"Aku gak tau lagi Al harus gimana!" Lirih perempuan yang kini sedang berhadapan disalah satu bangku cafe bersama temannya itu.
"Kenapa sihh cerita dong!" Ujar Alva yang dari tadi bingung kenapa temannya yang didepannya itu selalu saja mengeluh.
Alvaneo Fitroni Mahardika, gadis cantik berusia 21 tahun dan berkebangsaan Indonesia itu kini tinggal di negara Amerika yang merupakan impiannya.
Agar dapat berkuliah dan menjadi sukses di negara tersebut. Keluarga yang memiliki akses banyak dan dikenal oleh berbagai negara tidak mengendahkan Alva memanfaatkan itu semua.
Bahkan tidak ada yang tahu di negaranya sekarang bahwa dia adalah putra dari pemilik perusahaan Mahardika.Corp.
"Aku, akuu...."
"Iya kau kenapa mbak Mel?" Tanya Alva yang gemas dengan tingkah temannya itu.
Melanie Ery Lestari, perempuan yang sudah berumur 25 tahun dan sama sama juga berkebangsaan Indonesia sama seperti Alva.
Dirinya sudah memiliki seorang suami yang juga sama sama dari Indonesia. Membuat Melanie dan Alva akrab berbahasa Indonesia walaupun tinggal di negara Amerika.
"Aku mengidap penyakit Abdominal Aortic Aneurysm" Lirih Melanie.
"What kind of disease is that? (Memang itu penyakit yang bagaimana?)" Tanya Alva karena memang tidak tahu penyakit jenis apa yang di katakan oleh teman yang dulunya merupakan kakak seniornya.
Ya benar sekali, dulu Melanie juga sama seperti dirinya yang berkuliah di universitas yang sama. Namun kini Melanie memilih untuk menghentikan kuliahnya dan hanya berhenti sampai S-1 saja.
Mungkin karena pernikahannya. Pikir Alva waktu itu.
"Gue tadi sakit perut banget. Sebenarnya udah beberapa kali sih gue ngrasain tapi hanya sebentar aku pikir jika itu hal biasa karena aku juga telat makan soalnya!" Jelas Melanie.
"Dan tadi aku benar benar ngrasain sakit perut yang sakit banget. Dan akhirnya aku memutuskan untuk cek kedokter!" Timpal Melanie.
"Terus? Tapi penyakit itu enggak bahaya kan mbak?" Tanya Alva dengan juga rasa penasaran dan rasa cemas.
Melanie hanya menundukkan kepalanya karena tidak dapat menjawab pertanyaan Alva.
Karena kata dokter, penyakit yang dideritanya ini merupakan kondisi abnormal, dimana ukuran pembuluh darah besar perut membesar. Hal ini membuat dinding menjadi semakin tipis, sehingga risiko terjadinya robekan atau kerusakan (pecah) semakin tinggi.
Pada kasus ini sebenarnya operasi hanya berkemungkinan 20% dapat berhasil dan sembuh mengingat level penyakitnya sudah jauh. Karena Melanie yang berulang kali mengabaikan rasa sakit yang terjadi saat perutnya terasa sakit.
"Katanya aku harus menjalani beberapa kali operasi untuk pembuluh darahku yang membesar dan yang akan merobek dinding didalam perutku!" Seru Melanie.
Melanie menangkupkan tangannya diwajah dan menangis disana. Ia tidak dapat membayangkan akan memiliki dan mengalami penyakit yang parah seperti ini.
"Kamu pasti sembuh Mbak Mel!" Ujar Alva menguatkan.
"Kata dokter operasi itu pun hanya berkemungkinan kecil!" Timpalnya lagi Melanie yang tangisannya terdengar sedu.
Alva mendengarnya merasa sedih. Melanie merupakan teman pertama yang dikenalnya di Amerika. Membuat mereka akrab satu sama lain karena dulu mereka satu kampus.
"Suami mbak Mel udah tau?" Tanya Alva.
Melanie pun menjawab dengan gelengan.
"Kenapa nggak dikasih tahu?" Heran Alva.
"Aku habis dari dokter langsung bertenu denganmu! Aku takut kalo harus cerita dengan Adnan!" Ujar Melanie.
