Gak suka visualnya? Silakan disimpen di otak kalian sendiri ingin seperti apa. Gak perlu ribet2 komen hanya karena visual. Apalagi baca di MT free alias GRATIS TISS.. Kalau mau yg sesuai bisa berkarya sendiri loh!
Guys!! Ini visual dari Max dan Elena! Harusnya agak mbule ya hahaha sesuai namanya tapi aku malah pilih asia karena menurutku ini cocok sama mereka berdua. Semoga kalian suka!! Jangan lupa masukin ke dalam favorit kalian!! Like dan komennya juga ^^
[...]
Guys!! Ini visual dari Max dan Elena! Harusnya agak mbule ya hahaha sesuai namanya tapi aku malah pilih asia karena menurutku ini cocok sama mereka berdua. Semoga kalian suka!! Jangan lupa masukin ke dalam favorit kalian!! Like dan komennya juga ^^
[...]
Guys!! Ini visual dari Max dan Elena! Harusnya agak mbule ya hahaha sesuai namanya tapi aku malah pilih asia karena menurutku ini cocok sama mereka berdua. Semoga kalian suka!! Jangan lupa masukin ke dalam favorit kalian!! Like dan komennya juga ^^
Founder sekaligus CEO MX Entertaiment, Max Winston akan segera menikah dengan putri bungsu keluarga Gilbert. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa perusahaan keluarga Gilbert sudah gulung tikar sejak akhir Mei lalu…
Tit!
Ronald Winston mematikan televisi yang sedang Max tonton dengan segelas americano di pagi hari. Pria yang umurnya sudah tidak muda lagi itu membanting remote TV yang dia pegang hingga hancur lebur di lantai. Wajahnya nampak marah dan urat-uratnya mengetat di rahangnya. Sementara Max tidak peduli dengan apa yang pria itu lakukan di kantornya
“Apa yang kau lakukan?! Ayah sudah katakan untuk tidak mengambil keputusan sendiri?”
Max mengangkat kepalanya memperhatikan pria itu dengan teliti. Meski Ronald menua, Max sangat yakin pria ini bersenang-senang dengan baik setiap malam. Bahkan salah satu artisnya dia jadikan simpanan tanpa dia ketahui sebelumnya. Kalau saja bukan info dari Aaron, manajernya yang teliti itu, sampai kapan pun pasti Max tidak akan tahu. Dasar pria tua brengsek! Bau tanah! Dia tidak ingat umur, heuh!
“Keputusan sendiri?” Max mengangkat alisnya sendiri dan terkekeh.
Dia bangun dari bangku kebesarannya dan duduk di ujung meja kerjanya.
“Kau tidak ingat dengan perjanjian kita?” tanya Max, menyentuh ujung gelas americanonya juga dengan alis yang dia angkat. “Aku sudah selesai dengan tugasku. Ayah sudah mendapatkan apa yang Ayah mau dan aku sudah mendapatkan apa yang aku mau.”
Ronald mengepalkan tangannya benar-benar merasa kesal dengan anaknya ini. “Tapi tidak dengan menikahinya! Bagaimana dengan Natt? Kau sudah bertunangannya!”
Max terkekeh. “Itu masalah mudah! Aku akan segera menyelesaikan urusanku. Toh, Natalie masih sibuk dengan dunianya. Aku baru saja membuatnya naik daun, Ayah. Kau tidak perlu khawatir! Natalie masih punya waktu lama untuk menjadi artis yang terkenal dan memutuskan menikah. Di waktu yang tepat, aku pasti sudah membuat Elena menangis darah memohon maaf atas apa yang ayahnya lakukan pada ibuku.”
“Tapi, kau tidak mengatakan akan menikahinya. Kau bilang akan segera membunuh mereka. Kenapa semua rencana berubah tanpa memberitahu ayah?”
Ronald masih tidak menerima, bahkan pria itu mulai kesal ketika anaknya mulai bertindak tanpa persetujuannya. Masalahnya, menikahi Elena adalah hal yang paling Ronald tidak setujui. Max dan Natalie sudah bertunangan sejak Max memutuskan hubungannya dengan Irene 4 tahun lalu. Dulu, Max menjadikan Irene kekasih karena permintaan Ronald yang ingin menaruh beberapa orang kepercayaannya di kantor Irene. Max berhasil membuat orang-orang Irene dipecat dan merekomendasikan beberapa orang kepercayaan Ronald yang ternyata memiliki tujuan lain untuk menguras perusahaan Irene. Bahkan ketika perusahaan Irene terpuruk, Max meminjamkannya uang yang ternyata di dalam perjanjian itu akan menyita mansion keluarga Gilbert jika 5 tahun tidak lunas.
