Aurelia Meldana, seorang gadis cantik yang anggun dan ramah. Ia menjadi gadis yang sangat disegani disekolah lamanya, namun saat orang tuanya memutuskan untuk pindah ke kota Jakarta, semua itu tak lagi ia dapatkan. Semuanya berawal dari sekolah barunya SMA DASASILA, sekolah yang sangat bertolak belakang dengan sekolah lamanya.
"Masuklah!" Pinta seorang guru dari ruang kelas. Aurelia memasuki ruang kelas yang tampak asing baginya, orang-orang didalamnya tidak sehangat teman-teman lamanya.
"Perkenalkan dirimu!"
"Perkenalkan nama saya aurelia Meldana, pindahan dari Bandung"
"Baiklah apakah ada pertanyaan?" Tanya sang guru. Namun, tak ada siapapun yang menjawab, hanya suara angin yang terdengar, mengerikan.
"Yasudah, silakan duduk"
Aurelia duduk di belakang, karna hanya satu bangku kosong yang tersedia disana.
Di sekolah ini ia tak lagi mendapatkan kenyamanan, dan keakraban yang sama oleh teman-temannya. Ia seolah-olah terasingkan, bagi mereka aurelia adalah sesosok manusia yang berbahaya yang harus di jauhi.
"Kenapa dia bisa ada disini?" Bisik dua orang yang duduk berdekatan.
"Gue ga tau"
"Trus gimana?"
"Intinya kita harus waspada"
Bisikan dua orang gadis itu terhenti ketika sang guru memulai pelajarannya.
Aurelia merasa perutnya keroncongan, dikelas hanya tinggal ia seorang diri, setelah bel istirahat berbunyi kelas langsung kosong menyisakan dirinya seorang diri tanpa teman. Ia menuju kantin yang entah dimana letaknya, setiap orang yang ia tanyai selalu menghindar darinya. Akhirnya aurelia mengikuti instingnya menuju kantin.
Dikantin ia tak menemukan bangku kosong, hanya sekumpulan manusia yang tengah heboh membicarakan hal-hal yang tak ia ketahui.
Kehebohan itu tak berlangsung lama, setelah semua orang menyadari keberadaannya. Mereka langsung terdiam, seakan akan mereka takut padanya, seakan-seakan ia adalah sosok yang sangat berbahaya bagi mereka.
"Permisi, saya mau pesen nasi gorengnya satu" ucap Aurel pada ibu-ibu kantin.
"I-iya tunggu sebentar" ucap sang ibu kantin, namun terlihat jelas ada ketakutan pada wajahnya.
"Ini" ucap sang ibu kantin, Aurel menerima nasi goreng yang diberikannya.
"Ibu kenapa?" Tanya Aurel bingung.
"Ga-gapapa"
"Oh yasudah" balas Aurel dengan senyum manis andalannya, untuk merayu sang papa jika ia menginginkan sesuatu.
Sepertinya senyum yang ia gunakan tak berhasil untuk ibu kantin karna wajah ketakutan itu masih terlihat jelas pada wajahnya.
Aurel mencari meja kosong yang bisa ia tempati untuk menyantap nasi gorengnya, namun tak ada satupun yang tersisa untuknya. Aurel melihat dua orang yang tengah asyik mengobrol, ia berniat untuk menumpang pada mereka.
"Permisi, gue boleh gabung ga?" Tanya Aurel.
"I-iya" jawab keduanya. Namun saat Aurel duduk mereka malah pergi.
"Mau kemana?" Mereka tak menghiraukan ucapan Aurel, dan pergi dengan tergesa-gesa.
Sebenarnya ada apa dengan sekolah ini? Kenapa orang-orang seakan-akan takut padanya.
****
Balkon adalah tempat yang menyenangkan untuk melihat bintang, namun kesenangan itu tak berlangsung lama tatkala awan hitam menutup semuanya.
"Kayaknya bakalan hujan" gumam Aurel.
Malam itu Aurel teringat akan sikap semua orang padanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka terlihat ketakutan? Apalagi saat melihat dirinya, semuanya menjadi bungkam.
Aurel mengambil laptop yang terletak di atas kasur, ia menserching sebuah sekolah yang baru ia tempati~SMA DASASILA. Matanya melotot melihat beberapa artikel yang ada pada layar tersebut.
