Setelah memutuskan untuk pergi jauh,Akhirnya Faiz berhasil tiba di sebuah desa terpencil yang masih asri,serta belum banyak terjamah masyarakat luar dan jauh dari tenaga medis,bahkan belum terjangkau signal seluler,oleh sebab itu Faiz sengaja datang ke sana semata mata untuk menenangkan hatinya dan berharap tidak akan ada yang bisa mengetahui keberadaannya.
Iya juga berharap bisa memulai hidupnya yang baru di tempat itu.
meninggalkan semua harapan dan mimpi-mimpinya,menyisakan kenangan yang tidak mungkin pernah bisa ia lupakan seumur hidup,menerima kenyataan pahit yang dia alami memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Walau hanya sebagai dokter umum,Faiz berniat untuk membuka prakter kedokterannya di tempat itu,oleh karena itu Kedatangan Dokter muda tersebut di sambut hangat oleh masyarakat setempat,para warga terlihat sibuk bergotong royong menyiapkan hidangan untuk menyambutnya,bahkan mereka sudah mempersiapkan tempat tinggal khusus untuknya selama tinggal di sana.
" Selamat datang Pak dokter,bagimana berjalan anda?" tanya seorang pria bernama Pak Hasim,yang di ketahui sebagai ketua penduduk di desa itu.Sambil mengulurkan tangannya.
" Terimakasih,alhamdulillah lancar tidak ada hambatan." sahut Faiz sambil menyambut uluran tangan dari pak Hasim.
" Pasti sangat melelahkan." ujarnya lagi dengan ramah ,lalu ia mempersilahkan Faiz untuk duduk di sebuah gubuk kecil yang sering di pakai warga untuk sekedar bercengkrama.
" Sedikit." Faiz terkekeh dengan pernyataan jujurnya.
" Maaf ya pak Dokter,keadaan kampung kami memang seperti ini,saya harap pak Dokter bisa memahaminya." ujar Pak Hasim merasa tidak enak.
" Tidak masalah,aku bahkan sangat berterimakasih karena sudah di beri kesempatan untuk membuka praktek disini,insyaallah semoga saya bisa membantu." balas Faiz
" Tentu saja,kami sangat mengharapkan keberadaan pak Dokter di sini."
Pria paruh baya itupun menyuruh para warga untuk segera menyiapkan hidangan,lalu mereka menyantap hidangan tersebut bersama sama.
Faiz pun ikut menikmati makanan sederhana yang memang di siapkan untuk menyambut kedatangannya ,tidak ada kata mewah,hanya mengandalkan hasil perkebunan dan peternakan dari warga,namun hal itu mampu meningkatkan selera makan yang memang sempat bermasalah akibat masalahnya. Apalagi jika di santap bersama sama seperti itu, ia bahkan sampai menambah porsi beberapa kali.Dan ini kali pertamanya ia bisa makan sebanyak itu hingga tandas.
"Alhamdulillah, Aku sudah makan terlalu banyak." Faiz terkekeh merasa tidak enak.Setelah memasukan makanan terakhirnya ke dalam mulut.
" Tidak masalah pak Dokter,justru kami senang melihat anda makan selahap itu."
Dokter muda itu tersenyum,memperhatikan para warga yang saling bahu membahu untuk melakukan kegiatan mereka,kebersamaan yang terjalin begitu erat,dengan kesederhanaan dan keterbatasannya, mereka masih bisa menjalani hidup dengan baik dan damai.Seolah tidak pernah ada masalah yang menerpa mereka,kalaupun ada pasti mereka akan menyelesaikannya bersama sama.
Sungguh ,bahagia itu memang sederhana.
" Mari saya antarkan pak Dokter ke rumah." ajak Pak Hasim,sontak membuatnya tersadar dalam lamunan.
Faiz mengangguk,ia lalu kembali memasang sepatunya dan meraih tas ransel serta beberapa koper berisi alat medis yang sengaja ia bawa,setelah itu ia pamit kepada para warga hendak pergi mengikuti pak Hasim.
Dokter muda itu mulai melangkahkan kakinya,menyusuri jalan setapak yang menanjak dan berkrikil tajam,serta hamparan kebun di sisi kanan kirinya.