Memang salah Irene yang terlalu percaya pada Max yang saat itu statusnya masih menjadi pacarnya. Irene tidak membaca surat perjanjian itu dengan teliti karena sedang kalut dengan kondisi perusahaan yang ayahnya tinggalkan. Irene percaya saat itu Max mendukungnya, menyokongnya dengan baik hingga 4 tahun terakhir semuanya terasa stabil meski uang yang Irene pinjam belum sepenuhnya bisa dia kembalikan karena banyaknya pengeluaran lain demi menyeimbangkan bisnisnya.
Tak disangka bom meledak di waktu yang tepat. Max datang menagih hutangnya. Sementara kolega Irene perlahan meninggalkannya, menjual harga saham dengan rendah yang tidak sesuai dengan harga pasar pada perusahaan Ronald, tentu ini semua karena ada orang dalam yang memberikan janji-janji yang membuat Irene bukanlah pilihan terbaik. Kini Ronald sudah pada titik kebahagiaan. Dia mendapatkan yang dia mau, sementara Max pun ingin membalaskan kematian ibunya. Menikahi Elena adalah salah satu tujuannya untuk membuat wanita itu merasakan neraka dunia, seperti apa yang dia rasakan selama ini; hidup tanpa ibu dan tentunya dengan sandiwara yang ayahnya sendiri buat. Heuh, ayah? Max rasanya ingin tertawa setiap menyebut Ronald ayah.
“Aku ingin menyiksa dia perlahan-lahan, jika aku membunuhnya dalam sekejap. Apakah itu cukup membalaskan dendam ibu?” tanya Max sungguh dengan santai. Berbeda dengan Ronald yang berapi-api.
Namun akhirnya Ronald menghela napasnya pelan.
“Baiklah, cepat selesaikan permainanmu. Ayah tidak mau, kamu malah jatuh cinta padanya dan lupa dengan dendam kita,” Ronald menepuk bahu anaknya mulai mencoba meredakan amarahnya.
“Oh ya, kau harus bicarakan hal ini pada Alfred. Jelaskan padanya tentang pernikahanmu dengan Elena. Buat dia mengerti dan tidak membatalkan pertunaganmu dengan Natalie.”
Max menyingkir dari ujung mejanya, lalu membuka pintu ruangannya.
“Aku akan mengurusnya. Ayah tidak perlu memikirkannya karena aku sudah dewasa,” katanya entah secara tidak langsung mengusir Ronald agar segera keluar dari ruangannya, atau malah ingin menghormati Ronald sebagai ayahnya sehingga harus membukakan pintu untuknya.
Ronald tak mau terlalu berpikir buruk. Dia sudah cukup tua untuk hal ini. Dia hanya ingin, Darrel, adik Max mendapatkan kekayaan darinya. Sampai titik ini, Ronald sudah mendapatkannya dan Darrel sudah berada di bawah pimpinannya untuk bersiap mengambil alih bisnisnya.
“Baiklah, terserah kau saja! Yang jelas ayah tidak ingin pertunanganmu dengan Natalie selesai begitu saja. Kau tahu kan Alfred adalah sahabat baik ayah! Keluarga Copper sudah memiliki jasa yang besar pada kita! Kalau bukan Alfred, kau pasti tidak akan punya agensi sebesar ini!”
Max mengangguk pelan dengan senyuman yang Ronald tidak paham apakah itu senyuman merendahkan atau sebaliknya. “Oh ya, Ayah!” Sebelum Ronald pergi dari ruangan anaknya ini, Max menahan langkah ayahnya.
“Ini agensiku. Kau tahu kan, aku tidak tertarik dengan bisnismu itu. Di sini aku CEO-nya. Jadi, jangan masuk sembarangan tanpa izinku! Kau harus mengetuknya lebih dulu jika ingin masuk ke ruanganku.”
