NovelToon NovelToon

Harga Sebuah Daster

Bab 1 Mungkin bosan

Saat sore menjelang, mentari senja indah merona, menjemput mesra ketenangan malam. Burung-burung berkicau merdu seiring suara daun yang tertiup angin.

Di sebuah rumah dengan model minimalis, terlihat seorang wanita muda yang sedang sibuk di dapur. Amanda Hapsari, seorang ibu dari dua anak balita itu sibuk memasak makanan kesukaan suaminya. Dia sengaja memasak menjelang kepulangan suaminya, agar saat lelaki yang dicintainya itu datang, masakannya masih hangat sehingga dia tidak perlu memanaskannya lagi.

Nampak putra bungsunya, Azka Kiandra Putra sedang memainkan perabotan yang sudah tersusun rapi di rak piring, membuat Amanda menghela napas dalam. Demi bisa memasak makanan untuk keluarganya, Ibu dari dua anak itu membiarkan anaknya memberantakan perabotan rumah tangga yang sudah dia susun rapi atau terkadang menggendong putranya yang baru berusia dua tahun itu seraya memasak dan membereskan rumah.

"Ade gak boleh main pisau!" Baru juga Amanda selesai bicara, jari putra bungsunya sudah tergores hingga dia menangis.

Amanda langsung mematikan kompor dan menghampiri putranya. "Tuh kan bunda bilang apa? Ayo kita obati dulu."

Amanda langsung bergegas mencari kotak P3K untuk mengambil Betadine dan plester. Setelah mengobati Azka, Amanda pun kembali melanjutkan memasaknya dan menyuruh putrinya Kia yang baru berusia 4,5 tahun untuk menemani adiknya bermain.

Setelah selesai memasak, Amanda pun langsung menghidangkannya di meja makan. Dia sangat suka melihat suaminya makan dengan lahap masakan yang dia buat sendiri, karena Amanda ingin saat mereka berjauhan suaminya akan rindu dengan rasa masakannya.

Saat Amanda sedang asyik menghidangkan makanan di meja makan, terdengar suara bel yang dipijit di depan pintu gerbang rumahnya. Sesegera Amanda berlari menyambut ayah dari dua orang anaknya itu yang baru pulang dari kantor.

Apandi Kertayasa, seorang jaksa muda yang baru diangkat satu tahun yang lalu, turun dari mobil yang baru dia beli belum lama ini. Dia melihat penampilan istrinya yang selalu saja memakai daster dengan rambut yang digelung tak beraturan.

Saat Amanda mendekat untuk mencium punggung tangan suaminya dan membawakan tas kerja. Tercium oleh Apandi sisa minyak goreng dan aroma ikan menguar dari baju Amanda.

"Baru selesai masak?" tanya Apandi.

"Iya, Mas! Aku masak ikan goreng kesukaan Mas Pandi juga sambal goreng ati dan sayur capcay." Terlihat senyum bahagia mengembang di wajah cantiknya.

Apandi hanya menghembuskan napasnya kasar, dia memang sangat suka dengan masakan Amanda yang selalu sedap di lidahnya. Namun Apandi merasa risih dengan penampilan istrinya yang selalu saja memakai daster saat berada di rumah.

"Manda, lain kali kalau Mas datang usahakan sudah mandi. Biar Mas tidak usah mencium bau minyak dan ikan di tubuh kamu," cetus Apandi saat dia sudah duduk di meja makan untuk menikmati makanan kesukaannya. "Kamu tahu tidak Manda, semua rekan kerja Mas istrinya cantik-cantik, mereka sangat pandai merawat diri. Berbeda sekali denganmu, bukannya berdandan cantik menyambut suami pulang kerja, ini malah belum mandi."

Amanda hanya diam saja mendengar apa yang Apandi katakan, dia hanya mendengus-denguskan hidung mancungnya mencium badan sendiri yang kata suami bau minyak goreng dan ikan.

Bagaimana aku bisa perawatan kalau uang belanja saja hanya 50 ribu sehari, untuk jajan anak-anak dan makan sehari-hari terkadang masih kurang. Lagian bau sedikit juga protes, padahal aku bau juga 'kan buat dia, batin Amanda.

Setelah Apandi selesai makan, Amanda pun langsung membereskan piring bekas makan yang tadi dipakai oleh suaminya. Namun, baru saja dia menyalakan air kran, terdengar suara Kia yang berteriak dari arah kamarnya.