"Aku jamin deh mbak! Pasti operasinya berhasil!" Seru Alva menyemangati.
"Aww!!!" Pekik Melanie saat tiba tiba rasa sakit mencengkeram di perutnya.
Alva pun yang melihat nya pun khawatir. Ia pun menyuruh waiters disana u tuk mengambilkannya secangkir air hangat.
"Excuse me! Can you give me a glass of hot water? (Permisi! Bisakan kau memberikanku secangkir air panas!)" Setelah waiter kembali dengan air panasnya Adel pun segera mengambil sapu tangan yang berada di tasnya dan menuangkan air panas.
Ditempelkannya sapu tangan hangat itu ke perut Melanie. Dan meminumkan sisa lagi segelas air hangat itu.
"Kita ke dokter mbak!" Ujar Alva.
"Tidak usah! Aku tidak mau sisa hidupku hanya berbaring di ranjang rumah sakit jelek itu!" Seru Melanie sembari merintih kesakitan.
"Tapi mbak--"
"Udah aku gapapa ko Al!" Kekeh Melanie yang kini rasa sakit diperutnya sudah sedikit hilang.
"Mbak enggak dikasih obat atau apa gitu buat peredanya saat sakitnya kambuh?" Tanya Alva.
"Ada sih! Tapi jatuh tadi!" Jawab Melanie.
"Ya allah mbak! Mbak Melanie harus kedokter gak mau tau!" Gumam Alva yang benar benar khawatir dengan keadaan dari temannya.
"Aku bukan sedih karena penyakitku! Aku hanya sedih karena dengan ini aku tidak dapat memberikan suamiku sesosok buah hati!" Lirih Melanie.
Alva pun lagi lagi menatapnya dengan sendu.
"Itu urusan belakangan. Kan bisa nanti buat anaknya saat mbak Melanie udah sembuh!" Ujar Alva.
Melanie pun hanya menanggapinya dengan senyuman seakan tidak dapat percaya dengan apa yang dikatakan Alva.
"Kamu aja yang berikan aku anak?" Tanya Melanie.
"Iya mbak!" Jawab Alva.
"Seriusan kamu Al?" Tanya Melanie terkejut.
"Ya enggak lah mbak. Masa iya aku udah mau punya anak aja! Orang sukses aja belum! Ngaco deh mbak Melanie!" Kekeh Adel.
Melanie pun hanya tertawa kecil mendengar candaan Alva. Namun hanya sebentar saat rasa sakit diperutbya kembali melandanya.
Tak lama kemudian setelah menahan sakit, Melanie pun pingsan ditempat membuat Alva bingung. Ia tidak memiliki siapa siapa di Amerika.
Semua orang yang ada di cafe itu hanya melihatnya diam.
"She is fine? (Dia baik baik saja?)" Tanya salah satu pengunjung cafe tersebut.
"No she is not fine. You can help me sir? (Tidak, Bisakah kau membantuku?)" Tanya Adel kepada pria tersebut.
"I'm sorry, I have a problem at my company so I have to take care of it! (aku minta maaf, aku memiliki masalah di perusahaan ku jadi aku harus mengurusnya!)" Jelas pria tersebut.
Tapi sebenarnya ia tidak tahu bahwa dirinya sudah diikuti oleh beberapa orang yang merupakan suruhan dari papanya.
Tetap saja Alva bingung harus bagaimana. Nomor ponsel suami Melanie pun ia tidak punya.
Sampai di dalam tas Melanie pun berbunyi. Dan baru saja ada dioikirannya, suami Melanie pun menelepon.
Alva segera mengangkatnya dan memberitahukan keadaan Melanie keoada suaminya.
"Dimana kamu sayang?" Tanya Adnan, suami Melanie dibalik telepon.
'Oh iya aku lupa jika suaminya Mbak Melanie juga orang Indonesia!)" Batin Alva saat mendengar dari telepon jika yang sedang bicara itu menggunakan bahasa indonesia.
"Mel? Melanie?" Timpal kembali dari balik telepon.
"Halo om!" Ujar Adel.
Hening tanpa suara setelah Adel berkata.
"Siapa kamu?" Ucap Adnan.