"5 orang siswa bunuh diri, melompat dari atap secara bersamaan" Aurel merasa aneh dengan kata "bersamaan".
"Apakah ada orang yang bunuh diri secara bersamaan? Apalagi sampai 5 orang, kayaknya ada yang janggal" gumam Aurel. Ia mengklik web dengan judul tersebut, membaca sebagian artikel.
"29/03/21 kejadian aneh yang mengejutkan semua orang, 5 orang siswa melompat dari atap sekolah secara bersamaan. Dan anehnya 5 orang siswa tersebut, merupakan teman sekelas"
"Benar-benar aneh" batin Aurel.
"Diduga kejadian tersebut bukanlah sebuah kebetulan, ada orang yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut"
"Jangan-jangan mereka diancam" batin Aurel.
Aurel bertekad akan mencari tau hal ini, apakah kejadian tersebut ada hubungannya dengan orang-orang yang menatapnya dengan raut wajah ketakutan?
****
Jam Beker yang berdering sangat bising, membangunkan sang empunya yang tengah tertidur pulas.
"Masih jam 6" gumam Aurel. Namun kakinya tetap berjalan mengambil handuk. Suara air yang terdengar dari kamar mandi, membuat kesadaran Aurel kembali seutuhnya.
"Gue kan masih disini? Kenapa ada suara air"
Aurel perlahan membuka pintu kamar mandi, dengan sikap was-was ia memberanikan diri. "Aneh" itu yang terlintas dibenak Aurel pertama kali, ia sangat yakin kalau tadi ada suara air, lalu kenapa kamar mandinya seperti tak terkena air sedikit pun, lantainya kering.
"Apa tadi gue ngelindur?" Pikir Aurel.
Merasa pusing dengan pikirannya sendiri, Aurel langsung memasuki kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Aurel menyantap nasi goreng yang telah disiapkan mamanya.
"Ma, papa belum pulang?"
"Belum" singkat Aleta, mama Aurel. Raut kekecewaan terlihat jelas pada wajahnya.
"Udahlah ma, ga usah sedih gitu. Papa kan kerja buat kita juga" ucap Aurel menghibur.
"Iya, kalau kamu udah selesai cepat berangkat, jangan sampai telat"
"Iya ma" Aurel menyandang tasnya dan bersalaman pada mamanya.
Melihat kepergian Aurel, Aleta menjadi murung.
"Bukan itu yang buat mama sedih Aurel" batin Aleta.
.
.
.
Gudang sekolah adalah hal pertama yang Aurel tuju saat dirinya sampai disekolah. Bukan tanpa alasan Aurel menuju gudang, ia hanya merasa akan menemukan sesuatu yang berguna disana. Setelah membaca artikel semalam Aurel sangat yakin ada sesuatu yang sangat ditutup rapat oleh sekolah ini.
Tepat di pintu gudang Aurel terhenti, ia tak bisa memasuki gudang tersebut karna gembok yang terpasang pada pintunya.
"Satpam sekolah pasti punya kuncinya" pikir Aurel.
Namun, niatnya itu terurungkan ketika bel masuk telah berbunyi. Aurel akan menemui satpam lain kali saja, ketika tak banyak orang disekolah. Karna jika ia bertanya secara terang-terangan pada satpam hal itu akan menimbulkan kecurigaan murid-murid lain.
Kelas yang ramai namun, mengerikan kembali dirasakan oleh Aurel.
"Masuklah" pinta sang guru. Seorang pria memasuki kelas dengan seragam yang sama dengan murid lainnya, sepertinya dia juga anak pindahan.
"Perkenalkan dirimu"
"Perkenalkan nama saya Darren Antariksa, pindahan dari Bogor" ucapnya santai.
"Apakah ada pertanyaan?" Tanya sang guru.
"Tidak ada Bu" jawab semuanya serempak, kecuali Aurel. Hal tersebut tentu menjadi aneh bagi Aurel, kenapa saat dirinya menginjakkan kaki di sekolah ini, tak ada yang mau menjawab sapaannya seperti ini.
Kejanggalan itu kembali dirasakan Aurel, ia sangat yakin semua peristiwa yang terjadi pada sekolah ini ada sangkut pautnya dengannya.
"Boleh duduk disini?" Tanya pria yang baru memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Ngomong sama gue?"
"Iya, emang siapa lagi?"
