NovelToon NovelToon

Pretend Marriage (Pura-pura Menikah)

Putus Terencana

"Apa maksud kalian, Jo, Tasya?" tanya Bia yang terlihat gamang. Matanya terus menerus melihat ke arah tangan Jonathan dan Tasya yang saling bertautan.

"Bia, apakah kau tidak bisa melihat dengan jelas? Kami saling berpegangan tangan, bukankah itu sudah jelas?" cibir Jonathan, pacar Haninbia.

"Kami pacaran, Bi. Maafkan aku!" ucap Tasya dengan kepala tertunduk.

"Kalian jahat! Kenapa kalian tega melakukan ini semua padaku? Kalian tahu, kan? Hanya kalian yang kumiliki. Tapi, kalian...." Bia tak meneruskan kalimatnya. Matanya masih terpaku pada tangan yang sedari tadi tak terlepas sedikitpun.

"Seharusnya kau sadar diri, Bia! Aku sudah muak berpacaran denganmu. Setiap hari selalu saja ada orang yang menghinamu, mengatai kalau Ibumu hobi berselingkuh! Aku malu, wajah setampan diriku tidak cocok jika harus bersama dengan wanita berwajah tembok sepertimu!" hardik Jonathan dengan senyuman miring. Merasa puas telah mengatai mantan kekasihnya itu.

"Jadi, mulai sekarang kita putus, Bia. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dan satu lagi, jangan ganggu Tasya. Aku yang telah memilihnya. Jadi, jangan salahkan dia karena mampu membuatku jatuh hati!" imbuhnya seraya memberikan kecaman pada Bia.

"Kau jahat, Jo, Tasya! Aku membenci kalian!" pekik Bia kemudian berlari meninggalkan Jonathan dan Tasya yang masih termangu diam di tempat mereka.

Bia berlari ke sebuah tempat yang lumayan ramai dikunjungi orang-orang. Sambil berlari dia mengusap kasar air mata yang mulai terjatuh dari pipinya.

Dia kembali teringat pada saat Jonathan mengajaknya bertemu tadi. Mengatakan ingin bertemu di cafe tempat biasa mereka kencan.

Bia benar-benar datang. Namun, Bia sudah menunggu sedari siang hari hingga petang, tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang.

Kendati demikian, dia tetap bersedia menunggu dengan sabar. Hingga akhirnya buah dari kesabarannya pun matang. Orang yang ditunggu olehnya datang. Namun, manik mata Bisa langsung terpusat pada tangan yang saling menggenggam.

Saat dia masih terhanyut dalam pikirannya sendiri, Tasya datang dan mengagetkan Bia. Membuat wanita itu hampir terjatuh dari duduknya yang tidak memiliki sandaran.

"Aktingmu bagus juga, Bi!" puji Tasnya sambil menyenggol bahu Bia.

"Kau juga bagus. Aku salut padamu," balasnya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Kau sedang mengucilkanku, atau memang benar-benar memujiku, hah?"

"Tentu saja aku sedang memuji bakat aktingmu. Diantara kita, kan memang dirimu yang paling banyak mengeluarkan tenaga," seloroh Bia sambil tertawa.

"Tidak perlu berterima kasih padaku. Yang terpenting sekarang kau dan pria cacingan itu sudah putus. Aku merasa sangat lega." Tasya menarik nafasnya sendiri dan menghembuskannya kuat-kuat.

"Meskipun aku tidak ingin mengatakannya. Tapi, aku memang tetap harus berterima kasih padamu karena telah menjauhkan aku dari pria bajingan seperti dia."

"Tapi, kalian dari mana tadi? Aku sudah menunggu berjam-jam, tidak juga melihat batang hidung kalian," protes Bia kesal.

"Mantan pacarmu mengajakku berkeliling terlebih dahulu. Kalau aku menolaknya, bukankah itu terlalu mencurigakan?" jawab Tasya santai.

"Cih, kukira kau sudah benar-benar jatuh hati padanya!" dengus Bia.