'Ni orang galak banget!' Batinnya saat suara di telpon mengagetkannya.
Di dalam salah satu ruangan ICU di rumah sakit terelit di hampir pelosok negara Amerika itu, kini sedang dalam fase hening.
Adnan melamun saat mengetahui keadaan istrinya dan penyakit yang dideritanya. Bagaimana wanita cantik itu yang sebelumnya terlihat sehat biaa terjangkit penyakit?
"How can? (Bagaimana bisa?)" Tanya Adnan karena masih tidak bisa percaya istrinya menderita penyakit yang harus membutuhkan beberapa kali operasi dan kemungkinan itupun sangat kecil.
"In general, this disease can actually occur due to injury or disease that is directly related to blood vessels. But mostly 90% of those who contract this disease, the cause is also from unknown or still unknown conditions (pada umumnya, sebenarnya penyakit ini bisa terjadi karena cedera atau penyakit yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah. Tapi kebanyakan 90% dari mereka yang terjangkit penyakit ini, penyebabnya itu juga dari kondisi yang tidak diketahui atau masih belum diketahui)" Jelas dokter dengan menggunakan bahasa inggris mengingat dimana negara mereka berada.
Adnan mendesah pelan. Menutup matanya mencoba menahan gejolak yang ada di seluruh tubuhnya.
Kini ia menatap Melanie yang terbaring di ranjang ICU dengan infus dan segala peralatan medis terhubung di tubuhnya.
Dengan wajah pucat dan tak berdaya istri yang dicintainya itu membuat dirinya lemas. Seakan sesuatu dari hidupnya benar benar ada yang kurang.
Adnan pun kembali menatap ke arah dokter dan bertanya.
"So what can be cured? (Jadi apa bisa disembuhkan?)" Tanya Adnan.
"Just little sir! (hanya sedikit!)" Ucap sang dokter.
Adnan mengusap rambut dan mukanya. Dengan tangan yang berkacak pinggag dilanjut dengan salah satu tangannya yang memegang dagunya seperti berpikir.
"Do it the best! Or i will kill you! (Lakukanlah yang terbaik! Atau aku akan membunuhmu!)" Ancam Adnan dengan tatapan mengerikan ke arah dokter.
Dokter pun pada akhirnya segera menundukkan kepalanya, Ketua Adnan atau lebih dikenal mereka dengan CEO Rams adalah yang paling memiliki banyak akses dan saham terbesar di rumah sakit itu.
Alva yang sedari tadi diam mendengarkan percakapan antara suami Melanie dan dokter itu kini bergidik saat melihat Adnan ternyata benar benar mengerikan sama seperti saat di telpon.
'Setidaknya orang itu galak galak tapi sayang dan peduli dengan mbak Melanoe!' Batin Alva.
"can you not scream in front of people who are like this! (bisa tidak sih tidak berteriak di depan orang yang sedang seperti ini!)" Kesal Alva karena Adnan yang mengoceh tidak jelas kepada dokter itu.
Alva sendiri risih dan terasa berisik mendengarnya. Apalagi kini si Adnan berada di depan istrinya uang terkulai lemas di ranjang rumah sakit itu.
Adnan pun menatap tajam ke arahnya kerena telah berani memotong pembicaraannya apalagi dirinya yang sedang memotres dan memarahi dokter itu.
"Who're you? (Siapa lo?)" Tanya Adnan dengan menatap tajamnya.
Alva pun menghela nafasnya.
"Say------"
Perkataan Alva yang ingin memperkenalkan dirinya harus terhenti saat tiba tiba sebiah suara dan tangan membuat niatnya berhenti.
"Mas Adnan!!" Lirih Melanie memanggil suaminya.
Adnan yang melihat istrinya sadar lun segera menghampiri. Dengan tangannya yang ia juga segera menggenggam tangan istrinya itu.
"Aku disini sayang!" Ujar Adnan.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku kalau kau sakit?" Tanya Adnan yang langsung di peruntukkan oleh Melanie yang baru tersadar itu.
"Baru juga Mbak Melanie sadar!' Batin Alva.
"Ya seharusnya om yang suaminya tau kalau istrinya sering sakit perut!" Sindir Alva.