"Oh, yaudah"
"Boleh kan?" Aurel hanya membalasnya dengan anggukan. Bagi Aurel ini sangatlah aneh baru kali ini ia mendapat sapaan selama sekolah disini.
Darren duduk disamping Aurel, namun entah mengapa ada sesuatu yang aneh saat Darren melihat raut wajah Aurel.
"Lo kenapa?"
"Apa?"
"Kenapa raut wajah Lo kusut gitu?"
"Masa sih?" Ucap Aurel mengusap wajahnya.
"Gak kok, gue becanda" Aurel mendengus kesal akan sikap kekanak-kanakan Darren.
"Gue Darren" ucap Darren mengulurkan tangan.
"Udah tau"
"Nama Lo siapa?" Tanpa mengubris sikap ketus dari Aurel, Darren kembali bertanya.
"Aurel" singkatnya
"Lo irit ngomong ya?" Tanya Darren tapi tak diacuhkan Aurel.
.
.
.
.
.
.
thanks buat yang baca :)
Bel istirahat baru saja berbunyi, untuk saat ini Aurel akan menuju perpustakaan karna ia yakin jika ia ke kantin maka ia akan kembali merasa asing dengan orang-orang yang ada disana. Maka lebih baik jika ia memilih tempat yang sepi, agar orang lain tak selalu memandangnya berbahaya.
Di perpustakaan aurel tak menemukan satu orang pun, sepertinya para murid disini sangat jarang menginjakkan kaki ke perpustakaan. Terlihat dari banyaknya debu yang menempel pada buku-buku yang ada di sini. perpustakaan ini terlihat kurang dirawat karena banyak jaring laba-laba pada sudut-sudut ruangan.
Aurel memilah satu persatu buku yang tersusun di rak buku, ia membaca setiap judul yang tertera pada buku tersebut namun tak ada yang menarik baginya. Hingga tangannya menyentuh buku yang sangat aneh, sampul buku dengan warna coklat tua yang telah usang itu membuat Aurel tertarik.
"KISAH KELAM SMA DASASILA"
"Kayaknya buku ini bakalan kasih aku petunjuk" batin Aurel.
"Hey!" Panggil seseorang, Aurel yang tak sadar akan ada orang selain dirinya didalam perpustakaan merasa kaget akan suara yang baru saja memanggilnya.
"Lo ngapain disini?" Tanya Aurel mencoba tenang.
"Gapapa, nyariin Lo"
"Ngapain?"
"Gue kan cuman kenal Lo aja disini"
"Kenapa ga kenalan sama yang lain?"
"Ga ah, gue ngerasa mereka semua aneh"
"Aneh gimana?"
"Masa gue nanya perpustakaan dimana, mereka malah natapin gue dari atas sampai bawah, ngerih ga sih?"
"Emang, mereka aneh" gumam Aurel namun didengar oleh Darren.
"Lo ngerasa juga?"
"Iya, makanya gua mau cari tau tentang SMA ini"
Bel masuk telah berbunyi, Aurel meninggalkan Darren yang tengah mencerna ucapannya.
"Eh tunggu!" Panggil Darren tapi tak di kubris Aurel.
"Maksud Lo apaan?" Tanya Darren mensejajarkan langkah dengan Aurel.
"Diam, nanti mereka dengar" karna ucapan Aurel Darren langsung bungkam.
Sepanjang lorong sekolah keduanya hanya saling diam, tak bisa bicara apa-apa karna mata semua orang tertuju padanya.
Aurel yang tau akan itu hanya diam tanpa memperdulikan mereka, berbeda dengan Darren yang baru saja menginjakkan kakinya di SMA ini, ia menjadi canggung dan aneh ketika semua mata tertuju padanya, apalagi tatapan mereka seperti ingin mengintrogasi.
"Ntar pulang bareng ya? Gue penasaran" bisik Darren, Aurel hanya membalas dengan sedikit anggukan.
Suasana mencekam kembali dirasakan Aurel, tapi kali ini ia tidak sendiri, ada Darren yang juga merasakan hal sama dengan dirinya.
"Kok bel pulang lama banget ya?" Bisik Darren.
"Ga tau, gak kayak biasanya" balas Aurel.
"Lo liat deh" ucap Darren memberikan arahan melalui mata pada Aurel.
