...BAB 1...
...PERSPEKTIF WAKTU...
...a novel by youmaa...
...❝Sebuah tempat dimana kamu akan menemukan sebuah keajaiban.❞...
...Happy Reading♥...
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"STOP BIKIN HIDUP GUE HANCUR!"
BRUGH!
Sosok gadis bersuarai coklat itu baru saja mendorong tubuh ringkih lawan bicaranya hingga tersungkur. Pemandangan ini memang sangat biasa dilihat oleh semua murid yang ada disini.
Layaknya hal itu adalah hal yang lumrah.
"Ta—tapi aku sama sekali nggak bikin hidup ka—"
"CUKUP!" potong gadis itu.
Gadis dengan surai coklat tergerai itu membuang mukanya ke arah lain—seperti enggan untuk menatap sang lawan bicaranya. Terlihat dengan jelas name tag yang ada diseragamnya itu. Bahkan nama itu dikenal oleh seluruh penjuru sudut sekolah.
Leya Aldria.
"Ley, kayaknya perlu kita kasih pelajaran ini anak," sahut salah satu teman Leya.
Gadis malang itu hanya bisa diam dengan posisi terduduk dengan muka yang tertunduk. Bahkan dia sama sekali tidak menatap kedua gadis yang ada didepannya saat ini.
Leya dan Frea.
GREP!
Tiba-tiba, Leya menarik kerah seragam sekolah gadis malang itu kuat-kuat. Namun tetap saja sama, gadis itu diam tak memberontak sama sekali.
Memangnya siapa yang berani melawan anak dari penyumbang sekolah? Mungkin jika saja dia melawan Leya, dia akan didepak dari sekolah.
Gadis malang itu meringgis kesakitan, ketika tangan Leya beralih meremas rambutnya kuat.
Gadis itu mencoba untuk melepaskan cengkramam itu. "Sa—sakit. Lepasin," katanya.
Leya mendekatkan wajah ke arah gadis malang itu dengan tatapan tajamnya. "Itu semua nggak seberapa dengan apa yang lo lakuin ke Suhail," katanya.
"Ley, kita harus cabut," bisik Frea.
Merasa ada sesuatu yang menghambatnya, kedua gadis itu langsung pergi meninggalkan tempat. Tanpa mengatakan hal apapun, keduanya langsung pergi meninggalkan tempat.
Gadis itu meraih name tag yang tergeletak didekatnya. Dibenda itu tercetak sebuah nama yang tertulis rapi namun sedikit kabur.
Armetha Shaula.
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"Shaula, ini bekalmu."
Shaula sedikit tersentak dengan suara wanita paruh baya yang berlari menuju ke arahnya. Lantas dia langsung mengulas senyuman manis yang dia lemparkan pada wanita itu.
Ibu panti asuhan.
Miris sekali bukan? Mengetahui sebuah fakta jika gadis itu adalah seorang anak dari panti asuhan. Bahkan lebih malangnya lagi, dia sama sekali tidak mengetahui orang tuanya.
Hanya terdapatkan sebuah pesan yang tertulis diatas secarik kertas. Dengan tertuliskan permintaan tolong dan juga sebuah nama.
"Shaula, pamit dulu ya ibu?" sahut Shaula.
Ibu panti mengganggukkan kepalanya. Setelah itu, Shaula langsung pergi meninggalkan tempat untuk pergi bekerja paruh waktu. Padahal dia pamit kepada wanita itu dengan alasan untuk kerja kelompok bersama temannya.
Hanya itu yang dapat dia lakukan agar ibu panti asuhan tidak terlalu mencemaskannya.
Shaula mengayuh sepedanya menuju ke sebuah taman hiburan. Setelah dia sampai disana, gadis itu memakirkan sepeda tuanya disamping tenda. Tanpa menunggu waktu, dia langsung pergi masuk ke dalam tenda untuk berganti pakaian.
Tentu saja untuk menjadi badut taman hiburan.
Ketika dirinya bekerja keras untuk menghibur, dibalik kostum itu dia menahan semua rasa gerah serta hawa panas. Walaupun demikian, dia harus tetap semangat dan terus berusaha keras untuk tetap kuat.