Dan tidak lama merekapun sampai di sebuah rumah sederhana berdindingkan kaca dan bercat putih.
" Silahkan pak Dokter,hanya tempat ini yang bisa kami berikan,maaf jika masih banyak kekurangan." ujar Pak Hasim seraya membukakan pintu untuk dokter muda itu.
" Tidak apa apa pak,ini sudah cukup buat saya."
Faiz mulai memutar bola matanya,senyusuri setiap sudut ruangan di rumah itu,yang hanya terdapat ruang tengah, satu kamar tidur,dapur dan juga kamar mandi,serta ruangan lain untuk praktek.
Hingga perhatiannya teralihkan pada seorang gadis cantik berjilbab putih yang datang sambil membawa secangkir teh untuknya.
" Silahkan pak Dokter." ucap gadis ramah sambil meletakkannya di atas meja.
Faiz hanya menganggukan kepala.
" Kenalkan ini putriku,Mentari ,dia baru lulus SMK,dia juga satu satu gadis di desa ini yang berhasil lulus SMK jurusan farmasi,dia yang akan membantu pak Dokter di sini,dia belum memiliki banyak pengalaman,tapi insyaallah dia bisa membantu ,siapa tau pak Dokter membutuhkan sesuatu." ucap Pak Hasim bangga seraya merangkul anak gadisnya itu.
" Baik pak,terimakasih,tapi alangkah baiknya jika bapak memanggil saya Faiz saja." ucap Faiz,dokter muda itu memang sudah terkenal dengan keramahan dan kebaikannya.
" Baiklah,kalo begitu saya pamit dulu,masih ada urusan yang harus saya selesaikan." pamit pak Hasim,setelah itu diapun pergi meninggalkan Faiz dan Mentari
" Mari pak Dokter saya antar anda ke kamar." ajak Mentari malu malu,sambil terus menundukkan kepala.
Gadis itupun membuka pintu sebuah kamar beukuran kecil yang sudah tertata rapi dengan tempat tidur yang hanya muat untuk satu orang serta lemari plastik berukuran kecil juga.
"Silahkan,mungkin anda perlu istirahat." ucapnya lagi,dan lagi lagi Faiz menganggukan kepalanya.
" Apa ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu lagi,namun Faiz menolak dengan menggelengkan kepala tanpa sepatah katapun.
'Ya sudah,saya permisi dulu,jika butuh sesuatu anda bisa panggil saya di rumah." gadis itupun berlalu, dan kini hanya menyisakan Faiz sendiri di tempat itu.
Pemuda itupun langsung merebahkan tubuhnya,matanya menatap langit langit bercat putih,bayangan masa lalu kembali memenuhi fikirannya. Dengan cepat ia menutup mata berusaha menghilangkannya dan tak terasa iapun mulai terlelap.
Hingga menjelang maghrib, pria itu terbangun dengan suara ketukan dari pintu luar,ia lalu beranjak dan langsung membukakan pintu.
' Maaf Nak Faiz,ini sudah waktunya maghrib,barangkali mau ikut shalat berjamaah di masjid."ajak pak Hasim yang sudah siap dengan setelan koko dan sarungnya.
" Maaf Pak saya belum membersihkan diri,mungkin lain kali saja." tolak Faiz,karena memang benar adanya.
" Ya sudah kalo begitu,bapak duluan ya."
" Baik pak." Faiz segera menutup pintunya kembali,lalu ia langsung menuju ke kamar mandi hendak membersihkan diri,namun ia terpaksa harus mengurungkan niatnya karena ia baru tersadar jika ia belum mempunyai peralatan mandi.
Dan akhirnya iapun hanya mengambil air wudhu dan segara melaksanakan kewajibannya.
Selesai sholat,ia kembali keluar,suasana malam yang temaram,membuat kesan mencekam,tidak ada yang bisa ia lakukan,hawa dingin menyelimuti seluruh indra perasanya,ia bahkan sempat mengigil ,pemuda itu hanya berjalan kecil ke sana kemari di teras rumah sambil menggosok gosokan telapak tangannya,diiringi suara binatang binatang malam.
