NovelToon NovelToon

Ketika Istriku Tak Lagi Meminta Uang

ketika istriku tak lagi meminta uang

Ketika istriku tak lagi meminta uang(1)

"Mas, aku minta uang dong buat beli gas! sudah habis sekalian bahan dapur juga." Ucap ku meminta uang, Mas Rahman

yang sedang menonton tv langsung mematikan nya .

"Apa, uang lagi bukannya kemarin sudah mas kasih dek." Ucap Mas Rahman kearah ku

Yang sedang membersihkan meja makan.

"Mana cukup, mas. Kamu memberikan aku uang setiap hari hanya 20 ribu sedangkan Mas berikan 2 juta setiap bulannya." Seru ku masih melakukan tugasku.

"Ratih, jaga ucapan mu. Dia itu ibuku, wajar lah kalau aku memberikan ibu lebih. Lagian semua biaya yang lain sudah aku bayar, aku cuma kasih 20 ribu untuk kita makan masak gak cukup." Ucapku dengan marah jika sudah menyangkut ibunya.

Aku hanya diam menatap tajam kearah suamiku, ingin ku marah tapi percuma ujung-ujungnya ia akan menghina, aku juga yang salah .

"Ambil ini, cepat belikan gas dan bahan dapur lalu masak ." Mas Rahman melempar uang berwarna merah padaku lalu ku ambil dengan hati yang getir.

" Tunggu, uang itu harus cukup untuk satu Minggu jangan terus meminta, aku capek kerja." Lanjut mas Rahman.

Apa katanya meminta, aku ini tanggung jawab mu Mas. sudah seharusnya kamu penuhi kebutuhan kita dulu. Bukan terus ibumu dan ibumu yang kau utamakan sekalipun surga mu itu dibawah telapak kaki ibumu tapi itu hanya bisa ku ucapkan dalam hati .

Setelah aku membersihkan meja makan, aku pergi ke kamar mengajak putriku yang baru satu tahun.

💕💕💕

Matahari sangat terik,aku pergi ke warung untuk membeli gas yang sedikit jauh dari rumah ku. putriku sedikit rewel mungkin karena cuaca yang sangat panas. Sesampai di warung, aku duduk sebentar untuk melepaskan penat.

" Gasnya ada ,Bu?" tanya ku pada Bu Minah pemilik warung yang baik dan ramah pada tetangga.

" Ada, neng sebentar ibu ambilkan." Ucap Bu Bu Minah berlalu ke dalam.

Tak berapa lama, Bu Minah keluar dengan menenteng gas di tangan nya sementara aku memilih bahan dapur . setelah selesai membayar aku langsung pulang tidak mau berlama-lama di jalan.

Sesampai dirumah, aku melihat mas Rahman asik dengan gawainya tanpa memperdulikan ku yang kerepotan membawa gas sambil mengendong Rania, putriku.

Ingin rasanya aku berteriak agar dia tahu betapa lelahnya tubu ini.

Ku letakkan kembali putri ke dalam box bayi di dalam kamar, ku berikan beberapa mainan agar dia rewel sementara aku pergi ke dapur untuk memasang gas . Selesai memasang, aku memasak tumis kangkung dan tempe goreng lalu ku hidangkan di atas meja.

" Kakung lagi memangnya kamu tidak bisa masak enak sekali saja, bosan tahu gak setiap hari makan ini terus. Sesekali masak ayam goreng " bentak mas Rahman melempar tudung saji, aku yang hendak melangkah ke kamar melihat Rania ku urungkan niatku untuk melangkah.

" Kalau mas mau makan enak, berikan aku uang lebih bukan 20 hari setiap hari." Teriak ku tak tahan lagi menahan kejengkelan dalam hati ini.

" Dasar istri tukang minta, tidak ada lagi uang mendingan aku kerumah ibu makan enak." Ucap mas Rahman berlalu dengan amarahnya, aku menangis tersedu-sedu menahan rasa sakit di hati ini . Hati ini semakin terpupuk kebencian dan cinta ini semakin hilang untuknya.

🌸🌸🌸

Semenjak kejadian tadi, Mas Rahman belum pulang padahal jam sudah menuju pukul 09:00

malam. Bodoh amat ahh, untuk apa memikirkan dia belum tentu ia juga memikirkan aku dan anaknya. palingan mengadu sama ibunya dan datang kesini sampai ngomel-ngomel pada ku.