Aurel yang peka akan kode dari Darren, mengikuti arah pandangnya. Dan benar saja, guru yang menjelaskan materi tadi berhenti berbicara dan menatap ia dan Darren dengan tatapan yang mengerikan.
"Kenapa dia liatin kita?" Tanya Aurel.
"Ga tau, mungkin mau nyampein sesuatu kali" ucap Darren ngasal, walaupun dalam hatinya juga was-was akan orang-orang yang ada disekolah ini.
Akhirnya suasana mencekam telah berakhir, saat bel pulang berbunyi satu persatu murid yang ada di ruangan kelas pergi.
"Gue tunggu di gerbang" ucap Aurel bergegas pergi.
Darren segera menyusul Aurel ke gerbang dengan sepeda motornya, dan benar saja Aurel tengah bersandar pada sebuah tembok, pikiran gadis itu terlihat menerawang, entah apa yang ia pikirkan? Tak ada yang tau.
"Ayok!" Ajak Darren. Aurel tak banyak bicara ia hanya menuruti ucapan Darren.
"Ayo berangkat" ucap Aurel. Darren melajukan motornya meninggalkan perkarangan sekolah yang mengerikan itu.
Sebuah kafe dengan tema minimalis menjadi tempat perhentian Darren.
"Bahas disini, gapapa kan?" Tanya Darren. Aurel turun dari motor Darren, dan mengamati kafe tersebut, tidak terlalu banyak orang disini, Aurel merasa tempat ini cocok untuk membahas tentang SMA DASASILA.
"Ayok masuk" ucap Aurel berjalan mendahului Darren.
"Mbak pesen jus jeruk satu, Lo mau apa?" Tanya Aurel.
"Gue samain aja lah"
"Jus jeruk dua ya mbak" ucap Aurel pada pelayan, lalu ia memilih tempat duduk disebuah meja disudut ruangan.
"So, Lo mau tau tentang apa?" Tanya Aurel tanpa basa basi.
"Semua yang Lo tau" balas Darren.
"Gua ga tau apa-apa, gua cuman tau orang-orang disana pasti nyembunyiin sesuatu"
"Sesuatu?" Tanya Darren tak mengerti.
"Jadi gue kan baru pindah kemarin, trus gue denger dua orang bisik-bisik gitu pas liat gue duduk di bangku paling pojokan" ucap Aurel mengingat kejadian yang tak mengenakkan di SMA barunya.
"Tunggu-tunggu Lo murid pindahan juga?"tanya Darren tak percaya.
"Iya"
"Gue kira Lo udah lama sekolah disana"
"Gak lah, baru juga kemarin" balas Aurel.
"Permisi ini minumannya" ucap sang pelayan, lalu pamit pergi setelah selesai.
"Oh ya gue nemuin sesuatu" ucap Aurel.
"Apa?"
"Buku" jawab Aurel, setelah mengeluarkannya dari dalam tas.
"Buku apaan nih, usang banget"
"Gue ga tau, tapi gue tertarik sama judulnya siapa tau bisa kasih info buat kita"
"KISAH KELAM SMA DASASILA" ucap Darren membaca judulnya.
"Coba buka deh" pinta Aurel.
Darren membuka halaman pertama pada buku tersebut, Darren dan Aurel tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Seriusan?" Tanya Darren.
"Ga tau, gue belum pernah buka"
"Abal-abal kayaknya nih buku, masa kosong gini sih" ucap Darren.
"Ga mungkin lah, pasti ada sesuatu nih, coba liat" ucap Aurel merampas bukunya, ia membalik lembar demi lembar kertas yang ada pada buku tersebut namun hasilnya tetap nihil, buku yang ia bawa dari perpustakaan itu tidak membuahkan hasil sesuai ekspetasinya.
"Ga ada kan?" Tanya Darren.
"Iya, sia-sia gue bawa dari perpus"
"Yaudahlah, ga usah sedih gitu kita bisa cari info lain kali" ucap Darren menghibur.
"Iya" Aurel menyeruput jus jeruk yang telah di pesannya.
Dering ponsel Aurel terasa di atas meja, Aurel menggeser Ikon hijau dari ponselnya.
"Halo ma" jawab Aurel.
"...."
"Aku lagi diluar ma, sama temen"
"...."
"Bentar lagi aku pulang kok"
"...."
"Iya ma, sebelum magrib aku udah nyampe rumah kok"
"...."