" Assalamualaikum. " sapa seorang gadis masih dengan memakai mukena dan sejadah yang tersangkut di lengannya.
" Waalaikumsalam." balas Faiz.
" Maaf Pak dokter,apa anda perlu sesuatu?" tanya gadis itu.Faiz langsung menganggukan kepalanya.
" Aku butuh peralatan untuk mandi,dimana aku bisa mendapatkannya?" tanya Faiz.
" Hmmm,,,biasanya malam begini warung sudah tutup,jika mau pak Dokter boleh pakai punyaku dulu,kebetulan aku masih punya beberapa stok." tawarnya, dan terpaksa Faiz pun mengangguk .
" Mari ikut saya." Mentari mengajak Faiz ke rumahnya, yang memang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, hanya melewati sepetak kebun sayur mereka sudah sampai di rumah sederhana milik pak Hasim.
Gadis itu lalu mempersilahkan Faiz untuk menunggunya di sebuah kursi teras rumahnya.
Tidak lama dua orang wanita berbeda usia menghampirinya dengan gemulai.
"Eehh,, Ini Dokter baru yang bapak bicarakan tadi ya?" tanya Bu Sri,istri dari pak Hasim.
" Iya Bu." jawab Faiz seraya menyalami wanita paruh baya itu dengan ramah.
" Waahhh,,ternyata tampan juga ya,masih muda lagi." ujarnya lagi
"Kenalkan ini putri saya,Rahayu.maaf tadi kami tidak sempat ikut menyambut Pak dokter."
Gadis itu dengan tidak tau malunya lansung mengulurkan tangan.
" Tidak apa apa." Faiz tersenyum sambil menerima uluran tangan gadis yang sepertinya berusia lebih tua dari Mentari.
Jabatan tangan masih terpaut,hingga Mentari datang sambil membawa bungkusan plastik.
Gadis itu nampak membulatkan matanya,menatap tidak suka pada sang adik,saat Faiz menarik tangan yang masih di genggamnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sekian dulu untuk mengawali kisah Faiz si dokter muda,semoga kalian suka,jangan lupa tinggalkan jejak ,kasih vote like dan komennya juga.
" Ini pak Dokter,maaf aku hanya mempunyai ini saja." Mentari menyerahkan kantong kresek berwarna hitam berisi perlengkapan mandi yang lengkap.
" Terimakasih,aku akan segera menggantinya nanti." ujar Faiz seraya menerima kantong kresek tersebut.
" Apa itu?" tanya Ibu sinis.
" Itu perlengkapan mandi Bu,pak dokter bilang dia belum memilikinya." jawab Mentari.
" Sabun yang kamu pakai kan murahan,bisa bisa kulit pak Dokter jadi gatel gatel." sahut Rahayu sambil menatap sinis pada Mentari.
" Pakai saja punyaku,aku selalu membelinya di kota." tawarnya lagi,dengan cepat Faiz menolak.
" Tidak perlu,aku pakai yang ini saja." setelah itupun Faiz pamit untuk kembali ke rumahnya.
" Baiklah pak Dokter,jika perlu apa apa datang saja padaku, aku akan dengan senang hati membantu anda." ujar Rahayu sambil melambaikan tangannya.
Faiz merasa ada yang aneh,dua kakak beradik itu sama sekali tidak nampak akrab,sifat dan kelakuannya pun sangat jauh berbeda.
Setelah sampai di rumahnya,Faiz segera membereskan keperluannya,serta memasukan pakaiannya ke dalam lemari plastik yang sudah di sediakan.
Tidak lama,kembali terdengar ketukan pintu dari luar.
Faiz segera membukakan pintu,ia terpaksa mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyuman,saat melihat seseorang yang berdiri di hadapannya.
" Maaf Pak dokter,bapak menyuruh ku mengantarkan makanan,anda pasti belum makan malam kan?" Ucap gadis itu dengan wajah genitnya.
Tanpa permisi Gadis itu langsung menerobos dan masuk,lalu ia duduk di kursi ruang tengah.