"Boleh minta foto bareng?"
DEG!
Shaula terkejut ketika telinganya tidak sengaja mendengar suara berat yang sangat dia kenal. Lantas dia membalikkan badannya untuk menghadap ke sumber suara. Ternyata dugaan gadis itu benar, jika seseorang yang ada dipannya ini adalah orang yang dia kenal.
Suhail Lentera.
Kenapa dia ada disini, batin Shaula.
"Boleh 'kan foto bareng?" ulang Suhail.
Shaula hanya menggangguk serta mengeluarkan kedua jempolnya sebagai balasan. Untung saja wajahnya tidak terlihat dan tertolong dengan kostum badut ini. Sehingga Suhail tidak menggenal atau mempergokinya bekerja di taman hiburan ini.
"Buka kostumnya," pinta Suhail.
Shaula makin panik ketika dirinya mendengar perkataan dari laki-laki dingin itu. Dengan mengumpulkan keberanian, dia membuka kostum badut itu sehingga seluruh wajahnya nampak.
Suhail mengangkat kedua sudut bibirnya tipis, sedangkan Shaula hanya diam dengan kepala yang tertunduk.
"Angkat dagu lo. Kenapa nunduk gitu sih?" sungut Suhail, ketus.
Shaula perlahan mengangkat dagu, lalu manik matanya pun kini terpaku pada wajah tampan Suhail. Mengingat perkataan dari Leya, dia langsung membuang muka dan beranjak dari duduknya.
Suhail menaikkan salah satu alisnya. "Kenapa?" tanyanya, binggung.
"Aku masih ada pekerjaan. Jangan bikin aku kena pecat sama bosku," balas Shaula.
GREP!
Suhail mencekal pergelangan tangan Shaula, sehingga membuat gadis itu menghentikan langkahnya. Perlahan dia menatap tangannya yang saat ini digenggam oleh Suhail.
Shaula menghela napasnya gusar. "Suhail, gue harus kerja!" serunya seraya menaikkan beberapa oktaf.
Suhail mengarahkan dagunya ke kursi yang ada disampingnya. "Duduk," pintanya.
"Tapi—"
"Gue bilang duduk!" potong Suhail seraya menaikkan beberapa oktaf.
Shaula hanya bisa pasrah dan menurut. Dia pun duduk disamping laki-laki tampan itu—mungkin sebentar saja, tidak akan lama.
"Minum," kata Suhail seraya memberi botol air mineral.
Shaula tersentak karena dengan tiba-tiba, seorang Suhail Lentera sangat perhatian padanya. Bukannya dia terlalu percaya diri untuk mengatakan hal itu, tapi hal ini sudah sekian kali dirasakannya.
Suhail sepertinya menyukainya.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," sahut Suhail.
Shaula yang baru saja menegak air, langsung melempar arah tatapannya ke sang lawan bicara. Air mukanya langsung berubah seratus delapan puluh derajat karena tatapan tajam dari Suhail yang membuatnya kikuk.
"A—ada apa?" tanya Shaula, gugup.
Ah, kenapa dia menjadi tergagap seperti ini?
Suhail tidak akan mengungkapkan sesuatu padanya jika laki-laki itu menyukainya. Karena dia sangat sadar akan posisinya—Suhail tidak akan pernah melakukan hal itu.
Tidak akan pernah.
Suhail menghela napasnya tipis dengan kepala tertunduk. "Gue suka sama lo," katanya.
Shaula terkejut setengah mati ketika dirinya mendengar kata sakral yang terlontar dari Suhail. Dia bahkan sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh laki-laki itu.
"A—apa?" tanya Shaula, terkejut.
"Kenapa? Lo nggak denger? Apa kurang jelas?" sambar Suhail, ketus.
Bukan seperti itu yang Shaula maksud. Tapi kenapa bisa seperti ini? Bagaimana bisa Suhail menyukainya dengan perkataan yang sangat ketus itu?
Sangat tidak masuk akal.
"Suhail, aku nggak mau berhubungan sama kamu lagi."