"Bunda ... Ade ngompol!" teriak Kia

Sesegera mungkin Amanda pun menghampiri anaknya di kamar, tapi baru saja sampai di kamar, kembali terdengar suara teriakan dari arah kamar mandi.

"Manda ... Ambilkan handuk! Tadi aku lupa!" teriak Apandi.

Amanda hanya menghembuskan napasnya kasar, selalu saja begitu. Setiap mau mandi, suaminya selalu lupa membawa handuk.

Malam harinya, Amanda menyusui si kecil di kamar, sedangkan Apandi menemani kakaknya menonton televisi. Meski sebenarnya dia tidak menonton televisi, melainkan berselancar di dunia maya dan melihat gadis-gadis cantik yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan gaya yang terlihat menantang kaum Adam.

Coba saja Amanda bisa seperti mereka, mungkin aku betah untuk tinggal di rumah. Lagian kenapa dia jadi seperti sekarang? Padahal dulu waktu pacaran cantik, kulitnya mulus makanya aku mau menikah dengannya. Ditambah lagi dia anak satu-satunya, tapi ternyata aku salah menduga. Ku kira warisannya banyak ternyata hanya sebuah rumah dan kebun yang sudah aku jual untuk melicinkan jalanku menjadi pegawai, batin Apandi.

Setelah terlihat anaknya mulai mengantuk, Apandi pun mengajaknya untuk pindah tidur di kamar. "Kakak, bobo di kamar yuk! Ayah temenin," ajak Apandi.

"Gak mau, Kakak mau nonton utlamen!" tolak Adzkiya Putri, anak pertama Apandi dan Amanda.

Apandi hanya menghela napas dalam mendengar penolakan dari putrinya. Meski sebenarnya dia tidak masalah karena sendirinya juga sedang asyik melihat lekuk tubuh para gadis cantik yang menghiasi layar ponsel. Namun, saat melihat jam yang di dinding sudah menunjukkan angka sembilan, Apandi pun mulai memaksa putrinya untuk tidur.

"Ayo Kakak bobo, sudah malam! Nanti Ayah beliin Barbie lagi kalau Kakak nurut," bujuk Apandi.

"Janji ya, Ayah!" Kia langsung menyodorkan jari kelingkingnya agar disambut oleh ayahnya.

Apandi langsung menautkan jari kelingking dengan kelingking putrinya, " Iya, Ayah janji!" ucapnya.

Kia pun langsung mengikuti apa yang ayahnya katakan, dia tidur di samping Amanda yang masih menyusui anaknya.

Setelah kedua anaknya tertidur, Apandi mengajak Amanda untuk menonton televisi. Lelaki muda itu sengaja mengajak istrinya karena ada sesuatu yang ingin dia katakan.

"Manda, besok ibu mau ke sini. Dia minta uang untuk biaya kuliah Dimas. Nanti tolong kasih ke Ibu!" ucap Apandi saat sudah duduk berdua di sofa ruang tengah.

"Iya, Mas! Nanti aku kasih ke ibu kalau datang ke sini!" sahut Amanda dengan mata yang mulai asyik nonton televisi. Tapi tidak dengan Apandi, matanya mulai lapar melihat belahan dada istrinya yang mulus. Dia mulai mengikis jarak dengan ibu dua anak itu, jari-jarinya menulis abstrak di punggung Amanda yang terhalang daster rayon.

"Manda, coba kamu tiap hari pakai baju yang ketat. Tubuh kamu itu indah kalau terlihat lekukannya dan Mas sangat suka melihat lekukan tubuhmu." Napas Apandi sudah memburu ingin menuntaskan sesuatu yang memaksa keluar dari sangkarnya.

"Mas aku tuh malu kalau pake baju yang terbuka. Dari kecil almarhumah mama sudah membiasakan aku memakai baju yang longgar dan tertutup," elak Amanda.

Apandi tidak peduli dengan jawaban istrinya, saat ini dia sangat ingin menikmati tubuh yang selalu tertutup oleh daster itu hingga malam panjang pun mereka lewati dengan kenikmatan yang memabukkan.

Keesokan paginya, Apandi sudah siap dengan baju kerjanya. Penampilannya yang necis berbanding terbalik dengan Amanda yang lagi-lagi berbalut daster. Meskipun berbeda model dan motif tapi tetap saja membuat mata Apandi enggan untuk melihat istrinya. Padahal wajah Amanda terlihat segar dengan rambut yang setengah basah setelah mandi junub tadi subuh.