"Bye ma" Aurel memutuskan sambungan telfonnya.
"Nyokap Lo ya?" Tanya Darren.
"Iya" Aurel meletakkan hp nya di atas meja namun tangannya tak sengaja menumpahkan jus yang baru saja ia minum.
"Untung hp gue ga kena" ucap Aurel.
"Tapi bukunya_"
"Yaudahlah gapapa, nanti gue keringin dirumah" balas Aurel. Ia menghapus sisa minuman pada buku tersebut dengan tisu, lalu memasukkannya kedalam tas.
"Udah jam 5 sore nih, ayok pulang" ajak Aurel.
"Iya, gue Anter ya" tawar Darren. Aurel membalas dengan anggukan karna ga mungkin aurel nyari taksi jam segini, jalanan pasti macet, dan lagi ia harus pulang sebelum magrib.
Darren berhenti tepat didepan pagar rumah Aurel.
"Mau mampir?" Tawar Aurel.
"Ga deh, lain kali aja"
"Yaudah"
"Pamit ya" ucap Darren lalu melajukan motornya meninggalkan rumah Aurel.
Setelah motor Darren mulai menjauh, Aurel memasuki rumahnya.
"Aurel, kenapa telat?" Tanya Aleta.
"Maaf ma, aku ada tugas kelompok" dusta aurel.
"Yasudah sana mandi, mama siapin makan dulu, kita makan bareng" pinta Anita.
"Iya ma"
Aurel menuju kamarnya, ia meletakkan tasnya di atas kasur dan mengeluarkan buku yang terkena tumpahan jus tadi. Lalu mengeringkannya menggunakan pengering rambut, setelah dirasa sudah cukup Aurel meletakkan buku tersebut pada kasur. Namun hal aneh kembali muncul, buku tersebut mengeluarkan beberapa angka, pada halaman pertamanya.
"23, 1, 14, 9, 20, 1"
"2, 5, 18, 8, 1, 20, 9"
"9, 2, 12, 9, 19"
"Ini apa?" Batin Aurel tak mengerti.
.
.
.
Aurel duduk di meja makan bersama Aleta, Aleta bukanlah orang yang banyak bicara seperti kebanyakan orang tua lainnya. Dan sifat itu menurun pada Aurel yang tak suka banyak bicara kecuali ada hal penting saja.
"Ma, papa kapan pulang?" Pertanyaan itu kembali di lontarkan Aurel, entah sudah berapa kali ia menanyakan hal itu.
"Mama ga tau, ga ada kabar dari papa" jawab Aleta.
"Emang mama ga nelfon?"
"Ga aktif" hati Aleta kembali resah karena pertanyaan Aurel, kemana suaminya kenapa ia tak juga memberi kabar, sejak kejadian itu, suaminya tak lagi meninggalkan jejak sedikitpun. Khawatir, ia Aleta sangat khawatir pada suaminya, apalagi saat Aleta tau kalau sang suami pergi menantang bahaya yang mereka ciptakan sendiri. Tapi didepan Aurel, Aleta tetap tenang, ia tak ingin rahasia yang ia tutupi selama 17 tahun terbongkar.
Aurel yang tau akan perubahan raut wajah sang mama, memilih diam. Aurel tak ingin menambah kesedihan mamanya karna rasa penasaran.
"Aku kekamar duluan ma" pamit Aurel setelah menghabiskan makanannya.
Dikamar ia kembali melihat beberapa deretan angka yang tak ia mengerti itu. Apa maksud dari angka-angka ini, kenapa banyak sekali teka-teki dalam hidupnya. Apalagi sejak ia pindah ke Jakarta dan menempati sekolah yang penuh misteri itu.
Aurel yang teringat akan papanya, raut wajahnya kembali muram. Kemana papanya? Kenapa ia tak kembali, apa yang terjadi?
Aurel berusaha menelfon papanya, berharap papanya menjawab panggilan darinya.
"Maaf nomor yang anda hubungi sedang berada diluar jangkauan, silakan coba beberapa saat lagi" suara operator yang terdengar menambah kekhawatiran Aurel.
Setengah jam berlalu, Aurel terus menghubungi papanya, tapi hasilnya sama suara operator itu terus terdengar berulang-ulang.
"Papa kemana si?" Batin Aurel.