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
Shaula berlari menuju ke kereta yang akan melaju menuju ke suatu tempat. Mungkin dengan melakukan liburan seorang diri akan meringankan beban pikirannya.
Kereta menuju ke Museum akan segera berangkat.
Shaula membuka jendela kereta api itu, sehingga membuat angin berhembus menerpa wajah dan anak rambutnya. Kedua lengannya terlipat dengan dagu yang mendarat diatasnya.
Obsidian hazel itu kini menatap ke arah luar jendela kereta api yang tengah melaju.
"Permisi, nona."
Shaula langsung melempar tatapannya ke arah sumber suara. Hingga manik matanya bertemu dengan seseorang yang sepertinya adalah staff kereta api.
"Bolehkah saya melihat tiket anda, nona?" tanyanya.
Shaula mencari-cari tiket tersebut, namun dia tidak menemukan benda itu dimana pun. Mendadak dia menjadi panik karena hal ini.
"Dimana tiket itu?" gumam Shaula, pelan.
"Ada masalah, nona?"
Shaula kembali menatap ke arah staff itu. "Maaf, pak. Saya—"
"Dia datang bersama dengan saya, ini tiketnya."
Shaula terkejut ketika ada seorang pria langsung muncul dihadapannya dan mengatakan hal tersebut. Bahkan sekarang, pria itu pun duduk disampingnya—layaknya sudah mengenal lama.
Staff kereta api itu mengambil tiket tersebut. "Saya permisi dulu," finalnya.
Sekarang hanya tinggal pria itu dan juga Shaula yang dilanda keheningan. Secara diam-diam, Shaula menjauhkan posisi duduknya sedikit lebih jauh.
"Maaf, anda ini siapa?" tanya Shaula.
Pria itu hanya menatap Shaula sekilas lalu kembali membuang mukanya. "Saya adalah penyelamatmu," balasnya.
Salah satu alis Shaula naik sebelah. "Penyelamat?" ulangnya.
Pria itu hanya menggangukkan kepalanya. "Nanti kamu juga akan tahu sendiri," katanya.
Setelah mengatakan hal tersebut, pria misterius itu pun pergi meninggalkan tempat. Sedangkan Shaula hanya bisa menatap kepergian pria itu tanpa berbuat apapun.
Lalu dia menggeleng pelan.
Setelah beberapa menit, Shaula pun bisa keluar dari kereta api. Ketika langkahnya baru saja hendak menginjakkan kaki, pergerakan itu mendadak terhenti.
Kini arah pandangan Shaula tertuju pada tempat asing yang menurutnya bukanlah tempat tujuan yang ada ditiketnya. Lantas dimana dia berada sekarang?
Sebuah hutan yang nampak rimbun.
Mendadak, pandangan Shaula menggelap secara tiba-tiba. Tanpa dia ketahui sebab dan apa sumbernya—yang jelas, ada sesuatu yang menariknya.
ZLAP!
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
...See you next part~...
...BAB 2...
...MAGIC WORLD...
...a novel by youmaa...
...❝Katakan padaku tentang artinya dunia, agar aku tahu seluruh alam semesta.❞...
...Happy Reading♥...
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"Apa itu tadi?"
Perlahan kelopak mata gadis itu terbuka dengan memicingkannya. Penglihatannya sedikit mengabur karena cahaya matahari yang masuk ke dalam retina secara paksa.
"Astaga, dimana ini?" gumam Shaula, pelan.
Arah pandangannya langsung terpaku pada suasana yang ada disekitar. Hutan yang nampak masih sama, namun dia merasakan jika ini adalah tempat yang berbeda.
Tiba-tiba ada rasa gatal yang menyerang leher Shaula.
"Eh, apa ini?" katanya seraya meraba lehernya.
Shaula terkejut ketika dilehernya itu ada sebuah kalung yang entah muncul dari mana. Pikirannya kini terus terpaku pada liontin yang menggantung cantik dikalung itu.
Shaula pun memilih untuk mrnggendikkan bahu acuh dan memutuskan segera beranjak dari posisinya. Arah pandangannya saat ini tertuju pada area sekitar yang nampak sangat indah dan sejuk.