Apandi hanya menjulurkan tangannya untuk dicium oleh Amanda sebelum berangkat kerja. Tak lupa dia menciumi kedua anaknya tapi melewatkan Amanda yang sedang menggendong anak bungsunya.

Amanda hanya tersenyum getir dengan sikap Apandi yang tidak mencium keningnya saat akan berangkat kerja. Memang semenjak dia punya anak, suaminya itu seakan melupakan kebiasaannya saat dulu masa-masa pacaran dan di awal menikah.

Mungkin sekarang Mas Pandi sudah bosan denganku, sehingga hanya anaknya saja yang dia perhatian, batin Amanda.

...~Bersambung~...

Bab 2 Ocehan Mertua

Saat menjelang siang hari, ibu mertuanya datang seperti apa yang dikatakan oleh Apandi tadi malam. Dia datang ke rumah anaknya jika akan mengambil uang bulanan yang selalu Apandi sisihkan dari uang gajinya. Sebenarnya Amanda tidak masalah jika suaminya itu selalu memberi uang pada ibu mertuanya. Akan tetapi, terkadang Amanda merasa tidak adil karena dia hanya diberi uang 50 ribu untuk jatah hariannya.

Setiap kali berkunjung ke rumah anaknya, selalu saja ada yang dikomentari oleh Bu Sopiah, ibunya Apandi. Entah itu tentang kedua anaknya yang rewel, entah itu tentang rumahnya yang terlihat berantakan. Bahkan soal penampilan Amanda pun, dia tidak segan untuk berkomentar. Seperti hari ini, Bu Sopiah terlihat tidak suka melihat penampilan Amanda.

"Manda, kamu itu istri jaksa! Masa pakai bajunya hanya daster begini, lihat tuh istrinya Pak Mantri Amir! Meski sudah berumur tapi selalu modis, mengikuti trend masa kini," cela Bu Sopiah.

Amanda hanya tersenyum menanggapi omongan ibu mertuanya, sedikit pun dia tidak ingin menyanggahnya. "Iya, Bu!" sahut Amanda.

"Tetangga ibu juga ada yang masih muda seperti kamu, dia punya anak balita tapi selalu berpenampilan modis, ditambah dia juga punya penghasilan sendiri tidak seperti kamu yang hanya mengandalkan uang gaji suami. Coba kamu tuh belajar berjualan apa kek yang sekiranya menghasilkan uang. Jangan mengandalkan suami terus," cerocos Bu Sopiah seperti kereta api yang tidak mengenal rem saat sudah berjalan.

"Manda juga ingin kerja lagi seperti dulu, Bu! Tapi kata Mas Pandi, gak ada yang jagain anak." Amanda merasa pusing kalau ibu mertuanya sudah datang berkunjung ke rumahnya. Mulut lemesnya selalu tidak bisa di rem.

"Ya makanya kamu usaha sampingan yang sekiranya bisa sambil menjaga anak," sanggah Bu Sopiah.

"Iya, Bu! Nanti Manda bicarakan dengan Mas Pandi," ucap Amanda pasrah dengan apa yang dikatakan oleh mertuanya.

"Kalau kamu berpenampilan seperti ini terus, jangan salahkan anakku jika mendua!" ketus Bu Sopiah.

Degh!

Jantung Amanda mendadak berdetak lebih cepat dari biasanya. Kenapa tiba-tiba mertuanya bicara seperti itu, apa mungkin suaminya memang sudah memiliki yang lain di hatinya.

"Ibu, kenapa bicara seperti itu? Apa Ibu tahu kalau Mas Pandi punya simpanan?" tanya Amanda kaget.

"Ya mana Ibu tahu! Ibu bilang kan seandainya," ralat Bu Sopiah.

Tak lama kemudian, datang Kia yang baru pulang bermain bersama anak tetangga rumahnya, dia terlihat senang saat melihat neneknya.

"Nenek, kapan datang?" tanya Kia lalu mencium punggung tangan neneknya.

"Ya ampun Kia, kenapa dekil sekali? Apa bunda kamu tidak bisa merawat anak dengan baik sampai kamu jadi kurus dekil seperti tidak terurus," cerocos Bu Sopiah seraya membolak-balikkan badan Kia.

Astaga Ibu! Apanya yang dekil? Kalau kurus memang iya karena Kia susah makan, batin Amanda.

Amanda lagi-lagi hanya bisa mengelak ucapan mertuanya itu di dalam hati, dia tidak pernah berani membantah apa yah dikatakan oleh ibu mertua ataupun suaminya.