Ronald mengepalkan tangannya. Apa-apaan ini! Dia tahu, perusahaan Max ini fokus pada dunia hiburan. Entertainment ini sudah sangat terkenal tanpa harus Ronald dongkrak lagi dengan uangnya. Ronald juga tahu, Max lebih kaya darinya, tapi apa perlu anaknya ini mengatakan hal itu? Atau jangan-jangan…
“Ahhh Ayah, aku hanya bercanda,” kata Max langsung memijat pelan pundak Ronald seraya tersenyum. Lalu perlahan mengikuti langkah ayahnya yang keluar dari ruangan kantornya.
“Maksudku, jangan pernah hancurkan barangku lagi seperti tadi. Semua barang di sini mahal tahu!” ejek Max dan Ronald terkekeh pelan.
“Kau ini!”
Ronald rasa, dia benar-benar sudah semakin tua karena emosinya mulai tak terkontrol. Sepertinya, itu hanya perasaannya saja, Max mulai melawannya. Ronald yakin, Max masih anaknya yang sejak kecil dia didik.
“Yasudah ayah kembali ke kantor. Darrel sudah menunggu ayah sejak tadi di kantor. Kau tidak perlu antar ayah. Ayah masih kuat tahu!” kata Ronald membuat Max tersenyum.
“Baiklah, hati-hati di jalan,” ucap Max dan Ronald meninggalkan Max yang masih menatapnya meski sudah berjalan jauh ditelan dinding besar agensinya.
“Dasar brengsek! Sekali brengsek tetap brengsek! Kau kira aku masih menjadi bonekamu!” batin Max seraya mendengus pelan dan mengeluarkan HP-nya dari saku celana karena tidak menemukan sekretarisnya di tempat.
“Rain, kau di mana? Siapkan mobil dan jangan lupa dengan masalah semalam. Kau harus selesaikan masalah artis sialan itu, baru saja naik daun sudah bergaya seperti ratu kerajaan!” Max mulai sibuk dengan HP-nya seraya kembali masuk ke dalam ruangannya mengambil jaket mahalnya yang dia beli di Amsterdam.
“10 menit di lobi!” Max mematikan sambungannya dan memasukkan HP-nya ke dalam saku.
[...]
Halo! Jadi ini cerita Max dan Elena. Semoga kalian suka! Jangan lupa masukin dalam rak buku kalian!!
Btw, aku masih bimbang mau ngasih judul ini apa. Bisa batu pilih?
1. My Charming Enemy
2. Sugar (panggilan Max ke Elena)
3. Sweet Enemy
4. Elena
5. Terjebak dengan Pria Posesif
Serius dehh bingung wkkwkwwk, karena aku juga gak pintar buat judul cerita dari dulu wkwkwk. Bantu pilih yuk!
AUTHOR POV
Mobil sport merah memasuki mansion tua milik keluarga Gilbert. Beruntung, rumah ini punya pintu belakang untuk dia lalui. Jika tidak, wartawan pasti sangat bersyukur karena mendapatkan mangsa yang tepat setelah berjam-jam menunggu di luar sana. Secara, Max Winston adalah CEO dari agensi terkenal di negara ini. Mana mungkin, para wartawan melewati berita besar ini. Akhirnya! Di umur 27 tahunnya, Max melepaskan masa lajangnya! Tentu perempuan mana yang tidak merasa patah hati. Bahkan jika semua artis di agensinya disuruh bersuara pasti tidak akan terima.
“Rain!” panggil Max mengulurkan tangannya.
Sekretaris perempuannya itu memberikan sebuah berkas pada Max. Kaca mata hitam yang dia pakai, dilepas sebentar dan dia simpan di kantong jasnya.
“Bagaimana, Pak? Apakah sudah sesuai?” tanya Rain.
Max masih mengunyah permen karet yang dia makan sepanjang jalan menuju mansion tua milik keluarga Elena. Kepalanya Nampak mengangguk berkali-kali hingga akhirnya setiap lembar demi lembar dia tersenyum.
“Perfect!” serunya memberikan pada Rain lalu turun dari mobil mewahnya.
“Sialan kau Max!” baru saja Max turun dari mobilnya. Irene sudah menghampirinya dengan brutal.
Cepat sopir Max menahan Irene, begitu pula dengan pelayan Irene yang sudah siap memegang erat tangan Irene.
“Setelah mengambil semua kolegaku, kau mengambil adikku juga sebagai jaminan! Kau benar-benar ********! Kau brengsek! Dia satu-satunya yang kupunya!”