" Biar aku bantu siapkan pak Dokter." ucapnya lagi,seraya membuka kotak makan yang di bawanya.
" Tidak perlu,simpan saja di dapur,saya akan memakannya nanti." Faiz di buat risih oleh perlakuan Rahayu padanya.
" Baiklah." Gadis itu kembali keluar,ia sedikit kecewa atas sikap cuek Faiz padanya.
" Tolong sampaikan pada Mentari,agar besok dia bisa datang ke sini lebih awal." pesan Faiz padanya.
Namun Rahayu seolah tidak mendengarnya,dan pergi begitu saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Menjelang pagi,sayup sayup kicauan anak burung terdengar saling bersahutan seolah meminta asupan makanan dari sang induk,begitupun dengan ayam ayam yang berkeliaran di pekarangan rumah,mengais rezeki yang sudah allah tentukan untuk makhluk hidup dengan caranya masing masing.
Gadis cantik itu sudah siap untuk melakukan tugas barunya,menjadi seorang perawat memang sudah menjadi cita citanya sejak kecil,namun melihat kemampuan dan keterbatasan biaya serta tidak ada dukungan dari keluarga sangat tidak memungkinkan untuknya bisa meraih apa yang ia mimpikan,setidaknya menjadi pembantu seorang dokter bisa membuatnya lebih baik,daripada harus tinggal di rumah hanya menjadi bulan bulanan ibu dan kakak tirinya.
"Kamu mau kemana ?" tanya Rahayu,sambil memperhatikan penampilan Mentari,dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
" Tari mau ke tempat Pak Dokter." jawab Mentari.
" Beres kan dulu kamarku dan siapkan makanan." titahnya.
" Tapi kak,Tari harus segera pergi,ini hari pertama Tari kerja."
" Kerja? sombong sekali kamu." balas Rahayu sambil mendorong tubuh Mentari.
" Ada apa ini?" Ibu Sri keluar dari kamarnya.
" Dia berani membantahku Bu,mentang mentang sudah bekerja."
" Bekerja apa? kamu itu hanya pembantu seorang dokter relawan,tidak akan menghasilkan uang,sana !! lebih baik kamu kerjakan tugas mu dulu di rumah ini,setelah selesai baru ibu akan mengizinkan mu untukk pergi." titah Bu Sri,terpaksa Mentaripun mengangguk dan menurutinya.
" Tari,kamu belum berangkat?" tanya pak Hasim saat menemuinya di dapur.
" Belum pak." jawab Mentari ,seperti biasa ia selalu membuatkan kopi untuk ayahnya di setiap pagi.
Iapun telah selesai menyiapkan makanan untuk sarapan,ia lalu bergegas ke kamarnya hendak bersiap siap.
" Kamu tidak makan dulu." tanya pak Hasim lagi.
"Sudah telat pak, Tari mau bungkus makanannya saja." ujar Mentari seraya meraih kotak makan miliknya dan mulai memasukan beberapa makanan untuk di bawanya.
" Siapa yang mengizinkan mu untuk membawa makanan." suara Ibu dari ambang pintu terdengar menggema.
" Bu,biarkan saja, apa salahnya jika dia mengambil makanan,dia sendiri kan yang memasaknya." bela Bapak.
" Tidak bisa,selama ini kami selalu mengalah,dan membagi semua yang kami miliki,bahkan kasih sayang Bapak pada Ayu menjadi terbagi karena kehadirannya." racau Bu Sri,ini memang bukan kali pertamanya suami istri itu adu mulut karena Mentari.
" Pak ,Bu kalian tidak perlu bertengkar seperti ini,Maaf Tari selalu merepotkan kalian." ujar Mentari,iapun langsung pergi dengan mata yang mulai berkaca kaca.
" Assalamu'alaikum.." sapa Mentari,ia langsung masuk karena pintu rumah yang di tempati Faiz terbuka.
Gadis itu berjalan,dengan mengendap endap,ia tidak ingin menganggu sang empunya rumah.
Faiz yang baru selesai membersihkan diri membuka pintu kamarnya karena mendengar suara seseorang,dengan pakaian santai dan rambut yang masih menyisakan tetesan air.