"Ratih...!!. suara teriakan ibu bertemu terdengar riang. aku yang sedang duduk di sofa kaget melihat ibu yang sudah berbeda Semenjak keributan tadi, mas Rahman belum pulang juga padahal jam sudah menuju pukul 9 malam. Ahh bodoh amat lah ,untuk apa aku memikirkan suami yang tidak peduli pada istri dan anaknya .palingan juga ngadu sama ibu apa yang terjadi terus ibu datang kesini ngomel-ngomel sambil mencerca ku dengan sadis nya tapi aku tak takut karena hatiku sudah kebal dengan perlakuan nya.

"Ratih..... !" Suara teriakkan ibu menggema di depan pintu. Tu kan bener mertua kurang asem itu datang tergopoh-gopoh pada ku yang sedang duduk di sofa ruang tamu .

" Ada apa sih, Bu kok teriak-teriak. nanti rania bangun lho." Ucap ku lembut menyalami tangan ibu mertuaku tapi di tepis nya dengan kasar.

" Bagaimana, ibu tidak marah ,kamu cuma masak kangkung dan tempe goreng untuk Rahman sedangkan ia kasih uang belanja tiap hari pada mu." Ucap ibu duduk di sofa mungkin capek dari tadi berdiri terus tanpa ku suruh duduk.biarin asam urat sekalian hehe.

" Bagaimana mau masak enak kalau mas Rahman kasih uang belanja setiap hari cuma 20 ribu, Bu." Jawab ku dengan perasaan dong, kaki yang sudah pegel karena sudah lama berdiri terpaksa ku tahan untuk menghadapi mertua kita harus punya kekuatan untuk menghadapi mertua yang cerewet.

"Masak gak cukup, ibu saja dulu di kasih bapak Rahman cukup kok." Ucap ibu ngotot melirik kearah ku dengan sinis. Mas Rahman yang duduk di dekat ibunya hanya diam tanpa mau membela istri nya .

"Itu dulu Bu, jaman purba sekarang semua mahal kalau begitu ibu saja yang belanja besok dengan uang 20 ribu biar ibu ngerasain gimana belanja dengan uang 20 ribu." Tantang ku pada ibu mulut nya yang lemot tanpa di filter itu biar ibu tahu bagaimana susah nya belanja dengan uang 20 ribu .

" Baiklah kalau begitu ibu akan tinggal disini beberapa hari dan kamu Rahman tolong masukkan koper ibu." Suruh ibu pada mas Rahman untuk memasukkan koper ke dalam kamar . Sementara , aku berlalu meninggalkan ibu yang masih duduk di sofa.

Betapa lelahnya hari ini menghadapi dua makhluk yang tak berperasaan .

" Ratih..." Panggil ibu saat kaki ini melangkah di depan pintu kamar.

" Ada apa lagi sih, Bu. Aku ngantuk mau istirahat."

" Kata Rahman tadi pagi kamu di kasih uang seratus ribu, sekarang mana kembaliannya buat belanja besok pagi." Pinta ibu meminta uang sisa belanja tadi pagi.

Astaghfirullah , benar-benar kelewatan mas Rahman, sampai sedetail-detailnya menceritakan semuanya pada ibu. Padahal uang itu bisa aku belikan bedak dan lipstik yang sudah habis. Ini malah di minta kembali tak akan ku berikan.

Enak saja, kapan lagi bisa pegang uang 50 ribu. Kalau sudah masuk ke kantong celana ku takkan ku keluarkan lagi biarkan saja ibu minta lagi sama mas Rahman.

Ku baringkan tubuh ku di samping putriku dan terlelap ke alam mimpi.

💕💕💕.

Pagi-pagi sekali, ku dengar suara dari arah dapur.ku lirik jam di samping ku ternyata sudah menuju pukul 7 pagi. Aku keluar dari kamar sambil menggendong Rania . Ku lihat ibu sudah berada di meja makan bersama mas Rahman.

"Kok cuma ada telor balado, memangnya ibu gak belanja tadi di kang sayur." Tanya mas Rahman dengan wajah cemberut.