Max terkekeh. Dia mengambil sebuah sapu tangan di kantong celananya lalu membuang permen karet yang menurutnya tak manis lagi untuk dikunyah karena harus melihat pemandangan ibu hamil berteriak-teriak padanya.
“Wow! Amarah ibu hamil benar-benar mengangumkan! Jadi siapa ayahnya?” tanya Max meremehkan seraya melipat ke dua tangannya di depan dada.
Irene benar-benar geram. Dia hampir tak terkendali jika saja bukan Elena yang mencegahnya. Wanita cantik itu, adiknya satu-satunya, anak bungsu keluarga Gilbert memeluk Irene erat.
“Kak sudah! El baik-baik saja, Kak! Percaya sama Elena!”
Anehnya, Max selalu merasa wanita itu; Elena Nampak tenang meski dia tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan. Wanita dengan kulit putih kemerahannya itu menangkup ke dua wajah Irene yang terus mengeluarkan air mata.
“El, tapi-”
Elena menggelengkan kepalanya. Tidak mau mendengar apapun dari bibir kakaknya. Jika bukan karena pengorbanannya, mansion tua ini pasti akan rata dengan tanah dan dibagun rumah baru yang lebih minimalis menyesuaikan era saat ini.
“Kita sudah membicarakan ini semalam. Kakak temui Kak Damar. El enggak mau Kakak di rumah sendiri, merawat anak kalian sendirian. El enggak mau itu terjadi Kak! Elena mohon! Bukan Elena satu-satunya di hidup Kakak. Kakak akan punya keluarga baru!”
Irene menggelengkan kepalanya lagi, tapi Elena meminta semua pelayannya membawa Irene untuk meninggalkannya. Suara teriakan histeris yang tentunya membuat Elena tak kuasa menitihkan air matanya. Namun dia harus kuat! Dia harus kuat dengan kenyataan bahwa keluarganya sudah tidak memiliki apapun.
“Sudah kubilang, jangan pinjam uang sembarangan, tapi kakakmu masih saja meminjamnya padaku,” suara Max membuat Elena menghapus air matanya. Dia membalikkan tubuhnya menghadap pria yang memberikannya pilihan.
“Karena waktu itu kau kekasihnya. Dia percaya padamu, tapi kau-“
“Apakah kita sedang membicarakan masa lalu?” tanya Max mengubah posisinya hingga tak ada lagi jarak di antara mereka.
“Kau tahu? Aku tidak suka membicarakan masa lalu, dan aku tidak suka wanita yang tidak menurut, setiap kau melakukan hal yang aku tidak suka, kau akan mendapat hukuman dariku,” ucapnya tiba-tiba meraih tubuh Elena yang hanya beberapa inci darinya hingga bibir mereka saling menyentuh merasakan kehangatan antara satu sama lain.
Ah, tidak! Bahkan Elena tidak bisa merasakan kehangatan dari pria arogan ini. Yang ada, dia merasakan hawa dingin menusuk yang ditimbulkan oleh pria ini.
“Pak,” Rain mencoba menyadarkan Max kalau ini bukan waktu yang tepat, tapi Max merasa puas karena jelas sekali terlihat ini pertama kalinya untuk Elena.
Polos, pemberani, dewasa? Kata yang manakah cocok untuk Elena.
Elena mendorong tubuh Max dan mengepalkan tangannya. “Jangan sentuh aku dengan bibir kotormu!”
Max terkekeh dan memberantakkan rambut Elena dengan senyum yang Elena sendiri tak bisa artikan. “Kau begitu manis pagi ini, sugar,” bisiknya di telinga Elena.
Wanita itu kembali menjauhkan dirinya dari pria gila yang pagi-pagi sudah menjemputnya. Coba saja pikir! Apa dia tidak berangkat kerja?! Kenapa harus datang sepagi ini ke mansionnya.
Max masih mengembangkan senyumnya. Kali ini dia terkekeh karena Elena terus mengusap bibirnya dengan kesal karena ulah Max. Lalu pria dengan rambut quiff haircut itu memberikan berkas perjanjiannya pada Elena, membuat Elena menerimanya dengan garang.
“Rain!” Max menunjuk koper yang sudah pelayan Elena siapkan tadi.