"Mana mungkin! Di hatiku hanya muat satu orang. Yang pastinya untuk Gavin!" cetusnya menyangkal.

Tebakan kalian memang benar, putusnya hubungan Bia dan Jonathan memang buah dari rencana Bia dan Tasya.

Bia dan Jonathan sudah menjalin kasih selama tiga tahun. Namun, lamanya hubungan tak dapat membuktikan kalau kita dapat mengerti bagaimana sikap pasangan kita yang sesungguhnya.

Juga tidak menjamin hubungan itu akan bertahan lama dan akan sampai ke jenjang yang diinginkan.

Contohnya sudah ada. Yang menjalin kasih dengan Jonathan adalah Bia. Tapi, yang paling mengerti dengan sikap playboy Jonathan adalah Tasya.

Tasya kerap digoda oleh Jo untuk menjalin hubungan di belakang Bia.

Tasya yang merasa jijik dengan semua sikap Jo, memberitahukan semuanya pada Bia, sahabatnya. Dia tidak mau sahabatnya jatuh pada lubang yang salah.

Awalnya Bia juga enggan untuk percaya. Namun Tasya terus mendesaknya hingga membuat wanita itu percaya.

Dan akhirnya rencana mereka pun berhasil dan berjalan sempurna.

"Ya sudah, ayo sekarang kita pulang!" ajak Tasya karena hari pun sudah mulai gelap.

"Tidak. Kau harus menemaniku dulu."

"Ke mana?" tanya Tasya jengah.

"Ke sana!" Bia menunjuk ke arah sebuah Club yang paling tersohor di daerah situ dan berada di perempatan jalan. Dekat dengan mereka saat ini.

"Tidak. Aku tidak mau! Kita harus pulang sekarang!" tolak Tasya tegas.

"Tasya, sekali ini saja. Ayolah...." rengek Bia sambil mengayunkan lengan Tasya seperti anak kecil.

Tasya menelan saliva-nya sambil membagi pandangan antara Club besar yang bernama Rex Club dengan Bia, sahabatnya.

Tasya sendiri tentu mengerti kenapa Bia mengajaknya untuk masuk ke Club itu.

Mereka tidak bisa menampik, meskipun ada benih kebencian yang tumbuh. Namun cinta yang sudah lama berkembang tidak akan bisa dibunuh begitu saja.

"Ya, ya, ya. Kau memang paling pintar jika soal merayu. Ayo kita masuk kesana sekarang!" jawaban Tasya membuat hati Bia terpuaskan.

Tangan Bia langsung menggeret Tasya sampai wanita itu tergopoh-gopoh karena susah untuk menyamakan langkah mereka.

Namun saat sudah berada di depan sebuah gedung tinggi yang bernamakan Rex Club, Tasya kembali menghentikan langkah Bia dengan menarik lengan sahabatnya itu.

"Bi, apakah kau yakin akan masuk ke dalam sana?" tanya Tasya sambil melihat ke arah gedung tinggi itu dengan tatapan ngeri.

"Sangat yakin! Sudahlah, ayo kita masuk sekarang!" Bia kembali menarik tangan Tasya, namun Tasya tak bergerak sedikitpun.

"Bi, lebih baik kita pulang sekarang! Kalau kau mau menenangkan pikiranmu, lebih baik kita makan mie ayam, biar aku yang traktir. Jangan di sini."

"Tasya, kumohon ... mengertilah. Sekarang aku hanya butuh sesuatu untuk menenangkan pikiranku saja. Aku memang senang bisa terlepas dari hubungan itu. Namun, aku tidak bisa menampik dan mengatakan kalau aku sudah tidak lagi mencintainya. Masih ada kesedihan di sini, Sya!" Bia menunjuk dadanya sendiri.

"Maafkan aku, Bi! Aku bukan tidak mau mengerti perasaanmu. Tapi, aku hanya takut jika nanti terjadi sesuatu hal yang akan membahayakan kita. Kamu sendiri juga pasti tahu kan tempat seperti apa Rex Club ini?" papar Tasya mengungkapkan kecemasannya.