Aku hanya tersenyum geli melihat makanan pagi ini. Biasa setiap pagi aku menggoreng ikan tapi pagi ini mas Rahman harus makan dengan telur saja.

"Sudah kamu makan saja jangan banyak ngomong, Kamu tahu telur saja sebutir 2500 belum lagi yang lain." Ucap ibu sambil menyendok nasi , mas Rahman kaget mendengarnya.

Iyalah , dia kaget Mana pernah dia belanja yang ada aku setiap hari harus menambah uang belanja dengan berjualan online tanpa sepengetahuan nya. Kalau mas Rahman tahu, bisa-bisa uang belanja yang sedikit itu tak dikasih lagi.

" Kalau semua mahal lalu dari mana Ratih mendapatkan uang untuk menambah setiap hari yang tidak cukup itu."

Mas Rahman menatap ku tajam seakan meminta jawaban dari pertanyaan nya. Aku duduk di samping ibu setelah menyuapi putriku makan.

" Setiap hari, aku menyetrika baju tetangga dan sekali menyetrika di kasih 20 ribu." Ucap ku padahal bohong.mana ada jaman sekarang setrika baju di kasih 20 ribu.

" Bagus dong, nanti uang nya kasih sama ibu untuk menutupi kebutuhan kita." Ujar ibu enteng.

Allahu Rabbi, benar- benar ini mertua .uang segitu juga di minta.

" Enak saja, aku yang kerja masak ibu yang menerima uang nya." Ucap ku beranjak pergi ke kamar. Selera makan ku hilang seketika di gantikan dengan hati yang dongkol.

Ku letakkan Rania di dalam box bayi agar dia tidur dengan pulas . sementara ,aku masih meratapi nasib ini .

ketika istriku tak lagi meminta uang (2)

Aku terbangun karena tangisan rania. Mungkin ia haus dan setelah ku beri ASI, ku ajak putriku untuk mandi . Setelah rutinitas mandi selesai, aku keluar kamar mengendong Rania . Sementara itu, ku lihat ibu sedang menyapu dan kubiarkan saja apa yang di lakukan nya,siapa suruh tinggal disini .

" Enak ya , menantu pemalas bukannya bantu beres-beres malah asik tidur." Hardik ibu menatap ku tajam . Aku tidak memperdulikan ibu yang sedang menyapu lalu ku ajak Rania bermain di sambil menonton tv.

"Lho, ibu kan yang mau nyapu sendiri bukan aku yang suruh." Mertua menatapku dengan sinis sambil mengembalikan sapu ke dapur.

💕💕💕

Hari semakin siang, ku lihat ibu masih asik dengan gawainya Seperti ibu - ibu sosialita saja. Aku menghampiri ibu sambil mengendong Rania.

"Udah siang lho, Bu. Ibu gak masak nanti mas Rahman pulang melihat belum ada makanan ,ia bisa mengamuk." Ucap ku memperingatkan mertua ku yang tak ada duanya ini.

"Tenang saja, sudah ibu pesankan makanan restoran sebentar lagi juga datang." Ucap ibu dengan santainya.

" Dari mana , ibu dapat uang membeli makanan restoran. Makanan restoran kan mahal Bu." Tanya ku penuh selidik, jika ibu dapat dari mas Rahman takkan ku tinggal diam lagi.

" Tadi pagi di kasih sama Rahman 200 ribu. Jadi ibu pesankan saja makanan dari pada capek masak." Aku terperangah mendengar ucapan ibu.

Bisa-bisanya mas Rahman memberikan uang pada ibu dengan loyalnya sedangkan jika aku meminta uang buat Pampers putri nya , aku harus mendengar ia mengomel 7 hari 7 malam .

Benar-benar keterlaluan. Tak akan ku biarkan lagi Ia memperlakukan ku sesuka hatinya. Pembantu saja di gaji full sementara aku istrinya hanya di kasih uang 20 ribu sehari.

Ting tong...

Suara bel berbunyi, ibu lekas bangun dari sofa menuju pintu. Pasti itu pesanan ibu yang dia pesan tadi.

" Ratih....tolong kamu bawa kan makanan ini ke dapur dan hidang kan di atas meja sebentar lagi Rahman akan pulang" perintah ibu pada ku dengan hati yang dongkol ku langkahkan kaki menghampirinya.

