Kisah Pilu Sang Penari Ronggeng
Kehidupan Murni dan si Mbah
Kisah ini hanya kisah khayalan penulis semata, jika ada kesamaan nama tempat, nama tokoh semua hanya kebetulan.
Author ingin mencoba menghayal dan mengangkat kisah tentang penari ronggeng pada zaman dahulu.
Jadi apapun bentuk tulisan mari kita membaca dan menghayal bersama.
Awal tahun 1900 an adalah saat dimana Murni kecil lahir dan dibesarkan hanya oleh wanita tua yang disebut si Mbah.
Aku memang tinggal hanya bersama si Mbah, tanpa tau dimana kedua orang tua ku berada, si Mbah pun tak tahu. Selama aku hidup hingga usia ku beranjak 15 tahun aku menganggap orang tua ku hilang bahkan meninggal dibunuh tentara Belanda.
Aku bersama si Mbah tinggal di sebuah desa terpencil di tanah Jawa dengan hidup yang sangat miskin. Sering kami makan hanya satu hari sekali, bahkan kadang tidak makan seharian.
si Mbah
"Sabar ya nduk Mbah belum bisa ngasih kamu makan setiap hari." ucap si Mbah pulang dari bekerja serabutan.
Murni
"Iya Mbah, ndak apa apa. Semoga suatu saat nanti aku bisa bantu Mbah bekerja."
si Mbah
"Eeeeeee,,,, jangan kamu ndak usah kerja. Mbah akan berusaha semampu Mbah untuk hidup kita sehari-hari nduk."
Selalu seperti itu setiap aku ingin membantu Mbah bekerja pasti di larangnya. Padahal aku sudah bisa ikut Mbah bekerja. Entah kenapa Mbah selalu melarang.
Si Mbah setiap hari dengan usianya yang bisa dibilang renta, bekerja serabutan menggarap sawah dan ladang yang ada dibelakang rumah yang sudah menjadi hak milik Menner Belanda.
Dengan upah yang kecil si Mbah tetap bekerja, pernah si Mbah pulang sambil meringis menahan sakit.
Murni
"Mbah, kenapa punggung Mbah merah seperti ini?" tanya ku waktu itu.
si Mbah
"Eh,,, nduk kamu masuk kamar Mbah kenapa ndak ketuk pintu dulu."
Murni melangkah masuk membawa segelas air minum, dan baskom yang biasa ia gunakan untuk membasuh muka si Mbah.
si Mbah
"Ndak apa apa nduk, tadi Mbah kena cambuk oleh centeng Menner Belanda." cerita si mbah
Murni
"Ko bisa Mbah?!" aku kaget, kesal, marah, dan sedih.
si Mbah
"Ya kan Mbah cuma minta upah Mbah di tambah sedikit aja, eh malah Mbah dapat ancaman juga cambukan. Maapin Mbah ya Nduk."
Sejak saat itu aku mulai bertekad ingin merubah nasib ku, ingin bekerja meski tanpa ijin Mbah.
Murni
"Sekarang Mbah makan singkong ini dulu, minum air jahe hangat nya lalu istirahat."
si Mbah
"Alhamdulillah masih ada makanan ya nduk, kamu sudah makan?"
Murni
"Sudah Mbah, aku sudah makan dan sudah kenyang. oiya Mbah aku mau ijin nonton pertunjukan di kampung sebelah ya Mbah."
si Mbah
"Ada pertunjukan apa emang nya nduk?"
Murni
"Tadi siang aku dengan kabar dari tetangga kalau di kampung sebelah akan ada pertunjukan seni tari Mbah."
si Mbah
"Ya sudah jangan terlalu malam pulang nya."
Author nya
"Jangan lupa di fav, di like dan di komen setiap bab nya. Dan yang paling yahut di vote ya guyssss"
Menonton Pertunjukan Tari
Aku pun keluar dan menutup pintu yang terbuat dari kayu tipis.
Berjalan dengan membawa obor kayu, mengikuti arah suara gamelan yang berbunyi.
Sepanjang jalan Murni bertemu dengan, tetangga lain yang juga ingin melihat pertunjukan itu. Oleh warga desa pertunjukan itu dinamai dengan nama Tari Ronggeng.
Tari Ronggeng adalah pertunjukan seni tari tradisional yang di pentaskan sebagai ucapan syukur di kala panen.
Setiap ada pertunjukan itu semua warga berbondong-bondong datang menonton. Biasanya yang memanggil para abdi desa dan juga para Meneer Belanda.
Aku pun pernah diajari si Mbah menari sesekali jika Mbah sedang tidak terlalu lelah, membuat ku bersemangat dan penasaran untuk menonton.
Aku tiba di tempat acara pertunjukan, dan melihay dari jauh. Didepan sana Sang penari ronggeng menari diiringi alunan musik dan di tonton oleh para abdi desa, tuan tanah serta puluhan para penduduk desa.
Murni
"Wowww begitu indah tarian ronggeng ini. Liuk kan badan yang sangat pas mengalun bersama musik." gumam Murni yang sangat kagum melihat bagaimana sang penari berlenggak lenggok diatas pentas.