"Ayolah, Tasya. Aku janji, hanya akan minum tiga teguk saja. Setelah itu kita akan langsung pulang." Bia kembali merayu Tasya dengan mengedipkan sebelah matanya, bergaya sok imut.

Tasya mendengus pasrah. Bia memang sangat keras kepala. Jadi, mana mungkin dia akan mendengar nasihat orang lain begitu saja. "Hanya tiga teguk ya? Kalau kamu tidak menepati janjimu, aku akan menghubungi Tante Wila, biar dia yang menjemput di sini!" ancam Tasya. Tasya sangat tahu, Bia sangat menyayangi Wila, Tantenya itu. Bia tidak akan pernah mengecewakan Wila sedikitpun.

Bia cepat-cepat mengangguk. Buru-buru menyeret Tasya masuk ke dalam Rex Club.

Setelah tiba di dalam, mereka sama-sama tercengang dengan suasana yang baru pertama kali mereka rasakan itu.

Suara dentuman musik yang memekakkan telinga saja, sudah mampu membuat suasana hati orang-orang menjadi bahagia. Suasana lampu temaram membuat para pengunjung betah berlama-lama berada di sana.

Meski masih merasa asing dengan tempat itu, Bia dan Tasya langsung berusaha untuk kembali menguasai diri mereka agar tidak terlihat terlalu mencolok.

Mereka duduk di meja bartender. Tidak seperti orang lain yang mulai memesan, mereka malah duduk diam sambil memperhatikan orang-orang di samping mereka yang sedang menenggak minuman beralkohol.

"Hey, aku mau yang seperti itu! Berikan aku tiga gelas!" titahnya sambil menunjuk ke gelas milik orang di sampingnya yang terlihat menggoda.

"Tapi, Nona. Itu sa-"

"Tidak perlu banyak bicara, sajikan saja!"

Sang bartender langsung melakukan apa yang diminta oleh Bia. Keinginannya untuk menjelaskan kalau yang sedang dipesan Bia bukanlah alkohol biasa pun ia urungkan.

TAK...

Sang bartender meletakan segelas minuman yang dipesan Bia.

Bia mengambil gelas minuman itu dan mengamatinya. Walaupun ada terbesit keraguan tapi dia tetap saja menenggaknya hingga habis.

Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.

Jangan lupa untuk berikan rate 5 juga, ya! ❤️❤️❤️

Terima kasih yang sudah berkenan mampir dan memberikan dukungan di sini.❤️❤️❤️

Menggoda Brandon

Bia mengambil gelas minuman itu dan mengamatinya. Walaupun ada terbesit keraguan tapi dia tetap saja menenggaknya hingga habis.

Setelah meminum segelas minuman beralkohol itu dengan sekali teguk. Bia merasa kepalanya sangat pusing. Dirinya juga seperti mulai berimajinasi.

Namun, rasa candu yang diberikan dari alkohol itu membuatnya meminum lagi dan lagi.

"Bia, kau sudah meminum tiga gelas. Sekarang waktunya kita pulang!"

"Tidak. Aku ingin lagi. Ayo, berikan aku minumannya lagi!" racau Bia dengan tubuh yang mulai terhuyung-huyung. Bahkan, berat badannya sendiri pun tak sanggup lagi ia tumpu.

"Sial! Apakah dia sudah mabuk? Bukankah dia hanya meminum tiga gelas? Lalu, bagaimana bisa dia mabuk secepat ini," gerutu Tasya. Tasya bangkit dari duduknya dan berdiri di belakang sahabatnya.

Tasya menghela nafas, lalu dia bertanya pada bartender yang juga sedang melihat ke arah mereka.

"Hey, alkohol jenis apa yang kau berikan padanya? Kenapa dia bisa langsung mabuk seperti ini?" tanya Tasya.

"Itu adalah absinth. Jenis minuman keras yang kadar alkoholnya paling tinggi, yakin 90%," jawab sang bartender.