Ku ambil makanan tadi di tangan ibu menuju dapur. Terbesit dalam hati untuk mengerjai mereka sedikit agar sakit hati ini berkurang.

Ku buka laci bawah dapur dan ku ambil obat pencahar lalu ku taburkan dalam makanan pesanan ibu pesan tadi biar mereka tahu rasa kalau perang baru saj di mulai.

"Makanan enak ni, Sekali- kali begini kan enak." Ucap mas Rahman menarik kursi untuk segera makan mungkin dia lapar.

" Iyalah enak, Masakan restoran di pesan sama ibu, tadi kan mas kasih uang masa ibu 200 ribu." Ucapku penuh penekanan.

Mas Rahman sedikit kaget karena aku tahu perihal uang yang dia kasih ke ibu.

" Kenapa, mas .kaget aku tahu kamu kasih buat ibu . Kalau aku minta , pelit mu itu ketulungan." Ucap ku kesal dengan air mata yang sudah mengembun.

"Ratih... Dia itu ibuku sedangkan kamu cuma istri yang yang ku berikan makan .sampai kapan pun bisa ku tendang dari sini kapan saja." Teriak mas Rahman.

Dada ku bergemuruh hebat. Apa katanya, istri yang di berikan. Rasa sakit dan kecewa semakin menjalar dalam hati ini. Ku hapus air mata yang jatuh. Ke kepal tangan ku erat-erat agar kuat membalas rasa sakit hati ini.

" Kalau begitu ceraikan aku dan ingat ,ini rumah ku mas." Ucap ku lantang,mengingat kan kalau kami tinggal di rumah pemberian orang tua ku.

" Ratih.. jangan kurang ajar kamu sama suami. Suami capek pulang kerja bukan kasih minum, ini malah aja berantem. Sana , kamu pergi urusi putri mu." Bentak ibu mengusir ku mungkin takut aku ikut makan bersama mereka. Tanpa ku pedulikan lagi Omelan ibu, aku masuk ke kamar . Menangis tersedu-sedu atas perlakuan suami ku, rasa sakit yang tak dapat ku tahan lagi. Ku usap kepala putri ku yang sedang terlelap tidur.

Dialah penyebab ku masih bertahan dalam pernikahan yang tak sehat ini. Putriku lah penyebab ku masih bertahan dengan sejuta rasa sakit bahkan sudah terlalu sakit.

Akan tetapi, aku tak boleh rapuh dan aku harus kuat, kuat untuk ke depan nya .

Aku membuka lemari , mengambil berkas untuk mencari lowongan pekerjaan. Aku tak bisa tinggal diam seperti ini, mengharap uang yang hanya 20 ribu itu.

Dulu sebelum menikah dengan mas Rahman, aku bekerja di sebuah perusahaan tapi setelah menikah aku resign bekerja karena permintaan nya .

Setelah berhenti bekerja, ia memperlakukan ku bagaikan pembantu yang hanya di gaji 20 ribu. Aku mengambil beberapa berkas di dalam untuk melamar pekerjaan besok pagi. selesai mempersiapkan nya aku keluar mencari makan ke warung yang tak jauh dari rumah.

Ku lihat ibu selonjoran di sofa sambil memegang perutnya.

" Ibu kenapa, kok lemes gitu." Tanya ku pura-pura gak tahu.

" Ibu sakit perut tih gara-gara makanan tadi." Ucap ibu lemes berdiri hendak menuju ke WC.

Preeettt ..

Suara kentut , ibu bergegas ke WC lalu aku hanya tersenyum sembari ke depan untuk membeli makanan.sampai di depan warung aku hanya membeli nasi dan lauk nya hanya tempe goreng dan ikan asin. Biarkan , untuk saat ini, aku makan seadanya untuk menghemat uang yang tak seberapa ini.

" Berapa, Bu !" Tanyaku pada pemilik warung.

" Sepuluh ribu aja, neng ."

Aku membayar nasi bungkus tadi,saat hendak pulang seseorang memanggil ku. Ku paling kan wajah ku ingin melihat siapa yang memanggil ku.

" Ratih...ya ampun ? Bagaimana keadaan kamu sekarang." Tanya perempuan semampai yang ada di depan ku.

" Alhamdulillah baik, sin . Bagaimana keadaan kamu, kamu udah semakin sukses aja ya." Tanya ku pada Sinta teman sekantor ku dulu, aku masih menenteng nasi bungkus di tanganku.