"Oh, iya Ibu! Mas Pandi nitip uang, katanya untuk kuliah Dimas." Amanda langsung mengalihkan pembicaraan, karena biasanya kalau sudah mendapatkan uang, mertuanya pasti langsung pulang.

Saat dulu Amanda masih bekerja, mertuanya itu baik pada Amanda. Tidak pernah bicara menyinggung perasaannya, tapi semenjak berhenti kerja karena memiliki anak, mertuanya itu terkadang bicara tidak pernah dipikir dulu.

"Oh! Berapa yang dititipkan Pandi untuk Ibu," Bu Sopiah mulai menurunkan nada bicaranya saat mendengar kata uang.

"Dua juta, Bu! Nanti aku ambilkan dulu!" ucap Amanda seraya beranjak pergi masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa sedikit sekali, Manda? Uang segitu hanya cukup untuk bayar kuliah Dimas saja, lalu untuk ibunya mana?" tanya Bu Sopiah yang malah mengikuti Amanda ke kamarnya.

"Astagfirullah! Ibu bikin aku kaget saja! Ibu tunggu dulu sambil menjaga Kia, Azka sedang tidur, Bu! Takut terganggu kalau berisik," dalih Amanda saat melihat mertuanya itu akan mengikutinya masuk ke kamar.

Setelah mendapatkan uangnya, Bu Sopiah pun pamit pulang pada Amanda.

***

Sementara di lain tempat, Apandi diajak rekan kerjanya untuk membeli alat tulis untuk kebutuhan kantor sekalian mereka makan siang di sebuah Mall terbesar di kota itu.

Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, mereka pun memutuskan untuk makan siang di restoran Solaria yang tidak jauh dari toko buku tempat tadi mereka berbelanja.

Apandi dan temannya Roni sudah memesan makanan, sampai datang dua orang gadis cantik menghampirinya. Terlihat mereka memakai seragam kerja dengan rok span setengah paha dan baju slim fit yang memperlihatkan lekuk tubuh kedua gadis cantik itu.

"Udah lama, Mas?" tanya Siska pada Roni yang menjadi pacarnya, "oh, iya kenalin ini temanku Citra," lanjutnya.

Apandi pun bersalaman dengan Citra karena dengan Siska dia sudah mengenalnya.

"Apandi!"

"Citra!"

Cantik juga nih cewek, body-nya itu wow banget. Kalau aku jadiin simpanan, kira-kira dia mau gak ya? batin Apandi

Apandi terus menatap Citra, sepertinya dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang SPG produk kecantikan di Mall itu.

Obrolan mereka pun berlanjut begitu hangat sampai keduanya saling bertukar nomor handphone.

Setelah selesai acara makan siangnya, Apandi dan temannya kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Citra gimana, Mas? Cantik kan?" tanya Roni.

"Iya, dia cantik! Wajah dan badannya juga terawat!" jawab Apandi dengan tersenyum simpul.

***

Hari pun terus berlalu, kini Amanda sudah bersih dan rapi untuk menyambut kedatangan suaminya, dia sengaja membeli sayur dan lauk dari warung nasi karena tadi anaknya rewel sehingga tidak sempat untuk memasak.

Apandi pulang dengan muka kusut, sepertinya dia sedang ada masalah di kantornya. Dia hanya melihat ke arah Amanda sekilas saat tadi istrinya itu menyambut kepulangannya.

Saat dia di meja, kekesalannya memuncak karena Amanda lupa membeli kerupuk untuk teman makan suaminya, ditambah rasa masakannya berbeda dengan yang biasa dia makan.

"Manda kerupuknya mana? Ini lagi rasanya gak enak begini? Kamu tuh seharian hanya di rumah tidak sempat untuk memasak sampai harus beli ke warung nasi," sungut Apandi.

"Maaf, Mas! Tadi Azka rewel ingin di gendong terus, dia nangis kalau aku ajak ke dapur katanya takut," kilah Amanda yang masih menggendong anak bungsunya.

"Alasan saja kamu! Bilang saja kamu tidak ingin menyiapkan makanan untukku! Aku tuh heran sama kamu, rawat tubuh gak bisa, masak juga malas, kerjaan kamu apa selama aku kerja? Teman kerja Mas di kantor semuanya pintar merawat tubuh, tidak seperti kamu yang semakin hari semakin dekil. Pakai baju juga hanya yang itu-itu saja. Memangnya kamu tidak punya baju lain selain baju daster?" Apandi seperti emak-emak komplek yang bicaranya nyerocos lupa ngrem.