Absinth adalah hasil penyulingan dari fermentasi jamu serta dedaunan.

Tasya menghela nafas frustasi.

"Kenapa kau memberikan itu padanya? Kau ini, membahayakan sahabatku!" ketus Tasya kesal, menatap sang bartender dengan tatapan tak suka.

"Maaf, Nona. Aku hanya memenuhi permintaan pelanggan."

Ahh benar juga, tapi bagaimana ini. Dia sudah mabuk. Bagaimana caranya aku membawanya pulang!

Tasya berteriak dalam hati, merasa kesal dengan kecerobohan sahabatnya.

"Mana minumanku? Cepat berikan padaku!" teriak Bia dengan gaya terhuyung-huyung.

"Kau sudah mabuk, sialan! Jangan menyusahkanku lagi dengan meminta yang aneh-aneh atau aku akan meninggalkanmu di sini," ancam Tasya.

"Hahahaha. Kau itu sahabat terbaikku. Bagaimana mungkin kau tega melakukannya, Tasya Ayunda?" ejek Bia menantang.

Tasya menggemeretakkan giginya, dia benar-benar kesal dengan orang mabuk di hadapannya ini. "Kau benar-benar menguji emosiku, Bia!"

Saat dia sedang sibuk dengan Bia yang tingkahnya mulai aneh. Ada seseorang memanggil Tasya, yang suaranya sangat dikenali oleh Bia dan Tasya.

"Tasya! Tasya Ayunda!" panggil orang itu terlihat sambil melambai-lambaikan tangannya ke atas untuk menarik perhatian orang yang dipanggilnya.

"Gavin?" seru Tasya sambil tersenyum sumringah. Terlihat dia sangat senang saat melihat kehadiran kekasihnya di sana.

"Jangan coba-coba meninggalkan aku, Tasya!" kecam Bia. Wajahnya sesekali terlihat tersenyum dan sesekali tampak sedih.

Tasya tak mempedulikan kata-kata Bia. Dia hanya fokus pada Gavin yang memanggilnya.

Tasya melambaikan tangannya agar Gavin datang padanya. Jarak mereka memang tak terlalu jauh. Namun, pandangan mereka sesekali terhalang karena banyaknya orang-orang yang berlalu lalang.

"Kenapa, Sayang?" tanya Gavin setelah dia mendekat pada Tasya.

"Vin, Bia mabuk. Tolong bantuin rangkul dan Carikan taxi dong," pintanya memelas. Dia memang benar-benar sudah kehabisan cara.

"Nanti saja pulangnya. Kita kumpul dulu sama mereka, yuk? Nanti aku antar," bujuk Gavin dan dijawab dengan anggukan oleh Tasya.

Gavin membantu merangkul Bia, membawanya ke tempat dia berkumpul dengan saudara-saudara seumurannya.

Setelah mendudukkan Bia di kursi, Gavin dan Tasya pun ikut duduk.

"Kenalin, ini Hansel dan itu Hilsa," tunjuknya pada sepasang anak kembar yang wajahnya terlihat sangat mirip.

"Yang itu Arga." Gavin kembali menunjuk pada seorang pria yang sibuk bermain gadget.

"Kami semua sepupuan," ucapnya lagi. Sepupu-sepupu yang diperkenalkan oleh Gavin tadi turut menyapa Tasya, kecuali satu orang yang sedang sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Yang ini Brandon Wirastama, dia pamanku!" ucap Gavin.

Saat mereka masih saling menyapa, tiba-tiba perhatian mereka teralihkan pada Bia yang tiba-tiba naik ke atas pangkuan Brandon yang sedang duduk sambil bersandar. Dia memegangi wajah Brandon yang dipenuhi janggut dan mengelusnya perlahan.

"Uncle, kamu sangat tampan!" puji Bia sambil sesekali terkekeh.

Tasya menepuk jidatnya, merasa malu dengan tingkah Bia. Meskipun wanita itu sedang mabuk, itu tetap saja memalukan. Sepertinya, membawanya ikut bergabung memang bukan pilihan yang tepat.