Aurel teringat akan salah seorang rekan kerja papanya, bersyukur ia menyimpan nomor telfon rekan kerja papanya. Nada tersambung membuat Aurel sangat bersyukur.
"Ayo om angkat dong, pliss" batin Aurel.
"Halo"
"Halo om, ini aku Aurel"
"Oh Aurel, iya kenapa?"
"Om lagi ada kerja bareng papa ga?" Tanya aurel was-was.
"Ga tuh, udah semingguan om ga ketemu papa kamu"
"Seminggu om?"
"Iya, ga biasanya papa kamu ga ngontak om sama sekali, biasanya kalau ga ada kerjaan papa kamu palingan ngajak om ngopi, tapi kali ini ga ada sama sekali, memangnya papa kamu kemana?"
"Aku juga ga tau om, papa ga ngasih kabar apa-apa? Aku sama mama lagi nunggu kabar papa, kami khawatir om" ucap Aurel, kali ini nadanya rendah.
"Udah kamu ga usah sedih gitu, nanti om bantu cari ya" hibur Hendra.
"Iya om, makasih kalau ada kabar tentang papa kasih tau aku ya om"
"Pasti"
.
.
.
.
Thanks udah baca :)
Aurel berjalan di lorong sekolah yang dingin tanpa alas kaki, tubuhnya masih mengenakan piyama. Suara tangisan dan teriakan menggema di lorong sekolah yang gelap.
"Siapa itu?" Tanya Aurel, mengumpulkan keberanian.
Aurel mencoba mendengarkan suara itu dengan seksama, perlahan ia berjalan mengikuti sumber suara. Langkahnya terhenti ketika ia sampai di pintu gudang.
"Gudang?" Pikir Aurel, ia melihat pintu itu dengan seksama. Saat ia kesini terakhir kali pintunya di kunci dengan gembok, sekarang pintu itu terbuka sedikit, gemboknya dalam keadaan terbuka.
"Apa ada orang didalam?" Batin Aurel. Tapi, suara yang didengar olehnya hilang, apa mungkin suara itu berasal dari dalam gudang ini?
Aurel mengintip dari balik pintu, ia mencoba melihat keadaan didalam gudang. Tapi ia tak dapat melihat apa pun, gudangnya gelap. Aurel membuka pintu itu secara perlahan, namun ia tak dapat menemukan apa pun.
"Apa gue salah denger ya?" Gumam Aurel.
Aurel beranjak meninggalkan gudang, namun kakinya seperti di cekal oleh sesuatu yang dingin.
"Tolong" suara kecil itu, mampu membuat bulu kuduk Aurel merinding. Aurel perlahan melihat kearah kakinya.
"Tolong" suara lemah dari orang itu membuat Aurel merasa kasihan, wajahnya tertutupi rambut, baju yang ia kenakan juga telah kotor.
Aurel membungkuk membantu gadis yang tengah memegang kakinya.
"Kamu kenapa? Ayo aku bantu" ucap Aurel. Tapi, tak ada sahutan.
Aurel mencoba menepikan rambut yang menutupi wajah gadis itu. Seketika ia kaget, karna wajah gadis itu sama persis dengan dirinya. Hanya saja wajah gadis itu lebih pucat dan terdapat banyak luka.
"Ka-kamu siapa?" Tanya Aurel tergagap. Suara nyaring yang tiba-tiba terdengar ditelinga Aurel membuat kepalanya sakit.
"Aaaaaaa!" Teriak Aurel. Ia terbangun dari tidurnya, ternyata kejadian itu hanyalah sebuah mimpi.
"Aurel, kamu kenapa?" Tanya Aleta panik, ia yang mendengar teriakan putrinya langsung berlari menuju kamar Aurel.
"Gapapa ma, cuma mimpi buruk".
"Kamu keringetan gini, mimpi apa?" Tanya Aleta panik. Ia mengusap rambut Aurel berusaha menenangkannya.
"Gapapa ma bukan hal besar kok".
"Yasudah kalau kamu ga mau cerita, sekarang kamu siap-siap udah setengah tujuh, nanti kamu telat kesekolah"
"Iya ma"
.
.
.
Notif ponsel Aurel terdengar di meja makan, sebuah pesan masuk dari Darren.
"Gue jemput"
"Ok" balas Aurel. Ia kembali meletakkan ponselnya, dan melanjutkan sarapan bersama Aleta.