Banyak terdapat bunga ungu kecil yang bertabur ditempat ini.
"Tempat apa ini?" gumam Shaula dengan mata yang sama sekali tidak lepas dari keadaan sekitar.
Dunia sihir.
Langkah Shaula terhenti karena telinganya mendadak mendengar sebuah suara. Dia melempar tatapannya ke arah belakang, namun dia sama sekali tidak menemukan siapa pun.
Lantas suara siapa tadi?
"Mungkin hanya perasaanku saja," kata Shaula seraya menggendikkan bahu.
Hei, kau mengabaikanku.
Shaula sekarang menjadi takut sendiri karena dia terus saja mendengar suara itu muncul lagi. Dia mengambil ancang-ancang untuk berlari, jika saja dia mendengar suara itu lagi.
"Apakah suara angin?" gumam Shaula, pelan.
Bodoh, itu bukan angin.
Shaula kini benar-benar takut setengah mati, lantas dia langsung memejamkan mata rapat-rapat. Kedua tangannya terkepal kuat karena menahan rasa takut.
"KELUAR!" seru Shaula, setengah teriak.
Dasar bodoh, kau tidak mengerti juga rupanya.
"Bodoh? Jangan main-main denganku, tuan!" sungut Shaula, kesal.
Siapa juga yang ingin bermain denganmu.
Apakah Shaula tengah dikerjai saat ini? Bahkan dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Siapa pria ini sebenarnya?
Shaula membalikkan tubuhnya. "Kamu mempermainkanku? Keluar atau aku—"
Aku malaikatmu.
Shaula terkejut setengah mati karena mendengar apa yang dikatan oleh pria gila ini. Lelucon macam apa ini? Apa maksud dari perkataannya baru saja?
Memang sudah gila orang ini.
"Malaikat? Apakah kamu adalah seorang malaikat maut?" tanya Shaula.
Apa kau bercanda? Mana ada malaikat maut sepertiku.
"Lalu kamu siapa?" tanya Shaula, ketus.
Oh, astaga. Aku ini malaikatmu, kenapa kau selalu bertanya hal yang sama padaku.
Shaula menghentikan langkahnya. Dia masih terkejut karena merasa jika ini adalah sebuah lelucon. Jika benar, tapi kenapa seperti sungguhan?
Shaula mengendurkan alisnya dengan bahu yang merosot secara perlahan. "Lalu ini tampat apa?" katanya.
Dimensi dunia sihir.
.........
"Benarkah ini perbatasan yang kamu maksud?"
Akhirnya Shaula sampai juga didepan sebuah gerbang yang nampak mewah. Saat perjalanan tadi, malaikat menyebalkan itu mengatakan jika dia harus menemukan gerbang.
Saat ini dia tengah berdiri didepannya.
Tanyakan ke penjaga gerbang disana tentang Profesor Aludra berada. Disana kau akan tahu semua alasannya.
Shaula pun menggangguk sebagai jawaban, walaupun hal itu percuma saja dia dilakukan. Baru saja dia melangkahkan kaki, tiba-tiba langkahnya langsung terhenti ditempat.
"Hei, siapa kau! Beraninya datang kemari."
Tiba-tiba saja, muncul seseorang dari arah lain yang diduga sebagai penjaga gerbang. Karena hal tersebut, sontak membuat Shaula terkejut sehingga dia merasakan takut.
"Sa—saya mencari keberadaan—"
"PERGI DARI SINI!" potong penjaga itu.
Shaula meremat tangannya kuat tanpa dia sadari akan hal itu. Tiba-tiba tangannya mengarah ke arah penjaga itu—hal ini sama sekali diluar kendalinya.
ZLAP!
Shaula membulatkan matanya ketika dirinya melihat ada sebias cahaya neon keluar dari tangannya. Lantas dia langsung menatap telapak tangannya dengan tatapan binggung.
Sepertinya karena hal itu, penjaga itu nampak terkejut.
Penjaga itu membungkukkan badan. "Maafkan saya, nona," katanya.
Shaula mengernyitkan alis binggung. "Kenapa tiba-tiba meminta maaf?" gumamnya.