Tanpa pikir panjang aku pun ikut menari dari tempat ku berdiri.
Dengan bekal latihan menari yang si Mbah ajarkan aku ikut menari meski hanya sedikit.
Sejak malam itu aku sangat ingin menjadi penari ronggeng, dan tekadku semakin bulat saat aku melihat bagaimana sang penari menerima bayaran uang selesai menari.
Aku menonton tarian hingga selesai dan sangat ingin menjadi penari ronggeng.
Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk bertemu dengan pimpinan grup tari ronggeng itu. Meski awalnya ragu, tapi karena tekad bulat ku, akhirnya aku pun melangkah maju.
Mas Agus
Aku pun memberanikan diri untuk bertemu dengan pimpinan grup tari ronggeng itu. Meski awalnya ragu, tapi karena tekad bulat ku, ahirnya aku pun melangkah maju.
Perkenalan ku dengan mas Agus, pimpinan grup ronggeng adalah jalan ku menjadi seorang penari ronggeng.
Murni
"Permisi pak, maaf mengganggu."
Mas Agus
"Oiya ada apa ya?"
Murni
"Begini pak, saya ingin menjadi penari ronggeng, apa bisa?"
Mas Agus menatap Murni dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mas Agus
"Memang berapa umur mu?"
Murni
"Aku sudah 20 tahun pak."
Ada rasa ketar ketir ketika di tanya umur, bahwasannya aku menuakan umur ku.
Pak Agus melihatku lalu mengangguk, seperti dia mempercayai ucapan ku. Karena memang sekilas aku tidak terlihat berbohong, karena tertutup oleh postur badan ku yang tinggi.
Mas Agus
"hmm bisa ko, usia mu juga sudah cukup lah. Dan lagi wajah mu yang khas memiliki pesona tersendiri yang menguntungkan mu nanti."
Mas Agus
"Aku yakin, kalau kamu sudah bergabung dengan grup saya. Pasti banyak disukai oleh meneer dan tuan tanah saat kamu menari."
Aku menunduk tersipu malu mendengar ucapan sekaligus pujian dari pak Agus.
Mas Agus
"Jangan panggil saya pak, panggil saya mas aja."
Murni
"Oh baiklah, Pak eh Mas."
Mas Agus
"Ha-ha-ha gak pa pa nanti juga lama-lama terbiasa."
Mas Agus
"Ayo aku perkenalkan dengan personil grup yang aku pimpin."
Mas Agus mengajak ku ke balik layar untuk memperkenalkan aku dengan personil lainnya termasuk penari utama grup itu yang bernama Nyai Irma.
Mas Agus
"Akang-akang, Nyai saya ingin memperkenalkan kepada kalian personil baru di grup kita, sebagai penari juga yang nanti nya bisa bergantian dengan Nyai Irma menari. Jadi Nyai juga tidak terlalu kelelahan kedepannya.'
Semua mata menatap ku, termasuk tatapan Nyai Irma yang menatap ku dengan angkuh.
Tapi aku tidak perduli dengan tatapan angkuh itu, aku sudah cukup senang bisa diberi kesempatan menari.
Mas Agus
"Nah Murni, kamu ada baik nya nanti belajar dengan Nyai Irma, bagaimana cara menari dan juga tata cara sebelum melakukan tari."
Murni
"Baik mas, mohon bantuan nya Nyai." ucapku sambil menganggukkan kepala.
Aku pun pulang ke rumah, setelah di berikan alamat yang harus aku datangi untuk belajar menari.
Murni
"Mbah, aku mohon ijin untuk pergi mendalami tari dengan grup tari ya Mbah. Boleh kan?"
si Mbah
"Iya nduk, tapi jangan pulang malam ya."
Aku setiap hari berangkat pagi dan pulang ketika sore.
Waktu terus berlalu tak terasa sudah tiga Minggu aku belajar menari dan tata cara sebelum menari. Latihan keras yang diajarkan Nyai Irma membuat ku kelelahan tapi juga semangat.
Mas Agus
"Oiya Murni, lusa kamu sudah bisa menari di panggung bersama kami. Tarian perdana mu!"
Mas Agus
"Iya benar lusa, kita ada panggilan manggung di daerah Garut. Jadi kamu harus siap ya."
Murni
"Kita ke Garut mas?"
Mas Agus
"Iya kenapa? Ada masalah?"
Murni
"Oh gak ada ko, Bisa bisa."
Mas Agus
"Ya sudah latihan hari ini selesai, Murni kamu bisa pulang istirahat untuk penampilan perdana mu lusa."
Murni
"Iya mas, kalau begitu saya pamit. Terimakasih Nyai."
Aku pulang dengan berjalan kaki, karena memang tempat latihan kami masih di desa ku. Grup ronggeng ini akan berpindah tempat latihan menari sesuai dengan dimana grup ini di panggil manggung.
Murni
"Mbah...!" panggil ku
si Mbah
"Iya nduk, kamu sudah pulang. Tumben masih siang. Gimana latihan nya?"
Murni
"Iya Mbah, aku mau istirahat sebentar."
Author nya
Jangan lupa ya gengggssss di like, di komen n di vote
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!