utama pria. Kamu ingin memainkan peran utama perempuan 'kan?" Kak Nanung menatap Bintang sambil menaikkan kedua alisnya.

"Iya, Kak." Bintang mengangguk mantab.

"Baiklah, mulai sekarang! Siap ... a**ction!"

Bintang tiba-tiba bergerak mendekati Gala. Lelaki itu sontak mundur satu langkah. Namun, dengan sigap Bintang menarik kerah baju Gala. Sebuah senyum miring terukir di bibir Bintang.

"Bukankah akan menjadi pahala, jika seorang istri menggoda suaminya sendiri?" Bintang mengucapkan salah satu dialog pemeran utama wanita.

Tanpa sadar, Gala menahan napasnya. Wajah mereka semakin dekat. Jantung Gala juga berdebar semakin kuat, seiring dengan Bintang yang terus memangkas jarak. Dia terus mendekatkan wajahnya dengan laki-laki itu. Seisi ruangan ikut gugup, menantikan pertemuan bibir keduanya.

"Cut!"

"Yaaahhhh!" seru seisi ruangan serempak. Bintang perlahan melepaskan cengkeraman tangannya dan tersenyum puas.

Gala menelan ludah secara kasar, lalu memalingkan pandangannya dari Bintang. Kak Nanung melambaikan tangan, meminta gadis itu berjalan mendekat. Bintang mempercepat langkahnya, kemudian berdiri di hadapan Kak Nanung.

"Bagus! Aku sudah memutuskan kamu yang jadi pemeran utama wanitanya!" Senyum lebar menghiasi bibir sutradara terkenal itu. Bintang ikut tersenyum puas, kemudian melirik Gala yang ternyata sedang mencuri pandang kepadanya.

'Jika di masa lalu aku gagal, kali ini aku pastikan dirimu akan bertekuk lutut di kakiku, Gala!'

Bintang tersenyum penuh arti, ketika memergoki Gala yang terus menatapnya diam-diam. Seakan pencuri yang tertangkap basah, Gala kembali mengalihkan pandangan, kemudian mengusap tengkuknya. Gadis itu berjalan dengan posisi badan tegak dan dagu sedikit diangkat.

Stiletto yang dipakai Bintang beradu dengan lantai, sehingga menimbulkan bunyi yang seirama dengan detak jantungnya, tenang dan teratur. Langkah gadis itu berhenti di depan Gala. Dia mendekati lelaki itu, kemudian membisikkan sesuatu kepadanya. Beberapa detik kemudian, mata Gala melebar. Bintang kembali menjauhkan bibir mungilnya dari telinga lelaki tampan itu.

"Aku tunggu, ya ...." Bintang mengedipkan mata kanannya, kemudian melenggang pergi meninggalkan Gala yang masih mematung di tempat.

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!