" Kenapa baru datang?" tanya Faiz saat melihat Mentari berdiri di hadapannya.
" Maaf Pak dokter,saya kesiangan." jawab Mentari.
" Kesiangan? mulai sekarang kamu harus terbiasa bangun pagi." ujar Faiz seraya membuka koper koper miliknya.
" Iya dok."balas Mentari ,merasa tidak enak.
" Bantu aku membereskan ini semua." ucap Faiz seraya mengeluarkan barang barang medisnya.
Merekapun mulai membereskan ruangan untuk memulai praktek kedokterannya,membersihkan dan menata semua keperluan yang akan menunjang proses pemeriksaan.
Hingga semua barang barang tertata rapi sesuai kegunaannya di tempat yang telah di siapkan.
Tak terasa hari sudah menjelang siang,cacing cacing di dalam perut mulai mengemis meminta sedekah.
Mentari terkekeh sambil memegang perutnya yang tidak bisa di ajak kompromi.
" Kau lapar?" tanya Faiz
"Sedikit." jawab Mentari malu malu.
" Sedikit ataupun banyak yang namanya lapar tetap saja." ujar Faiz.
" Sebenarnya aku juga belum makan dari pagi ,dimana kita bisa menemukan tempat yang menjual makanan?" tanya Faiz lagi.
" Jaraknya cukup jauh dok,kita perlu memakai kendaran."
" Ya sudah,kalo begitu kamu bisa menemaniku kan,kebetulan masih ada beberapa barang yang aku butuhkan." ajak Faiz,dan gadis itupun mengangguk.
Mereka lalu keluar,mencari seseorang yang biasa mengojekan motornya.
" Bang,bisa antar kami ke pasar?" ujar Mentari pada tetangga yang berprofesi sebagai tukang ojek.
" Maaf Tari, kalo berdua tidak bisa,kita tunggu teman yang lainnya dulu mau gak?" ucap tukang ojek itu.
" Hmmm,,begini saja bang,bagaimana kalo saya pinjam dulu motornya,nanti saya ganti uang bensin plus ongkosnya." tawar Faiz,seketika tukang ojek itupun mengangguk setuju.
" Waahhh,kalo begitu sih saya setuju,sering sering saja ya dok." tukang ojek itupun langsung menyerahkan kunci motor trail miliknya pada Faiz.
Faiz mulai menyalakan motornya,lalu ia menyuruh Mentari untuk segera naik di belakang.Gadis itu masih bergeming nampak ragu.
" Ayo,kau tidak usah takut,aku sudah biasa mengendarai motor seperti ini." ujar Faiz. Dan akhirnya Mentaripun menurutinya.
Jalanan terjal dan berliku membuatnya sedikit kesusahan,walaupun memakai motor yang memang di khususkan untuk melewati jalur semacam itu.
" Pak dokter yakin bisa mengendarainya?" tanya Mentari,sedikit mendekatkan bibirnya di telinga Faiz.
" Aku bisa mengendarainya,tapi sepertinya aku belum terbiasa dengan jalanan seperti ini." Sahut Faiz sedikit meninggikan suaranya.
" Hati hati pak Dokter,jika jatuh bisa sakit."
" Aku tau,tidak usah banyak bicara,berdoa saja." sahut Faiz, menimpali ucapan polos dari mulut Mentari.
Dan akhirnya merekapun sampai di tempat tujuan dengan selamat.
...****************...
guys inget ya,,jgn lupa vote like dan komennya....😉😉
Setelah menempuh jarak yang lumayan cukup jauh dan melelahkan,akhirnya mereka tiba di sebuah tempat perbelanjaan,suasana pasar begitu ramai,para warga berlalu lalang mencari sesuatu yang mereka butuhkan,para pedagangpun nampak bersemangat menjajakan dagangannya,berusaha menarik perhatian para pembeli.
Faiz dan Mentari ikut bergabung ke tengah tengah keramaian, mendatangi sebuah toko sembako,membeli semua apa yang ia butuhkan untuk beberapa hari.Tidak lupa ia juga menawarkan sesuatu untuk Mentari.