Adnan kembali menatapnya. Kali ini lebih tajam dari sebelumnya. Alva mencoba mengalihkan matanya kesana kemari tidak melihat atau menatap ke arah Adnan sekalipun Melanie.
Melanie terkekeh melihat tingkah Alva yang selalu suka sekali meroasting orang.
"Kalian lucu!" Kekeh Melanie dengan suara kecil.
"Apanya yang lucu sih mbak! Suami mbak itu yang agak ya begitulah!" Timpal Alva.
Adnan tidak memperdulikannya dan hanya memperdulikan istrinya. Lagi pula buat apa ia harus mengurusi orang yang tidak tau sopan santun, menjadi wanita blak blak an. Dan pastinya tidak penting.
Bukan sama sekali tipe sifat cewek yang menjadi teman Adnan. Walaupun sekiranyan Adnan tidak memiliki teman yang berjenis kelamin perempuan.
"Aku enggak papa mas!" Seru Melanie dengan tersenyum kecil.
"Kau bilang tidak apa apa? Jangan bercanda kamu! Kau harus menjalani operasi dan harus sembuh!" Ucap Adnan.
"Maaf mas dengan penyakitku aku tidak bisa memberimu keturunan!" Sendu Melanie dengan tatapan sedih.
Menatap suaminya dengan matanya yang berlinang sedikir butiran air bening.
"Jangan katakan itu! Yang penting hanya kesehatanmu!" Ujar Adnan dengan tegas.
Adnan pun kembali menatap ke arah Alva. Dan itu bukan tatapan biasa melainkan tatapan yang tajam. Ya seperti itu ciri khas Adnan memang.
'Dia bisa bahasa indonesia rupanya!' Batin Adnan.
"Kau tidak punya sopan santun?" Tanya Adnan dengan tajam dan menusuk.
"Memang saya kenapa om?" Tanya Alva dengan santainya.
"Kau itu tidak tau jika kami sedang bicara?" Timpal Adnan.
"Mas Adnan sudah!" Pinta Melanie memohon.
"Memang kenapa kalo om sama mbak Melanie sedang berbicara? Saya kan tidak memotong pembicaraan!" Heran Alva.
"Pergi dari sini atau aku akan membunuhmu!" Tukas Adnan.
"Om ini aneh mbak Mel, masa dari tadi Alva diam dikira ga punya sopan santun! Sudah hilang akal tuh mbak Mel!" Gerutu Alva sembari berjalan pergi dari sana.
"Sialan berani sek----"
"Mas udah biarin aja!" Ujar Melanie.
"Makasih ya Al!" Teriak Melanie ke arah Alva walaupun teriakannya sangat kecil, itu masih dapat terdengar oleh Alva.
"Sama sama mbak!" Jawab Alva melambaikan tangannya.
"Kau memiliki teman sepertinya? Dia itu tipe orang yang merusak masa depan!" Ejek Adnan.
"Dia itu orang baik kok mas!" Seru Melanie dengan sedikit tersenyum kecil.
"Baik apanya!" Gumam Adnan.
"Buktinya dia mau nolongin aku dan bawa aku kesini!" Timpal kembali Melanie.
Adnan hanya memutar bola matanya seakan malas jika membahas pemudi yang membuatnya mood buruk.
"Mas!" Panggil Melanie.
Adnan pun mengangkat alisnya seakan tanda bahwa berkata ada apa.
"Aku akan menjalankan operasi dan semua pengobatan apapun untuk menyembuhkanku, Tapi!" Jelas Melanie yang memotong perkataannya.
"Tapi?" Heran Adnan.
"Tapi aku ingin tinggal dirumah! Bukan di rumah sakit!" Timpal kembali Melanie.
"No kau harus tetap disini sampai sembuh!" Tukas Adnan.
"Mas kamu mau mengurungku di tempat ini? Sampai aku tiada?" Kesal Melanie.
"Kau bicara seperti itu aku akan membunuhmu!" Ujar Adnan.
"Mas, kumohon! Jika waktunya cek atau apapun aku akan mau!" Pinta Melanie kembali dengan merengek.
"Baiklah tapi berjanjilah jika kau akan sembuh!"
"Oke mas!"