"Sebagai permintaan maaf. Saya akan mengantar nona menuju Profesor Aludra," kata sang penjaga gerbang.
Lihat 'kan? Kau memang berada di dunia sihir.
Shaula hanya bergumam sebagai jawaban. Sekarang dia baru percaya jika dirinya berada di dimensi yang jauh berbeda dari tempatnya berasal.
Penjaga itu benar-benar membawa Shaula menuju ke sebuah perkampungan elit yang nampak seperti dalam film fantasi. Namun manik matanya tertarik pada model bangunan yang nampak unik.
Tidak seperti model bangunan yang ada ditempat asalnya.
Hingga akhirnya, keduanya bertemu dengan seseorang yang tengah melipat kedua tangannya dibelakang punggung. Laki-laki itu tengah menatap sesuatu dengan seragam rapi yang sangat cocok padanya.
"Profesor Aludra, maaf saya mengganggu anda. Tapi saya membawa seseorang yang ingin bertemu dengan anda," kata sang penjaga gerbang.
Sang pria yang diduga sebagai Profesor Aludra itu langsung melemparkan tatapannya ke arah Shaula. Hal yang sempat membuat gadis itu terkejut adalah tekukan wajah sempurna yang dimiliki oleh sang profesor.
Ternyata Profesor Aludra sangat tampan.
Profesor Aludra menggangguk pelan. "Siapa namamu?" tanyanya.
Shaula tersentak karena sahutan tersebut, lantas dia membungkukkan badannya. "Shaula, profesor," balasnya.
Profesor Aludra terdiam sejenak, lalu dia pun mengganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Setelah itu, laki-laki tersebut mengangkat kedua sudut bibirnya tipis.
Profesor Aludra mengulurkan tangannya. "Mari ikuti saya," pintanya.
Shaula terpesona dengan apa yang dikatakan oleh sang profesor. Suaranya yang berat namun sangat lembut ditelinga itu sontak membuatnya tersihir dalam waktu singkat.
"Jadi ini kejutannya," gumam Shaula, pelan.
"Kamu mengatakan sesuatu?" sahut sang profesor.
Shaula menggelengkan kepalanya pelan. "Ah~ tidak, profesor. Saya hanya terkejut saja," balasnya.
Baiklah, aku akan pergi. Baik-baiklah kau disini dan jangan buat masalah.
Shaula menghela napas lega setelah mendengar perkataan malaikatnya. Akhirnya dia dapat tenang juga setelah kepergian dari makhluk tidak berwujud itu.
Sepanjang perjalanan, mata Shaula dimanjakan oleh pemandangan yang sangat unik. Disetiap mata memandang, dia selalu mendapati banyak siswa yang menaiki sapu terbang sebagai kendaraannya.
Layaknya difilm fantasi.
"Maaf, profesor. Kita hendak pergi kemana?" tanya Shaula.
Profesor Aludra menatap Shaula sekilas, lalu kembali mengarahkan tatapannya ke arah depan.
"Perayaan topi seleksi. Hal ini guna untuk menemukan asramamu nanti," balas Profesor Aludra.
"Perayaan topi seleksi?" gumam Shaula, pelan.
"Tapi bagaimana bisa hal itu menentukan asrama mana yang akan saya dipilih?" lanjutnya.
Sang profesor terkekeh pelan dengan kedua tangan yang terkait dibelakang punggung. Sudah dia duga sebelumnya, jika gadis ini akan mempertanyakan hal tersebut padanya.
"Lihat dan saksikan saja sendiri," balas sang profesor.
.........
Setelah selesai melakukan perayaan topi seleksi, asrama yang menjadi pilihan untuk Shaula adalah Hufflepuff. Asrama berlambang sigung dengan warna coklat muda itu adalah pilihan yang paling tepat.
Profesor Aludra meletakkan kembali topi itu diatas meja. "Baiklah. Saya akan memberimu seragam terlebih dahulu," katanya.
Saat ini, Shaula tengah berada pada sebuah tempat yang diduga sebagai ruangan guru besar. Lantas obsidian hazel milik Shaula langsung mengedar ke sekeliling sudut yang ada diruangan ini.