" Alhamdulillah, tih." Ujar Sinta lagi.

" Sin, di kantor kita dulu ada lowongan pekerjaan gak soalnya aku mau kerja lagi." Ucap ku.

" Ada , tih. Tapi jadi sekretaris pak Anggara dan besok kamu langsung ke sana, ya sudah aku pergi dulu ya sin." Ucap Sinta lekas pergi sedangkan aku pulang kerumah karena sudah terlalu lama meninggalkan putriku tidur.

Sesampai dirumah, aku langsung ke dapur untuk makan dan ku lihat ibu sudah tidak ada lagi di sofa, mungkin sudah ke kamarnya.selesai makan, aku kembali ke kamar dan melihat putri kecilku bangun, ku gendong untuk menyusuinya.

Selesai menyusui putri ku, ku lihat di samping tempat tidur mas Rahman sudah terlelap dan dompet yang terletak di samping ranjang.

Ku ambil dompet nya pelan- pelan , lalu ku buka ada uang cash 2 juta di dompetnya dan ambil semua uangnya , kapan lagi akan mendapatkan uang darinya kalau bukan seperti ini.

" Maaf, mas uangnya aku ambil." Bisik ku di telinganya, setelah itu aku menaruh nya di bawah baju ku agar mas Rahman tidak tahu.

Ku baringkan tubuh ini yang sudah lelah untuk masuk ke dalam mimpi indah ini.

**** **** *****

Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap memakai baju untuk pergi ke kantor lama ku.walaupun, sudah sedikit usang tapi masih rapi. Aku melihat mas Rahman yang keluar dari kamar mandi.

" Mau kemana ? Udah rapi aja." Tanya mas Rahman sambil membuka lemari baju.

"Mau cari kerja ,mas." Ujar ku memakai bedak tipis di wajahku.

" Kerja,kalau kamu kerja siapa yang yang jagain Rania." Tanya mas Rahman menghentikan aktivitas nya yang sedang memakai baju.

" Aku titip di rumah temanku , mas. Lagian, aku kerja buat kebutuhan ku kok." Aku mengambil tas hendak keluar.

" Bagus lah kalau kamu kerja, jadi gak minta lagi uang sama aku." Ucap mas Rahman ketus, aku berlalu keluar kamar sambil mengendong Rania. Pergi ke dapur untuk memberikan Rania makan. Ku lihat ibu masih berkutat dengan alat dapur.

" Ratih, udah rapi aja bukannya bantuin ibu masak." Ucap mertuaku sambil meletakkan telur kedalam piring.

" Kan , ibu sendiri yang mau masak ? Katanya aku gak bisa belanja dengan uang 20 ribu yang di jatah setiap hari sama mas Rahman." Ucap ku sambil mengambil nasi untuk Rania.

" Huh alasan saja kamu, ibu itu capek kalau tiap hari masak." Omel ibu sambil meletakkan telur balado di atas meja makan .

" Apa sih, Bu. Pagi-pagi kok ribut ." Tanya mas Rahman yang tiba-tiba datang lalu duduk di depanku.

" Istrimu ini bukan nya bantu ibu masak malah udah rapi aja ! Memangnya, mau kemana ." Ucap ibu ikut duduk di samping ku .

" Aku mau cari kerja Bu, aku gak bisa diam terus dirumah. " Timpal ku uang sedang menyuapi Rania.

" Kalau kamu kerja ,lalu dirumah siapa yang bersih-bersih." Tanya ibu menatap ku .

" Ya ibu lah, terus ibu ngapain disini kalau bukan bantuin beres-beres rumah." Ucapku sambil nyengir.ibu menatap ku tajam seakan-akan ingin menerkam ku.

" Ratih, kamu itu jangan kurang ajar pada ibuku. Aku bawa ibu kesini bukan untuk di jadikan pembantu." Bentak mas Rahman membanting sendok makan, Rania menangis mungkin kaget mendengar teriakkan mas Rahman .

" Kalau begitu kamu cari pembantu di rumah ini untuk beres-beres karena aku tak akan lagi mau menjadi pembantu kalian." Ucapku bergegas mengambil tas lalu mengendong Rania dalam pangkuanku. Ku berjalan keluar untuk menunggu taxi online Yang sudah ku pesan terdahulu.