Keesokan paginya, Alva kini mendapat kelas pagi di universitasnya.
Seperti biasa dia hanya duduk dibelakang dan menyendiri. Alva memang tidak suka bergaul atau tipe orang yang supel dengan seseorang yang baru ia kenal.
Tapi Alva tetap memiliki attitude dan sopan santun yang baik.
Di semua mahasiswi dikelasnya, hanya ada dua orang yang sama sama berasal dari negara Indonesia.
Sehingga dua mahasiswa di kelas Alva masih sering berbicara satu sama lain dan akrab menggunakan bahasa indonesia.
"Al, makulnya Mr. James itu tugasnya bener yang ini kan?" Tanya temannya yang bernama Jennita.
Alva pun mengecek dan melihat ke arah buku milik Jennita yang disodorkan kepadanya.
Setelah mengecek beberapa pekerjaan Jennita, Alva pun menjawabnya dengan anggukan kepala yang artinya sudah benar.
"Makasih Al!" Ucap Jennita yang kembali duduk ditempatnya setelah Alva membalasnya dengan anggukan kepala lagi.
"Dia sangat sulit bergaul ya!" Seru Rhita yang teman Jennita dan sama sama orang Indonesia.
Ya Jennita dan Rhita lah dua orang yang sama dari Indonesia yang berkuliah di universitas di negara itu.
"Ya tapi dia baik sih! Gue pengen banget deket ama dia!" Ujar Jennita.
"Gue nya juga mau! Tapi gue kadang masih sungkan!" Bisik Ritha.
Jennita pun terkekeh kecil. Memang Ritha akan lebih dulu berpikir dua kali lipat jika ingin bicara dengan Alva.
"Excuse me!! (Permisi)" Suara dosen pun tiba diruangan kelas itu membuat semua mahasiswa mengarahkan pandangannya ke arah dosen itu.
"Now, i want you take the homework for me in the front! (Sekarang, saya mau kalian meletakkan tugas yang saya berikan ke depan!" Perintah dosen.
Semua orang pun mengumpulkan semua buku ke depan. Setelah dosen menghitung siapa yang mengumpulkan tugasnya ternyata lengkap. Akhirnya dosen pun melanjutkan materi yang harus diberikan di mata kuliah yang dicangkupnya.
Beberapa menit pun sudah berlalu lamanya. Dosen pun mengakhiri dan akhirnya keluar dari kelas tersebut.
Setelah itu Alva tidak memiliki kelas lagi, dan akhirnya ia pun memilih untuk segera pulang ke apartemennya.
Tringggggg
Bunyi dering telepon di ponselnya membuat Alva menghentikan langkah jalannya yang akan segera pulang ke apartemennya itu.
"Mbak Melanie!" Lirih Alva saat melihat nama ponsel yang sedang meneleponnya.
"Halo mbak!" Ujar Alva.
"Al, hari ini aku ada persiapan untuk operasi besok! Kamu bisa kan besok datang!" Seru Melanie di balik telepon.
"Mbak Melanie udah mau dioperasi?" Tanya Alva dengan antusias karena terkejut.
Melanie yang baru saja kemarin ia antar ke rumah sakit, dalam waktu dekat ini akan menjalani waktu operasi pertamanya.
"Tentu dong mbak aku akan ke rumah sakit besok!" Ujar Alva.
Melanie yang mendengar pun tersenyum. Ia merasa senang, setidaknya sebelum ia tiada dan akan gagal menjalani operasi pertama bertujuan untuk mencoba mengecilkan pembuluh darahnya, ia memiliki salah satu seorang sahabat yang benar benar peduli dengannya.
"Makasih Al, aku senang bertemu denganmu waktu itu dan menjadi temanku!" Ujar Melanie dibalik telepon.
"Harusnya aku yang senang mbak karena waktu itu Mbak Melanie nolong aku! Kalau enggak mungkin aku waktu itu sudah benar benar tidak dapat masuk ke universitas aku sekarang!" Jelas Alva.
"Aku pamit mau pulang mbak. Mbak Mel istirahat yang banyak agar besok operasinya lancar!" Ucap Alva.