Selalu saja begitu, membandingkan aku dengan rekan kerjanya. Mereka bisa ke salon karena di beri uang untuk perawatan dari suaminya. Itu lagi, kenapa Azka takut saat aku ajak ke dapur? Mungkin besok aku harus minta tolong sama Pak Ustadz, batin Amanda.

...~Bersambung~...

Bab 3 Mulai berbenah diri

Sampai malam hari pun Azka tidak mau lepas dari gendongannya. Bahkan untuk buang air kecil pun, Amanda sembari menggendong si bungsu.

Sementara Apandi, bukannya membantu menenangkan anaknya yang rewel, dia malah asyik chatting dengan Citra selingkuhannya. Amanda hanya mengusap dada berkali-kali melihat suaminya tidak memiliki empati sedikit pun padanya. Dia hanya bisa meneteskan air mata saat si bungsu terus menerus menangis.

Saat mendengar suara tangis anaknya yang tidak berhenti, barulah Apandi menyimpan handphone-nya dan menghampiri Amanda yang sedang berada di kamar.

"Manda, kamu bisa gak sih ngurus anak? Dari tadi Mas pulang kerja, rewel terus! Mas pusing dengar dia nangis gak berhenti-henti. Diapain kek biar dia berhenti nangis," sewot Apandi.

"Aku juga pusing, Mas! Dari tadi siang Azka maunya digendong, diajak ke dapur gak mau, aku tinggal sama Kia juga gak mau," Amanda terus terisak seraya mengadu pada suaminya. "Mas, bisa panggil Pak Ustadz tidak? Takutnya Azka ketempelan soalnya tiap kali masuk dapur dia selalu ketakutan kaya melihat sesuatu."

"Ya sudah! kamu tunggu sebentar, aku ke Pa Ustadz Jalal dulu." tanpa menunggu persetujuan dari Amanda, Apandi langsung bergegas menuju rumah Ustadz yang ada di lingkungan rumahnya yang kebetulan dia bisa me-ruqyah dan mengobati orang yang terkena gangguan sihir.

Tak lama kemudian, Apandi sudah datang dengan Ustadz Jalal. Tanpa Amanda bilang pun, Pak Ustadz sudah tahu siapa yang mengganggu rumah Amanda.

"Assalamualaikum," ucap Pak Ustadz Jalal

"Wa'alaikumsalam," jawab Amanda dari dalam rumah dengan menggendong Azka yang masih menangis sedangkan Kia sudah tidur dari selepas Maghrib.

"Kenapa anak ganteng nangis terus? Jangan takut ya, nanti Pak Ustadz suruh dia pulang pada pemiliknya." Pak Ustadz Jalal terus mengelus rambut Azka seraya dia melapalkan do'a dan meniupkan ke pucuk kepala Azka. Atas Kehendak-NYA Azka langsung berhenti nangis dan tertidur dalam gendongan Amanda.

"Biarkan dia tidur! Kasihan anak ganteng ini kelelahan habis menangis," ucap Ustadz Jalal.

Apandi mengambil Azka dari gendongan Amanda dan membawanya ke kamar. Setelah kepergian suaminya, Amanda pun kemudian menceritakan apa yang dialaminya, dimulai dari Azka yang ingin digendong terus dan tidak mau diajak ke dapur, lalu dari selepas Maghrib dia terus saja menangis.

Mendengar apa yang dikatakan Amanda, Pak Ustadz pun meminta air putih untuk dibacakan do'a. Setelahnya dia menuju ke dapur dan mencipratkan air do'a ke setiap penjuru dapur dan ruangan yang ada di rumah Amanda.

"Insya Allah mereka sudah pergi, sekarang tinggal pertahanan dari rumah ini saja agar makhluk yang suka menggangu tidak kembali lagi ke sini. Neng Manda, usahakan membaca Al-Qur'an tiap hari agar rumah terasa hangat," Nasihat Pak Ustadz Jalal, "Sepertinya ada yang ingin menggoyahkan rumah tangga Neng Manda. Bapak sarankan, mulailah berbenah diri untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi milik Neng Manda."

"Baik Pak Ustadz, terima kasih!" Amanda hanya menundukkan kepalanya mendengar apa yang dikatakan oleh guru ngajinya itu. Dia sadar mungkin selama ini dia terlalu larut dalam mengurus rumah, suami dan dua anaknya sehingga dia lupa untuk mengurus dirinya sendiri.