Ku dengar mas Rahman , memanggil nama ku tapi aku tak perduli. Sudah saatnya , aku melawan perbuatan mereka. Demi Rania, aku harus kuat untuk melalu ini semua.

Beberapa menit kemudian, taxi pun sampai dan aku langsung masuk kedalam .sebelum ke kantor lama ku, aku akan menitip Rania di rumah temanku. Satu jam di jalan, akhirnya aku sampai di depan kantor lamaku di perusahaan Anggara group.

Ku langkahkan kaki ini kedalam kantor dengan hati yang tak karuan. Tiba-tiba, seseorang memanggil namaku dari belakang.

" Ratih..," Aku menoleh tubuh ini kearah suara, Ya, itu Sinta teman satu kantor ku .

" Eh, Sinta Kamu ikut aku sekarang? Sudah di tunggu sama pak Anggara sebagai sekretaris nya." Ucap Sinta menarik tangan ku, aku hanya bengong memikirkan sesuatu yang tak mungkin terjadi. Bagaimana, aku bisa langsung menjadi sekretaris bosnya kalau aku saja sudah lama tak bekerja.

" Kami tidak perlu bengong, aku yang rekomendasikan kamu pada pak Anggara dan dia menerima kamu Karena kinerja kamu bagus disini waktu kamu bekerja disini dulu ". Ucap Sinta masih berjalan sedangkan aku hanya mengikuti dari belakang.

Aku hanya diam, mungkin kaget juga syok mendengar semua ini. Sesampai , di depan ruang direktur aku berhenti lalu Sinta menyuruh ku masuk untuk bertemu dengan pak Anggara.

" Tok..... Tok..... Tok....."

Tiga kali ketukan pintu, ku dengar seseorang dari dalam mempersilahkan ku masuk.

Ku dorong pintu lalu masuk kedalam untuk bertemu dengan bos ku .

" Kamu...."

***. ****. ****

Hallo Mak. kira-kira, siapa yang di temui Ratih di dalam sebagai bosnya.

ketika istriku tak lagi meminta uang (3)

" Kamu...."

" Ratih, ngapain kamu disini?" Tanya seseorang yang sangat ku kenal. Bahkan, aku pernah jatuh cinta dengan lelaki yang sekarang berada tepat di depanku.

" Seharusnya, aku yang nanya ? Kenapa kamu ada di disini."

Ya, lelaki itu bernama Anggara , yang memenuhi relung hati ini tapi dulu. Setelah dia meneruskan kuliahnya di luar negri. Kami putus dan hari ini , aku di pertemukan dengannya kembali.

Eh, jangan-jangan ini kantornya lagi. Bukannya, ini pemilik perusahaan pak Sanjaya ." Gumam ku dalam hati , sambil mengingat-ingat siapa pemilik perusahaan ini sekarang.

Aku ingat betul , perusahaan ini milik pak Sanjaya tapi kenapa Anggara ada disini.

" Ini kantor papa, ku. Beliau tidak lagi mengurus kantor 2 tahun yang lalu. Semenjak itu, aku yang menggantikan papa ." Ujar Anggara, aku masih berdiri dengan kaki yang pegal. Bukannya, disuruh duduk dulu tapi malah di ajak bicara. Masak perempuan cantik begini di suruh berdiri. Puji diri sendiri.

" Jadi, pak Sanjaya itu papa kamu." Kata ku, Anggara hanya mengangguk . Sekali-kali , menatap ku bikin risih saja.

" Oh ya , duduk dulu. Aku jadi lupa nyuruh kamu duduk saking terkejutnya aku kita bisa bertemu kembali ." Ujar Anggara, menyuruh Ratih duduk di sofa yang ada dalam ruangannya.

Ratih duduk di sofa dengan kaki yang sudah pegal, ia letakkan tas selempang nya di samping .sedangkan, Anggara duduk berhadapan dengan nya.

" Kenapa, kamu bekerja lagi !" Tanya Anggara.

Duh, aku cerita gak ya. Kalau aku cerita kenapa aku berkerja itu sama saja aku membuka aib rumah tangga ku sendiri. Ahh , biarlah.

" Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhan ku dan juga anakku." Ucapku, rasa sakit yang sudah tertoreh menganga kembali disaat mengingat bagaimana sikap mas Rahman yang pelitnya nggak ketulungan.

" Suamimu kan bekerja ,Tih? Kenapa, kamu ikut bekerja juga." Tanya Anggara penasaran.

" Aku tak di nafkahi dengan layak dan semua ini, ku lakukan semata untuk putriku." Ucap ku, menoleh ke samping lalu menghembuskan napas dengan kasar.

" Ya sudah, kamu besok sudah boleh bekerja disini ? Kamu saya tempatkan di tempat kamu dulu. Di bagian keuangan dan untuk hari ini, kamu boleh cepat." Kata Anggara.

Rasanya sangat bahagia dan bersyukur . akhirnya, aku di terima lagi dan bahagia akhirnya aku bisa bertemu dengan masa lalu ku alias mantan.hehe, sedikit tidaknya, perasaan ini masih ada sampai sekarang.

" Makasih ya pak. Bapak sudah menerima saya kembali di kantor ini, kali gitu saya ijin pulang pak." Ucap ku, sengaja ku panggil pak karena tidak baik memanggil nama karena kami atasan dan bawahan.

Lalu, aku keluar dari ruangan itu. Ku lihat Sinta sedang mengerjakan sesuatu di kubikelnya.

" Gimana, di terima gak," tanya Sinta antusias. Aku hanya tersenyum dan mengangguk bahwa aku di terima bekerja disini.

"Alhamdulillah, aku seneng dengernya kita bisa kerja bareng seperti dulu lagi," ujar Sinta memeluk ku, aku hanya tersenyum.

Hari keberuntungan akan di mulai, sebelum pulang aku akan belanja beberapa pakaian untuk ke kantor dan juga pashmina.

Aku pergi ke mall untuk berbelanja keperluan ku ke kantor. Aku harus menjaga penampilan ku agar aku tidak malu jika kekantor. Setelah membeli beberapa pakaian, aku pulang menjemput putri ku yang ku titipkan pada Tini.

*** **** *****

Matahari sangat terik, akhirnya aku sampai kerumah . Aku turun dari taxi setelah membayarnya, ku gendong putri kecilku yang sedikit rewel mungkin haus karena belum ku beri ASI.

Aku melihat ibu sedang bersantai di depan tv . sementara, aku langsung menuju kamar untuk menyusui putriku. Selesai menyusui rania, aku mengantikan pakaian dengan daster yang sudah beberapa kali di jahit .

Mas Rahman tak pernah membelikan aku baju.semenjak menikah, ia hanya membeli baju di waktu lebaran setelah itu dia tidak berinisiatif membeli nya mungkin takut uangnya akan habis.

Tiba-tiba, ku dengar suara motor mas Rahman di luar. Ku lihat jam pukul 12 siang , pantesan suami pelit ku sudah pulang. Rupa-rupanya , waktu ia makan siang sudah tiba. Aku keluar dari kamar, ku lihat mas Rahman masuk kerumah dengan wajah yang di tekuk.

Tak biasa-biasa nya ,ia begini pasti terjadi sesuatu dengan nya kalau tidak mana mungkin wajah kusut gitu kayak benang kusut.

" Kamu kenapa ,mas ? Kok kusut gitu." Tanya ku.

" Bukannya suami pulang di kasih minum, ini malah banyak tanya. Sana, ambil minum untuk mas." Bentak mas Rahman padaku, aku yang biasa mendengar bentakan nya tidak takut lagi, bahkan aku jadikan nyanyian merdu setiap hari.

' iya, tunggu sebentar ,mas." Ujar ku berlalu ke dapur mengambil air minum untuknya. Setelah mengambil minuman, aku kembali ke depan untuk memberi minuman pada mas Rahman.

" Kamu kenapa , muka di tekuk gitu ,man." Ku dengar ibu bertanya pada mas Rahman.aku masih berjalan di mana bg Rahman duduk lalu memberikan pada mas Rahman.ia habiskan minuman tadi dengan tandas mungkin haus.

" Aku di PHK, Bu ." Ujar mas Rahman.

Ibu yang mendengar anaknya di PHK melonjak kaget, hampir mata itu melotot keluar. Mungkin syok, ATM berjalan ibu tidak menghasilkan uang lagi.