Alva dan Melanie pun sama sama mengakhiri panggilan mereka. Alva pun bersiap untuk menuju mobilnya yang terpakir rapi di tempat parkir.
Ia berjalan melewati lapangan bola basket. Dengan berjalan Alva pun memakai headset dan memutar lagu. Ia sangat suka tidak mendengarkan apa yang orang lain katakan. Membuat dirinya menjadi lebih tenang dan lepas.
"Hei, Be carefull!!!!" Teriak salah seorang mahasiswa.
Karena Alva yang mendengarkan headset ia tidak terdengar teriakan itu. Sampai teriakan itu terdengar samar samar karena banyak juga yang berteriak membuat Alva menoleh.
Matanya membuka lebar saat bola besar nan berat yang sering dipa tul pantulkan itu mengarah ke arahnya.
Alva pun menutup matanya saat kiranya bola itu hampir dekat kearahnya. Sampai ia merasakan lengannya yang tertarik oleh tangan seseorang.
Alva pun membuka matanya saat tubuhnya terbanting. Terlihatlah ia berada di depan seorang mahasiswa yang tengah mengenakan pakaian olahraga bola basket.
'Sial, gue ketemu orang ini!' Batin Alva.
"Kau mau mati? Dasar orang Indonesia!" Ujar Dryan.
Alva pun menarik lengannya yang dipegang olah lelaki itu. Siapa yang tidak kenal dengannya.
Mahasiswa terpopuler semester 7 dengan banyak julukan yang didapatnya. Dan lebih uniknya takdir, Daryan adalah seorang campuran dari ibunya yang berasal dari Indonesia.
Alva hanya menatapnya tajam dan pergi tanpa mengucapkan satu kata pun. Daryan terkekeh kecil merasa gemas dengan gadis yang baru saja ia selamatkan.
Daryan pun mengejar ke arah Alva dan menarik headset yang terpasang ditelinga Alva.
"Hei!" Pekik Alva.
"Lo mau pakek ini terus?" Tanya Daryan.
Alva hanya berdecih tidak menghiraukannya. Ia melepas headset di sisi satunya dan melepasnya dari ponsel.
Daryan pun tersenyum saat melihat Alva melepas headset itu. Namun tiba tiba headset itu dilempar oleh Alva tepat didepan wajah Daryan.
Alva pun kembali berjalan dan meninggalkan Daryan yang terbengong disana. Bisa bisanya ia diperlakukan seperti itu oleh seorang adik kelasnya.
Daryan melihat ke arah belakang yang terlihat banyak sekali fansnya mengikutinya.
"Aku setampan ini bahkan mereka tergila gila denganku, bagaimana dia bisa sangat tidak tertarik!" Gumam Daryan.
"Sepertinya aku yang tertarik karena dia menarik!" Gumam Daryan
Daryan pun kembali mengejar Alva di parkiran. Disaat Alva akan membuka pintu mobil dan masuk. Daryan tiba tiba masuk di pintu mobil satunya.
"Kak Daryan!" Teriak Alva.
"Apa?" Jawab Daryan dengan santainya.
"Keluar dari mobilku!" Geram Alva.
Namun Daryan tidak mengendahkan ucapan dan teriakan Alva. Ia pun malah menyandar dan memejamkan matanya.
"Apa maumu?" Tanya lagi Alva dengan malas.
"Terima kasihmu karena aku telah menyelamatkanmu!" Jawab Daryan dengan mata yang masih tertutup.
"Siapa juga tadi yang minta kau nyelamatin aku? Kau aja yang sok jadi pahlawan!" Ujar Alva.
Daryan pun membuka matanya dan menatap Alva dengan tatapan takjub.
"Apa?" Geram Alva.
"Baru kali ini aku lihat kau bicara lebih dari sepuluh kali!" Ucap Daryan.
"Kak keluarlah! Banyak yang nglihatin mobilku!" Geram Alva.
"Biarin!" Ujar Daryan.
Alva pun terlihat kesal. Namun akhirnya ia memilih untuk keluar dari mobil dan berjalan menuju kantin.
Daryan yang melihatnya benar benar menggelengkan kepalanya.
"Dia lebih memilih keluar dan pergi dari pada satu mobil denganku? Wanita itu benar benar!" Seru Daryan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!