Aurel menunggu Darren didepan gerbang, sembari memainkan ponsel. Tak lama motor Darren berhenti tepat didepannya, Darren menyodorkan sebuah helm pada Aurel.
"Udah" ucap Aurel menaiki motor Darren.
Motor Darren melaju meninggalkan perkarangan rumah Aurel. Sepanjang perjalanan keduanya hanya saling diam, tak ada yang berniat memulai obrolan.
"Darren berhenti dulu" pinta Aurel menepuk pundak Darren. Darren menghentikan motornya tepat didepan sebuah halte yang lumayan sepi.
"Kenapa?" Tanya Darren.
"Gue nemuin sesuatu di buku" ucap Aurel setelah turun dari motor Darren.
"Buku apa?"
"Itu buku yang kemarin kosong" ucap Aurel mengingatkan Darren.
"Ohh, buku yang Lo temuin di perpus? Kenapa emangnya?"
"Semalam pas pulang dari kafe, gue liat buku itu lagi, dihalaman pertama buku itu ada deretan angka gitu, gue ga paham, Lo ngerti ngak?"
"Lo bawa bukunya?"
"Ga, ketinggalan dirumah"
"Yaudah pulang sekolah, gue kerumah Lo" Aurel membalas dengan anggukan.
"Sekarang kita sekolah dulu, setelah itu baru kita pikirin lagi" saran Darren dan disetujui Aurel.
.
.
.
Ditengah-tengah pelajaran Aurel teringat akan gadis yang hadir di mimpinya. Siapa dia? Kenapa ia memiliki wajah yang sama persis dengan dirinya. Mengingat gadis itu Aurel teringat ia bertemu dengannya gudang.
"Kayaknya ada sesuatu di gudang" batin Aurel.
"Aurel" panggil Darren, mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah aurel.
"Eh, iya kenapa?" Jawab Aurel kaget.
"Ngapain bengong? Ati-ati ntar kesambet"
"Ga lah, gue cuman lagi mikir aja"
"Mikir apaan?"
"Semalam--" sebelum Aurel melanjutkan ceritanya, ia sadar seisi kelas tengah memasang telinga mendengarkan semua yang keluar dari mulut Aurel.
"Semalam gue bakar jagung" ucap Aurel asal.
"Hah?!" Bingung Darren. Aurel mencubit pinggang Darren memberi isyarat. Tapi sayangnya Darren sangatlah tidak peka.
"Kenapa dicubit si? Sakit" kesal Darren.
"Hey, yang dibelakang kenapa ribut-ribut?" Panggil Bu Lina guru yang mengajar bahasa Indonesia saat ini.
"Ga Bu, ini ada kecoa" balas Aurel cepat. Ia sangat tau, seisi kelas tengah curiga padanya termasuk Bu Lina.
"Lo diem!" Pinta Aurel, berbisik.
Darren yang tak mengerti akan apa yang terjadi, hanya bungkam karna wajah Aurel terlihat serius. Ia tak mau ada masalah hanya karna ia tak mengerti atau sulit paham pada situasi sekitar.
Saat istirahat, semua murid telah keluar dari kelas, hanya menyisakan Aurel dan Darren.
"Darren!!!!!, Tau ga si gue pengen banting Lo tadi" ucap Aurel tertahan karna ia masih ada pada lingkungan sekolah.
"Gue salah apa dah?"
"Lo ga sadar apa? Seisi kelas udah siap pasang telinga dengerin cerita gue"
"Masa si?"
"Iya, makanya kalau gue ngode tu, Lo bisa ga si peka dikit"
"Hehehe maaf, gue kan ga tau"
"Malah nyengir, gue tabok juga nih"
"Iya kan gue udah minta maaf, masih marah aja"
"Udah ah" ucap Aurel melengos pergi.
"Mau kemana?" Tanya Darren mengikuti Aurel.
"Gudang"
"Ngapain?"
"Kalau banyak tanya ga usah ikut" seketika Darren kembali diam dan tak bicara lagi. Entah mengapa ia sangat patuh pada gadis ini, padahal ia adalah tipe orang yang sangat sulit diatur.
Aurel dan Darren tiba didepan pintu gudang, seperti yang ditemui Aurel sebelumnya. Gudang masih digembok, padahal saat didalam mimpi ia melihat gudang ini terbuka, apa itu adalah hal yang akan terjadi padanya di masa mendatang.