"Gavin, lebih baik aku pulang saja, ya?" bisik Tasya pada kekasihnya.

Tasya merasa sangat sungkan kala melihat wajah Brandon yang tak bersahabat. Berbeda dengan yang lain, mereka tertawa melihat Brandon dilecehkan oleh wanita muda yang sedang mabuk.

"Tidak apa-apa, santai saja."

Jawaban Gavin tak membuat Tasya tenang. Dia menghela nafasnya kasar sambil bermonolog dalam hati.

Keterlaluan kau Bia! Kenapa kau selalu saja menyusahkan aku? jerit Tasya dalam hatinya.

Tak ada yang menghentikan aksi Bia yang semakin lama bertambah kurang ajar. Bahkan dia berani menggerayangi tubuh Brandon.

"Hey pemabuk, singkirkan tanganmu!" sergah Brandon sembari menghempaskan tangan Bia.

Bia terkekeh menyengir kuda, memperlihatkan sederet gigi putihnya yang rapi.

"Sudahlah Uncle, tidak perlu berpura-pura polos. Kamu pasti menikmatinya, kan?" pungkas Bisa sambil terus membelai wajah dan tubuh Brandon.

Brandon berdecak kesal, melihat wanita muda di hadapannya dengan jijik.

"Jangan menatapku seperti itu, Uncle! Kau membuat hatiku terpanah karena tatapan mautmu itu!" ucap Bia melantur.

Rex Club sangat ketat dengan penjagaannya. Karena merasa sudah sangat kesal dengan wanita yang masih duduk di pangkuannya, Brandon memanggil beberapa bodyguard bertubuh besar.

"Kalian, kemari!" titahnya sambil menjentikkan jari.

Melihat Brandon yang memanggil beberapa orang Bodyguard, Tasya semakin tidak tenang. Walaupun dia kesal dengan perlakuan sahabatnya itu, tapi dia tetap merasa khawatir jika sampai terjadi sesuatu yang akan membahayakan Bia.

"Gavin, apa yang akan dilakukan oleh Pamanmu? Apakah dia akan memukul Bia sampai mati?" tanya Tasya cemas.

"Tidak akan. Kita lihat saja, jika dia melakukan sesuatu yang berbahaya, aku akan mencegahnya," ucapnya menenangkan.

Tasya mengangguk, dia kembali memperhatikan ke arah Bodyguard yang kini sedang menunduk hormat pada Brandon.

"Ya, Tuan? Apakah ada perintah dari Anda?"

"Angkat wanita ini dan buang ke tempat sampah! Sangat menjijikan!" titahnya.

"Uncle, kau kejam sekali!" celetuk Bia yang masih setia bergelayut manja di tubuh Brandon. "Bagaimana bisa kau mau menyingkirkan gadis secantik diriku ini?" racaunya.

Bia malah melakukan hal di luar dugaan mereka semua. Dia melingkarkan tangannya di leher Brandon, mengeratkan pelukannya dan tak lupa dia juga melingkarkan kakinya di pinggang Brandon. Membuat semua orang membulatkan matanya lalu menahan tawa, kecuali Brandon.

Para bodyguard yang tadinya siap untuk beraksi pun mendadak gagu.

"Lihat apa? Cepat lepaskan lilitan ular sawah ini dariku!" teriak Brandon kesal karena para bodyguard itu hanya berdiri diam di tempatnya.

"Ta-tapi, Tuan. Ka-kami takut menyakiti Anda," jawab mereka terbata-bata.

"Ckck, kalian mau aku pecat? Aku sudah hampir kehabisan oksigen karena lilitannya sangat kuat!" pekiknya dengan sorot mata tajam.

Mereka serempak menggeleng. Dengan terburu-buru mereka mengerubungi Brandon dan mencoba melepaskan pelukan Bia dari tubuh Brandon.