Sungguh interior yang sangat apik.
"Duduklah sebentar," pinta Profesor Aludra.
Setelah Profesor Aludra menyuruh Shaula untuk duduk, barulah gadis itu dapat duduk disofa dengan tenang. Dia bahkan sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi hari ini. Bagaimana bisa dia terdampar pada dimensi yang seharusnya dirinya tidak berada ditempat ini?
Lalu bagaimana caranya untuk dapat keluar dari sini?
Setelah beberapa menit kemudian, Profesor Aludra kembali dari ruangan yang ada dibelakang sana. Dia datang dengan membawa seragam dengan sedikit aksen coklat muda.
"Pakailah seragam ini dan saya akan mencarikan kamar asrama untukmu," pinta sang profesor.
Shaula menggangguk dan menerima seragam andalan Hufflepuff itu. Sepertinya dirinya akan benar-benar menjadi seorang penyihir mulai saat ini.
"Bagaimana caraku untuk dapat keluar dari sini?"
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
...See you next part~...
...BAB 3...
...MAGICAL HOGWART...
...a novel by youmaa...
...❝Kami adalah misteri masing-masing, apakah kamu keberatan dengan hal itu?❞...
...Happy Reading♥...
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"Apakah kamu adalah murid baru?"
Shaula terkejut ketika telinganya mendengar suara seorang gadis. Lantas dia langsung memutar pandangannya—menatap ke arah sang lawan bicara.
Gadis itu melambaikan salah satu tangannya. "Hai," katanya seraya tersenyum.
Shaula masih terdiam dengan pikirannya sendiri saat ini. Seolah-olah itu adalah sebuah kepentingan yang lebih urgensi daripada membalas sapaan tersebut.
Merasa jika Shaula hanya diam ditempat, Profesor Aludra langsung melemparkan tatapannya ke arahnya dengan sorot mata binggung.
"Shaula, apa kamu baik-baik saja?" sahut Profesor Aludra.
Shaula tersentak dengan suara berat dari sang profesor. Lalu dia ber-oh ria dan menggangguk pelan sebagai jawaban. Setelah itu, Profesor Aludra melempar tatapannya ke arah gadis dengan pakaian seragam Hufflepuff.
"Dia adalah teman satu kamarmu," kata Profesor Aludra.
Gadis itu membungkukkan badannya. "Baik, profesor. Saya akan mengantarnya menuju kamar asrama dan menjelasakan semua peraturannya," jelasnya.
.........
"Jadi setelah seleksi topi dilakukan, kamu adalah murid asrama Hufflepuff?"
Shaula menggangguk sebagai jawaban dari sang lawan bicara. Sudah banyak sekali hal yang diperbincangkan oleh kedua gadis satu asrama ini. Ternyata Adara tidak seburuk apa yang sempat dikpikirkannya.
BRUGH!
Tiba-tiba, tubuh Shaula tidak senggaja menabrak seseorang. Karena insiden tersebut, sontak membuat gadis itu terhyung dan terjatuh ditempat. Sedangkan pelakunya malah kabur berlari entah kemana.
Mereka berdua berlari seperti kilat.
"Si—siapa tadi?" tanya Shaula, terkejut.
Adara menatap tajam ke arah dimana kedua laki-laki iseng itu pergi. "Sepertinya mereka bertiga tidak akan kapok," gumamnya.
Setelah mendengar hal tersebut, justru membuat Shaula binggung dengan perkataan Adara. Dia sama sekali tidak paham dengan ranah pembicaraan ini.
Shaula manautkan kedua alisnya. "Bertiga?" ulangnya seraya menaikkan satu oktaf.
"Jangan kaget karena mereka selalu bertengar tanpa alasan yang jelas," balas Adara.
Setelah mendengar perkataan dari Adara, Shaula mendadak merasa penasaran dengan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya. Dia merasa tertarik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka bertiga tadi.
"Aku akan menyelidikinya," gumam Shaula, pelan.
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"Seberapa seringnya kamu melakukan hal ini?"