"Digembok" ucap Darren.
"Lo bisa buka ga?" Tanya Aurel.
"Gue coba, Lo liatin orang, jangan sampai kita ketauan" pinta Darren.
"Iya" angguk Aurel, ia memperhatikan kondisi sekitar dan memberi kode pada Darren.
"Aman" ucap Aurel pada Darren.
"Lo ada jepit rambut ga?" Tanya Darren.
"Buat apa?"
"Gue pinjem" Aurel membuka jepit rambutnya dan memberikannya pada Darren.
Darren membengkokkan jepit rambut tersebut dan mencoba membuka gembok yang terpasang pada gudang.
"Bisa ga?" Tanya Aurel, masih memperhatikan situasi dan kondisi.
"Sabar"
"Cepetan Darren" desak Aurel.
"Yes! Bisa"
"Kebuka?" Tanya Aurel.
"Iya"
Darren dan Aurel segera memasuki gudang dan melihat keadaan sekitar gudang.
"Aman nih, ayo masuk!" Ajak Aurel.
"Mendingan salah satu nunggu diluar, buat jaga-jaga" saran Darren.
"Ide bagus, Lo tunggu diluar ya, gue liat dulu"
"Iya"
Darren berjaga diluar dan melihat kondisi sekitar, sementara Aurel melihat keadaan gudang yang sangat berdebu dan banyak jaring laba-laba yang menempel.
Aurel melihat sekitar namun tak ada hal yang mencurigakan terlihat, gudang itu terlihat tak pernah dimasuki manusia. Aurel meneliti satu persatu barang-barang yang ada di gudang, tak ada satu pun yang mencurigakan bagi Aurel.
"Ga ada yang aneh" batin Aurel. Ia hendak berbalik, namun ia menginjak sebuah kertas.
"Apa nih?" Pikir Aurel. Ia melihat gambar yang ada pada kertas tersebut. Matanya melotot melihat kertas tersebut adalah sebuah foto, wajah orang tersebut terlihat mirip dengannya.
"Siapa dia?"
Aurel mengambil foto itu dan memasukkannya kedalam saku. Saat ingin berjalan keluar ia menyandung sesuatu.
"Ini?" Aurel mengambil benda yang ia temukan dilantai, itu adalah sebuah pin nama yang digunakan oleh para murid di sekolah ini.
"Aunia Meldana" lirih Aurel.
"Meldana? Itu kan akhiran nama gue? Apa jangan-jangan gue punya saudara?" Pikir Aurel.
"Aurel, buruan! Ada satpam" ucap Darren dari luar.
Mendengar suara Darren, Aurel segera keluar dari gudang.
"Udah, ayo!" Ucap Aurel.
Darren dan Aurel pergi meninggalkan gudang, namun kesalahan fatal telah mereka lakukan, keduanya lupa mengunci gudang. Sehingga hal tersebut berkemungkinan menjadi ancaman bagi ia dan Darren.
"Tunggu!"
"Kenapa?" Tanya Darren.
"Pintunya"
"Astaga, lupa" ucap darren menepuk jidatnya. Darren hendak berbalik menutup pintu, namun tangannya dicekal oleh Aurel.
"Kenapa?" Tanya Darren.
"Satpam" lirih Aurel. Darren melihat kearah pintu gudang dan benar saja, seorang satpam tengah berdiri didepan pintu gudang.
"Ngumpet" ucap Darren. Ia menarik lengan Aurel kebalik dinding, hampir saja satpam itu melihat ia dan Aurel. Keduanya mengintip di balik dinding melihat apa yang dilakukan satpam tersebut.
"Ada penyusup" ucap satpam pada seseorang menggunakan telfon.
Setelahnya satpam itu pergi, Aurel dan Darren dapat bernafas lega.
"Ayo pergi, sebelum ketauan" ucap Darren.
"Iya"
Darren dan Aurel kembali ke kelas, bertepatan dengan bel masuk.
"Gue yakin ada yang ga beres sama sekolah ini" ucap Aurel. Darren yang berpikiran sama menyetujui ucapan Aurel.
"Ga usah bahas disini, mereka datang" ucap Darren, memperingati Aurel karna murid-murid lain mulai berdatangan.
.
.
.
.
Thanks udah baca :)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!