Tapi, yang tidak mereka ketahui adalah, gara-gara mereka mengerubungi Brandon, pria itu menjadi sesak dan sulit untuk menghirup udara yang dianugerahkan Tuhan pada umatnya. Apalagi pelukan Bia semakin kencang, membuat wajah tampan Brandon berubah merah karena tercekik dan hampir mati.

Merasa marah dengan perbuatan para bodyguard yang menurutnya hanya bermodalkan tubuh besar, namun tak punya otak, Brandon berteriak kencang.

"Minggir kalian semua!" teriaknya kencang membuat para bodyguard itu minggir dan berbaris teratur seperti sedang melaksanakan upacara di sekolah dasar.

Brandon berdiri dan berkacak pinggang. Karena Bia memeluknya terlalu erat, saat Brandon berdiri wanita itu pun ikut terbawa.

Dan sekarang, Bia bergelantungan di tubuh tegap Brandon seperti kera yang sedang menyusu pada induknya.

"Kalian ingin mencekik ku sampai mati, ya?" dengusnya kesal dengan urat wajah yang timbul.

"Ti-tidak, Tuan. Wanita itu memeluk Anda terlalu kencang, kami hanya berusaha untuk melepaskannya saja," jawab mereka.

"Uncle, jangan marah-marah. Nanti kalau ketampananmu hilang bagaimana?"

"Diam kau!" bentak Brandon. Dia tak terlalu peduli dengan ucapan-ucapan aneh Bia. Karena dia tahu kalau Bia sedang meracau karena mabuk.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Meski ragu, Brandon mencoba melingkarkan tangannya memeluk tubuh Bia. Dia berjalan ke arah lift, entah kemana tujuannya.

"Gavin, Pamanmu mau membawa temanku ke mana?"

Tasya sudah berdiri, mau mengejar Brandon. Khawatir kalau sahabatnya akan dilecehkan atau dibunuh oleh Brandon.

"Duduklah," pinta Gavin sambil menarik tangan Tasya. "Pamanku tidak pernah tertarik pada wanita, jadi kau tenang saja."

"Pamanmu gay? Pantas dia semarah itu pada Bia," ucapnya.

"Bukan, dia hanya belum menemukan wanita yang cocok saja. Yang bisa membuat hatinya bertekuk lutut," sahut Hilsa sambil tertawa renyah.

Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.

Jangan lupa untuk berikan rate 5 juga, ya! ❤️❤️❤️

Terima kasih yang sudah berkenan mampir dan memberikan dukungan di sini.❤️❤️❤️

One Night Stand

"Pamanmu gay? Pantas dia semarah itu pada Bia," ucapnya.

"Bukan, dia hanya belum menemukan wanita yang cocok saja. Yang bisa membuat hatinya bertekuk lutut," sahut Hilsa sambil tertawa renyah.

TING!

Pintu lift terbuka, setelah Brandon melangkah keluar, pintu lift kembali tertutup.

Kini Brandon berada di lantai lima. Banyak ruangan berjajar rapi di lantai itu. Brandon menyusuri lobi, melihat satu persatu ruangan yang dia lewati.

Sampai matanya menangkap sebuah ruangan yang dijaga oleh seorang bodyguard di depan pintu kamar itu.

"Apakah ada orang di dalam?"

"Tidak ada, Tuan."

"Buka kamarnya!" titah Brandon.

"Ta-tapi, Tuan. Kamar ini sud--"

"Buka sekarang! Aku tidak ingin mendengar alasan apapun!" pungkasnya kesal.

"Ba-baik Tuan." Bodyguard itu cepat-cepat membuka kunci kamar yang sedang dijaganya.

"Jangan ditutup. Sebentar lagi aku akan keluar!" titahnya.

"Baik."

Brandon membawa Bia masuk ke dalam kamar. Namun, dia merasakan suasana berbeda dari dalam kamar. Setelah beberapa kali melangkah, kepalanya terasa pusing dan dia merasa gerah.

Tapi Brandon tak terlalu ambil pusing. Tangannya yang sudah mati rasa karena menahan beban berat tubuh Bia membuatnya cuek dengan keanehan kamar yang ia masuki itu.