Adara menyengir tidak berdosa setelah mendengar perkataan dari Shaula. Dia baru saja meletakkan tongkat sihir setelah menerbangkan bukunya. Kemudian gadis itu duduk dan membaca buku tersebut dengan tenang.
"Aku suka melakukan hal ini," balas Adara.
Shaula pun ikut duduk bersila seraya mendekati Adara yang sudah tenggelan dalam bacaannya. "Ajari aku juga," renggeknya.
Adara menggangguk pelan. Lalu dia mengajari Shaula sedikit ilmu sihir dari tingkat yang paling mudah hingga ke tingkat yang tersulit. Jika dipelajari lebih mendalam, ternyata ilmu sihir susah untuk dikuasai juga.
Setelah gagal sebanyak beberapa kali, akhirnya Shaula pun dapat melakukannya.
"Ah~ akhirnya aku bisa melakukannya," seru Shaula seraya menepuk tangannya.
Adara tertawa renyah hanya karena tingkah absurd dari Shaula yang menurutnya lucu. Mereka berdua tetap bermain sihir itu hampir selama dua jam non stop—mungkin cuma Shaula yang melakukannya.
"Shaula," sahut Adara.
Shaula kini menatap ke arah Adara dengan tatapan tanya, lalu bergumam untuk membalasnya. Adara nampak menutup bukunya dan menatap gadis itu balik dengan sebuah senyuman yang tercetak pada wajahnya.
Adara pun memperlihatkan eye smile yang menggemaskan.
"Nanti kamu ikut aku ke suatu tempat," pinta Adara seraya menggenggam tangan Shaula.
Shaula mengerutkan keningnya karena binggung dengan sikap teman satu kamarnya. "Kemana?" tanyanya.
"Nanti kamu pasti akan mengetahuinya sendiri," final Adara.
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
"Cepatlah, kamu berjalan seperti siput!"
Adara menarik Shaula entah kemana, hingga akhirnya langkah kedunya tertuju pada kafetaria Hogwart. Disana sudah banyak murid dari berbagai asrama yang mendatangi tempat tersebut.
Setiap asrama memiliki warna kebanggannya masing-masing.
"Adara, kita akan makan sesuatu? Bukankah seharusnya kita masuk kelas terlebih dahulu?" tanya Shaula, beruntun.
Adara berdecak pelan. "Sekarang adalah hari libur, apakah kamu tidak menyadarinya?" sungutnya.
Shaula membulatkan matanya dengan bibir yang terbuka sedikit. Begitu terkejutnya dia, sehingga memasang muka seperti itu. Dia melupakan sesuatu jika saat ini adalah hari libur.
"Astaga. Kenapa kalian berada ditengah jalan seperti ini?"
Bias suara dari salah seorang gadis yang berjalan membuat Shaula sedikit tersentak. Benar juga apa katanya, jika mereka berdua tengah berada ditengah jalan.
Ingatlah untuk selalu berhati-hati dalam bertindak, karena firasatku tidak enak sejak tadi.
Shaula terkejut karena indera pendengarannya secara tidak sengaja mendengar suara malaikatnya lagi. Hampir saja dia berteriak karena terkejut, namun beruntungnya dia dapat mengendalikannya dengan baik.
Adara menarik Shaula tanpa gadis itu sadari. Setelah itu, langkah keduanya terhenti pada seorang gadis yang nampak duduk seorang diri. Setelah itu, Adara menyuruh agar Shaula duduk disampingnya.
Sedangkan gadis itu hanya menatap kedua gadis itu dengan tatapan datar.
Gadis itu mengode Adara dengan gerakan dagu. "Siapa ini?" tanyanya, tanpa suara.
Adara ber-oh ria karena sahutan dari gadis yang ada didepannya saat ini. Lalu dia menyenggol lengan Shaula pelan, seolah-olah mengode untuk memperkenalkan diri.
Untung saja dia paham akan kode itu.
Shaula mengulurkan tangan ke arah gadis misterius itu dengan sebuah senyuman. "Shaula," katanya.