" Kok bisa kamu di PHK, selama kamu konsisten dengan pekerjaan kamu." Ujar ibu dengan tegap. Aku yang masih berdiri langsung duduk, penasaran apa yang akan di katakan sama mas Rahman lagi.

" Perusahaan tempat ku bekerja , hampir gulung tikar Bu dan aku salah satu di antara mereka yang di PHK." Ujar mas Rahman. Ibu hanya melongo mungkin bingung kalau mas Rahman tak bekerja lagi siapa yang memberikan uang.

🌷🌷🌷

" Kalau kami berhenti bekerja, siapa yang akan membiayai kita makan dan uang untuk ibu, siapa yang memberikan." Ujar mertuaku, matanya melirik sana sini mungkin bengong tidak ada lagi ATM berjalan.

Aku yang duduk dan diam memperhatikan mereka berdua.

" Makanya , jangan pelit sama anak dan istri. Itu akibat kamu pelit sama anak istri, masak istri di kasih jatah 20 ribu sehari." Cibir ku mendelik kearah ibu dan mas rahman.kemudian , aku berlalu meninggalkan mereka.

Mas Rahman menyugar rambut nya dengan kasar, dapat ku lihat ia seperti stress mungkin bingung setelah ini dari mana ia mendapatkan uang untuk di berikan pada ibunya.

Biarlah, itu sebuah karma untuk suami yang pelit pada istrinya tak ketulungan, kalau sama ibunya royal tak ketulungan membuat ku geram. Tapi, baguslah kalau mas Rahman tak bekerja lagi setidaknya aku akan memberikan pelajaran padanya.

**** **** *****

Sebulan sudah aku bekerja di kantor Anggara dan hari ini aku pertama menerima gaji. Sementara mas Rahman semenjak berhenti bekerja, dia tak mau bekerja bahkan untuk kebutuhan dapur dia tak perduli lagi.

" Dek, mas minta uang dong buat beli rokok." Pinta mas Rahman menadahkan tangan padaku.

Aku membuka dompet dan melihat uang 20 ribu ada di dompetku, aku tersenyum getir untuk mengerjainya sedikit agar ia merasakan seperti yang aku rasakan.

" Ini mas uangnya." Aku memberikan uang padanya.

" Ratih kamu jangan menghina mas, ya ? Mentang-mentang kamu kerja ,kamu memberi mas uang 20 ribu, dapat apa ?" Ucap mas Rahman , menggebu dengan amarah yang sudah memuncak.

" Dapat permen lah, mas ! Bukannya dulu kamu berikan aku uang segitu . bagaimana, sakit kan di kasih uang 20 ribu, itulah yang aku rasakan dulu." Ucapku menatap manik matanya dengan tajam, bahkan aku sudah muak dengan sikapnya yang ongkang-ongkang kaki di ruang dan bermain perempuan.

Ku dengar dari tetangga, kalau mas Rahman sekarang bermain perempuan tapi aku tak percaya karena aku tak melihat dengan nyata. Takutnya, hanya fitnah angin lalu.

" Ya sudah lah mas, aku mau berangkat kerja." Ucapku berlalu keluar kamar.

Di depan pintu, ku lihat ibu mulai mondar mandir seperti orang kebingungan. Aku yang melihatnya saja pusing.

" Ada apa sih, Bu. Kok mondar mandir gitu." Ujar ku membuat mertua ku kaget. Mungkin dia tidak tahu kalau aku sudah ada di belakangnya.

" Ehh Ratih, itu ibu..eemm...ibu mau minta uang. Semenjak Rahman tak bekerja lagi, ia tidak memberikan ibu uang lagi. " Ujar ibu.

Dasar mertua mata duitan, kalau masalah uang saja beliau baik padaku. Dulu saja, ia sekongkol dengan mas Rahman tak memberi ku uang.

" Ini uangnya ,Bu." Ucapku memberikannya uang 200 ribu, mata nya mendelik melihat uang ku berikan. Mungkin, marah karena hanya segitu yang ku berikan.

" Kenapa, gak mau sini kalau ibu gak mau.' tanya ku memasukkan kembali uang dalam dompet ku.sana minta sama anak ibu, selama ini kan ia lebih banyak memberikan uang pada ibu dari pada istrinya sendiri.

bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!