Tubuhnya yang mulai kelelahan pun memaksanya untuk segera mencampakkan wanita itu ke ranjang di depannya dan meninggalkannya di sana.

"Kau selamat karena malam ini aku sedang berbaik hati. Tapi jika lain kali ada yang seperti ini lagi, aku akan langsung membunuhnya saat itu juga," gumamnya sambil berjalan.

Semakin Brandon melangkah masuk, tubuhnya semakin merasa aneh. Dirinya semakin merasa kegerahan.

Membuatnya ingin cepat-cepat keluar dari sana.

Bia terdengar mendengkur halus, namun pelukannya belum mengendur. Dia masih memeluk Brandon dengan kuat, menaruh kepalanya di dada bidang pria itu.

"Ternyata kera kecil ini sudah tertidur pulas. Tapi, kenapa masih saja mencekikku sialan!" ucapnya frustasi.

Hembusan nafas Bia terasa hangat, menembus pakaian yang dikenakan Brandon dan mengenai pucuk hitam dadanya. Menciptakan hawa aneh pada tubuh Brandon.

Brandon menggeleng-gelengkan kepalanya, mengibaskan semua pikiran kotor yang sudah menggerayangi otaknya.

"Hus ... Hus, pergi sana!"

Brandon menidurkan Bia di atas ranjang berukuran sedang di depannya. Tapi karena pelukannya yang masih kuat, mereka jatuh bersamaan di atas ranjang dengan posisi Brandon di atas tubuh Bia.

Brandon menatap wajah damai Bia yang tertidur tanpa dosa dalam pelukan seorang pria yang tidak dikenalinya. Memunculkan guratan senyum di wajah kaku laki-laki yang sudah berumur itu.

Brandon mencoba melepaskan tangan Bia yang masih melingkar di lehernya. Memang sudah terlepas, namun Bia malah memeluk pinggang pria itu dan menyelusupkan wajahnya di dada bidang Brandon.

Brandon kembali mencoba melepaskan tangan Bia, namun Bia malah menggosok-gosok wajahnya di dada bidang Brandon. Tubuhnya juga bergoyang-goyang tidak tenang. Dan tidak sengaja menyentuh benda pusaka milik Brandon.

"Jangan pergi!" pinta Bia dalam tidurnya, Bia semakin menguatkan pelukannya.

"Kenapa aku bertambah pusing? Kamar ini juga panas sekali. Apakah AC nya rusak?" gumamnya.

"Apakah karena kamarnya terlalu kecil? Kenapa bisa sepanas ini?" gerutu Brandon.

Brandon menarik tubuhnya, tapi lagi-lagi Bia kembali mengencangkan pelukannya.

"Sudah kukatakan jangan pergi!" ucapnya sedikit keras.

"Ada yang salah dengan kamar ini," ucap Brandon lagi.

Tiba-tiba Bia melepaskan pelukannya dan membuka tiga kancing bajunya. Membuat dadanya sedikit menyembul memperlihatkan daging empuk dan kenyal. Wanita itu juga terlihat melakukan hal-hal yang aneh.

"Panas ... sekali!" kata Bia terbata-bata.

Dia benar-benar tidur atau hanya memejamkan matanya saja?

"Uncle, apakah kau tidak merasa panas?" tanya Bia dengan suara serak, membuat wajah Brandon memerah.

Bia kembali membuka sisa kancing bajunya. Kini tubuh bagian atas Bia terekspos sempurna di depan wajah Brandon.

"Aku peringatkan padamu, jika kamu masih sengaja memancingku, maka kita akan...."

"Akan apa? Aku tidak mengerti...." Bia langsung memotong ucapan Brandon.

"Baiklah, aku akan segera membuatmu mengerti!" tukas Brandon.

Brandon merasa kepalanya sangat pusing namun gai rah Jawa naf sunya semakin kuat merangsang. Karena merasa sudah memperingatkan kelinci kecil di bawah tubuhnya itu, dia tak lagi segan. Brandon mulai menanggalkan pakaian Bia dan melemparkannya asal ke lantai. Dirinya semakin tertutup kabut kala melihat tubuh Bia yang bergitu menggodanya.