Hingga beberapa jam akhirnya mereka sudah mendapat apa yang mereka inginkan.
Mentari nampak kelelahan,keringat sudah mulai bercucuran di keningnya.
" Sepertinya kita butuh makan." Faiz yang melihatnya sedikit iba.
Mentari hanya mengangguk setuju.
Mereka lalu pergi ke sebuah warung bakso,menurut keterangan Mentari bakso tersebut paling enak dan paling ramai di antara yang lain.
Mereka langsung mencari sebuah bangku kosong yang bisa mereka tempati.
Hingga akhirnya merekapun mendapatkannya,dan dengan segera mereka memesan sesuai selera masing masing.
" Kamu sering datang ke sini?" tanya Faiz basa basi.
" Hanya sesekali saja, karena selama tiga tahun aku tidak tinggal di sini." jawab Mentari.
" Lalu kamu tinggal dimana?" nampaknya Faiz mulai penasaran.
" Selama tiga tahun aku ikut Bibi ke Kota,aku tinggal dan sekolah di sana." terang Mentari.
" Lalu kenapa kamu tidak melanjutkan pendidikan mu di sana?"
" Aku tidak mau merepotkan keluargaku,bagiku bisa lulus SMK saja sudah cukup." Mentari nampak tersenyum getir.
" Kenapa kamu tidak mencari kerja di kota?"
" Tadinya aku ikut membantu bibi sebagai perias pengantin,biasanya aku melakukan itu di hari libur sekolah,karena biasanya orang orang mengadakan acara pernikahan di hari libur,tapi beberapa bulan yang lalu bapak memberitahu ku jika akan ada seorang dokter ke daerah ini,dan bapak menawari ku untuk menjadi asistennya,tentu saja aku menerima tawaran bapak." jelas Mentari panjang lebar.
" bukannya menjadi perias lebih menjamin?"
" Lumayan,tapi aku kurang suka,sebenarnya sejak dulu aku ingin sekali menjadi seorang perawat,tapi itu tidak mungkin." Mentari terkekeh,berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Faiz mengangguk ,sepertinya ia mulai nyaman dengan keberadaan Mentari di sisinya,karena gadis itu masih bisa di ajak berkomunikasi walaupun tidak banyak bicara.
Hingga akhirnya pesanan merekapun datang, mereka mulai menyantapnya dengan lahap tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Akhirnya semua selesai,karena barang bawaan mereka terlalu banyak,Mentari lebih memilih pulang memakai angkutan umum,seraya membawa belanjaan,sementara Faiz pulang dengan mengendarai sepeda motor yang ia pinjam.
Setelah beberapa jam akhirnya merekapun sampai,Mentari memberhentikan angkutan umum yang ia naiki tepat di depan rumah Faiz.
Faiz yang lebih dulu sampai, membantu menurunkan semua barang belanjaannya.
" Terima kasih sudah menemaniku,sekarang kamu bisa pulang,aku akan mencatat semua tugas yang harus kamu kerjakan,jangan lupa besok kamu harus datang lebih awal." titah Faiz seraya menyerahkan barang belanjaan Mentari.
" Baik pak Dokter,terimakasih.kalau begitu aku pamit dulu." Mentari mengangguk seraya menampakan senyum manisnya.
" Dasar gadis murahan!!baru kenal beberapa hari saja kamu sudah mau di ajak pergi!!" teriak ibu dari ambang pintu sambil berkacak pinggang.Ketika melihat Mentari datang.
" Maaf Bu,Tari hanya mengantarnya ke pasar." Gadis itu berusaha membela diri.
" Apa yang kamu bawa?" Rahayu merebut paksa belanjaan yang Mentari bawa.
" Darimana kamu mendapat ini semua?" tanya Rahayu saat membongkar bungkusan yang berisi beberapa jilbab yang sengaja ia beli.
" Pak dokter yang membelinya."
" pintar sekali kamu merayu pria itu sampai dia mau membayar belaanjanmu." tambah Rahayu,seraya membanting bungkusan tersebut ke lantai.
" Tari tidak merayunya kak!!"