Gadis itu menggangguk seraya tersenyum tipis. Sebuah senyum yang manis dan nampak sangat cantik. Dia pun membalas uluran tangan Shaula untuk menjabat tangannya.
"Hena," katanya.
"Senang bertemu denganmu," kata Shaula.
Namun ada sesuatu yang membuat wajah Hena berubah walaupun tidak nampak jelas. Lantas dia langsung melepas jabat tangan itu dan beranjak dari duduknya.
"Aku akan pesankan makanan," sahut Hena, tiba-tiba.
Shaula mengganggukkan kepalanya yang diikuti oleh Adara. Namun Shaula dapat merasakan perubahan air muka Hena yang mendadak berubah. Dia begitu penasaran dengan apa yang terjadi pada teman barunya itu.
"Ada apa dengannya?" gumam Shaula, pelan.
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
Shaula memutuskan untuk pergi menuju kamar mandi untuk menenangkan diri. Dirinya bahkan masih tidak percaya dengan semua keganjalan ini. Dia masih mengira jika hal ini hanyalah sebuah mimpi.
Mungkin dengan mencuci muka diwastafel, akan menghilangkan beban pikirannya sehingga kembali segar.
Saat ini, arah tatapan Shaula jatuh pada pantulan dirinya pada cermin yang ada didepannya. Dengan kedua tangan yang memegang ujung wastafel, manik matanya terpusat pada pantulan itu.
"Siapa sebenarnya aku?" gumam Shaula, bermonolog.
Shaula tidak lagi mendengar suara malaikatnya itu sejak dirinya sudah berada di Hogwart. Apakah makhluk itu hanya hinggap disaat dirinya susah?
Mungkin seperti itu.
Shaula pun memejamkan matanya perlahan. Dia masih memikirkan jati diri yang sesungguhnya. Apakah dia harus mencarinya?
Lalu matanya terbuka secara perlahan.
Shaula menatap ke arah luar, bahkan dia sama sekali tidak menyadari jika dirinya sudah lama berada disini. Hingga dia pun berniat untuk keluar dari tempat ini segera.
BRUGH!
Setelah keluar dari sini, tubuh Shaula secara tidak sengaja menabrak punggung seseorang. Karena hal tersebut, sontak langsung membuat sang empunya mendengus pelan.
Siapa yang berdiri didepan jalan seperti ini?
Karena inseden tersebut, sontak membuat Shaula jatuh mengenaskan diatas lantai. Setelah itu dia mengelus pàntatnya yang terasa sakit.
"Aduh," keluh Shaula, pelan.
Laki-laki bertubuh bongsor itu menatap ke bawah, tepatnya dia menatap ke arah Shaula yang saat ini tengah jatuh diatas lantai. Tatapan laki-laki itu langsung terlempar padanya dengan sotot mata yang nampak tajam dan datar.
"Kenapa kamu berdiri ditengah jalan?" sungut Shaula.
Merasa perkataannya sama sekali tidak diindahkan oleh sang lawan bicara Shaula menjadi kesal sendiri. Dia pun langsung mendengus pelan, lalu bangkit dari posisinya.
"Memangnya punya kakekmu!" lanjutnya, ketus.
Laki-laki itu langsung melempar tatapannya ke arah Shaula, lalu menaikkan alisnya sebelah. "Kamu yang menabrak. Kenapa aku disalahkan?" sambarnya, ketus.
Tatapan tajam laki-laki itu, langsung membuat Shaula kesal setengah mati. Lantas dia mendengus dengan tatapan yang tidak kalah tajam dari sang lawan bicaranya.
Shaula meremat ujung pakaiannya. "Minta maaf padaku segera, atau aku akan—"
"Kau akan apa?" potong laki-laki itu, dingin.
"Pergi dan menjauh dari hadapanku segera," lanjutnya.
Setelah mengatakan hal tersebut, laki-laki itu langsung meninggalkan tempat tersebut. Dia meninggalkan Shaula seorang diri yang saat ini tengah menjadi pusat perhatian setiap pasang mata.
Namun wajah laki-laki itu memanglah tampan.
GREP!
...𓆝 𓆟 𓆜 𓆞...
...See you next part~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!