Keesokan harinya, Azka sudah main seperti hari- hari sebelumnya sehingga Amanda bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan tenang. Selama mengerjakan pekerjaan rumahnya, Amanda terus teringat dengan apa yang dikatakan oleh guru ngajinya, sehingga dia pun mulai membongkar isi lemari bajunya.Dilihatnya baju-baju yang dulu sering dia pakai saat sebelum memiliki anak yang kedua. Baju yang dia beli dengan uang gajinya sendiri.

Amanda jadi teringat saat dia baru memiliki Kia, terkadang suaminya sering membantu mengerjakan pekerjaan rumah atau membantu menjaga Kia saat dia beres-beres rumah.

Namun, setelah anak keduanya lahir, Apandi terlihat mulai berubah. Dia seolah tidak peduli saat Amanda kerepotan dengan pekerjaannya, sedangkan anaknya rewel ingin digendong terus.

"Mungkin benar apa yang Mas Pandi bilang, aku terlihat semakin dekil karena tidak pernah perawatan. Wajahku terlihat kusam karena tidak mengenal skin care lagi. Padahal saat dulu aku masih kerja, teman-temanku bahkan iri melihat mukaku yang mulus dan bersih," gumam Amanda.

"Sebaiknya, aku meminta Tania untuk mengantarku ke salon agar ada yang menjaga Kia dan Azka. Sepertinya, aku harus mengambil uang tabunganku, karena kalau meminta ke Mas Pandi, pasti tidak akan dikasih. Apalagi kemarin ini dia sudah memberi uang pada Ibu." Lagi-lagi Amanda berbicara sendiri seraya memilah baju yang dia pakai besok pergi ke mall.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Amanda pun langsung menghubungi Tania lewat telepon.

"Hallo, Assalamu'alaikum!" ujar Amanda saat panggilan teleponnya sudah tersambung dan diangkat oleh Tania.

"Wa'alaikumsalam, Manda! Ada apa nih? Tumben nelpon," tanya Tania di seberang sana.

"Tan, besok kamu libur gak? Aku mau minta tolong buat nganter aku ke mall," ucap Amanda.

"Aku libur, tapi tumben gak ngajak suamimu?" tanya Tania.

"Aku mau bikin kejutan buat dia, makanya aku mau ngajak kamu," kilah Amanda.

"Ya sudah, nanti kamu bilang saja sama Mas Pandi kalau mau main rumahku."

"Siap! Nanti kamu mau jemput aku jam berapa?"

"Jam sembilan aja ya! 'Kan mall buka jam sepuluhan," saran Tania.

"Oke, besok aku tunggu ya! Tania teleponnya aku tutup, Assalamu'alaikum." Amanda langsung menutup teleponnya sepihak tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya itu.

Setelah menelpon Tania, Amanda pun menuju ke dapur karena sudah waktunya masak. Sampai datang tetangga rumah menawarkan barang jualannya.

"Teh Manda, mau beli kerupuk emping tidak?" tanya Linda dengan tentengan di kanan kirinya. Meskipun dia hanya berjualan keliling tapi make-up yang dipakainya tidak pernah luntur dari wajahnya.

"Boleh Si, Mas Pandi suka sekali dengan kerupuk dan emping. Aku beli dua bungkus ya!" Amanda langsung memilih emping yang akan dibelinya. Dia tidak pernah menawar pada pedagang keliling karena merasa kasihan jika harus ditawar sementara untung yang diambil mereka tidak seberapa.

"Teh Manda, padahal teteh itu cantik, kenapa gak pernah dandan. Aku saja yang hanya jualan keliling selalu dandan," ucap Susi yang memang sudah dekat dengan Amanda karena sedari kecil mereka selalu bermain bersama.

"Masa iya sih aku cantik! Kata Mas Pandi saja sekarang aku dekil," ucap Amanda sendu.

"Teteh itu cantik, hanya saja kurang dipoles. Lagian Teh Manda aneh, punya suami jaksa tapi penampilan biasa saja, gak glowing kaya istri-istri para pejabat," cibir Susi yang sebenarnya hanya ingin menggoda Amanda, tapi ternyata apa yang Susi katakan masuk ke dalam sanubarinya.

Apa mungkin karena aku tidak pernah dandan lagi, Mas Pandi jadi ilfil sama aku sampai dia seolah tidak lagi peduli padaku, batin Amanda.

...~Bersambung~...

...Dukung Author ya Kawan! Dengan Klik like, comment, vote, rate, gift, dan favorite....

...Terima Kasih!...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!