Sekretaris itu pun mulai sibuk mengurus koper-koper milik Elena bersama sopir pribadi Max. Sementara Max menyentuh tangan Elena untuk masuk ke dalam mobilnya.
Kesan pertama Elena untuk Max sungguh tidak bisa dia pahami. Pria ini manis, dingin, bossy? Kata yang manakah cocok untuk Max?
Bahkan mereka mulai menilai satu sama lain, tapi dibanding Elena, tentu Max mengetahui luar dalam Elena karena sejak lama dia sudah memperhatikan gadis ini. Gadis? Max kini tertawa di dalam hatinya. Tentu saja gadis, karena Max adalah yang pertama untuk Elena.
Max merapikan jasnya setelah masuk ke dalam mobil mahalnya. Namun dia melihat Elena masih sibuk membaca berkas perjanjian mereka di luar mobil. “Kau bisa membacanya di perjalanan. Desainer yang aku pilih untuk membuat baju pernikahan kita tidak punya banyak waktu hanya untuk menunggumu!”
Kali ini Elena yakin, dia yakin sekali kalau Max adalah pria dingin dan super bossy! Abaikan kata manis di awal tadi! Karena kata-kata itu tidak cocok untuk Max.
Max, begitu dia memastikan Elena berada di sampingnya, pria itu membuang tatapannya ke luar jendela. Melihat Rain yang selesai memasukkan semua koper Elena, dia pun siap memberikan perintah.
“Maaf Pak! Kopernya tidak mungkin masuk semua di mobil ini,” ucap Rain membuat Max langsung menghela napasnya dari mulut mengingat kapasitas mobilnya memang tidak akan cukup banyak. Sialnya dia tidak memikirkan ini.
“Kalau kau tidak lupa, aku pernah menjadi seorang putri di keluargaku, aku tidak mungkin bawa baju sedikit meski aku tahu pernikahan ini bukan hal yang menyenangkan!”
Well, ini salah Max yang terlalu mengutamakan gaya. Oh bukan! Tepatnya terlalu ingin pamer pada Elena kalau pria yang akan menikahinya adalah CEO terkenal di industri hiburan. Tentunya semua barang yang dia gunakan harus keren di mata pelayan Elena sekalipun.
“Baiklah kau yang atur,” ucap Max mulai kesal karena mendengar kata-kata Elena yang masuk akal.
“Benar juga, dia tidak mungkin bawa baju sedikit!” ucap Max dalam hatinya merasa dongkol sekaligus malu karena dia terlalu ketahuan ingin pamer.
Rain dan Andrew masuk ke dalam mobil. Mobil merah Max pun mulai melaju meninggalkan pelataran mansion tua keluarga Gilbert. Elena perlahan melepaskan pandangannya dari surat perjanjian yang dia baca. Kini matanya nampak berkaca-kaca melihat kakaknya di balkon atas menatap mobil mereka dengan sedih. Hal itu tentunya tak luput dari pandangan Max. Pria itu memperhatikan Elena yang memeras kencang dress floralnya. Dia tahu, perasaan Elena sekarang.
“Aku tidak pernah meninggalkan mansion ini selama hidupku. Meski ayah memintaku kuliah ke luar negeri, aku menolaknya. Aku sangat menyukai semua kenangan di dalamnya!” ucap Elena sangat lirih.
Dia tidak menangis, tapi tatapannya terus dia buang keluar kaca. Jari-jarinya pun semakin memerah membuat Max ikut membuang pandangannya pada luar kaca. Jika takdir tidak bisa membuat mereka bersatu dengan cara yang baik. Maka, Max akan melakukan segala hal supaya Elena dapat memasuki kehidupannya. Apapun itu! Apapun itu akan dia lakukan meski wanita ini harus membencinya terlebih dahulu.
[...]
Halo! Jadi ini cerita Max dan Elena. Semoga kalian suka! Jangan lupa masukin dalam rak buku kalian!!
Btw, aku masih bimbang mau ngasih judul ini apa. Bisa batu pilih?
1. My Charming Enemy
2. Sugar (panggilan Max ke Elena)
3. Sweet Enemy
4. Elena
5. Terjebak Cinta Pria Arogan
- - -
Serius dehh bingung wkkwkwwk, karena aku juga gak pintar buat judul cerita dari dulu wkwkwk. Bantu pilih yuk!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!