" Sudah berani mengelak!!" bentak ibu,ia langsung menarik jilbab Mentari dan membawanya ke dalam rumah.
" Dasar anak tidak tau diri,sifat mu memang tidak jauh berbeda dengan Ibu mu." Ibu semakin emosi saat menyebut wanita yang telah melahirkan Mentari.
Dia mendorong tubuh kecil Mentari hingga tersungkur ke belakang.
"Kalo bukan karena bapak ku,aku ingin sekali menghabisimu." ucap Rahayu sambil menginjak telapak tangan Mentari dan sedikit memberi tekanan,hingga Mentari histeris kesakitan.
" Ampun kak !!" lirihnya.
"Ingat jangan pernah berharap mendapat perhatian dari dokter itu." ucapnya lagi,dan setelah itu merekapun pergi meninggalkan Mentari yang masih terisak.
" Mentari!!" bapak yang baru pulang dari tempat kerjanya langsung menghampiri mentari,ia membantu anaknya itu untuk berdiri dan membawanya ke dalam kamar.
" Apa yang terjadi Nak?" tanya bapak lembut,seraya membelai kepala gadis malang itu.
" Tidak terjadi apa apa Pak." balas Mentari,masih berusaha menampakan senyum di bibirnya.
" Maaf kan bapak,karena bapak kamu harus mendapat perlakuan kasar dari mereka setiap hari." bapak nampak menitikan air mata.
" Ini bukan salah Bapak." ujar Mentari seraya menggenggam tangan keriput yang menjadi cinta pertamanya.
" Kamu sudah makan?" tanya bapak sambil mengusap air mata dari pipinya.
" Sudah pak ! tadi pak Dokter meminta Tari untuk menemaninya ke pasar,kita makan di sana,tidak apa apakan pak?" tanya Mentari sedikit takut.
" Tidak apa apa,bapak yakin dia orang baik,dan bapak percaya pada mu,kamu akan menjaga harga dirimu dan tidak akan mengecewakan bapak."
" Iya Pak,Tari janji akan menjaga diri Tari dengan baik." balas nya lagi.
" Ya sudah kalo begitu,ini untuk mu,simpan baik baik,jangan sampai ibu dan kak Ayu tahu." ucapnya lagi seraya memberikan sedikit uang gajinya.
Seperti biasa,tiga bulan sekali ia selalu mendapat bagian dari hasil kerjanya sebagai ketua RW, pria itu selalu menyisihkan uang tersebut untuk di berikan kepada anak hasil pernikahan dengan istri mudanya,karena tidak ingin di ketahui anak dan istri tuanya ,pria paruh baya itu selalu memberikan uang tersebut dengan sembunyi sembunyi.
" Terimakasih pak." ujar Mentari sambil menerima satu lembar uang tersebut.
Sejak kecil,Mentari selalu menjadi korban bulan bulanan ibu dan saudara tirinya.Karena ia terlahir dari wanita yang sempat menarik perhatian Pak Hasim,saat itu pak Hasim masih bekerja di sebuah perusahaan yang mewajibkanya untuk pergi ke luar kota hingga beberapa tahun,dan terpaksa ia harus meninggalkan istri dan anaknya,beberapa bulan berada di perantauan ia sudah tidak sanggup menahan gairahnya sebagai pria normal,hingga ia di pertemukan dengan Mentari,gadis cantik yang mampu mencuri perhatian Pak Hasim,hingga akhirnya mereka melangsungkan pernikahan,namun pernikahan itu tidak berlansung lama,Mentari mengembuskan nafas terakhirnya setelah berhasil melahirkan seorang bayi perempuan,sebelum meninggal Mentari berpesan kepada Pak Hasim untuk selalu menjaga dan merawat anak mereka,hingga ia memberikan namanya pada bayi yang baru di lahirkannya.
Karena rasa tanggung jawabnya kepada anak dan istri,pak Hasim membawa pulang bayi merah itu dan memberikannya pada istri tuanya.Tak lupa iapun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,namun Bi Sri tidak terima,ia marah besar kala itu,hingga sekarang amarahnya masih menggebu gebu tak kala ia melihat gadis yang tumbuh bersamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!