Tangannya yang baru pertama kali menyentuh benda milik wanita namun terlihat sangat terampil, mulai membuka pengait bra yang masih tersangkut di dada wanita itu. Setelah benda itu terlepas, dia langsung menyelusupkan wajahnya diantara bukit kembar milik Bia. Jempolnya mengelus-elus titik hitam di atas bukit itu, membuat sang empu mengerang pelan karena merasakan geli bercampur nikmat.

"Ahhh ...hemmm," erangnya membuat Brandon semakin dilanda desiran aneh dalam tubuhnya.

Brandon mulai menjilati titik hitam itu menggunakan ujung lidahnya, membuat Bia menggelinjang hebat.

"Kau sangat sensitif."

Bia tak menjawab apa-apa, dia terus saja mengerang dan mendesah hebat kala sentuhan demi sentuhan merambat di tubuhnya yang sudah setengah polos.

Naffssu Brandon pun semakin memuncak, dia merasa tak pernah puas menjamah tubuh wanita di hadapannya. Mungkin, karena ini baru pertama kali dia menyentuh wanita seintim ini.

Puas bermain di bagian atas, kepala Brandon turun ke bawah. Tangannya mulai menggerayangi paha mulus Bia dan melepaskan penutup sawah milik Bia yang mulai basah karena dialiri irigasi.

Brandon mengelus sawah Bia yang terdapat rumput-rumput halus berwarna hitam di atasnya. Dia juga mulai menyentuh belut berwarna merah muda di bibir sawah dengan kedua jarinya, mengelus perlahan membuat sang empu bertambah geli.

Kemudian, dia memasukkan satu jarinya ke dalam sawah itu, mengobok-obok sawah yang telah basah dengan jarinya.

Tanpa sadar, Bia juga memegang burung camar Brandon yang masih berada di dalam sangkar.

Dengan tidak sabaran, Brandon menanggalkan semua pakaiannya, agar mereka menjadi lebih leluasa. Semakin lama, permainan obok-obok mereka bertambah gila.

Bia pun semakin kencang meremat burung camar itu, mengelus dua telur burung camar, membuat burung camar berdiri tegak sempurna siap untuk terbang.

Brandon mulai mengarahkan Burung camar nya ke arah sawah milik Bia, memaksanya masuk meski masih terasa sempit.

"Sssakit," rintih Bia sambil menggigit bibir bawahnya.

Tak peduli dengan rintihan wanita yang sedang berada di bawahnya, Brandon terus memaksa masuk burung camarnya. Hingga akhirnya....

BLOSSS

Burung camarnya masuk sempurna. Brandon mulai memompa pinggulnya, membuat wanita dalam kukungannya mengerang nikmat dan tidak henti-hentinya mendesah.

Mereka mulai memadu kasih di dalam kamar bernuansa temaram. Hanya ada sinar rembulan dan beberapa batang lilin aromaterapi yang memberikan penerangan dan menjadi saksi bisu malam panas mereka.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah melakukan hal terlarang yang tak pernah mereka pikirkan bahkan saat dalam mimpi sekalipun.

Brandon, seorang laki-laki yang paling tidak suka dekat dengan wanita asing, entah kenapa bisa melakukan hal gila itu. Dia seakan terhipnotis dengan itu semua.

Bia, seorang wanita yang selalu pintar menjaga dirinya, tapi malam itu seakan dia yang menyerahkan dirinya untuk dimainkan. Dia disentuh tanpa penolakan. Dan harta paling berharganya telah hilang direnggut oleh seorang pria yang usianya terpaut jauh darinya.

Mereka melakukan aksi itu hingga keduanya merasa kelelahan dan tertidur saling berpelukan.

Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.

Jangan lupa untuk berikan juga rate 5 ya guys ❤️❤️❤️

Terima kasih karena sudah berkenan untuk mampir dan memberikan dukungan ❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!